Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kota Padang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kota Padang. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (25): Organisasi Sosial Pribumi Pertama di Kota Padang; ‘Medan Perdamaian’ Lebih Tua dari ‘Boedi Oetomo’

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Organisasi sosial pribumi pertama di Indonesia, bukanlah ‘Boedi Oetomo’ (yang didirikan tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta). Organisasi sosial pribumi pertama di Indonesia justru dimulai pendiriannya di Kota Padang yang diberi nama ‘Medan Perdamaian’. Organisasi 'Medan Perdamaian' bersifat nasional (multi etnik) ini didirikan bahkan jauh sebelum adanya organisasi Boedi Oetomo yang bersifat kedaerahan (Jawa).

Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 20-02-1900
Sebagaimana diketahui hari lahir organisasi Boedi Oetomo bahkan kemudian dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional: 20 Mei. Pada hari lahir Boedi Oetomo diperingati setiap tahun sebagai Hari Kebangkitan Nasional padahal kenyataannya lebih tepat sebagai Hari Kebangkitan Nasional di (pulau) Jawa. Memang Boedi Oetomo kemudian mengusung kebangkitan nasional, namun itu setelah organisasi-organisasi kebangkitan nasional daerah lain lebih dulu menyatakan partisipasinya. Organisasi kebangkitan nasional seluruh daerah ini ditandai dengan didirikannnya supra organisasi tahun 1927 yang dikenal sebagai (organisasi) PPPKI (Pemoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangkitan Indonesia).

Bukti Medan Perdamaian lebih tua dari Boedi Oetomo dipertegas seorang pejabat pemerintah ketika Boedi Oetomo akan mengadakan Kongres Boedi Oetomo yang pertama. Disebutkan bahwa di luar Djawa sudah ada asosiasi sejenis. (seperti misalnya) Medan Perdamaian di Fort de Kock yang didirikan tanggal 17 Oktober 1907. Sementara asosiasi (organisasi) Boedi Oetomo baru didirikan tanggal 20 Mei 1908 di Batavia

Kamis, 04 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (24): Pers Pribumi Bermula di Kota Padang; Dja Endar Moeda, Raja Persuratkabaran di Sumatera

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Hari ini, tanggal 3 Mei diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day 2017). Tahun ini yang menjadi tuan rumah adalah Indonesia.  Peringatan Kebebasan Pers sedunia ini dari tanggal 1-4 Mei dipusatkan di JCC, Senayan, Jakarta. Jumlah delegasi yang hadir hampir 1.000 insan pers dari lebih 100 negara.

Surat kabar 'Pertja Barat' di Kota Padang
Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa tahun 1993 menetapkan 3 Mei sebagai hari untuk memeringati prinsip dasar kemerdekaan pers. Sejak itu, 3 Mei diperingati. Kebebasan pers di Indonesia dimulai tanggal 23 September 1999 sehubungan dengan pengesahan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang didalamnya mencabut wewenang pemerintah untuk menyensor dan membredel pers.

Pers pribumi (baca: Pers Indonesia) dimulai di Kota Padang (1897). Ini bermula ketika kali pertama orang pribumi menjabat sebagai editor surat kabar. Pers internasional Indonesia juga juga dimulai di Kota Padang (1905). Ini bermula ketika orang pribumi menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda agar bisa dibaca oleh orang asing (Eropa) di Kota di Kota Padang.

Senin, 01 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (23): PRRI, ‘Pertarungan Pemimpin Republik Indonesia’; Soekarno vs Hatta, Nasution vs Lubis

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Soekarno dan Hatta (Java-bode, 16-09-1957)
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) vs Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sepenggal kisah buruk dalam perjalanan RI. PRRI boleh jadi mungkin tidak sungguh-sungguh ingin berperang secara revolusioner, karena bukan itu tujuannya. NKRI juga boleh jadi mungkin tidak sungguh-sungguh ingin menyerang kubu PRRI secara membabi buta, karena bukan itu misinya. Pemerintah RI mengutus tiga delegasi: Delegasi pertama dipimpin oleh Abdoel Haris Nasution. Delegasi kedua dipimpin oleh Eny Karim. Delegasi ketiga oleh Djoeanda dan Sanusi. Pemimpin PRRI 'kurang sepakat' dengan hasil perundingan tiga delegasi. Ultimatum RI juga tidak digubris PRRI. Presiden Soekarno ingin melakukan penyerangan. Pertama, Soekarno meminta M. Hatta persetujuan, M. Hatta menolak. Kedua, Soekarno memerintah Abdoel Haris Nasoetion menyerang, Abdoel Haris Nasoetion mendelegasikan kepada Achmad Yani. Foto Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-09-1957

Jumat, 28 April 2017

Sejarah Kota Padang (22): Eny Karim, Tokoh Berasal dari Tapanuli? Lika Liku Menelusuri Sejarah Masa Lampau

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Eny Karim adalah tokoh penting di Sumatera Barat maupun di Sumatera Utara. Namun, sejauh ini sangat sulit mendapatkan data dan informasi tentang Eny Karim. Informasi tentang Eny Karim yang ada di Wikipedia terbilang minim jika dibandingkan dengan kiprahnya. Adakah data dan informasi tentang Eny Karim terjadi missing link? Peran penting Eny Karim adalah pimpinan delegasi pemerintah (pusat) ke Kota Padang dalam upaya normalisasi di Sumatera Tengah (daerah) pada peristiwa PRRI (1957).

