Sabtu, 18 Agustus 2018

Sejarah Kota Surabaya (23): Universitas Airlangga, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Ketiga; NIAS dan Universitas Indonesia


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini

Universitas Airlangga adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ketiga. PTN yang pertama didirikan oleh Pemerintah RI adalah Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta yang diresmikan pada tanggal 18 Desember 1949 dan Universitas Indonesia di Djakarta pada tanggal 2 Februari 1950. Peresmian Universitas Airlangga sendiri dilakukan di Soerabaja oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1954 tepat pada Hari Pahlawan (lihat De nieuwsgier, 12-11-1954).

De nieuwsgier, 24-12-1954
Pembentukan Universitas Airlangga pada dasarnya merupakan gabungan lembaga-lembaga pendidikan yakni berbagai perguruan tinggi dan institut yang ada di Soerabaja. Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah bagian/cabang dari Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.

Lantas bagaimana proses pembentukan universitas di Soerabaja berlangsung dan mengapa namanya disebut Airlangga? Pertanyaan ini tentu bukan hal yang esensial, tetapi hal itu menjadi penting karena selama ini tidak pernah diceritakan. Untuk itu, artikel ini mendeskripsikan bagaimana Universitas Airlangga terbentuk.

Jumat, 10 Agustus 2018

Sejarah Universitas Indonesia (4): Sejarah Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia; Sarjana Lulusan Pertama Drs. Sie Bing Tat


*Semua artikel Sejarah Universitas Indonesia dalam blog ini Klik Disini 

Fakultas Ekonomi adalah fakultas yang dibentuk baru di Universitas Indonesia yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 September 1950. Pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia pada dasarnya tidak terkait dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Universitas Indonesia. Hal ini berbeda dengan Fakultas Psikologi yang dibentuk dari keberadaan pendidikan (ilmu) psikologi di Fakultas Kedokteran; Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang dibentuk dari keberadaan ilmu-ilmu sosial dan politik di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Indonesia; dan Fakultas Ilmu Komputer yang dibentuk dari Pusat Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.

Java-bode, 26-08-1953
Fakultas Ekonomi di Unversita Indonesia benar-benar dibentuk baru, seperti halnya kemudian dalam pembentukan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Teknik. Ketika Fakultas Ekonomi di Univesitas Indonesia dibentuk pada tahun 1950 sesungguhnya tidak ada yang berubah di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Jusrusan (departemen) Sosial Ekonomi tetap eksis di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Sebaliknya, di Fakultas Ekonomi tidak pernah terdapat jurusan (departemen/program studi) Sosial Ekonomi.

Mengapa dalam berbagai tulisan disebutkan Fakultas Ekonomi terkait dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Universitas Indonesia? Disebutkan Jurusan Sosial Ekonomi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Indonesia dipisahkan lalu kemudian dibentuk menjadi Fakultas Ekonomi. Padahal kenyataannya tidak demikian. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini mendeskripsikan proses pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (FEUI). Sebagaimana diketahui Fakultas Ekonomi yang dimaksud tersebut adalah fakultas yang kini namanya menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB-UI). Lantas siapa-siapa saja yang menjadi sarjana lulusan pertama di FEUI? Mari kita lacak!

Jumat, 13 Juli 2018

Sejarah Universitas Indonesia (3): Sejarah Panjang Universitas Indonesia; Prof. Mr. Soepomo, Ph.D Doktor Hukum Cum Laude


*Semua artikel Sejarah Universitas Indonesia dalam blog ini Klik Disini
 

Inilah sejarah Universitas Indonesia yang sebenarnya. Satu fase terpenting dalam sejarah Universitas Indonesia adalah masa peralihan dari Universiteit van Indonesie menjadi Universitas Indonesia. Tokoh yang terbilang berperan penting dalam fase peralihan ini adalah Prof. Mr. Soepomo, Ph.D. Sementara itu, universitas negeri Universitas Gadjah Mada sudah terbentuk di Djogjakarta. Dalam proses membentuk universitas nasional (Universitas Indonesia), pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) menginginkan Universitas Gadjah Mada digabung (dilebur) ke Universitas Indonesia. Namun itu tidak terjadi karena ada penolakan termasuk Wakil Perdana Menteri RI di Djogjakarta Abdul Hakim Harahap. Alasannya hanya satu: Universitas Gadjah Mada yang didirikan RI di Djogjakarta 1949 adalah situs penting perjuangan para Republiken. Boleh jadi alasan Abdul Hakim Harahap karena pendirian Universitas Gadjah Mada digagas oleh seniornya Prof. Mr, Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (Menteri Pendidikan RI kedua).

Prof. Soepomo (De Telegraaf, 09-01-1950)
Pada awal tahun 1950, Presiden Ir. Soekarno dan Menteri Pendidikan Dr. Aboe Hanifah menghadiri Kongres Mahasiswa Indonesia (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-01-1950). Presiden mengatakan ‘tujuan kami adalah negara nasional (nationale staat) dan itu belum tercapai’. Sementara Menteri Pendidikan mangatakan ‘niat pemerintah sesegera mungkin untuk membangun Universitas Nasional (Nationale Universiteit). Inilah gagasan awal pembentukan Universitas Indonesia.

Sejarah Universitas Indonesia sendiri adalah sejarah yang sangat panjang. Embrionya bermula ketika sekolah tinggi kedokteran didirikan pada tahun 1851 di Weltevreden (kini Gambir). Proses peralihan Universiteit van Indonesie ke Universitas Indonesia tahun 1951 hanya satu fase di dalam perjalanan panjang sejarah Universitas Indonesia. Dengan kata lain butuh waktu 100 tahun sejak lahir (1851) hingga Universitas Indonesia benar-benar milik pemerintah Indonesia (1951). Tahap berikutnya dalam perkembangan Universitas Indonesia sebagaimana wujud yang sekarang sesungguhnya baru selesai pada tahun 1963 setelah Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dimekarkan menjadi Institut Pertania Bogor.

