Sabtu, 28 Januari 2017

Sejarah Bandung (11): 'Taman Sejarah' dan Sejarah Taman; Taman Pertama di Bandung Pieters Park

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Taman 'Pieters Park', Bandoeng, 1846
Kota Bandung memiliki Taman Sejarah, tetapi tidak memiliki sejarah taman. Padahal cukup banyak taman di Kota Bandung. Taman Sejarah adalah suatu taman yang mengusung konsep sejarah, tetapi bukan sejarah taman, melainkan sejarah para walikotanya. Taman Sejarah ini baru beberapa hari lalu dibuka, tapi uniknya Taman Sejarah belum diresmikan. Padahal, biasanya diresmikan dulu baru dibuka. Biolehlah Taman Sejarah adalah yang pertama di Indonesia tetapi dari sudut sejarah, taman yang pertama di Kota Bandung adalah Taman Pieters Park.

Taman Pieters Park

Pendirian Kota Bandung dimulai pada tahun 1829, saat controleur kali pertama ditempatkan di Regentschap (Kabupaten) Bandoeng. Kota Bandung bermula dari rumah/kantor Controleur Bandoeng yang berada di sisi utara jalan pos trans-Java (yang baru) dan di sisi timur sungai Tjikapoendoeng. Saat itu, hanya kantor/rumah controleur adanya dan area sekitarnya ditemukan banyak rawa-rawa dan hutan belantara.

Peta taman 'Pieters Park'
Pada saat penempatan controleur ini garnisun militer yang berada di Tjimahi diperluas ke timur dengan membangun tangsi militer di sisi timur kantor/rumah controleur di suatu tempat yang kelak muncul nama kampong yang lebih dikenal sebagai Tjikoedapateuh (kini sekitar stadion Siliwangi). Tangsi militer ini kemudian ditingkatkan menjadi garnizoen militer. Di sekitar kantor/rumah controleur ini lambat laun bertambah bangunan yang digunakan oleh parkhuis, opziener dan para staf controleur. Tentu saja di lingkungan tersebut belum ada rumah orang-orang pribumi dan semuanya adalah orang-orang Eropa.

Pada tahun 1846 status controleur di Regentschap Bandoeng ditingkatkan menjadi Asisten Residen. Sejak itu beberapa bangunan pemerintah yang baru yang muncul adalah kantor dan rumah Asisten Residen. Kantor Asisten Residen dibangun di seberang kantor/rumah controleur, sedang rumah Asisten Residen dibangun di arah utara kantor/rumah controleur. Bangunan lainnya adalah gedung/balai besar di dekat kantor Asisten Residen. Lalu kantor pos dibangun di sisi utara jalan pos trans-Java (sejajar dengan kantor/rumah controleur tetapi berada sebelah barat sungai Tjikapoendoeng). Kemudian dibangun penjara di arah utara kantor pos (kelak disebut penjara Bantjeui).

Jumat, 27 Januari 2017

Sejarah Bandung (10): Konstruksi Jembatan; Teknologi Bambu vs Teknologi Beton dan Teknologi Baja



Overpass Pelangi, Antapani, Bandung 2017
Baru-baru ini Kota Bandung mendapat kesempatan pertama di Indonesia untuk penerapan teknologi mortar busa untuk pembangunan jembatan. Cirinya, konstruksi dibuat melengkung. Meski begitu, hasilnya efisen secara teknis dan juga efisien secara ekonomis. Secara teknis tampak lebih kuat karena konstruksi penahan jembatan dibuat melengkung (arch construction) dan secara ekonomis menyebabkan hemat bahan yang membuat biaya pembuatan lebih murah.

Penggunaan teknologi mortar busa ini dilakukan pada jembatan overpass ‎Pelangi Antapani, Bandung yang pengoperasiannya baru dilakukan beberapa hari yang lalu. Sementara arch structure  sendiri banyak diterapkan untuk pembuatan konstruksi berbahan beton dan berbahan baja baik pada jembatan maupun kontruksi lainnya seperti atap dan pipa minyak. Pendekatan arch ini dicapture dan dipopulerkan oleh restoran cepat saji McD (McDonald’s).