Eny Karim (wikipedia_
Menelusuri data dan informasi tentang Eny Karim sangat melelahkan. Petunjuk bahwa Eny Karim berasal dari Tapanuli sudah saya temukan beberapa tahun yang lalu ketika menulis serial artikel Kota Medan. Petunjuk ini juga muncul ketika menulis serial artikel Kota Bandung. Lantas apakah dalam serial artikel Kota Padang ini dapat menambah keterangan siapa dan bagaimana Eny Karim? Eny, juga ditulis Eni dan Enie.

Di dalam Wikipedia, dengan melihat sepintas namanya, Eny Karim disebut seorang putri padahal Eny Karim adalah putra. Ini menunjukkan bahwa mengidentifikasi siapa Eny Karim memang tidak mudah. Suatu teka-teki. Untuk kelengkapan sejarah nasional, tantangan untuk menjawab teka-teki tersebut masih menggoda meski penelusurannya terbilang cukup berlika-liku.

Senin, 24 April 2017

Sejarah Kota Padang (21): Abdoel Hakim, Satu-Satunya Orang Pribumi yang Menjadi Wakil Wali Kota di Era Belanda (1931-1942)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Jabatan wali kota (Burgemeester) sesungguhnya baru diadakan pada tahun1916 di Kota Batavia dan Kota Soerabaja. Kemudian menyusul di Kota Medan (1918) dan Kota Bandung (1920). Di Kota Padang sendiri jabatan wali kota kali pertama diadakan tahun 1928. Tidak semua kota di Hindia Belanda memiliki walikota. Fungsi pemerintahan di kota-kota lainnya dilaksanakan oleh Asisten Residen. Namun tidak semua wali kota didampingi oleh wakil wali kota (Loco Burgemeester).

Dr. Abdoel Hakim (1949)
Kota Padang diubah statusnya menjadi kota (gemeente) pada tanggal 1 April 1906 (Kota Medan pada tahun 1909). Suatu kota dibentuk menjadi gemeente karena hal khusus: kepadatan penduduk yang tinggi dan keragaman suku bangsa, dan yang lebih penting kota dinominasikan untuk mampu membiayai sendiri (dalam arti ekstensifikasi dan intensifikasi pajak). Untuk perencanaan dan pengawasan dibentuk dewan kota (gemeenteraad) yang melibatkan orang-orang non Eropa/Belanda untuk fungsi legislatif. Pimpinan dewan berada di tangan Asistem Residen. Setelah adanya wali kota (Burgemeester) fungsi eksekutif dan legislatif berada di tangan wali kota.

Dalam sejarah Hindia Belanda (baca: Indonesia), hanya ada dua kota (gemeente) yang pernah memiliki wakil wali kota (loco burgemeester) yang berasal dari orang pribumi. Dua wakil wali kota tersebut adalah M. Husni Thamrin di Kota Batavia dan Abdoel Hakim di Kota Padang. Menariknya, jabatan wakil wali kota Kota Padang ini dipegang Abdoel Hakim selama 11 tahun (1931-1942). Suatu waktu yang terbilang sangat lama bagi seorang wakil wali kota, apalagi pribumi.

Sabtu, 22 April 2017

Sejarah Kota Padang (20): Sejarah Sepakbola Kota Padang, Ini Faktanya; Bermula di Plein van Rome

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Sepakbola bermula dari orang-orang Eropa. Itu yang ditemukan di berbagai kota seperti di Medan (1891), Batavia (1894), Soerabaja (1889), Semarang dan Bandoeng (1903). Ini berarti sepakbola kali pertama ditemukan di Medan. Meski demikian adanya, namun kompetisi sepakbola kali pertama dilaksanakan di Batavia (1904). Lapangan yang digunakan untuk sepakbola di Medan adalah Esplanade (aloon-aloon), di Batavia adalah Koningsplein (kini lapangan Monas) dan di Bandoeng adalah Pieters Park (kini taman Balai Kota). Sementara di Kota Padang adalah Plein van Rome (kini Lapangan Imam Bonjol).

Plein van Rome, Alang Lawas Padang (1930)
Salah satu klub yang berkompetisi di Batavia (Bataviasch Voetbal Bond) adalah Docter Djawa Voetbalclub. Klub ini pemainnya adalah mahasiswa Docter Djawa School/STOVIA. Secara teknis klub ini adalah klub orang-orang pribumi. Di Medan sudah ada klub orang-orang pribumi, seperti Sultan dan Tapanoeli Voetbalclub. Pada tahun 1907 Docter Djawa VC melakukan pertandingan persahabatan dengan Tapanoeli VC di Medan. Salah satu pemainnya adalah Radjamin Nasoetion. (kelak diketahui Radjamin Nasution adalah pendiri perserikatan Medan dan perserikatan Soerabaja).