Selasa, 03 Juli 2018

Sejarah Yogyakarta (1): Dr. Sardjito, Ph.D, Dokter Bergelar Doktor; STOVIA, Boedi Oetomo, Leiden, Pasteur Instituut, UGM


* Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Sardjito, hanya itu namanya: singkat dan padat. Namun kapasitas Sardjito tidak hanya seorang dokter lulusan Stovia, tetapi Dr. Sardjito adalah dokter Indonesia generasi pertama yang berhasil meraih gelar doktor (Ph.D). Tidak hanya itu, Dr. Sardjito, Ph.D juga adalah tokoh penting organisasi kebangsaan Boedi Oetomo. Nama dokter Sardjito juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari Pasteur Instituut dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dr. Sardjito, Ph.D
Dr. Sardjito, Ph.D adalah orang Indonesia kedua yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran (1923). Dr. Sardjito, Ph.D adalah pribumi pertama yang menjabat direktur Pasteur Instituut. Sementara itu, perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran adalah Dr. Ida Loemongga, Ph.D (1931). Sedangkan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D adalah orang pribumi pertama yang menjabat direktur Eijkman Instituut. Ida Loemongga kelahiran Padang dan Achmad Mochtar kelahiran Bondjol adalah sama-sama berasal dari Mandailing dan Angkola (Afdeeling Padang Sidempoean, Tapanoeli). Ida Loemongga adalah anak Dr. Haroen Al Rasjid Nasution dan Achmad Mochtar adalah anak guru Omar Loebis.

Namun sangat disayangkan, riwayat Dr. Sardjito ditulis sangat singkat, padahal Dr. Sardjito catatan karirnya sangat fantastik: Dokter doktor kedua, Direktur Pasteur pertama dan Rektor UGM pertama. Data riwayat Dr. Sardjito, Ph.D yang singkat tersebut ternyata banyak informasinya yang ditulis keliru. Satu hal lain tidak pernah ditulis ternyata Dr. Sardjito juga 'master' dalam permainan catur. Untuk itu, sejarah Dr. Sardjito, Ph.D perlu ditulis kembali (selengkap mungkin dan seakurat mungkin). Mari kita telusuri surat kabar sejaman.

Senin, 02 Juli 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (7): Sejarah ‘Studieclub’ Soerabaja, Batavia, Bandoeng; Medan Perdamaian dan Indisch Vereeniging


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah ujung perjalanan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda. Perjuangan itu jangan membayangkan hanya dilakukan oleh Soekarno dan Mohamad Hatta, tetapi dilakukan secara bersama-sama oleh semua elemen bangsa yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Proklamasi kemerdekaan ternyata tidak cukup, perjuangan harus dilakukan dengan mengangkat senjata (perang kemerdekaan). Ketika Soekarno dan Mohamaad Hatta tidak hadir, semua elemen bangsa mampu menyelesaikannya hingga Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia.

Indische courant, 14-07-1924
Landasan perjuangan bangsa Indonesia adalah persatuan. Suatu persatuan yang diikat dalam satu kesatuan (organisasi). Persatuan bangsa Indonesia yang pertama adalah organisasi kebangsaan Medan Perdamaian di Padang, lalu kemudian Indisch Vereeniging di Belanda dan Indisch Partij. Dalam perjalanan merajut persatuan bangsa Indonesia inilah muncul klub studi (studieclub) di Soerabaja, Batavia dan Bandoeng. Klub-klub studi ini telah memperkaya persatuan dan mempertajam visi misi bangsa Indonesia sehingga memunculkan ide persatuan dan kesatua yang kuat (PPPKI).

Perjuangan bangsa melalui organisasi telah memperkuat persatuan. Perjuangan bangsa dengan membentuk klub studi telah mempertajam tujuan dan metode untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, perlu kiranya ditulis kembali bagaimana organisasi-organisasi dan klub-klub studi yang didirikan bersinergi hingga pada akhirnya terbentuk partai-partai politik di Indonesia: partai yang secara terang-terangan mengusung non-cooperative dan berusaha mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia.

Minggu, 01 Juli 2018

Sejarah Kota Depok (47): Onderneming Tempo Doeloe; Pondok Tjina, Sawangan, Tapos, Tjimanggis, Tjinere dan Tjitajam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
 

Pada era kolonial Belanda, di Depok dan sekitarnya adalah wilayah pertanian (onderneming). Perusahaan-perusahaan pertanian yang ada terdapat di wilayah antara Batavia hingga Buitenzorg. Perusahaan-perusahaan tersebut sudah lama tidak beroperasi, namun situsnya hingga tahun 1980an masih terlihat di beberapa tempat. Pada saat ini sudah sangat sulit menemukannya. Berdasarkan data onderneming tahun 1938, di wilayah Kota Depok yang sekarang ditemukan sejumlah perusahaan pertanian (onderneming) sebagai berikut: Pondok Tjina, Sawangan, Tjinere, Tapos, Tjimanggies dan Tjitajam.

Brinkman's cultuur-adresboek voor NI, 1937
Informasi ini bersumber dari Brinkman's cultuur-adresboek voor Nederlandsch-Indie, 1937. Buku Brinkman's ini berisi nama-nama onderneming di seluruh Indonesia (baca: Hindia Belanda). Setiap onderneming dideskripsikan komoditi yang diusahakan, nama pemiliki, perwakilan, dan administratur perusahaan. Juga disajikan alamat perusahaan dan lokasi dimana lahan yang diusahakan.

