Selasa, 13 November 2018

Sejarah Jakarta (30): Sejarah Gang Kenari, Pusat Perjuangan Indonesia Tempo Dulu; MH Thamrin dan Parada Harahap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
 

Gang Kenari tempo doeloe, kini Jalan Kenari. Gang Kenari tempo doeloe adalah pusat perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda. Gang Kenari adalah kawah candradimuka, tempat lahirnya para revolusioner Indonesia, seperti MH Thamrin, Parada Harahap, Ir. Soekarno, Dr. Soetomo, Mohamad Hatta dan Amir Sjarifoeddin Harahap. Gang Kenari adalah lokasi kantor dan gedung Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI), suatu supra organisasi yang dibentuk pada tanggal 26 September 1927 untuk memayungi organisasi-organisasi kebangsaan seperti Sumatranen Bond, Kaoem Betawi, Pasoendan dan Perserikatan Nasional Indonesia. Ketuanya adalah MH Thamrin dan Parada Harahap sebagai sekretaris yang merangkap sebagai kepala kantor.

Gang Kenari (Peta 1887)
Gang/Jalan Kenari kini termasuk Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Posisi ‘gps’ Gang Kenari  di sebelah Kampus UI Salemba. Gedung PPPKI yang dibangun tahun 1927 tersebut masih eksis yang kini dikenal sebagai Gedung MH Tahmrin. Pada tahun 1927, Parada Harahap sebagai kepala kantor hanya memasang tiga foto yang menjadi idolanya: Diponegoro, Soekarno dan Mohamad Hatta.      

Lantas mengapa pada masa ini Gang Kenari kurang dikenal? Padahal di Gang Kenari justru nama Indonesia ditempa dan diperjuangkan. Di Gang Kenari konsep bangsa Indonesia disepakati. Di Gang Kenari panitia Kongres Pemuda dibentuk. Di Gang Kenari, Ir. Soekarno menghimbau Boedi Oetomo agar ikut berjuang demi Indonesia. Namun itu semua ternyata tidak cukup untuk mengangkat popularitas Gang Kenari pada masa ini. Untuk itu, mari kita susun kembali sejarah Gang Kenari agar generasi masa kini dapat memahami dan mengenal peran Gang Kenari dalam terbentuknya bangsa Indonesia.

Minggu, 11 November 2018

Sejarah Jakarta (29): Sejarah Kebun Binatang Cikini Sebenarnya; Kebun Binatang Pertama di Indonesia 1866-1966


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Kebon Binatang Ragunan adalah suksesi Kebun Binatang Cikini. Setelah satu abad, kebun binatang di Cikini direlokasi ke Ragunan. Kebun binatang di Cikini yang awalnya disebut sebagai Planten en Dierentuin dimaksudkan untuk fasiltas publik yang dapat dinikmati oleh penduduk. Namun dalam perkembangannya, kebun binatang di Cikini harus direlokasi ke lokasi yang lebih luas di Ragunan.

Kebun Binatang Tjikini (Peta 1910)
Kebon binatang Cikini pada tahun 1966 secara resmi direlokasi ke Ragunan. Kebon binatang Cikini yang telah berusia satu abad hanya tinggal kenangan. Pada masa lampau kebun binatang di Tjikini hanya disebut dengan nama Planten en Dierentuin. Lalu kemudian namya pernah dikenal sebagai Zoological Garden dan Pleasure Ground. Pada era kemerdekaan kebun binatang di Cikini disebut sebagai Keboen Binatang Tjikini. Setelah relokasi ke Ragunan, akhirnya nama diubah lagi menjadi Taman Margasatwa Jakarta.

Bagaimana kebun binatang di Tjikini muncul mudah dilacak. Namun pada masa ini sejarah kebun binatang di Tjikini ditulis simpang siur. Padahal dalam konteks sejarah, kebun binatang di Tjikini belum termasuk tua. Surat-kabar yang terbit pada tahun 1866 memberitakan setiap tahapan pada proses pembangunan kebun binatang Tjikini tersebut. Karena itu, sejarah kebun bintang di Tjikini seharusnya dapat ditulis secara benar. Untuk itu mari kita telusuri ke masa lampau.   

Jumat, 02 November 2018

Sejarah Kota Depok (49): Sejarah Ratu Jaya, Nama Kampong Terkenal Tempo Doeloe; Pemberontakan Melawan Belanda, 1869


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Ratu Jaya pada masa ini adalah nama kelurahan di Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Kelurahan Ratu Jaya bertetangga dengan Kelurahan Pondok Terong. Kedua kelurahan ini di masa lampau pernah disatukan dalan satu kawasan tanah partikelir (landerien): Pondok Terong en Ratoe Djaija di onderdistrict Paroeng, Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia.