Sepakbola di Padang

Sepakbola sendiri di Kota Padang tentu saja sudah dikenal. Siapa yang memperkenalkan sepakbola sudah barang tentu orang-orang Eropa sebagaimana di kota-kota lain. Pada tahun 1908 di Padang dilaporkan terdapat sebanyak 17 klub sepakbola (Soerabaijasch handelsblad, 04-01-1908). Jumlah ini bukan sedikit. Klub-klub tersebut terdiri dari klub orang-orang Eropa/Belanda (sipil dan militer) dan klub-klub orang Melayu, Kling, Arab dan Tionghoa. Klub-klub itu menggunakan lapangan Plein van Rome (Gereja Katolik Roma) yang memiliki empat lapangan sepakbola yang berdampingan yang kualitasnya terbilang baik. Lapangan sepakbola ini berada di Alang Lawas.

Kamis, 20 April 2017

Sejarah Kota Padang (19): Abdoel Moeis Jaga Jarak Sarikat Islam, Kritik Boedi Oetomo; Sumatranen Bond Didirikan

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Abdoel Moeis (1916)
Abdoel Moeis lahir di Sungai Puar, Agam, 3 Juli 1883. Setelah tamat ELS, Abdoel Moeis melanjutkan pendidikan ke Batavia di STOVIA. Oleh karena tidak berhasil menyelesaikan pendidikannya, Abdoel Moeis memulai karir sebagai pegawai pemerintah di Bandoengsche Afdeelingsbank di Bandoeng. Kemudian pada tahun 1911 dipindahkan menjadi Mantri Loemboeng di Afdeeling Bandoeng (De Preanger-bode, 11-03-1911). Pada tahun 1913, Abdoel Moeis diketahui bekerja di surat kabar De Preanger-bode yang terbit di Bandoeng sebagai corrector (De Preanger-bode, 01-01-1913).

Sarikat Islam

Ketika Sarikat Islam membuka cabang di Bandoeng, Abdoel Moeis  ikut berpartisipasi yang duduk sebagai sekretaris (lihat De Preanger-bode, 10-02-1913). Abdoel Moeis juga menjadi editor mingguan Serikat Islam, yang menyuarakan misi Sarikat Islam. Dalam edisi No. 2 terdapat tulisan dari Dr. Tjipto dan Soewardi (De Preanger-bode, 16-03-1913). Dalam perkembangannya tiga orang komite SI ditangkap: Tjipto Mangoenkoesoemo (di kantor redaksi majalah Expres), Suardi Surjaningrat dan Abdul Moeis (di kantor administrasi Preanger Bode). Mereka ditangkap polisi karena alasan provokatif. Selain juga Wigna di Sastra, hoofdredacteur van de Kaoem Moeda juga ditangkap (Bataviaasch nieuwsblad, 31-07-1913).

Rabu, 19 April 2017

Sejarah Kota Padang (18): Ida Loemongga, Perempuan Indonesia Pertama Bergelar Ph.D (1931); Like Mother, Like Daughter

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Pada tanggal 22 Maret 1905 di Padang, pasangan Haroen Al Rasjid dan Alimatoe’ Saadiah sangat berbahagia. Putri pertama mereka lahir. Putri mereka yang cantik itu diberi nama Ida Loemongga. Keluarga muda ini kemudian pindah ke Sibolga, karena Haroen Al Rasjid yang dokter lulusan Docter Djawa School tahun 1902 ini dipindahkan dari Padang ke Sibolga. Setelah beberapa tahun di Tapanoeli dan masa dinas berakhir, Haroen Al Rasjid meminta pension dan akan membuka dokter praktek di Telok Betong, Lampong. Pada tahun 1918, Ida Loemongga diterima sebagai siswa di Prins Hendrik-school di Batavia.

Ida Loemongga, saat sidang terbuka di Amsterdam, 1932
Prins Hendrik-school sekolah paling elit di Batavia menerima pendaftaran murid baru (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-05-1918). Untuk afdeeling-B HBS (SMA jurusan IPA), dari ratusan siswa yang diterima dari berbagai kota, antara lain: sebagai berikut: Padang: A. de Bruin, S. Le Febvre, JW. Meijer, S. Quittner, J. Ch. van Reenen, EH. Westerbeek (m.), F. van Alphen, HA. de .Tongh Swemor, Lie Lee Sian Nio (m.), SG, Evers (m.), FC. Alexander (m.), J. Kroegmans (m.), Corie Oeij (in.), A. Davies (m.), AW. Ch. Bouwmeester (m.), EV, Koodering Clemens (m.), AHF. Geertsema Beckering (m.) en C. Kromhout (m.); Medan: E. Bonebakker (m.), AM. Scrvaas (m.), JC. Hoppe (m.), HL. Fliers (m.), FH. Doornik (m.), E. Baume (m.), EPJ. Duson, A. Everaars, EH. Vorster, V. Th. Holl, TA. Swamhuysen, M. Th. van Rijck, en WF. Fliers. Te1ok Betong: M. G.. van Hunink (m.), en Haroen al Rasjad Ida Loemongga (ms.).
  
Pada tahun 1922 Ida Loemongga lulus afdeeling-B (IPA) di Prins Hendrik School, lantas diterima ujian masuk di STOVIA. Namun karena Ida Loemongga tergolong cerdas, maka Ida Loemongga termasuk yang direkomendasikan langsung untuk melanjutkan pendidikan ke Negeri Belanda. Keluarga Ida Loemongga tidak keberatan dan sangat mendukung. Ida Loemongga yang diterima di Universiteit Utrecht didukung semua keluarga besar. Ida Loemongga lantas berangkat sendiri pada tahun 1923.