Fungsi lahan-lahan onderneming ini secara perlahan menghilang karena tekanan kepadatan penduduk di sekitar Jakarta dan berubah fungsi menjadi pemukiman. Lahan-lahan yang subur tersebut semakin cepat berkurang seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan-perumahan.

Sabtu, 30 Juni 2018

Sejarah Jakarta (28): Sejarah Notaris di Indonesia; Hasan Soetan Pane Paroehoem, Satu dari Tujuh Notaris Pertama Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Hingga tahun 1941 di Indonesia hanya terdapat sebanyak 49 notaris. Sebanyak enam orang pribumi dan satu orang Tionghoa. Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, tujuh orang notaris inilah yang tersedia di seluruh Indonesia. Mereka ini kemudian menjadi tulang punggung dalam pembuatan akte pendirian berbagai perusahaan, jajasan dan bentuk-bentuk perjanjian lainnya. Notaris Soewandi adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Indonesia di Djakarta tahun 1951 dan Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Sumatra Utara di Medan tahun 1951.

Hasan Soetan Pane Paroehoem
Kegiatan praktek notariat di Indonesia (baca: Hindia Belanda) secara resmi diberlakukan pada tahun 1860 (Stbl.1860 No.3). Undang-undang kolonial ini masih menjadi rujukan bahkan hingga tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Ini mengindikasikan bahwa para pionir notaris Indonesia tersebut bekerja berdasarkan Stbl.1860 No.3 (Reglement op Het Notaris Arnbt in Nederlands Indie).  

Sejauh ini belum pernah ditulis riwayat awal kegiatan kenotariatan di Indonesia. Juga belum pernah ditulis bagaimana para pionir notaris ini menjadi notaris. Lantas, peran apa saja yang telah meraka lakukan selama karir di bidang kenotariatan. Pertanyaan-pertanyaan ini menarik untuk diketahui. Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber masa lampau.

Jumat, 29 Juni 2018

Sejarah Jakarta (27): Sekolah Hukum Recht School di Batavia; Mr. Radja Enda Boemi, Ph.D, Meraih Gelar Doktor di Leiden, 1925


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sekolah Hukum Rechts School di Batavia (1909-1927) telah meluluskan banyak ahli hukum. Namun tidak semuanya melanjutkan studi ke Belanda. Diantara yang studi hukum di Belanda hanya beberapa yang meraih gelar doktor (Ph.D). Yang jelas, Rechts School ini telah turut melahirkan pejuang-pejuang yang turut merebut kemerdekaaan Indonesia.

Selain Rechts School juga terdapat jenis sekolah yang lainnya. Yang pertama didirikan adalah sekolah guru (Kweekschool) tahun 1850, kemudian disusul pendirian sekolah kedokteran Docter Djawa School tahun 18951 (yang kemudian tahun 1902 berubah menjadi STOVIA). Sekolah kedokteran hewan Veeartsen School didirikan di Buitenzorg tahun 1875 lalu disusul pendirian sekolah pertanian Lanbouw School. Di Bandoeng didirikan sekolah tinggi teknik Technisch Hooge School tahun 1920. Pada tahun 1924 STOVIA ditingkatkan statusnya menjadi sekolah tinggi kedokteran (Geneeskundige Hooge School) dan kemudian disusul Rechts School menjadi Rechts Hooges School tahun 1927.

Rechts School di Batavia menjadi cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Lantas bagaimana riwayat perjalanan para alumninya. Sudah barang tentu sudah banyak ditulis, namun tetap dirasakan masih belum cukup. Dengan upaya penggalian data masih dimungkinkan untuk memperkaya tulisan-tulisan yang sebelumnya. Mari kita mulai dari Rechts School itu sendiri.

Indonesia di Piala Dunia (5): Riwayat Hidup Pemain Sepak Bola Indonesia di Piala Dunia di Prancis, 1938; Latar, Karir dan Masa Tua


*Lihat semua artikel Sejarah Indonesia di Piala Dunia di blog ini Klik Disini 

Indonesia (baca: Hindia Belanda) pernah berpartisipasi di Piala Dunia 1938 di Prancis. Ada sebanyak 17 pemain yang berangkat ke Prancis. Pertandingan Indonesia melawan Hungaria dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1938 di stadion Kota Rheims. Sebelas pemain yang diturunkan adalah Mo Heng, Samuels, Hukom, Anwar, F. Meeng, Nawir (c), Pattiwael, Zomers, Darmadji, Taihitu dan Hong Djien.

Bataviaasch nieuwsblad, 07-06-1938
Sebanyak 16 negara. Format turnamen sisten knock-out. Indonesia kalah dari Hungaria dengan skor 0-6; dan Belanda kalah dari Cekoslawakia 0-3. Dua tim langsung angkat koper. Namun kedua tim melakukan pertandingan sendiri frieendly match di Amsterdam pada tanggal 22 Juni 1938. Skuad Indonesia: Mo Heng, Hukom, Samuels, Nawir (c), Meeng, Anwar, Hong Djien, Soedarmadji, Zomers, Pattiwael dan Taihitu. Indonesia kalah 2-9. Pencetak gol Indonesia adalah Pattiwael dan Taihitu.

Dua pertandingan tersebut adalah dua pertandingan tim Indonesia di Eropa yang secara resmi tercatat dalam FIFA dan KNVB.  Selanjutnya hingga ini hari tidak pernah terjadi. Ini mengindikasikan mereka ini adalah pemain-pemain Indonesia yang pertama dan yang terakhir bermain di dalam pertandingan resmi di Eropa. Namun sangat disayangkan riwayat para pemain ini tidak tercatat dengan baik. Padahal mereka adalah duta sepak bola Indonesia di level sepak bola bergengsi: Piala Dunia. Untuk itu, artikel ini mendeskripsikan riwayat para pemain-pemain tersebut.