Peta 1852
Pada tahun 1861, berdasarkan Statistik Buitenzorg luas Pondok Terong 1.221 geomiljen dan Ratoe Djaija seluas 349 geo miljen. Dua kawasan pertanian yang disatukan ini terdapat 11 kampong dengan total penduduk pribumi sebanyak 2.071 jiwa dan 93 jiwa orang Tionghoa. Sebagai pembanding, tetangga kawasan pertanian ini adalah Depok yang memiliki luas 872 geo miljen yang terdiri dari tujuh kampong yang dihuni 1.443 orang pribumi, 32 orang Tionghoa dan sebanyak 803 orang Eropa. Pada tahun 1847 penduduk Pondok Terong dan Ratoe Djaja sebanyak 1.273 jiwa yang terdiri dari dua orang Eropa, 26 orang Tionghoa dan sebanyak 1.245 orang pribumi (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indiƫ jrg 9, 1847, 2e deel). Orang Tionghoa terkonsentrasi di suatu tempat (kini disebut Kampong Lio Kelurahan Pondok Terong) di sebelah utara Setu Tjitajam (di sebelaj selatan setu adalah Bazar/Pasar Tjitajam dan sebelah timur setu adalah stasion Tjitajam sekarang).

Lantas, apa yang menjadi keutamaan Kampong Ratoe Djaja pada masa lampau? Kampong Ratoe Djaja seperti kampong-kampong lainnya, hidup dalam pertanian, tetapi di Kampong Ratoe Djaja terdapat seorang tokoh penting bernama Bapa Rama. Tokoh dari Kampong Ratoe Djaja ini secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Perlawanan yang dipimpin Bapa Rama ini terjadi tahun 1869.

Sabtu, 27 Oktober 2018

Sejarah Kota Depok (48): Sejarah Beji di Depok; Nama Kampong Tempo Doeloe, Kini Nama Kecamatan Dimana UI Berada


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Nama Kampong Bedji tempo doeloe kini menjadi nama Kecamatan Beji di Kota Depok. Posisi ‘gps’ Kampong Bedji tempo doeloe kini tepat berada di sisi selatan Universitas Indonesia yang dipisahkan oleh jalan tol Cijago (Cinere-Jagorawi). Kampong Bedji tempo doeloe bersama-sama Kampong Pondok Tjina dan Kampong Pondok Kemirie dibentuk menjadi Landerein Pondok Tjina.

Peta 1724 (VOC)
Kecamatan Beji dibentuk tahun 1981 sehubungan Kecamatan Depok dipromosikan menjadi Kota Administrasi Depok. Pada tahun 1999 Kota Administrasi Depok Ketika statusnya ditingkatkan menjadi Kota Depok. Bersamaan dengan pemekaran sejumlah kecamatan di Depok tahun 2007, Kelurahan Beji juga dimekarkan. Kini Kecamatan Beji terdiri dari enam kelurahan, yakni: Beji, Beji Timur, Kemiri Muka, Pondok Cina, Kukusan dan Tanah Baru.

Bagaimana sejarah Beji di Depok, dari sebuah nama kampong tempo doeloe hingga menjadi nama sebuah kecamatan pada masa ini sangat minim informasinya. Sehubungan dengan wilayah Beji sebagai bagian pusat kota Depok dan namanya semakin terkenal, sudah waktunya sejarah Beji disusun. Namun itu tidak mudah karena data tentang Beji tidak sebanyak data sejarah Pondok Tjina, Depok dan Pondok Terong. Meski demikian upaya pengumpulan data tetap perlu dilakukan. Mari kita telusuri.

Selasa, 23 Oktober 2018

Sejarah Kota Medan (77): Kerajaan Deli dan Kerajaan Aru; Dua Kerajaan Berbeda, Eksis Jauh Sebelum Munculnya Kesultanan Deli


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Kerajaan Aru atau Kerajaan Haru adalah kerajaan kuno yang terdapat di sekitar sungai Barumun. Keberadaan Kerajaan Haru (Daroe atau Aroe) telah disebut dalam Pararaton (1336). Laporan Tiongkok di era Cheng Ho (1411-1431) disebutkan terdapat hubungan timbal balik antara Tiongkok dan Kerajaan Aroe. Keberadaan Kerajaan Aroe juga masih dicatat oleh Tome Pires (1512-1515) dan Duarte Barbosa (1518). Mendes Pinto dalam bukunya (1535) menyebut Kerajaan Aroe sebagai Batak Kingdom. Kerajaan Aru ditaklukkan oleh Kesultanan Atjeh tahun 1619. Wilayah Kerajaan Aru (Terra d’Aru atau Terra Daru) di sekitar sungai Barumun teridentifikasi dengan jelas pada peta Portugis tahun 1619.

Aru (Aroe) dan Deli (Dilli) pada Peta 1750
Ada yang menyebut Kerajaan Aru atau Kerajaan Haru adalah cikal bakal Kerajaan Deli dan Kesultanan Deli. Bahkan ada yang menyebut nama Haru menjadi nama Karo. Namun semua itu tidak ada argumentasi atau fakta yang mengindikasikan bahwa suksesi Kerajaan Aroe/Haru adalah Kerajaan Deli. Sejauh ini klaim Kerajaan Aru atau Kerajaan Haru adalah cikal bakal Kerajaan Deli tidak dapat diverifikasi. Sedangkan eksistensi Kerajaan Aroe di sungai Barumun dapat diverifikasi (perhatikan Peta 1750). Bukti ini juga ditunjukkan pada Peta 1818. Anehnya, hingga ini hari, para sejarawan buta melihat peta-peta tersebut. Apakah mereka sengaja menutup mata untuk fakta yang kasat mata ini? Entahlah.