Teknologi Bambu

Jembatan bambu di atas sungai Citarum, Bandung, 1893
Jauh sebelum teknik lengkungan digunakan secara modern dalam berbagai kontruksi bangunan (jembatan, gedung dan sebagainya), nenek moyang kita sudah memikirkan dan menerapkannya.Teknologi bamboo jembatan lengkung ditemukan di banyak tempat dan yang paling terkenal adalah jembatan teknologi bamboo di atas sungai Cisadane di Buitenzorg (Bogor) dan di atas sungai Tjitaroem di Bandoeng.

Sejarah Bandung (9): Gedung Sate; Dulu Kantor Gouvernements Bedrijven, Kini Kantor Gubernur



Gedung Sate pada masa ini sangat terkenal di Bandung. Gedung ini sejak 1980 menjadi Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat. Bangunan yang megah ini merupakan kombinasi teknik sipil dan teknik arsitektur yang baik. Bangunan utama gedung yang besar ini mulai dibangun tahun 1920 dan selesai tahun 1924. Bagaimana detail gedung yang masih utuh hingga sekarang ini sudah banyak ditulis. Artikel ini menelusuri dari aspek lainnya. 1920

Gouvernements Bedrijven

Gedung Sate (Gouvernements Bedrijven), 1924
Ini bermula tahun 1907, ketika di dalam suatu perdebatan di DPR (Tweede Kamer) akhirnya memutuskan untuk membentuk Gouvernements Bedrijven (De Preanger-bode, 12-07-1907). Yaitu, suatu departemen baru, dengan mengangkat seorang direktur yang digaji f2.000 per bulan. Departemen ini akan didampingi sekretaris dengan gaji f600 dan dilengkapi dengan sejumlah pejabat dengan 150 orang pegawai dan staf, yang juga termasuk penyewaan gedung sebesar f6.000. Untuk sementara direktur dijabat oleh Mr. Pott sambil menunggu Mr. Wenckebach yang didatangkan dari Belanda (Bataviaasch nieuwsblad, 05-12-1907).

Departement van Gouvernements Bedrijven, cabang dari Civiel Departement. Sejak dimulainya pemerintahan Hindia Belanda, 1800, dua departemen yang powerfull (cakupannya luas dan intensitasnya sangat tinggi) adalah Militair Departement dan Civiel Departement. Kantor pos dan telegraf menjadi bagian dari departemen baru ini (Bataviaasch handelsblad, 08-02-1908). Kantor lainnya yang dimasukkan menjadi bagian dari Departement van Gouvernements Bedrijven adalah Kantor Kereta Api yang selama ini menjadi tupoksi dari departemen PU (BOW= Departementen der Burgerlijke Openbare Werken) (De Preanger-bode, 01-07-1908), Kantor Listrik dan sebagainya. Singkat kata: departemen baru ini akan menjadi departemen besar (pada masa ini mirip dengan Kementerian BUMN).   

Sambil menata organisasi dan pengoptimalan fungsi SDM, departmen baru ini langsung membuat terobosan baru dengan rencana besar untuk mensinergikan layanan kereta api dengan layanan listrik dan pertambangan (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-8-1909). Departemen ini juga mulai menyusun kontrak-kontrak dengan pihak ketiga (De Preanger-bode, 03-01-1910), seperti kabel bawah laut.

Kamis, 26 Januari 2017

Sejarah Bandung (8): Gedung Pakuan, Eks Rumah Residen Preanger; Kini Rumah Gubernur Jawa Barat

Rumah Residen Preanger adalah termasuk salah satu bangunan situs tua di Bandung yang dibangun tahun 1864. Bangunan ini dibuat khusus untuk tempat kediaman Resident Preanger yang lokasinya berada di suatu tempat area luas yang masih kosong di dekat rumah Asisten Residen Regentsachap (Kabupaten) Bandoeng.). Yang menjadi kantor Residen adalah eks Kantor Asisten Residen. Kantor Asisten/Residen Preanger berada di seberang kantor/rumah Controleur Bandoeng. Disamping kantor/rumah Controleur Bandoeng kelak berdiri hotel (yang kemudian disebut Hotel Preanger). Rumah Residen Preanger (foto 1880)