Sabtu, 23 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (55): Achmad Mochtar Kelahiran Bonjol Dokter Bergelar Ph.D (1927); Anak Seorang Guru Asal Tapanuli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelum ini telah dideskripsikan riwayat Prof. Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D, seorang dokter kelahiran Pajakoemboeh asal Pakantan, Tapanoeli yang meraih gelar doktor (Ph.D) pada bidang kedokteran di Universitas Amsterdam tahun 1930. Pada artikel ini mendeskripsikan riwayat Prof. Dr. Achmad Mochtar, Ph.D, yang juga seorang dokter kelahiran Bondjol asal Mandailing, Tapanoeli dan telah meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1927. Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D adalah anak seorang dokter hewan; Dr. Achmad Mochtar, Ph.D adalah anak seorang guru. Like father, like son. Keluarga Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D dan keluarga Dr. Achmad Mochtar, Ph.D memiliki hubungan kekerabatan.

Dr. Achmad Mochtar, Ph.D
Tidak banyak dokter pribumi yang berhasil meraih gelar pendidikan tertinggi (doktor). Dari yang sedikit itu semuanya laki-laki kecuali ada satu orang perempuan. Dr. Ida Loemongga, Ph.D kelahiran Padang asal Padang Sidempoean meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1932. Dr. Ida Loemongga, Ph.D dalam hal ini menjadi perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar doktor. Ayah Dr. Ida Loemongga, Ph.D adalah seorang dokter, Dr. Haroen Al Rasjid Nasution; ibunya adalah seorang pribumi pertama yang berpendidikan Eropa, Alimatoe Saadiah Harahap. Like mother, like daughter..
.  
Riwayat Dr. Achmad Mochtar, Ph.D sudah kerap ditulis, tetapi itu tidak cukup. Riwayat Dr. Achmad Mochtar, Ph.D lebih dari yang ditulis selama ini. Perjalanan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D di bidang kedokteran sesungguhnya terbilang yang paling komprehensif dan paling lengkap. Dr. Achmad Mochtar memulai melakukan penelitian penyakit endemik malaria di Mandailing  dan Angkola dalam rangka membantu Dr. W. Schuffner yang kemudian membuka jalan bagi Dr. Achmad Mochtar  untuk meraih gelar Ph.D di bidang kedokteran. Di ujung karirnya sebagai Direktur Laboratorium Eijkman di Batavia.Djakarta pada era pendudukan Jepang dibunuh militer Jepang sebagai upaya mencari kambing hitam atas kesalahan tim kedokteran militer Jepang sendiri yang gagal memberi vaksin yang mengakibatkan ratusan orang romusha mengalami kematian. Untuk itu, ada baiknya sejarah Dr. Achmad Mochtar, Ph.D ditulis kembali. Mari kita telusuri.

Selasa, 19 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (54): Sjoeib Proehoeman Kelahiran Payakumbuh Dokter Bergelar Ph.D (1930); Anak Dokter Hewan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini


Dr. Sjoeib Proehoeman tidak asing dengan Residentie West Sumatra. Dr. Sjoeib Proehoeman lahir di Paijakoemboeh. Dr. Sjoeib Proehoeman meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1930 dengan judul desertasi: ‘Studies over de epidemiologie van de ziekte van Weil, over haren verwekker en de daaraan verwante organismen’. Dr. Sjoeib Proehoeman sangat menguasai tiga penyakit epidemik yang paling menakutkan: malaria, TBC dan kepra.

Nieuwsblad van het Noorden, 20-11-1930
Tidak banyak siswa pribumi yang bisa melanjutkan studi ke sekolah kedokteran. Hanya sedikit orang pribumi yang melanjutkan studi kedokteran ke Belanda. Diantara dokter-dokter hanya beberapa orang yang mampu meraih gelar doktor (Ph.D). Salah satu yang berhasil meraih jenjang pendidikan tinggi tersebut adalah Dr. Sjoeib Proehoeman. Ayah Sjoeib Proehoeman adalah lulusan sekolah kedokteran hewan (inlandsen veeartsen school) di Buitenzorg. Adiknya Soetan Sjahboedin adalah lulusan sekolah pertanian (inlandsen landbouw school) di Buitenzorg. Ini menunjukkan bahwa keluarga Dr. Sjoeib Proehoeman terbilang keluarga terpelajar.

Sejarah keluarga Sjoeib Proehoeman belum pernah ditulis, Demikian juga kisah sukses Dr. Sjoeib Proehoeman juga belum pernah ditulis. Padahal sumbangan keluarga ini cukup signifikan dalam pembangunan pertanian dan kesehatan masyarakat. Untuk menabalkan dedikasi keluarga terpelajar ini ada baiknya sejarah mereka ditulis. Mari kita mulai.

Sabtu, 16 Juni 2018

Sejarah Kota Surabaya (22): Achmad Nawir, Mahasiswa Kedokteran, Kapten Tim Sepak Bola Indonesia di Piala Dunia Prancis, 1938


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini.
 