Sesungguhnya Kerajaan Aroe dan Kerajaan Deli adalah dua kerajaan berbeda. Kerajaan Aroe mendahului eksistensi Kerajaan Deli. Kerajaan Aroe secara eksplisit dinyatakan berada di sekitar pengaliran sungai Barumun dan Kerajaan Deli berada di hulu sungai Deli (kini Deli Tua). Kesultanan Deli baru muncul kemudian di hilir sungai Deli (kini Labuhan Deli). Kesultanan Deli yang kini terdapat di Kota Medan adalah kraton Kesultanan Deli yang relokasi dari Labuhan Deli ke Kota Medan pada tahun 1891. Suksesi Kerajaan Aroe di sungai Barumun adalah Kesultanan Kotapinang.

Jumat, 19 Oktober 2018

Sejarah Kota Medan (76): Mushaf Al Quran Tertua Dilaporkan di Medan; Sejak Kapan Pendidikan Agama Islam Dimulai di Deli?


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Belum lama ini diberitakan bahwa di Medan telah dipamerkan mushaf Al Quran kuno yang bertarih 1070 H atau tahun 1659. Mushaf Al Quran ini diklaim sebagai mushaf tertua di Indonesia. Bahkan disebutkan lebih tua 113 tahun dari mushaf Al Quran yang ditemukan di Ternate.

Medan, 1929
Selama ini Bayt Alquran dan Museum Istiqlal memposisikan wilayah Sumatra Utara tidak pernah memiliki mushaf Al Quran kuno. Di Indonesia bahkan hanya lima wilayah yang tidak memiliki mushaf kuno. Selain Sumatra Utara adalah Bengkulu, Gorontalo, Papua, Papua Barat dan Sulawesi Utara.

Klaim mushaf Al Quran tertua di Medan sungguh menyenangkan mendengarnya. Namun originalitas mushaf atau otentias angka tahun pembuatan mushaf tersebut ada yang mempertanyakannya. Lantas seperti apa bukti sebenarnya dari mushaf tersebut? Apakah benar-benar ditulis pada tahun 1659? Kita tunggu saja biar para ahli yang membuktikannya. Lalu bagaimana awal mula perihal pengajaran pendidikan agama Islam di Medan. Mari kita telusuri.  

Sabtu, 13 Oktober 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (9): Sejarah TNI, Tentara Nasional Indonesia; Militer Belanda Tidak Mau Orang Batak Menjadi Tentara


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
 

Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya baru dimulai pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia yang mana sebagai cikalnya adalah Badan Keamanan Rakyat (BKR). Selama perang kemerdekaan, BKR bertransformasi menjadi TNI (seperti yang ada sekarang). Perang kemerdekaan melahirkan TNI.

Bandoeng, 1951
Pada era kolonial Belanda, militer Belanda yang jumlahnya hanya segelintir merekrut pribumi untuk menjadi tentara. Tentara pribumi ini menjadi faktor penting kekuatan militer Belanda. Pribumi yang menjadi langganan memperkuat militer Belanda terutama Ambon, Jawa dan Madura. Diantara pribumi, hanya pribumi Batak yang tidak disertakan dalam militer Belanda. Tidak hanya itu, pemerintah Belanda juga tidak pernah menyertakan pemimpin Batak dalam struktur pemerintahan. Pemerintahan di Residentie Tapanoeli (sejak 1840) adalah satu-satunya pemerintahan di wilayah di Hindia yang tidak menyertakan pemimpin lokal. Itu semua karena rekomendasi Dr. FW Jung Huhn yang mengatakan orang Batak sangat cinta tanah air dan jiwa mereka ada di kepala. Penduduk Batak yang demokratis (tidak ada radja/sultan) diasumsikan bertentangan dengan prinsip koloni. Karena itu, pemerintahan di Tapanoeli langsung berada dibawah pusat (Gubernur Jenderal).

TNI adalah pengawal NKRI. Lantas bagaimana sejarah tentara nasional Indonesia berlangsung. Itu sudah banyak ditulis. Akan tetapi penulisan sejarah tentara nasionak Indonesia sudah sedemikian rupa dibuat tetapi hanya terkesan ringkas. Artikel ini hanya sekadar memperkaya sejarah militer agar bisa melihat detail-detail yang memang masih diperlukan. Lantas seperti apa peran penting tentara asal Batak dalam menjaga NKRI? Mereka telah bertransformasi ke seluruh wilayah Indonesia dengan spirit cinta tanah air. Sperti kita lihat nanti, orang Jawa dan orang Batak umumnya tetap menyukai profesi militer. Mari kita telusuri.

Kamis, 11 Oktober 2018

Sejarah Kota Surabaya (24): Sejarah Gempa Bumi di Madura; Gempa Besar di Pulau Sapudi, Sumenep Pernah Terjadi 1891


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini

Peristiwa gempa bumi kembali terjadi setelah beberapa waktu yang lalu terjadi di Donggala, Sigi dan Palu. Hari ini gempa bumi terjadi di Kabupaten Sumenep, Madura. Goncangan gempa terberat terjadi di pulau Sapudi, Kecamatan Sumenep. Kekuatan gempa yang terjadi 6.3 SR dan telah menyebabkan korban jiwa juga mengalami kerusakan rumah sebanyak 246 unit. Kejadian gempa bumi Sapudi tercatat pernah terjadi pada tahun 1891.

Di pulau Sapoedi, Residentie Madoera, pada tanggal 26 Februari 1891, sebuah gempa bumi yang menakutkan diamati dari arah Barat ke Timur (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-03-1891).