Saat itu yang menjadi Residen Preanger adalah C. van der Moore. Dia menjabar Residen Preanger sejak 1858 yang berkedudukan di Tjiandjoer. Setelah selesai rumah tersebut dibangun 1867 akan menjadi rumah Residen Preanger. Lantas Residen C. van der Moore ‘bedol desa’ dari Tjiandjoer ke Bandoeng. Ini sehubungan dengan reorganisasi pemerintahan di Preanger Regentschappen tahun 1871 dimana residentie terdiri dari lima kabupaten (Bandoeng, Tjiandjoer, Sumedang, Limbangan dan Soekapora). Residen C. van der Moore digantikan pada tahun 1874. Ini berarti C. van der Moore adalah Residen Preanger terlama  (16 tahun). Sekalipun sudah pension, C. van der Moore tetap tinggal di Bandoeng dan menjadi ahli sejarah Preanger yang andal. C. van der Moore, 1858

Pembangunan Rumah Residen Preanger

Kita harus membayangkan suatu waktu di tahun 1864 di kota Bandoeng yang di sana sini masih diliputi oleh banyak rawa (nyamuk), hutan belantara (dihuni oleh macan) dan padang ilalang dimana populasi rusa berkembang biak dengan baik. Saat itulah bakal rumah Resident Preanger dibangun. Sementara sudah ada beberapa bangunan pemerintah yang telah dibangun sejak 1829. Cekungan Bandung dilihat dari utara ke selatan dengan latar gunung Malabar, baru beberapa titik bangunan yang terlihat di tengah (lukisan 1860)

Rabu, 25 Januari 2017

Sejarah Bandung (7): Villa Isola dan Dominique Willem Berretty; Lebih Terkenal Villa daripada Pemilik

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Villa Isola di Dago, Bandung, di sisi jalan ke arah Lembang terkenal dengan arsitekturnya. Namun, pemiliknya, Dominique Willem Berretty kurang dikenal sebagai jurnalis yang hebat. Padahal kemauan dan ketekunannya dalam mengelola media inilah yang menjadi pangkal perkara mengapa dia memiliki banyak uang dan mampu membangun villa mewah.

Dominique Willem Berretty, lahir di Djokjakarta 20 November 1891. Sebagai orang Indo (ayah orang Italia, ibu orang pribumi), meski berpikir dengan cara lokal Baretty ingin sukses seperti orang Eropa.

Barretty yang berasal dari keluarga besar, sebagai Indo, di satu sisi mudah mendapat pekerjaan sebagai orang Eropa, dan di sisi lain cara berpikirnya tetap lokal (membumi). Perpaduan inilah yang membuka jalan pikirannya menjadi orang yang sukses besar di bisnis media.

Villa Isola, tahap pembangunan, 1928
Berretty memulai kerja di Kantor Pos dan Telegraf di Batavia. Hanya berbekal pendidikan HBS hingga tingkat dua di Surabaya dan ikut ujian MULO di Djokjakarta. Dengan langsung bekerja pada usia muda, Berretty bekerja menjadi lebih aktif. Baretty, merasa bisa lalu meminta naik jabatan tetapi karena ‘dituding’ tidak memiliki pendidikan khusus tentang pos, permintaannya ditolak. Sejak itu, Baretty beralih ke jurnalistik.

Dominique Willem Berretty memulai karir jurnalistik dengan meminta pelatihan langsung dari Mr. Zaalberg, editor dari Bataviasch nieuwsblad di Batavia. Barretty menerbitkan majalah bernama ‘Lash’ pada 1 April 1917. Ini berarti umurnya sudah 26 tahun. Namun karena berdarah pribumi, semangatnya untuk maju sangat tinggi dari tingkat kesulitan yang amat sangat. Tentu saja hasilnya tidak memuaskan. Lalu kemudian menerbitkan lagi majalah bernama ‘Whip’. Setali tiga uang dengan ‘Lash’, bahkan menurut banyak orang pada edisi pertama ‘Whip’ tidak layak disebut sebagai media. Baretty terpikir untuk mendirikan kantor berita.

Sejarah Bandung (6): Mas Aksan, Situ Aksan; Danau di Westerpark, Tempat Tradisi Peh Tjoen (Dayung Kano)



Situ Aksan, danau di dekat Pasir Kaliki, Bandung kini sudah lenyap. Lokasi dimana dulunya terdapat situ (danua) bernama Aksan telah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan perkantoran. Danau ini begitu penting bagi warga Bandung, karena boleh jadi satu-satunya situ yang dianggap penting di cekungan Bandung atau kota Bandung yang sekarang. Kehilangan danau yang penuh dengan cerita indah, tentu saja seakan kehilangan segalanya.