Pertandingan Indonesia vs Hungaria yang dilangsungkan tanggal 6 Juni dalam ajang Piala Dunia 1938 di Prancis dipimpin oleh dua kapten tim yang berlatar belakang kedokteran. Kapten Tim Indonesia adalah mahasiswa kedokteran Achmad Nawir dan kapten Tim Hungaria adalah Dr. Sarosi. Ini unik. Sangat jarang, dan mungkin satu-satunya kejadian dalam dunia sepakbola.
.
Nawir vs Sarosi (De Indische courant, 07-06-1938)
Sebelum pertandingan dimulai, prosedurnya kapten dua tim dipertemukan di hadapan wasit dan hakim garis. Ketika antara Nawir dan Sarosi berjabat tangan, Nawir mengucapkan Selamat Datang dengan ramah kepada Dr. Sarosi. Rupanya, Sarosi juga tahu bahwa kapten Indonesia adalah seorang mahasiswa kedokteran. Lantas Dr. Sarosi membalas ucapan Nawir dengan salam yang sama, Selamat Datang. Sebagai rekan dalam bidang yang sama di dalam dunia kedokteran, Sarosi juga membalas salam Nawir itu dengan ramah. Lantas, dalam permainan bola apakah kedua orang berlabel kedokteran itu saling beramah tamah?

Dalam sejarah sepak bola Indonesia di Piala Dunia, nama Nawir yang paling disorot. Itu bukan karena Nawir pemain hebat dan kapten tim Indonesia tetapi karena Nawir dipersepsikan sebagai seorang dokter. Achmad Nawir adalah seorang dokter, demikian selalu ditulis. Namun sejatinya, pada saat pertandingan tersebut Nawir belumlah menjadi dokter, akan tetapi masih berstatus mahasiswa di Nederlandsch Indie Arts School (NIAS). Lantas bagaimana informasi tentang Dr. Achmad Nawir keliru? Mengapa nama Dr. Nawir menjadi Achmad Nawir? Dan, siapa sesungguhnya Dr. Nawir? Apakah Achmad Nawir berasal dari Tapanoeli? Untuk itu, mari kita telusuri (kembali) sejarah Achmad Nawir tersebut.

Jumat, 15 Juni 2018

Indonesia di Piala Dunia (4): Indonesia vs Hungaria Piala Dunia Prancis 1938; Siaran Pandangan Mata dari Reims via Erres Radio


*Lihat semua artikel Sejarah Indonesia di Piala Dunia di blog ini Klik Disini
 

Beberapa hari ke depan para ‘gibol’ akan menikmati pesta sepak bola Piala Dunia di Moskow, Rusia melalui siaran langsung (live) yang menghadirkan tim-tim elit dunia dari 32 negara. Siaran langsung tersebut dapat diakses melalui berbagai channel: televisi (Trans TV), radio (RRI) dan video (live streaming). Dengan keterlibatan RRI untuk kali pertama dalam siaran langsung Piala Dunia akan memperluas exposure Piala Dunia, bahkan sampai ke pelosok-pelosok tanah air.

Soerabaijasch handelsblad, 02-06-1938
Pada tahun 1938 ketika Indonesia (baca: Hindia Belanda) berpartisipasi dalam Piala Dunia di Prancis penduduk Indonesia juga mendapat akses langsung melalui siarang langsung pandangan mata. Ini terjadi ketika Indonesia bertemu Hungaria di kota Rheim Prancis. Siaran langsung pandangan mata ini dilakukan oleh Erres Radio. Formasin tim Indonesia melawan tim Hungaria ini terdiri dari delapan orang pribumi, dua orang Belanda dan satu orang Tionghoa. Boleh dikatakan meski bernama Nederlandsch Oost Indie sejatinya adalah tim yang melawan Hungaria tersebut adalah (putra asli) Indonesia.

Bagaimana kisah siaran langsung pandangan mata Piala Dunia di tanah air tentu saja menarik untuk diketahui. Dan bagaimana pula jalannya pertandingan dan sambutan warga Rheims khususnya dan warga Prancis umumnya, tentu juga menarik disimak. Lantas bagaimana kisah siaran langsung pandangan mata itu sendiri dalam dunia sepak bola Indonesia masa kini?. Itu semua juga menarik untuk diperbandingkan.

Senin, 11 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (53): Mohamad Rasad Maharadja Soetan; Ayah Soetan Sjahrir dan Pionir Pers Perempuan Siti Rohana Koedoes


Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Mohamad Rasad gelar Maharadja Soetan bukanlah orang biasa, tetapi pegawai pemerintah dan orang tua yang luar biasa. Mohamad Rasad lahir di Fort de Kock tahun 1866 dan meninggal di Medan tahun 1929. Selama masa hidup, Mohamad Rasad memilki dua anak yang luar biasa: Soetan Sjahrir dan Siti Rohana. Kedua anak Mohammad Rasad ini tergolong yang luar biasa: Soetan Sjahrir adalah Perdana Menteri RI yang pertama dan Siti Rohana adalah perintis pers perempuan Indonesia.

Anak Mohamad Rasad gelar Maharadja Soetan
Sangat sedikit riwayat para tokoh tua ditampilkan seperti Mohamad Rasad. Padahal mereka adalah orang tua dari para tokoh-tokoh besar. Penulisan riwayat para tokoh besar seringkali tak terhindarkan justru menenggelamkan tokoh-tokoh yang berdiri dibelakangnya. Itulah mainstream dalam penulisan sejarah. Mohamad Rasad adalah tokoh yang berdiri di belakang munculnya tokoh sekaliber Soetan Sjahrir dan Siti Rohana. Sudah waktunya penulisan sejarah para orang tua digali lebih banyak, sangat berguna pada masa ini yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi para orang tua untuk membimbing anak-anak untuk melahirkan tokoh-tokoh besar.  

Bagaimana para orang tua, seperti Mohamad Rasad menjalani karir dan pada waktu yang sama bagaimana mereka membina anak-anak mereka sehingga berhasil menarik untuk diperhatikani. Mereka orang tua ini adalah orang yang berperan penting lahirnya tokoh-tokoh besar di Indonesia. Jasa mereka seharusnya tidak terlewatkan dalam sejarah. Merekalah yang dengan sadar bagaimana anak-anak mereka diarahkan. Pada masa lampau, justru para orang tualah yang dijadikan inspirasi pertama oleh para tokoh-tokoh besar.