Sejauh ini catatan gempa di Madura sulit ditemukan. Catatan gempa penting untuk melihat riwayat kegempaan di wilayah tersebut. Catatan gempa, vulkanik atau tektonik, di suatu wilayah juga penting untuk bahan dalam memprediksi kemungkinan terjadi (berulang) di masa yang akan datang. Informasi dari catatan gempa dapat berguna untuk tetap menjaga kewaspadaan masyarakat. Untuk itu, mari kita telusuri riwayat gempa di wilayah Madura.

Jumat, 05 Oktober 2018

Sejarah Kota Medan (75): Sejarah Gempa Bumi di Medan dan Deli, Tercatat Sejak 1883; Apakah Kota Medan Langka Gempa?


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Gempa bumi di Medan pernah terjadi pada bulan Oktober 2016 dengan kekuatan 3.5 SR. Laporan terbaru gempa bumi di Medan terjadi pada Januari 2017 dengan kekuatan 5.6 SR. Guncangan gempa ini sempat membuat warga Kota Medan panik. Menurut BMKG pusat gempa berada 26 Km barat daya Deli Serdang pada kedalaman 10 Km. Gambaran ini sudah cukup menjelaskan bahwa Medan dan Deli bukan wilayah bebas gempa.

Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 13-05-1886
Sulit menemukan catatan sejarah gempa di Medan dan Deli. Riwayat gempa di suatu wilayah dapat berguna untuk memahami perilaku kegempaan di wilayah tersebut. Selain untuk peringatan agar tetap waspada, catatan sejarah gempa dapat dijadikan sebagai data pendukung untuk memperkirakan kejadian gempa di masa datang.

Kejadian gempa di Medan dan Deli sudah dilaporkan sejak 1883. Laporan kejadian gempa tahun 1883 menjadi penting karena menjadi informasi awal untuk memahami gempa di Medan dan Deli sudah pernah ada jauh sebelumnya. Lalu gempa bumi juga pernah dilaporkan pada tahun 1886. Catatan inilah yang menginformasikan bahwa gempa bumi pada masa ini (2016 dan 2017) bukan hal yang baru atau langka. Lantas masih adakah kejadian gempa di Medan dan Deli dalam rentang waktu 130 antara tahun 1886 dan 2016? Untuk keperluan pengetahuan, mari kita telusuri.

Sabtu, 29 September 2018

Sejarah Makassar (15): Sejarah Gempa di Sulawesi; Gempa Tsunami Palu Donggala (1927) Kembali Menyeret Korban Banyak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Pada hari Kamis tanggal 1 Desember 1927 pukul 12.45 telah terjadi gempa dahsyat di Donggala. Gempa ini juga cukup keras dirasakan di Palu. Kantor Asisten Residen di Donggala runtuh sebagian. Di Palu dua pasar runtuh dan sebagian bangunan dermaga hancur. Sebuah gelombang pasang (baca: tsunami) di Teluk Paloe menyebabkan kehancuran rumah-rumah di daratan. Sebanyak 14 orang tewas terbunuh dan sekitar lima puluh orang luka. Nilai kerusakan diperkirakan sekitar f50.000. Gubernur Jenderal mendelegasikan wewenang kepada Asisten Residen di Dongala untuk menyelidiki bantuan dimana ia dapat menggunakan uang kas daerah yang tersedia.

Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1927
Berita di atas ditransmisikan oleh dari Manado yang dikutip oleh surat kabar yang terbit di Soerabaija, Soerabaja Handelsblad yang kemudian dilansir oleh surat kabar yang terbit di Batavia yakni Bataviaasch nieuwsblad edisi 03-12-1927.

Peristiwa gempa yang diikuti tsunami kembali terjadi kemarin sore (28-09-2018) di Palu dan Donggala. Gempa yang berkekuatan 7.4 SR dan perkiraan tsunami 1.5-2 meter. Menurut berita terakhir hari ini korban meninggal telah melampaui angka 400 orang. Suatu angka yang sangat besar. Ini adalah suatu bencana nasional. Kita semua bangsa Indonesia sangat prihatin dan turut berduka. Jika dulu tahun 1927 hanya ditangani oleh Asisten Residen dengan anggaran daerah, kini penanganannya haruslah lintas kementerian dengan anggaran pusat.

Sabtu, 08 September 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (8): Lukman Hakim, dari De Javasche Bank hingga Bank Indonesia; Sejarah Awal Bank di Indonesia


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bank Indonesia sejatinya dicatat secara keliru. Sejarah Bank Indonesia seoralh-olah dimulai tanggal 1 Juli 1953 (seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953). Sementara pengakuan (kemerdekaan) Indonesia oleh Belanda sudah berlangsung sejak 27 Desember 1949 (hasil perjanjian KMB di Den Haag). Periode antara 27 Desember 1949 hingga 1 Juli 1953 tidak dicatat Bank Indonesia sebagai bagian sejarahnya Bank Indonesia. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada bagian penjelasan Bab-VIII, Pasal 23 tentang Keuangan dinyatakan akan membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia.