Algemeen Indisch dagblad, 18-06-1947
Pada masa ini, Situ Aksan dipertanyakan yang dialamatkan pada dua hal. Pertama, apakah situ Aksan merupakan sisa danau purba yang dikaitkan dengan letusan gunung Tangkuban Perahu? Kedua, bagaimana danau tersebut terbentuk jika terbentuknya karena letusan gunung atau tidak.

Pengusaha Pribumi Bernama Mas Aksan

Jalan pos trans-Java ruang kota Bandoeng sebelah barat adalah area yang banyak dihuni oleh orang Tionghoa (pecinan) di Bandoeng (antara Andir dan Kantor Pos). Dia area pecinan ini banyak ditemukan pedagang Tionghoa.

Pedagang-pedagang Tionghoa Bandung adalah orang-orang Tionghoa yang berasal dari area pecinan di Buitenzorg (kini jalan Soerja Kentjana).

Salah satu pribumi yang terkenal di area pecinan Bandoeng ini sebagai pedagang (pengusaha) adalah Mas Aksan. Dia sebelumnya adalah lulusan sekolah pejabat pribumi (Bataviaasch nieuwsblad, 11-06-1910). Pengusaha bernama Mas Aksan ini telah memiliki pabrik (perdagangan) batu bata yang diproduksi di sekitar Andir.

Selasa, 24 Januari 2017

Sejarah Bandung (5): Banjir Bandang Sudah Dari Dulu; Situ Aksan ‘Meniru’ Situ di Depok

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kota Bandung yang sekarang, sesungguhnya di masa lampau adalah area yang rawan banjir, namun kurang terinformasikan, sehingga seakan kota Bandung dipersepsikan sekarang sebagai daerah bebas banjir. Ketika baru-baru ini di Kota Bandung terjadi banjir seakan semua orang, termasuk saya yang ‘ngembang kadu’. Karena itu saya tergoda untuk menelusuri riwayat banjir di cekungan Bandung. Inilah hasil pelacakannya.

Situ Aksan, Bandung (foto 1933)
Artikel ini adalah artikel kembar, artikel yang satu lagi tentang riwayat Situ Aksan. Banjir dan situ Aksan memiliki keterkaitan, bukan dari sudut pandang alamiah, melainkan yang satu terhadap yang lainnya dibutuhkan. Situ Aksan adalah buatan manusia sedangkan banjir (baca: air berlebih) adalah ‘anugerah alam’. Banjir yang sudah kerap sejak di masa lampau menyebabkan di sani-sini banyak ditemukan rawa-rawa. Situ Aksan yang merupakan eks ‘kampong Lio’ fase rawa-rawa menjadi katup pengaman untuk sebagian dari banjir di Bandoeng.

Bandung Rawan Banjir Sejak Doeloe

Pada awal pembentukan pemerintahan di Preanger Regenschappen (1829), Pemerintah Hindia Belanda sempat berpikir untuk memilih Bandoeng sebagai ibukota Preanger, karena letaknya di tengah-tengah wilayah Preanger (Tjiandoer, Sumedang, Limbangan dan Bandoeng). Hal itu diurungkan karena area cekungan Bandoeng dianggap tidak sehat (untuk orang Eropa/Belanda) karena banyak rawa-rawa. Lantas dipilih Tjoandjoer. Keutamaan lainnya Tjiandjoer karena lebih dekat dengan pemerintah pusat (Batavia dan Buitenzorg).

Kantor/rumah controleur Bandoeng (1880)
Keengganan Pemerintah Hindia Belanda untuk segera menempati cekungan Bandung, juga menjadi alasan bagi penduduk Preanger sejak dari dulu tidak bertempat tinggal di tengah-tengah Kota Bandung yang sekarang. Sebelum datangnya Belanda (VOC dan Pemerintah Hindia Belanda), penduduk Preanger membuat lintasan perjalanan bukan melalui pusat Kota Bandung yang sekarang, melainkan ke area yang lebih tinggi ke utara yang membentuk ruas jalan antara Baybang (Radja Mandala) dengan Sumedang yang melewati tempat-tempat seperti Tjipaganti dan Odjoeng Brong. Ibukota Regentschap (kabupaten) Bandoeng sendiri justru berada di Dajeh Kolot, tempat pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem. Jalan poros (untuk moda transportasi pedati) dari Dajeh Kolot ke Tjiandjoer melalui sisi sebelah barat sungai Tjitaroem ke Tjiandjoer. Hanya jalan setapak antara Bandung utara (Tjipaganti) dengan Bandung selatan (Dajeh Kolot).   