Selasa, 18 April 2017

Sejarah Kota Padang (17): Soetan Mohamad Salim Fort de Kock, Soetan Goenoeng Toea Padang Sidempoean; Like Father, Like Son

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Kota Padang, ibukota Province Sumatra’s Westkust, yang teridiri dari tiga residentie: Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden dan Tapanoeli. Ibukota Residentie Padangsche Bovenlanden adalah Fort de Kock. Pada tahun 1875, Kota Padang Sidempuan sebagai ibukota Residentie Tapanoeli. Province Sumatra’s Westkust dibentuk tahun 1834 dan Residentie Tapanoeli baru dibentuk pada tahun 1845. Meski terbilang masih muda, Province Sumatra’s Westkust sudah memunculkan tokoh-tokoh pribumi yang berpengaruh (paling tidak di wilayah Pantai Barat Sumatra).

Soetan M. Salim: Djaksa di Padang, Pad. Pandjang, Kota Pinang
Ada dua tokoh pribumi yang perlu namanya dikemukakan kembali, yakni: Soetan Mohamad Salim di Fort de Kock dan Soetan Goenoeng Toea di Padang Sidempoean. Mereka berdua tidak memiliki pendidikan formal Eropa/Belanda, tetapi berhasil belajar secara otodidak yang lalu kemampuannya diapresiasi pemerintah dengan mengangkat menjadi pegawai pemerintah. Mereka berdua memiliki karir yang mirip dan keduanya sama-sama memiliki anak-anak hebat yang menjadi tokoh-tokoh terkenal di Indonesia. Uniknya lagi: keduanya sama-sama meninggal di Kota Medan.

Soetan Mohamad Salim van Fort de Kock

Soetan Mohamad Salim ‘was een selfmade man, want hij had noch de Europeesche, noch een Inlandsche school bezocht, doch zich door zelfstudie ontwikkeld, zoodat hij reeds op jeugdigen leeftijd aangesteld werd tot djaksa’ (lihat De Indische courant,     13-11-1934). Soetan Mohamad Salim memulai karir sebagai djaksa di Solok. Setelah beberapa tahun di Solok, Soetan Mohamad Salim dipindahkan ke Kota Padang Pandjang. Karirnya terus meningkat dan kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi hoofd-djaksa di Kota Pinang, Residentie Sumatra’s Ooskust.

Sejarah Kota Padang (16): Sejarah Mentawai, Sedari Dulu, Riwayatmu Kini; Jauh di Mata, Dekat di Hati

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Peta 1909
Mentawai tidak jauh dari Kota Padang. Kepulauan yang terdiri dari empat pulau besar (Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan) yang parallel dengan Pantai Barat Sumatra yang didiami oleh penduduk Mentawai. Secara historis, Mentawai sudah sejak lama dikenal dan dikunjungi oleh orang-orang Eropa/Belanda, namun baru tahun 1864 dimasukkan sebagai yurisdiksi Belanda berdasarkan Staatsblad No. 14 tanggal 10 Juli 1864.

Kepulauan Mentawai ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 49 Tahun 1999. Kabupaten ini beribukota di Tuapejat, sebelah utara dari pulau Sipora. Pada tahun 2010 Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari 10 kecamatan.

Sedari Dulu

Informasi terawal tentang Mentawai ditemukan dalam lukisan Carl Benjamin Hermann von Rosenberg. Beberapa lukisan Rosenberg tentang keberadaan Mentawai adalah sebuah kampong (Dorp op Mentawei) dan sebuah kegiatan nelayan (Verschillende kano's van Mentawei). Lukisan ini sudah cukup menjelaskan tentang kondisi Mentawai sekitar tahun 1847 hingga 1852 ketika Rosenberg mengunjunginya.

Senin, 17 April 2017

Sejarah Kota Padang (15): Mahasiswa Kedokteran Indonesia di Belanda (1918); 15 Jawa, 2 Minangkabau, 1 Batak (Total 22)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Anggota Perhimpunan (Pelajar) Indonesia, di Belanda, 1908
Sebuah laporan pada tahun 1918, jumlah mahasiswa pribumi yang kuliah di bidang kedokteran di Belanda sebanyak 22 orang, diantaranya terdapat dua mahasiswa asal Minangkabau dan satu orang mahasiswa asal Batak. Jumlah mahasiswa terbanyak asal (pulau) Jawa sebanyak 15 orang. Mahasiswa lainnya berasal dari Minahasa, Ambon dan Manado (De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 01-02-1919).

Secara keseluruhan, jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun 1818 sudah sangat banyak jika dibandingkan jumlah mahasiswa satu dasawarsa sebelumnya. Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa Indonesia di Belanda yang semuanya tergabung dalam Himpunan Pelajar Indonesia sebanyak 20 orang. Dari daftar tersebut, jumlah mahasiswa asal Jawa yang terbanyak, disusul mahasiswa asal Minangkabau.