Gedung Bank Indonesia (eks Javasche Bank)
Dalam catatan sejarah Bank Indonesia, eksistensi De Javasche Bank (sejak 1828) dibedakan dengan eksistensi Bank Indonesia (sejak 1953). Dalam hal ini, pimpinan tertinggi De Javasche Bank disebut Presiden (Komisaris) dan pimpinan tertinggi Bank Indonesia disebut Gubernur. Akibatnya nama Sjafroeddin Prawiranegara dicatat dengan dua judul jabatan, yakni sebagai Presiden Javasche Bank antara tahun 1951 hingga 1953 dan sebagai Gubernur Bank Indonesia antara 1953 hingga tahun 1958. Dengan kata lain, Sjafroeddin Prawiranegara adalah Presiden Javasche Bank terakhir dan Gubernur Bank Indonesia yang pertama.

Pertanyaannya: Mengapa pimpinan bank sentral Indonesia Sjafroeddin Prawiranegara seolah-olah baru dimulai tahun 1953 padahal secara defacto Sjafroeddin Prawiranegara sudah bertanggungjawab penuh sejak 1951? Lantas kemudian mengapa fase transisi ini tidak dianggap penting, dan sejarah Bank Indonesia baru dianggap penting sejak diberlakukannya Undang--Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Padahal esensi fase transisi ini justru seharunya lebih penting sebagai bagian sejarah Indonesia jika dibandingkan dengan sejarah fase Javasche Bank dan sejarah fase Bank Indonesia. Akibat keliru dalam mencatat esensi sejarah yang penting, peran Lukman Hakim menjadi tenggelam dan peran Sjafroeddin Prawiranegara seakan segalanya. Padahal, Lukman Hakim adalah orang Indonesia yang paling berperan penting dalam membidani peralihan Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Lukman Hakim adalah pelopor Bank Indonesia. Inilah sejarah Bank Indonesia yang sebenarnya.

Minggu, 26 Agustus 2018

Sejarah Kota Medan (74): Pesawat Pribadi Presiden Indonesia Pertama Bernama Dolok Martimbang; Ir. Soekarno Resmikan USU


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Universitas Sumatera Utara (USU) diresmikan sebagai universitas negeri pada tanggal 20 November 1957 oleh Presiden Soekarno. Kedatangan Presiden Soekarno ke Medan menggunakan pesawat pribadi dengan nama Dolok Martimbang. Lantas mengapa nama universitas diberi nama Universitas Sumatera Utara dan mengapa penegeriannya telat dilakukan? Dan, mengapa pula nama pesawat kepresiden Indonesia Ir. Soekarno diberi nama Dolok Martimbang?

Pesawat Kepresidenan Pertama 'Dolok Martimbang' (1957)
Dolok Martimbang, suatu gunung (dolok) yang bernama Martimbang terdapat di Kabupaten Tapanuli (Utara), Provinsi Sumatera Utara. Di kaki gunung ini terdapat lembah (rura) Silindoeng yang subur yang dipenuhi sawah-sawah yang luas.

‘Air Force One’ Dolok Martimbang adalah pesawat hadiah pemberian Presiden Uni Soviet Nikita Kruschev kepada Presiden Soekarno. Saat pesawat jenis IL-14 buatan Uni Soviet mendarat kali pertama di Pangkalan Udara Halim (Tjililitan) tanggal 10 Mei 1957. Presiden Soekarno langsung meninjau ke bandara dan spontan memberi nama Dolok Martimbang. Semua orang yang hadir ‘molohok’.

Rabu, 22 Agustus 2018

Sejarah Kota Padang (56): Sejarah Pendirian Universitas Andalas di Sumatra Tengah; Perguruan Tinggi Pantjasila di Kota Padang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini 

Pada tanggal 13 September 1956 Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta meresmikan pembukaan Universitas Andalas di Bukittinggi. Ini menandai berdirinya universitas negeri (PTN) di Sumatra. Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan tiga PTN yang semuanya berada di Jawa, yakni Universitas Gadjah Mada yang berpusat di Djogjakarta (didirikan tahun 1949), Universitas Indonesia yang berpusat di Djakarta (didirikan tahun 1950) dan Universitas Airlangga di Soerabaja (didirikan tahun 1954). Bersamaan dengan pendirian Universitas Andalas di Bukittinggi juga didirikan PTN baru di Sulawesi yang berpusat di Makassar yang diberi nama Universitas Hasanoeddin.

Prof. Dr. Mohamad Sjaaf, Ph.D (1951)
Gagasan pendirian universitas di Sumatra pada awalnya (1953) mencakup tiga kota dimana di kota-kota tersebut sudah eksis perguruan tinggi yakni di Padang (fakultas hukum, 1951), di Medan (fakultas kedokteran, 1952) dan di Palembang (fakultas ekonomi, 1953). Gagasan ini direspon Kementerian Pendidikan tahun 1954 dengan melakukan reorganisasi pendidikan tinggi. Dari dua universitas negeri (PTN) yang sudah didirikan di Djogjakarta (Universitas Gadjah Mada) dan di Djakarta (Universitas Indonesia) akan ditambah satu PTN di Soerabaja serta dua buah PTN lagi di Sumatra dan di Sulawesi. Nama-nama PTN akan disesuaikan. Selain mempertahankan nama Universitas Gadjah Mada, nama Universitas Indonesia akan diubah menjadi Universitas Poernawarman. Untuk PTN di Soerabaja diberi nama Universitas Airlangga, sementara PTN di Sumatra diberi nama Universitas Adityawarman, sedangkan nama PTN di Sulawesi diberi nama Universitas Hasanoeddin. Foto Prof. Dr. Mohamad Sjaaf, Ph.D (De vrije pers: ochtendbulletin, 31-12-1951)