Kota Bandoeng di Kabupaten Bandoeng menjadi ibukota Preanger Regenschappen baru terjadi pada tahun 1871. Namun demikian, Kota Bandoeng sendiri sudah mulai dibentuk sejak 1829 yakni ketika seorang controleur (semacam camat) untuk kali pertama ditempatkan di Bandoeng. Tempat dimana pemerintah (dalam hal ini controleur) berkendudukan maka tempat itulah yang menjadi ibukota (hoofdplaats). Ibukota atau tempat dimana controleur berkedudukan (rumah/kantor) yang dipilih adalah sekitar aloen-aloen yang sekarang (persisnya di lokasi yang sama dengan Hotel Preanger). Dari sinilah kota Bandoeng berkembang (hingga kota Bandung yang sekarang telah mencakup seluruh cekungan Bandung).

Kamis, 19 Januari 2017

Sejarah Bandung (4): Tata Ruang Kota Bandung; Situs Pertama, Kantor Controleur di Jalan Pos Trans-Java

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kota Bandung adalah kota pegunungan, kota yang sangat luas dan terbilang datar yang dikelilingi oleh pegunungan. Hawanya yang sejuk membuat lingkungan perkotaan Bandung sangat ideal. Namun lokasi ini pernah diragukan untuk dijadikan kota (ibukota di era Belanda) karena dianggap tidak sehat (banyak rawa) dan karenanya lokasi ibukota Preanger dipilih di Tjiandjoer. Namun dalam perkembangannya tata letak Bandung yang memang ideal dan memungkinkan suatu kota dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lantas, bagaimana awal munculnya kota Bandoeng dan bagaimana pula perkembangan tata ruang kota selanjutnya. Mari kita lacak.

Tata Letak Bandoeng

Untuk memahami tata ruang kota Bandung yang sekarang, kita harus membayangkan suatu ruang kosong di cekungan Bandoeng pada masa lampau (era VOC). Cekungan Bandoeng yang dikelilingi oleh ‘bukit barisan’ ini adalah suatu area yang benar-benar kosong dan tidak berpenghuni. Tengah-tengah area ruang kosong ini banyak rawa-rawa akibat luapan sungai Tjikapoendoeng dan sungai Tjitaroem. Ruang kosong ini juga diselimuti alang-alang yang di sana sini terdapat semak yang memungkin populasi rusa berkembang biak (menjadi area perburuan rusa). Kampung-kampung hanya berada di lahan yang agak tinggi, umumnya di sebelah utara cekungan Bandoeng.

Kota Bandung dikelilingi oleh 'Bukit Barisan'
Kampong-kampong yang berada di lahan-lahan yang agak tinggi, jauh dari rawa dan bahaya banjir (Peta Topographij 1818) tersebut antara lain kampong Tjitjendo, Tjitepas, Tjipaganti, Tjibenjieng dan Odjong Brong. Kampung-kampung ini pada tahun 1810 menjadi rute jalan pos trans-Java antara Batavia-Chirebon ruas antara Baybang (kelak menjadi Radja Mandala) dengan Sumadang (lihat Bataviasche koloniale courant, edisi pertama tanggal 05-01-1810). Sementara kampong Bandoeng sendiri berada di selatan cekungan Bandoeng yang letaknya berada di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dan sungai Tjitaroem. Kampong Bandoeng ini terus eksis hingga pada waktunya nanti lambat laun namanya lebih dikenal sebagai kampong Dajeh Kolot.

Lahan-lahan di utara cekungan Bandung ini pada tahun 1810 menjadi rencana rute jalan pos trans Java pada ruas Tjiandjoer-Sumedang. Akses menuju kampong Bandoeng yang berada di selatan cekungan Bandoeng adalah dari Tjiandjoer di sisi selatan sungai Tjitaroem (Peta 1818). Oleh karenanya, sisi utara Bandoeng lebih awal berkembang yang secara ekonomi menghubungkan Batavia, Buitenzorg, Tjiandjoer, Baybang (Radjamandala), Odjoeng Brung, Tandjongsari, Sumedang, Carang Sambong dan Chirebon.