Mahasiswa kedokteran satu-satunya asal Batak tersebut bernama Sorip Tagor (kelak dikenal sebagai ompung dari Inez/Rizky Tagor). Sorip Tagor, kelahiran Padang Sidempuan mengambil bidang studi Kedokteran Hewan. Sorip Tagor tahun 1916, diterima sebagai kandidat dokter hewan di Rijksveeartsenijschool, Utrecht (lihat Algemeen Handelsblad, 19-06-1916). Pada tahun 1917, Sorip Tagor dipromosikan dari tingkat tiga ke tingkat empat (lihat Algemeen Handelsblad, 23-09-1917). Sorip Tagor sendiri dalam hal ini untuk melanjutkan sarjana muda yang diraihnya di Sekolah Kedokteran Hewan di Buitenzorg.

Minggu, 16 April 2017

Sejarah Kota Padang (14): Orang Padang sama dengan Orang Minangkabau; Keliru, Orang Melayu disebut Orang Medan

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Minangkabauers te Kotagedang, 1890
Padang adalah nama tempat, sebagaimana Tapanoeli dan Medan. Padang menjadi nama generik untuk seluruh wilayah Sumatra Barat yang sekarang. Ini bermula penyebutan wilayah rendah dan wilayah tinggi Padang dengan Padangsche Benelanden dan Padangsche Bovenlanden. Penamaan serupa ini juga pernah terjadi untuk penyebutan Langkat Benelanden dan Langkat Bovelanden.

Asal usul (menurut berbagai versi): Minangkabau—Menang Kerbau atau Minanga; Tappanoeli—Tapian na Oeli (dipopulerkan oleh Inggris). Bata—Mada (dibaca: Bata). Pada awalnya penyebutan orang Minangkabau belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minangkabau dan Melayu mulai dibedakan karena adanya perbedaan (system) pewarisan (matrilineal).

Tapanoeli juga digunakan sebagai nama generik untuk seluruh wilayah Tapanuli yang sekarang. Tapanoeli sebelumnya, dan kemudian nama tempat berikutnya yang lebih popular Sibolga. Tapanoeli mendahului Sibolga. Karena itu nama Tapanuli yang digunakan sejak Inggris. Pada era VOC awal, Tapanoeli belum dikenal. Di Pantai Barat Sumatra nama tempat yang sudah dikenal sejak masa lampau adalah Baros, Batahan, Tikoe, Pariaman dan Indrapoera.

Sabtu, 15 April 2017

Sejarah Kota Padang (13): Ombilin dan WH de Greve; Batubara Terbaik Dunia Moda Transportasi Kereta Api dan Kapal Laut

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Eksploitasi batubara di Ombilin, Residentie Padangsche Bovenlanden, Province Sumatra’s Westkust adalah sebuah lompatan kemajuan ekonomi. Ombilin tidak hanya menyimpan deposit batubara yang sangat banyak, juga kualitasnya berada di atas kualitas batubara monopoli Inggris selama ini. Biaya angkut yang besar karena medan yang berat antara Ombilin dan pelabuhan Kota Padang (yang berjarak 100 Km) dapat diimbangi oleh petensi ekonomi (pertanian) di sekitarnya.

Makam Ir, WH de Greve di Doerian Gedanng, 1872
Tambang batubara Ombilin tidak hanya ‘mempercantik’wajah ekonomi di Province Sumatra’s Westkust, tetapi juga memperkuat pertumbuhan ekonomi perkebunan di Jawa (kina dan teh) dan Sumatra’s Oostkust (tembakau dan karet), Batubara Ombilin juga menggandakan keunggulan efisiensi ekonomi pelayaran (domestic kepulauan) dan pelayaran internasional (ke Eropaa/Belanda) lebih-lebih terusan Suez dibuka pada tahun 1869. Singkat kata:batubara Ombilin memainkan peran yang strategis kala itu.

WH de Greve: Netscher, Hennij dan Petel

Dua orang yang bersemangat untuk eksploitasi tambang batubara Ombilin adalah Gubernur Province Sumatra’s Westkust dan sekretaris bidang ekonomi Mr. WA Hennij. Kedua orang ini mendukung habis-habisan pekerjaan WH de Greve yang terus melakukan kajian potensi ekonomi batubara Ombilin. WH de Greve memulai pekerjaannya berdasarkan kajian awal terdahulu oleh C. de Groot van Embden.

Sejarah Kota Padang (12): Sejarah Pecinan di Padang; Tionghoa di Pedalaman Kali Pertama Dilaporkan di Angkola (1701)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Hampir setiap kota ada pecinan (China Town), termasuk di Kota Padang dan Kota Padang Sidempuan. Eksistensi orang-orang Tionghoa di Kota Padang yang menjadi cikal bakal pecinan sudah ada sejak dari doeloe. Sebagaimana di kota-kota lain, orang-orang Tionghoa di Padang awalnya berdatangan karena tujuan berdagang. Orang-orang Tionghoa di Kota Padang bahkan lebih dahulu hadir jika dibandingkan di Kota Medan. Mereka awalnya melakukan aktivitas berdagang keliling lalu kemudian terbentuk homebase dan lalu menetap yang kemudian terbentuk perkampungan orang-orang Tionghoa. Perkampungan orang-orang Tionghoa ini kini disebut pecinan.