Sabtu, 09 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (52): Ekspedisi Awal Belanda ke Pagaruyung (1684), Tionghoa di Angkola 1690; Negeri Sembilan en Selangor


Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Informasi tentang pedalaman Sumatra pada masa lampau sangat minim, meski keberadaan penduduk di Ranah Minangkabau dan Tanah Batak sudah diketahui sejak lama. Seiring dengan perubahan kebijakan VOC (dari kontak perdagangan di sekitar pantai menjadi penduduk sebagai subjek) mulai dilakukan ekspedisi-ekepedisi ke pedalaman. Ekspedisi ke Pagaruyung dilakukan pada tahun 1684 dapat dianggap sebagai ekspedisi pertama Belanda/VOC ke pedalaman Sumatra.  

Mandailing dan Angkola migrasi ke Selangor (Peta 1862)
Ekspedisi pertama Belanda/VOC dilakukan ke pedalaman di Jawa dilaukan tahun 1681. Untuk memasuki wilayah pedalaman yang berpusat di Mataram VOC memulai ekspedisi dari benteng Missier, tiga jam perjalanan dari Tegal. Ekspedisi ke Mataram dipimpin oleh Jacob Couper. Setelah ekspedisi ke Pagaroejoeng, ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dimulai tahun 1687 yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio. Ekspedisi dari arah timur Jawa baru dimulai tahun 1706. Ekspedisi Mayor Govert Knol dari Soerabaja menuju pedalaman. Ekspedisi boleh dikatakan sebagai permulaan kolonisasi di wilayah pedalaman.

Ekspedisi-ekspedisi semakin intens dilakukan terutama pasca VOC baik pada era permulaan Pemerintahan Hindia Belanda maupun semasa pendudukan Inggris. Ekspedisi adalah prakondisi munculnya kolonisasi di pedalaman. Namun kolonisasi lambat laun menjadi berifat eksploitatif. Penduduk banyak yang tidak senang dan muncul pemberontakan. Eksesnya terjadi eksodus, suatu tindakan penduduk melarikan diri ke wilayah baru yang lebih aman dan nyaman, seperti ke Semenanjung. Dua wilayah tujuan eksodus penduduk Sumatra ini adalah Negeri Sembilan (Minangkabau) dan Selangor (Mandailing dan Angkola). Pendiri Kota Kuala Lumpur, ibukota negara Malaysia adalah Sutan Puasa, asal Mandailing (lihat Abdur-razzaq Lubis, Penang: Areca Books, 2018).

Kamis, 07 Juni 2018

Sejarah Kota Medan (73): Abdul Moerad, Editor Daulat Ra'jat; Anak Sibolga Diantara Anak Medan Amir Sjarifoeddin dan Sjahrir


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini 

Salah satu tokoh revolusioner yang nyaris tidak pernah ditulis sejarahnya adalah Abdul Moerad. Namanya tenggelam diantara dua nama besar ‘Anak Medan’ Amir Sjarifoeddin dan Soetan Sjahrir. Abdul Moerad dari usia lebih senior seumuran dengan anak Medan lainnya Parada Harahap. Abdul Moerad adalah alumni STOVIA dan kepala editor Daulat Ra'jat, organ partai Pendidikan Nasional Indonesia. Abdul Moerad sebagai penanggung jawab Daulat Rakjat termasuk sejumlah revolusioner Indonesia yang dibuang ke Digoel. Dalam kabinet Sjahrir I, Menteri Keamanan Rakjat adalah Amir Sjarifoeddin, sedangkan posisi Abdul Moerad adalah Wakil Menteri Keamanan Rakjat.

Daulat Ra’jat No. 39 Tahun 2 (10 Oktober 1932)
Tokoh-tokoh revolusioner ‘Anak Medan’ ini sangat besar kontribusinya dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Abdul Moerad kelahiran Sibolga, Parada Harahap kelahiran Padang Sidempoean dan Amir Sjarifoeddin kelahiran Medan. Soetan Sjahrir lahir di Padang Pandjang (ayahnya berasal dari Koto Gadang, Agam dan ibunya berasal dari Kota Natal, Tapanoeli).

Lantas, siapa sesungguhnya Abdul Moerad? Tidak ada yang pernah menulis sejarah Abdul Moerad. Wikipedia sudah memberi laman bagi Abdul Moerad tetapi tidak ada deskripsi. Itu artinya, nama Abdul Moerad sangat penting, tetapi tidak ada yang berhasil menulis sejarahnya. Untuk itu, ada baiknya sejarah Abdul Moerad ditulis. Sebab Abdul Moerad adalah pejuang kemerdekaan yang namanya pantas diabadikan. Mari kita lacak.