Rabu, 18 Januari 2017

Sejarah Bandung (3): Hari Jadi Kota Bandung, Seharusnya Kapan?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Ibukota Provinsi Jawa Barat berada di Kota Bandung. Kabupaten Bandung dan Kota Bandung dipisahkan. Ibukota Kabupaten Bandung kini berada di Soreang. Kota Bandung pada masa ini sudah sangat luas jika dibandingkan luas Gemeente (kota) Bandoeng. Gemeente Bandoeng dibentuk pada tanggal 1 April 1906.

Kota (gemeente) Bandoeng, 1920
Ketika Gemeente Bandoeng dibentuk, maka sebagian wilayah Regentschap (kabupaten) Bandoeng dipisahkan menjadi wilayah Gemeente Bandoeng. Meski demikian, ibukota Regenschap Bandoeng tetap berada di Gemeente Bandoeng. Dalam pengertian territorial urban, pemerintah Gemeente Bandoeng dan Regentschap Bandoeng berada di dalam  kota (town) yang sama.

Jika ibukota Kabupaten Bandung telah pindah ke Soreang, lantas kapan kota Bandoeng ada? Kota bandoeng yang menjadi pusat Gemeente Bandoeng, dan kota yang pernah menjadi ibukota Kabupaten Bandung. Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, akan tetapi jawaban itu sangat diperlukan mengingat hari kelahiran Kota Bandung dengan sendirinya menjadi dasar menentukan hari ulang tahun Kota Bandung.

Senin, 16 Januari 2017

Sejarah Bandung (2): Bukan 'Parijs van Java' Tapi 'Java in Parijs'

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Java in Parijs. Voorwaarts, 07-02-1931
Julukan Kota Bandung ‘Parijs van Java’ sudah ada sejak lama. Saya pernah ke Bandung tetapi belum pernah ke Paris. Tapi saya tahu bahwa Paris sangat heboh. Bandung sendiri memang hebring. Jadi saya terima saja julukan Kota Bandung adalah Parijs van Java. Karena memang rasanya seperti Paris. Gambaran ‘Parijs van Java’ saya persepsikan selama tiga decade.

Pada hari ini saya tergoda untuk menelusuri siapa yang memperkenalkan ‘Parijs van Java’ sebagai julukan Kota Bandung. Sungguh saya kaget, ternyata ‘Parijs van Java’ sebagai julukan Kota Bandung tidak ada. Semua surat kabar, majalah dan buku berbahasa Belanda tidak satupun yang menulisnya. Lantas, siapa yang mengintroduksi nama julukan itu? Saya tidak tahu. Kenyataannya, Kota Bandung dijuluki sebagai ‘Parijs van Java’ terus bergulir di dunia internet.

Yang saya temukan justru sebaliknya: ‘Java in Parijs’. Pada tahun 1931 di Paris diadakan pameran colonial (semacam festival) yang mana pavilium Java hadir untuk ikut menyemarakkannya. Pavilium Java ini berupa bangunan mirip menara Eiffel ala Jawa. Surat kabar  Voorwaarts, 07-02-1931 memberi judul atas menara pavilium Java itu dengan ‘Java in Paris’.

Hubungan Java dan Paris ditemukan pada tahun 1928 dimana hubungan telepon antara Bandoeng dan Parijs tersambung (lihat Leeuwarder courant, 30-07-1928). Berita lainnya hubungan Paris dan Java adalah tentang tim sepakbola Hindia Belanda yang akan ikut Piala Dunia1938 di Paris. Tim sepakbola Hindia Belanda yang diwakili organisasi NIVU semua anggota skuad dari seleksi di Jawa.

Boleh jadi julukan Parijs van Java untuk Kota Bandung muncul belakangan (pasca colonial). Tapi yang jelas julukan itu tidak pernah ditemukan hingga tahun 1949 baik di surat kabar, majalah maupun buku yang terbit sejak 1920 hingga 1949. Mereka yang memperkenalkan julukan tersebut besar kemungkinan adalah orang-orang Belanda yang datang ke Bandung (kembali) sebagai wisatawan di era kemerdekaan RI.