Winkelstraat di Padang 1890 (Jalan Niaga)
Pecinan di Kota Padang terdapat di Pondok. Jauh sebelumnya sudah ada pecinan di tempat lain. Di Batavia terdapat di Bidara Tjina (sekitar Meester Cornelis) dan Tangerang. Dua pecinan pertama ini terbentuk karena eksodus dari Batavia pasca peristiwa pembantaian Cina oleh Belanda di sekitar Benteng Batavia (casteel Batavia) tahun 1740. Setelah Bidara Tjina, Tangerang dan Pondok Tjina muncul pecinan baru di Buitenzorg (Soekasari) dan kemudian muncul di Tjiandjoer dan terakhir di Bandoeng. Perkampungan Tjina di Buitenzorg menjadi lebih besar karena para koeli Tjina yang didatangkan dari Tiongkok oleh para planter VOC sebagian tidak kembali dan bergabung dengan orang-orang Tionghoa yang sudah ada. Tipikal pecinan Buitenzorg ini kurang lebih sama yang kemudian terjadi di Medan (Kesawan). Pecinan tipikal pasar.

Kedatangan Orang Tionghoa di Padang

Pada tahun 1819 di Kota Padang sudah terdapat orang-orang Tionghoa. Jumlahnya sebanyak 200 orang. Mereka menjadi bagian dari warga kota: Eropa/Belanda, Nias, Melayu, Bengalen dan lainnya. Jumlah orang-orang Tionghoa terus bertambah dan sudah memiliki pemimpin pada tahun 1864 yang diangkat pemerintah sebagai Kapitein dan Letnan Chinezen. Pada tahun 1869 populasi orang-orang Tionghoa di Kota Padang sekitar 300 orang. Orang-orang Nias juga telah meningkat pesat dari 1.500 orang pada tahun 1819 menjadi 2.500 jiwa pada tahun 1869. Pada tahun 1889 di Pulau Tello yang didominasi orang-orang Nias bahkan terdapat sebanyak 410 Chineezen.

Kamis, 13 April 2017

Sejarah Kota Padang (11): Sejarah Pemimpin Padang 1621-1814; Catatan Kuno Berjudul ‘Permoelajan Berdiri Poehoen’

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Sejarah pemerintahan Padang dimulai tahun 1621. Sejarah ini ditemukan dalam catatan kuno yang berjudul ‘Permoelajan Berdiri Poehoen’ (Oprichting van den Boom) yang transkripsinya diterjemahkan oleh redaktur  Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad yang diterbitkan pada edisi 08-03-1883. Catatan ini berisi sejarah Padang 1621-1814 yang mengacu pada pembebasan dari Atjeh tahun 1666. Periode 1621-1666 sebagai periode kehadiran Atjeh di Padang dipisahkan dalam catatan tersebut.

Sumatra-courant, 20-03-1884
Oleh karenanya, sub judul catatan kuno ini adalah: ‘Parie Mangatakan Tatakala Atjes matoengoe Nagarie Padang dan mengatokan Wallanda doedoek die Nagarie Padang laloe kapada ahkier nja’. Mungkin artinya kira-kira begini: ‘Ketika Aceh mendiami Nagari Padang dan pada masa Belanda menduduki Nagari Padang hingga kini’, Sub judul ini dengan sendirinya menjelaskan judul ‘Permoelajan Berdiri Poehoen’. Mungkin pohon yang dimaksud adalah pemerintahan lokal (dengan panglima sendiri) seiring dengan kehadiran kolonial (Belanda dan Inggris).  

Dalam catatan kuno ini diuraikan bagaimana datangnya Belanda dan bagaimana terjadinya pengusiran Atjeh (yang sudah sudah berada selama 45 tahun). Juga diuraikan tentang kedatangan Inggris dan kembalinya Belanda. Dalam lampiran catatan kuno ini disajikan daftar pemimpin di Padang. Yang pertama menjadi pemimpin adalah Maharadja Besar I yang bertitel Bandahara, suku Si Megat bertahun 1621. Panglima tidak disebutkan, tetapi diduga yang menjadi Panglima adalah orang Atjeh.

Senin, 10 April 2017

Sejarah Kota Padang (10): Soetan Iskandar, Regent van Padang; Marah Oejoep, Regent Terakhir (Padang Menjadi Gemeente)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Sumatra’s Westkust adalah satu-satunya yang berstatus provinsi di Sumatra. Ibukota Province Sumatra’s Westkust adalah Kota Padang dimana Gubernur sejak 1834 berkedudukan. Dalam fase permulaan provinsi ini, Province Sumatra’s Westkust memiliki tiga residentie: Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden dan Bengcoelen. Satu residentie yang sudah terbentuk lama adalah Residentie Palembang en Banca (termasuk Lampong).