Selasa, 29 Mei 2018

Sejarah Kota Padang (51): Riwayat Dua Keluarga Tiga Generasi di Padang; Keluarga Abdoel Hakim dan Keluarga Achmad Saleh


Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Di Kota Padang terdapat dua keluarga yang terbilang hebat, yakni keluarga Abdoel Hakim dan keluarga Achmad Saleh. Dokter Abdoel Hakim memiliki saudara-saudara yang sukses dan ada juga yang dokter; demikian juga, Dokter Achmad Saleh juga memiliki saudara-saudara yang sukses dan ada juga yang dokter. Dua keluarga ini juga sukses dari hulu (generasi pertama) dan juga sukses ke hilir (generasi ketiga). Ayah Abdoel Hakim seorang lulusan sekolah guru (kweekschool), ayah Achmad Saleh juga seorang lulusan sekolah guru (kweekschool). Anak Dr. Abdoel Hakim seorang sarjana hukum, Mr. Egon Hakim; anak Dr. Achmad Saleh juga seorang sarjana hukum, Mr. Chaerul Saleh. Dua sarjana hukum beda generasi ini ini juga sama-sama dekat dengan Ir. Soekarno. Kedua tokoh ini sama-sama memiliki peran penting: Egon Hakim menyelamatkan Ir. Soekarno saat pendudukan Jepang di Padang; Chaerul Saleh dan Adam Malik menculik Soekarno dan Mohammad Hatta jelang proklamasi kemerdekaan RI. Uniknya, Soekarno pada akhirnya (sejak 1963) hanya mempercayai lima orang:: Mr. Chaerul Saleh (bidang ekonomi pembangunan), Adam Malik (perdagangan), Jenderal Abdoel Haris Nasution (pertahanan dan keamanan) dan Mr. Arifin Harahap, adik Amir Sjarifoeddin (anggaran). Pada saat besamaan Chaerul Saleh merangkap Ketua MPR dan Zainul Arifin Pohan sebagai Ketua DPR.

Kota Padang tempo doeloe adalah ibukota Province Sumatra’s Westkust (Provinsi Pantai Barat Sumatra). Saat itu terdiri dari tiga residentie: Residentie Padangsch Benelanden ibukota di Padang; Residentie Padangsch Bovenlanden ibukota di Fort de Kock; dan Residentie Tapanoeli ibukota di Sibolga. Kota-kota utama di provinsi ini, selain yang tiga kota tersebut adalah Sawahloento, Padang Pandjang, Fort van der Capellen, Panjaboengan, Padang Sidempoean dan Batangtoroe. Di kota-kota inilah terbilang adanya orang Eropa/Belanda dan Tionghoa. Oleh karena satu provinsi, warga kota-kota tersebut tanpa halangan berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Demikian juga para pejabat pemerintah, guru, djaksa dan dokter. Oleh karena itu, ketika lulusan ELS Padang Sidempoean sudah memenuhi kuota ke Docter Djawa School (cikal bakal STOVIA), lulusan ELS Padang Sidempoean dapat mengikuti seleksi melalui (persaingan) kuota di Kota Padang (ibarat SBMPTN pada masa ini).

Lantas apakah dua keluarga ini memiliki hubungan kekerabatan? Bagaimana asal-usul mereka, bagaimana riwayat dua keluarga tiga generasi ini berlangsung? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik untuk diperhatikan, hal ini mengingat dua keluarga ini sangat berpengaruh di Residentie West Sumatra. Mari kita lacak.

Jumat, 25 Mei 2018

Sejarah Kota Medan (72): Tokoh Nasional Amir Sjarifoeddin, Dibunuh Oleh Bangsa Sendiri. 1948; Mengapa Jadi Kontroversi?


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini 

Salah satu tokoh terpenting dari Medan di Indonesia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Lantas mengapa namanya enggan disebut di Medan padahal Amir Sjarifoeddin adalah ‘anak Medan’, lahir dan besar di Kota Medan. Amir Sjarifoeddin tipikal ‘anak Medan’, cerdas pembelajar, berani dan sangat terbuka. Karakter ‘anak Medan’ ini juga dijumpai dalam diri Chairil Anwar.

Amir Sjarifoeddin, semasih remaja di Belanda
Amir Sjarifoeddin pemilik banyak peran yang kerap salah dipersepsikan dan salah penempatannya. Anehnya, dalam sejarah masa kini, peran Amir Sjarifoeddin jika tidak dihilangkan kerap dikerdilkan. Boleh jadi hal ini dikarenakan Amir Sjarifoeddin selalu dibenturkan antara dua hal yang dianggap bertentangan: Anti Jepang vs Anti Belanda, Beragama vs Atheis, Islam vs Kristen, Komunis vs Nasionalis dan lain sebagainya. Yang jelas Amir Sjarifoeddin adalah tokoh penting Kongres Pemuda, sarjana hukum (Mr), pendiri Partai Politik (Gerindo), berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dari dalam penjara, Menteri Informasi, Menteri Keamanan Rakyat, Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri RI (kedua). Bahkan portofolio Amir Sjarifoeddin jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Soetan Sjahrir (yang juga anak Medan).  

Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin disebut tokoh kontroversi? Nanti dulu, sebelum kita gali habis riwayatnya sejak awal hingga kematiannya. Siapa sejatinya Amir Sajarifoeddin? Pertanyaan inilah yang akan kita telusuri hingga ke awal dan selengkap-lengkapnya. Dengan cara begini, setiap pembaca baru dapat menyimpulkannya sendiri. Mari kita lacak.

Kamis, 17 Mei 2018

Sejarah Kota Padang (50): Dahlan Abdullah, Sekretaris Sumatra Sepakat di Utrecht 1917; Seorang Guru yang Jadi Wali Kota Batavia


Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Dahlan Abdoellah adalah seorang pribumi yang terus maju. Dahlan Abdoellah memulai karir sebagai guru, seorang yang gigih yang dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh guru lainnya yang berjuang sejak era kebangkitan bangsa hingga tercapainya kemerdekaan Indonesia.