Lantas mengapa gagasan pendirian universitas di Sumatra yang berbasis tiga kota tidak terlaksana? Lalu mengapa usulan nama universitas di Sumatra dengan nama Universitas Adityawarman tidak terwujud?  Dan, mengapa universitas di Sumatra dipusatkan di Bukittinggi dan kemudian namanya disebut Universitas Andalas? Semua pertanyaan ini sepintas tidaklah terlalu penting, tetapi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini justru menjadi berguna untuk menjelaskan peta awal pembentukan universitas (PTN) di Indonesia, di Sumatra dan di Sumatra Tengah. Universitas Andalas yang berada di Sumatra Tengah inilah kelak yang menjadi cikal bakal Universitas Andalas di Kota Padang yang sekarang.

Sabtu, 18 Agustus 2018

Sejarah Kota Surabaya (23): Universitas Airlangga, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Ketiga; NIAS dan Universitas Indonesia


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini

Universitas Airlangga adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ketiga. PTN yang pertama didirikan oleh Pemerintah RI adalah Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta yang diresmikan pada tanggal 18 Desember 1949 dan Universitas Indonesia di Djakarta pada tanggal 2 Februari 1950. Peresmian Universitas Airlangga sendiri dilakukan di Soerabaja oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1954 tepat pada Hari Pahlawan (lihat De nieuwsgier, 12-11-1954).

De nieuwsgier, 24-12-1954
Pembentukan Universitas Airlangga pada dasarnya merupakan gabungan lembaga-lembaga pendidikan yakni berbagai perguruan tinggi dan institut yang ada di Soerabaja. Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah bagian/cabang dari Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.

Lantas bagaimana proses pembentukan universitas di Soerabaja berlangsung dan mengapa namanya disebut Airlangga? Pertanyaan ini tentu bukan hal yang esensial, tetapi hal itu menjadi penting karena selama ini tidak pernah diceritakan. Untuk itu, artikel ini mendeskripsikan bagaimana Universitas Airlangga terbentuk.

Jumat, 10 Agustus 2018

Sejarah Universitas Indonesia (4): Sejarah Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia; Sarjana Lulusan Pertama Drs. Sie Bing Tat


*Semua artikel Sejarah Universitas Indonesia dalam blog ini Klik Disini 

Fakultas Ekonomi adalah fakultas yang dibentuk baru di Universitas Indonesia yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 September 1950. Pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia pada dasarnya tidak terkait dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Universitas Indonesia. Hal ini berbeda dengan Fakultas Psikologi yang dibentuk dari keberadaan pendidikan (ilmu) psikologi di Fakultas Kedokteran; Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang dibentuk dari keberadaan ilmu-ilmu sosial dan politik di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Indonesia; dan Fakultas Ilmu Komputer yang dibentuk dari Pusat Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.

Java-bode, 26-08-1953
Fakultas Ekonomi di Unversita Indonesia benar-benar dibentuk baru, seperti halnya kemudian dalam pembentukan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Teknik. Ketika Fakultas Ekonomi di Univesitas Indonesia dibentuk pada tahun 1950 sesungguhnya tidak ada yang berubah di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Jusrusan (departemen) Sosial Ekonomi tetap eksis di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Sebaliknya, di Fakultas Ekonomi tidak pernah terdapat jurusan (departemen/program studi) Sosial Ekonomi.

Mengapa dalam berbagai tulisan disebutkan Fakultas Ekonomi terkait dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Universitas Indonesia? Disebutkan Jurusan Sosial Ekonomi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Indonesia dipisahkan lalu kemudian dibentuk menjadi Fakultas Ekonomi. Padahal kenyataannya tidak demikian. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini mendeskripsikan proses pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (FEUI). Sebagaimana diketahui Fakultas Ekonomi yang dimaksud tersebut adalah fakultas yang kini namanya menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB-UI). Lantas siapa-siapa saja yang menjadi sarjana lulusan pertama di FEUI? Mari kita lacak!

Jumat, 13 Juli 2018

Sejarah Universitas Indonesia (3): Sejarah Panjang Universitas Indonesia; Prof. Mr. Soepomo, Ph.D Doktor Hukum Cum Laude


*Semua artikel Sejarah Universitas Indonesia dalam blog ini Klik Disini
 

Inilah sejarah Universitas Indonesia yang sebenarnya. Satu fase terpenting dalam sejarah Universitas Indonesia adalah masa peralihan dari Universiteit van Indonesie menjadi Universitas Indonesia. Tokoh yang terbilang berperan penting dalam fase peralihan ini adalah Prof. Mr. Soepomo, Ph.D. Sementara itu, universitas negeri Universitas Gadjah Mada sudah terbentuk di Djogjakarta. Dalam proses membentuk universitas nasional (Universitas Indonesia), pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) menginginkan Universitas Gadjah Mada digabung (dilebur) ke Universitas Indonesia. Namun itu tidak terjadi karena ada penolakan termasuk Wakil Perdana Menteri RI di Djogjakarta Abdul Hakim Harahap. Alasannya hanya satu: Universitas Gadjah Mada yang didirikan RI di Djogjakarta 1949 adalah situs penting perjuangan para Republiken. Boleh jadi alasan Abdul Hakim Harahap karena pendirian Universitas Gadjah Mada digagas oleh seniornya Prof. Mr, Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (Menteri Pendidikan RI kedua).