Rumah pemimpin lokal di Padang (1870)
Hingga tahun 1827 Pemerintah Hindia Belanda yang beribukota di Batavia baru tiga afdeeling: Batavia, Semarang dan Soerabaja. Struktur Pemerintah Hindia Belanda masih tampak sederhana. Meski demikian, sejak 1815 dua Residen sudah ditempatkan di luar Jawa yakni di Palembang en Banca dan Banjermasin. Satu Asisten Residen di Macassar (Almanak 1815). Pada tahun 1829 Wilayah Sumatra’s Westkust masih disebut Padang en Onderhoorigheden yang dikepalai oleh seorang Residen (sejak 1822, Residen pertama, Kolonel Raff) dengan dibantu tiga asisten residen: Asisten Residen van Padang (di Padang), Asisten Residen Zuidelijke Afdeeling (di Indrapoera) dan Asisten Residen di Bengkulu. Pada tahun 1830 dibentuk Residentie Sumatra’s Westkust dengan memisahkan sendiri Bengkulu sebagai sebuah Residentie. Sementara Residen di Residentie Sumatra’s Westkust dibantu dua asisten residen di Padangsche Benelanden dan di Padangsche Bovenlanden. Pada tahun 1834 dibentuk Province Sumatra’s Westkust yang dibantu tiga residen (Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden dan Bengkoelen).

Gubernur Province Sumatra’s Westkust yang pertama (1834) adalah Kolonel AV Michiels. Di jajaran pemerintahan di Province Sumatra’s Westkust posisi pemimpin lokal tertinggi adalah Soetan Iskandar sebagai Resident van Padang. Jabatan ini sebelumnya dipegang oleh Soetan Mansoer Alam Shah (tokoh yang dikaitkan dengan aristokrasi Pagarroejoeng). Untuk regent van Pagarroejoeng dipegang oleh Soetan Alam Bagagar Shah (yang diangkat Belanda untuk menggantikan Moening Shah, radja terakhir Pagarroejoeng). Pemerintah Hindia Belanda sendiri di Batavia akan copy paste system pemerintahan lokal yang sudah berhasil diterapkan di Preanger (Preanger Regentshappen yang dikoordinasikan oleh regent van Bandoeng sebagai hoofd regent).

Jumat, 07 April 2017

Sejarah Kota Padang (9): Ini Riwayat Keluarga Intveld di Padang, Nenek Moyang PM Kanada J. Trudeau; Gadis Nias Jelita

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


PM Kanada, Justin Trudeau (foto Liputan 6)
Beberapa hari yang lalu dari Australia terungkap bahwa Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memiliki garis keturunan dari Kota Padang. Disebutkan nenek moyang Justin Trudeau di Kota Padang bermarga Intvelt dan wanita seorang Nias. Ini menarik, karena Justin Trudeau banyak dibicarakan karena perdana menteri terganteng di dunia. Juga disebutkan, nenek moyang Perdana Menteri Kanada ini masih sangat sulit dilacak. Artikel ini coba menelusuri siapa nenek moyang Justin Trudeau di Kota Padang. Penelusuran ini didasarkan pada surat kabar dan majalah berbahasa Belanda sejaman (1700-1900), foto, peta dan buku. Mari kita lacak.

Keluarga Intveld di Kota Padang

Pada tahun 1819 Inggris menyerahkan Kota Padang kepada Belanda setelah sejak 1795 mendudukinya. Peralihan kekuasaan kepada Belanda dari Inggris, di Kota Padang banyak orang-orang Inggris yang bekerja untuk Pemerintah Hindia Belanda. Hal serupa ini juga terjadi sebelumnya, ketika Inggris berkuasa di Jawa (1811-1816), orang-orang Belanda banyak yang bekerja untuk Inggris di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles. Singkat kata: yang bertikai adalah pemerintah, para pengusaha dan professional bekerja mengikuti siapapun yang menjadi penguasa (pemerintahan).

Ketika Pemerintah Hindia Belanda memulai pemerintahan di Residentie Sumatra’s Westkust dengan ibukota Padang tahun 1821, pemerintah merekrut sejumlah professional untuk bekerja di dalam pemerintahan yang baru. Pejabat-pejabat tersebut hampir sebagian besar adalah nama-nama Inggris yang ditempatkan di Tapanoeli (kini Sibolga), Baros, Pariaman, Air Bangie, Pariaman dan Padang. Nama-nama Belanda hanya muncul sebagai pemimpin utama dan komandan militer. Dari nama-nama pejabat yang direkrut terdapat sejumlah nama dari marga Intveld. Penulisan marga Intveld saling tertukar dengan Indvelt, Intvelt, dan In'tveld..

Sejarah Kota Padang (8): Metropolitan Pertama Luar Jawa; Kopi Mandailing Harga Tertinggi Dunia, Mr. WA. Hennij

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Kota Padang sejak 1834 adalah ibukota Province Sumatra’s Westkust. Secara bertahap Kota Padang juga menjadi ibukota Residentie Padangsche Benelanden, Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Tapenoeli. Ini dengan sendirinya Kota Padang akan semakin tumbuh dan berkembang pesat. Ekonomi kopi menjadi ‘garansi’ pembiayaan pembangunan di Province Sumatra’s Westkust. Denyut nadi pembangunan wilayah Pantai Barat Sumatra berpusat di Kota Padang.