Dahlan Abdoellah
Dahlan Abdoellah seangkatan dengan Tan Malaka di Kweekschool Fort de Kock. Uniknya, kedua guru ini sama-sama melanjutkan studi ke negeri Belanda. Visi dua guru ini tak lepas dari visi Soetan Casajangan, seorang guru yang melanjutkan studi ke negeri Belanda tahun 1905. Dalam perjalanannya, antara Dahlan Abdoellah dan Tan Malaka memilih arah jalan yang berbeda tetapi menuju tujuan yang sama: kemerdekaan bangsa Indonesia. Dahlan Abdoellah di tanah air bergabung dengan Sumatranen Bond dan mengikuti langkah Parada Harahap di PPPKI. Dahlan Abdoellah kemudian terjun ikut berparlemen di dewan kota (gemeenteraad) seperti yang sudah dilakukan Radja Goenoeng di Medan, MH Thamrin di Batavia, Abdoel Hakim Nasution di Padang, RA Admadinata di Bandoeng dan Radjamin Nasution di Soerabaja. Diantara mereka yang pernah menjadi wakil wali kota (bergemeester) adalah MH Thamrin di Gemeente Batavia dan Abdoel Hakim Nasution di Gemeente Padang. Kelak, di era pendudukan Jepang, Dahlan Abdoellah menjadi wali kota di Batavia dan Radjamin Nasution menjadi Wali Kota di Soerabaja (karena hanya di dua kota ini yang diangkat wali kota).

Bagaimana perjalanan Dahlan Abdoellah tentu saja sangat menarik untuk diketahui. Sangat penting bagi generasi muda di zaman now ini untuk melihat kembali kiprah para pendahulu seperti Dahlan Abdoellah yang dapat dijadikan sebagai inspirasi. Mari kita telusuri dari awal karirnya.

Sabtu, 12 Mei 2018

Sejarah Kota Medan (71): Ida Nasution dan Chairil Anwar, Kritikus Sastrawan Terkenal; Ida Nasution Dibunuh Intel Belanda, 1948

*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
 

Banyak sastrawan yang berasal dari Sumatera Utara (Tapanoeli dan Sumatra Timur) yang berkiprah di ibukota (Batavia/Djakarta), tetapi hanya satu yang menekuni esai, yakni Ida Nasution. Sastrawan-sastrawan yang terkenal adalah Merari Siregar, Sanoesi Pane, Armijn Pane, Amir Hamzah, Soetan Takdir Alisjahbana dan Chairil Anwar. Dalam daftar ini masih dapat ditambahkan satu lagi: Mochtar Lubis.

Ida Nasution (1947)
Ida Nasution lahir di Sibolga, Chairil Anwar lahir di Medan. Mereka berdua  semakin matang di Batavia. Charil Anwar menjadi sastrawan dan seorang penyair, Ida Nasution menjadi esais dan seorang kritikus. Banyak syair Chairil Anwar yang cenderung bertema cinta yang diantaranya ingin memikat Ida (Nasution), tetapi Ida Nasution terlalu sibuk mengkritisi para sastrawan yang cengeng. Chairil Anwar tertinggal jauh di belakang ketika Ida Nasution terus berjuang merdeka yang setiap saat diincar para intel/polisi yang bermuka centeng.

Ida Nasution hanya satu diantara laki-laki pada zamannya. Ida Nasution masih hidup di tengah para senior. Ida Nasution seorang diri, penulis berbakat, esais cerdas dan kritikus pemberani. Ketika Ida Nasution sudah dikenal sebagai esais dan kritikus sastra, bahkan HB Jassin belum apa-apa.Ida Nasution berkiprah jauh sebelum muncul Ike Soepomo dan NH Dini. Ida Nasution, diantara laki-laki, hubungannya dengan Chairil Anwar pasang surut. Ida Nasution lupa mengurus ‘kecantikan berbahasa’, dan hanya mengedepankan ‘ketajaman berbahasa’. Karena itu, penulis sejarah sastra kurang memperhatikannya (kalau tidak dikatakan sengaja melupakannya). Untuk itu mari kita gali kiprahnya sebelum semuanya lupa

Sejarah Kota Medan (70): Ibukota Provinsi Sumatera Utara Bermula di Sibolga, 1926; Gubernur Pertama Abdul Hakim Harahap


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 kabupaten/kota dengan ibukota Medan. Provinsi Sumatera Utara berdiri tidak tiba-tiba dan begitu saja. Provinsi Sumatera Utara telah mengalami proses yang sangat panjang. Awal prosesnya bermula di Sibolga tahun 1845. Setelah itu setahap demi setahap berproses terbentuknya Residentie Oostkust Sumatra dan Residentie Atjeh. Secara politik, nama Sumatra Utara (Noord Sumatra) sudah muncul pada tahun 1926. Pusat pemerintahan berada di Sibolga (Residentie Tapanoeli).

Tapanoeli, Peta 1830
Secara administratif (di era Republik Indonesia) Sumatera Utara menjadi Provinsi, sejatinya baru terbentuk tahun 1951 yang terdiri dari tiga residentie: Tapanoeli, Atjeh dan Sumatera Timur. Pusat pemerintahan di Kota Medan. Residentie Tapanoeli terbentuk di Sumatra’s Westkust (wilayah Pantai Barat Sumatra), sedangkat Residentie Oostkust Sumatra terbentuk di Sumatra’s Oostkust (wilayah Pantai Timur Sumatra). Ibukota pertama wilayah Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust) bermula di Tapanoeli; sedangkan ibukota pertama wilayah Pantai Timur Sumatra (Sumatra’s Oostkust) bermula di Bengkalis. Residentie Atjeh terbentuk sejak berakhirnya Perang Atjeh.

Bagaimana proses pembentukan administrasi dan pemerintahan di Sumatra Utara berlangsung? Itu yang menjadi pertanyaan. Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara (hingga sekarang) adalah akhir dari proses, awal prosesnya dimulai dari Sibolga. Pemahaman ini abai dalam Sejarah Sumatera Utara. Untuk meningkatkan pengetahuan kita, mari kita telusuri ke masa lampau.