Prof. Soepomo (De Telegraaf, 09-01-1950)
Pada awal tahun 1950, Presiden Ir. Soekarno dan Menteri Pendidikan Dr. Aboe Hanifah menghadiri Kongres Mahasiswa Indonesia (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-01-1950). Presiden mengatakan ‘tujuan kami adalah negara nasional (nationale staat) dan itu belum tercapai’. Sementara Menteri Pendidikan mangatakan ‘niat pemerintah sesegera mungkin untuk membangun Universitas Nasional (Nationale Universiteit). Inilah gagasan awal pembentukan Universitas Indonesia.

Sejarah Universitas Indonesia sendiri adalah sejarah yang sangat panjang. Embrionya bermula ketika sekolah tinggi kedokteran didirikan pada tahun 1851 di Weltevreden (kini Gambir). Proses peralihan Universiteit van Indonesie ke Universitas Indonesia tahun 1951 hanya satu fase di dalam perjalanan panjang sejarah Universitas Indonesia. Dengan kata lain butuh waktu 100 tahun sejak lahir (1851) hingga Universitas Indonesia benar-benar milik pemerintah Indonesia (1951). Tahap berikutnya dalam perkembangan Universitas Indonesia sebagaimana wujud yang sekarang sesungguhnya baru selesai pada tahun 1963 setelah Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dimekarkan menjadi Institut Pertania Bogor.

Selasa, 03 Juli 2018

Sejarah Yogyakarta (1): Dr. Sardjito, Ph.D, Dokter Bergelar Doktor; STOVIA, Boedi Oetomo, Leiden, Pasteur Instituut, UGM


* Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Sardjito, hanya itu namanya: singkat dan padat. Namun kapasitas Sardjito tidak hanya seorang dokter lulusan Stovia, tetapi Dr. Sardjito adalah dokter Indonesia generasi pertama yang berhasil meraih gelar doktor (Ph.D). Tidak hanya itu, Dr. Sardjito, Ph.D juga adalah tokoh penting organisasi kebangsaan Boedi Oetomo. Nama dokter Sardjito juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari Pasteur Instituut dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dr. Sardjito, Ph.D
Dr. Sardjito, Ph.D adalah orang Indonesia kedua yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran (1923). Dr. Sardjito, Ph.D adalah pribumi pertama yang menjabat direktur Pasteur Instituut. Sementara itu, perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran adalah Dr. Ida Loemongga, Ph.D (1931). Sedangkan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D adalah orang pribumi pertama yang menjabat direktur Eijkman Instituut. Ida Loemongga kelahiran Padang dan Achmad Mochtar kelahiran Bondjol adalah sama-sama berasal dari Mandailing dan Angkola (Afdeeling Padang Sidempoean, Tapanoeli). Ida Loemongga adalah anak Dr. Haroen Al Rasjid Nasution dan Achmad Mochtar adalah anak guru Omar Loebis.

Namun sangat disayangkan, riwayat Dr. Sardjito ditulis sangat singkat, padahal Dr. Sardjito catatan karirnya sangat fantastik: Dokter doktor kedua, Direktur Pasteur pertama dan Rektor UGM pertama. Data riwayat Dr. Sardjito, Ph.D yang singkat tersebut ternyata banyak informasinya yang ditulis keliru. Satu hal lain tidak pernah ditulis ternyata Dr. Sardjito juga 'master' dalam permainan catur. Untuk itu, sejarah Dr. Sardjito, Ph.D perlu ditulis kembali (selengkap mungkin dan seakurat mungkin). Mari kita telusuri surat kabar sejaman.

Senin, 02 Juli 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (7): Sejarah ‘Studieclub’ Soerabaja, Batavia, Bandoeng; Medan Perdamaian dan Indisch Vereeniging


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah ujung perjalanan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda. Perjuangan itu jangan membayangkan hanya dilakukan oleh Soekarno dan Mohamad Hatta, tetapi dilakukan secara bersama-sama oleh semua elemen bangsa yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Proklamasi kemerdekaan ternyata tidak cukup, perjuangan harus dilakukan dengan mengangkat senjata (perang kemerdekaan). Ketika Soekarno dan Mohamaad Hatta tidak hadir, semua elemen bangsa mampu menyelesaikannya hingga Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia.

Indische courant, 14-07-1924
Landasan perjuangan bangsa Indonesia adalah persatuan. Suatu persatuan yang diikat dalam satu kesatuan (organisasi). Persatuan bangsa Indonesia yang pertama adalah organisasi kebangsaan Medan Perdamaian di Padang, lalu kemudian Indisch Vereeniging di Belanda dan Indisch Partij. Dalam perjalanan merajut persatuan bangsa Indonesia inilah muncul klub studi (studieclub) di Soerabaja, Batavia dan Bandoeng. Klub-klub studi ini telah memperkaya persatuan dan mempertajam visi misi bangsa Indonesia sehingga memunculkan ide persatuan dan kesatua yang kuat (PPPKI).

Perjuangan bangsa melalui organisasi telah memperkuat persatuan. Perjuangan bangsa dengan membentuk klub studi telah mempertajam tujuan dan metode untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, perlu kiranya ditulis kembali bagaimana organisasi-organisasi dan klub-klub studi yang didirikan bersinergi hingga pada akhirnya terbentuk partai-partai politik di Indonesia: partai yang secara terang-terangan mengusung non-cooperative dan berusaha mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia.