Gudang kopi di Kota Padang (foto 1860)
Koffiecultuur yang dimulai di Padangsche Bovenlanden, perhatian pemerintah pusat (Batavia) semakin intens sejak 1834 (dengan meningkatkan status Sumatra’s Westkust dari residentie menjadi province) yang dengan sendirinya mengangkat seorang gubernur (kali pertama) . Penerapan koffiestelsel mengikuti program sejenis yang telah berhasil diterapkan di Preanger (1830). Peningkatan permintaan kopi dunia menjadi salah satu sebab mengapa Pemerintah Hindia Belanda sangat bernafsu dari West Java untuk melakukan ekspansi ke Sumatra’s Westkust. Pemerintah Hindia Belanda telah banyak kehilangan resources akibat Perang Djawa dan mandeknya ekonomi gula. Singkat kata pemerintah butuh recovery dan membutuhkan sumber pendapatan baru. Meski ada halangan ketika melirik Sumatra’s Westkust (Padri), itu tidak menjadi soal lagi. Hal ini karena Perang Jawa sudah mulai mereda. Kekuatan militer di Jawa sudah dapat dialihkan ke Sumatra’s Westkust untuk membuka ruang pengembangan ekonomi ekonomi kopi.

Pada saat mulai ekspansi besar-besaran di Sumatra;s Westkust, dengan menempatkan seorang gubernur di Kota Padang, situasi dan kondisi Kota Padang sudah sejak lama tidak mengalami perubahan yang berarti. Kota Padang hanya berpusat di sekitar muara sungai Batang Arau. Loji yang telah dibangun sejak dua abad sebelumnya (era VOC) hanya itu-itu saja. Pertambahan bangunan, rumah, kantor, militer dan situs lainnya hanya berada disepanjang sungai Batang Arau.

Rabu, 05 April 2017

Sejarah Kota Padang (7): Koffiecultuur, Koffiestelsel dan Koffiesocieteit; Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Gudang Kopi (koffiepkhuizen) di Kota Padang, 1867
Kota Padang telah menjadi kota pelabuhan kopi di Sumatra. Kopi-kopi itu mengalir dari Padangsch Bovenlanden, Mandailing dan Angkola. Produksi kopi sejak 1847 telah melonjak tajam dan mendapat apresiasi harga kopi tertinggi dunia tahun 1862. Lelang kopi di Kota Padang semakin menjadi perhatian perusahaan perdagangan dari Batavia. Itulah hasil introduksi budidaya kopi (koffiecultuur) yang kemudian ‘digenjot’ dengan system yang baru (koffiestelsel). Ketika harga kopi Mandailing dan Angkola menjadi kopi terbaik dan harga tertinggi dunia, kopi telah dianggap sebagai berkah dan bukan siksaan lagi tetapi telah menjadi bagian terindah dalam kehidupan penduduk di pedalaman (koffiesocieteit).

Dampaknya, penduduk diberi fasilitas pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah. Penduduk juga semakin mudah mendapat akses pelayanan kesehatan. Infrstruktur jalan dan jembatan dibangun. Pembangunan infrastruktur yang semula hanya ruas Kota Padang, Fort de Kock dan Lima poeloeh Kota telah diperluas ke Tapanoeli hingga ke Sibolga melalui Padang Sidempuan. Era baru moda transportasi darat dimulai. Itu semua karena ekonomi kopi. Kota Padang dengan sendirinya lebih cepat tumbuh dan berkembang.

Introduksi Kopi

Ekonomi gula di Jawa telah mulai terseok-seok. Introduksi kopi dimulai tahun 17??. Keberhasilan koffiecultuur di Preanger telah meluas hingga ke Semarang dan sekitarnya. Ekspansi kofficultuur terjadi pasca Perang Jawa (yang dipimpin Pangeran Diponegoro). Para Bupati di Preanger semakin giat, karena hubungan psikologis antara Preanger dan Jawa telah terputus. Para bupati mulai leluasa memimpin penduduknya untuk menggiatkan kembali kofficultuur.

Kamis, 30 Maret 2017

Sejarah Kota Padang (6): Surat Kabar Sumatra Courant di Padang; Orang Mandailing dan Angkola Ikut Berlangganan

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Jacobus Anthonie Meessen pada tahun 1867 dan 1870 telah memberi kontribusi besar untuk pengetahuan tentang Kota Padang melalui kegiatan fotografi. Kegiatan serupa juga telah dilakukan perusahaan Woodbury en Page (Walter B. Woodbury dan James Page).

Edisi terakhir Sumatra Courant (1900)
Tentang Kota Padang sebelumnya hanya bersumber dari surat kabar-surat kabar yang terbit di Belanda, seperti di Amsterdam, Haarlem, Rotterdam dan Leyden. Namun intensitas berita tentang Kota Padang hanya terbatas dan muncul tidak menentu. Surat kabar-surat kabar yang terbit di Hindia Belanda semakin intens mengenai situasi dan kondisi local termasuk di Kota Padang. Surat kabar di Hindia Belanda tersebut antara lain Het Bataviaasch Advertentieblad dan De Java Bode di Batavia; De Locomotief di Semarang dan Het Soerabaijasch Handelsblad di Surabaya.

Kota Padang terus tumbuh dan berkembang karena komoditi primadona, kopi yang mengalir deras dari Padangsche Bovenlanden dan Tapanoeli. Pada tahun-tahun ini volume perdagangan kopi di Kota Padang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan harga yang terus meningkat di pasar dunia (Eropa dan Amerika Utara). Saat pertumbuhan dan perkembangan Kota Padang inilah muncul surat kabar bernama Sumatra Courant di Kota Padang.