Minggu, 01 Juli 2018

Sejarah Kota Depok (47): Onderneming Tempo Doeloe; Pondok Tjina, Sawangan, Tapos, Tjimanggis, Tjinere dan Tjitajam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
 

Pada era kolonial Belanda, di Depok dan sekitarnya adalah wilayah pertanian (onderneming). Perusahaan-perusahaan pertanian yang ada terdapat di wilayah antara Batavia hingga Buitenzorg. Perusahaan-perusahaan tersebut sudah lama tidak beroperasi, namun situsnya hingga tahun 1980an masih terlihat di beberapa tempat. Pada saat ini sudah sangat sulit menemukannya. Berdasarkan data onderneming tahun 1938, di wilayah Kota Depok yang sekarang ditemukan sejumlah perusahaan pertanian (onderneming) sebagai berikut: Pondok Tjina, Sawangan, Tjinere, Tapos, Tjimanggies dan Tjitajam.

Brinkman's cultuur-adresboek voor NI, 1937
Informasi ini bersumber dari Brinkman's cultuur-adresboek voor Nederlandsch-Indie, 1937. Buku Brinkman's ini berisi nama-nama onderneming di seluruh Indonesia (baca: Hindia Belanda). Setiap onderneming dideskripsikan komoditi yang diusahakan, nama pemiliki, perwakilan, dan administratur perusahaan. Juga disajikan alamat perusahaan dan lokasi dimana lahan yang diusahakan.

Fungsi lahan-lahan onderneming ini secara perlahan menghilang karena tekanan kepadatan penduduk di sekitar Jakarta dan berubah fungsi menjadi pemukiman. Lahan-lahan yang subur tersebut semakin cepat berkurang seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan-perumahan.

Sabtu, 30 Juni 2018

Sejarah Jakarta (28): Sejarah Notaris di Indonesia; Hasan Soetan Pane Paroehoem, Satu dari Tujuh Notaris Pertama Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Hingga tahun 1941 di Indonesia hanya terdapat sebanyak 49 notaris. Sebanyak enam orang pribumi dan satu orang Tionghoa. Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, tujuh orang notaris inilah yang tersedia di seluruh Indonesia. Mereka ini kemudian menjadi tulang punggung dalam pembuatan akte pendirian berbagai perusahaan, jajasan dan bentuk-bentuk perjanjian lainnya. Notaris Soewandi adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Indonesia di Djakarta tahun 1951 dan Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Sumatra Utara di Medan tahun 1951.

Hasan Soetan Pane Paroehoem
Kegiatan praktek notariat di Indonesia (baca: Hindia Belanda) secara resmi diberlakukan pada tahun 1860 (Stbl.1860 No.3). Undang-undang kolonial ini masih menjadi rujukan bahkan hingga tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Ini mengindikasikan bahwa para pionir notaris Indonesia tersebut bekerja berdasarkan Stbl.1860 No.3 (Reglement op Het Notaris Arnbt in Nederlands Indie).  

Sejauh ini belum pernah ditulis riwayat awal kegiatan kenotariatan di Indonesia. Juga belum pernah ditulis bagaimana para pionir notaris ini menjadi notaris. Lantas, peran apa saja yang telah meraka lakukan selama karir di bidang kenotariatan. Pertanyaan-pertanyaan ini menarik untuk diketahui. Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber masa lampau.

Jumat, 29 Juni 2018

Sejarah Jakarta (27): Sekolah Hukum Recht School di Batavia; Mr. Radja Enda Boemi, Ph.D, Meraih Gelar Doktor di Leiden, 1925


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sekolah Hukum Rechts School di Batavia (1909-1927) telah meluluskan banyak ahli hukum. Namun tidak semuanya melanjutkan studi ke Belanda. Diantara yang studi hukum di Belanda hanya beberapa yang meraih gelar doktor (Ph.D). Yang jelas, Rechts School ini telah turut melahirkan pejuang-pejuang yang turut merebut kemerdekaaan Indonesia.

Selain Rechts School juga terdapat jenis sekolah yang lainnya. Yang pertama didirikan adalah sekolah guru (Kweekschool) tahun 1850, kemudian disusul pendirian sekolah kedokteran Docter Djawa School tahun 18951 (yang kemudian tahun 1902 berubah menjadi STOVIA). Sekolah kedokteran hewan Veeartsen School didirikan di Buitenzorg tahun 1875 lalu disusul pendirian sekolah pertanian Lanbouw School. Di Bandoeng didirikan sekolah tinggi teknik Technisch Hooge School tahun 1920. Pada tahun 1924 STOVIA ditingkatkan statusnya menjadi sekolah tinggi kedokteran (Geneeskundige Hooge School) dan kemudian disusul Rechts School menjadi Rechts Hooges School tahun 1927.

Rechts School di Batavia menjadi cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Lantas bagaimana riwayat perjalanan para alumninya. Sudah barang tentu sudah banyak ditulis, namun tetap dirasakan masih belum cukup. Dengan upaya penggalian data masih dimungkinkan untuk memperkaya tulisan-tulisan yang sebelumnya. Mari kita mulai dari Rechts School itu sendiri.