Senin, 15 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (35): Mohamad Sjafei, Tokoh Pendidikan di Sumatera Barat; Soetan Goenoeng Moelia, Guru Bergelar Doktor

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Mohamad Sjafei dan Soetan Goenoeng Moelia dua tokoh pendidikan Indonesia satu generasi: lahir tahun 1896 dan meninggal 1966. Mohamad Sjafei lahir di Ketapang, Kalimantan Barat, Soetan Goenoeng Moelia lahir di Padang Sidempuan, Tapanuli. Masa hidup keduanya sama-sama 70 tahun. Mereka berdua sama-sama aktif di bidang pendidikan, sama-sama pernah studi di Belanda dan sama-sama bergelar Doktor. Keduanya juga sama-sama mantan Menteri Pendidikan.

Soetan Goenoeng Moelia dan Mohamad Sjafei (foto Wikipedia)
Soetan Goenoeng Moelia adalah Menteri Pendidikan yang kedua menggantikan Menteri Pendidikan yang pertama, Ki Hadjar Dewantara. Soetan Goenoeng Moelia lalu digantikan Mohamad Sjafei sebagai Menteri Pendidikan yang ketiga.

Mohamad Sjafei adalah pendiri INS (Indonesisch-Nederlandse School) Kajoetanam (1926). Mohamad Sjafei mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari IKIP Padang (1968). Soetan Goenoeng Moelia adalah pendiri UKI (Universitas Kristen Indonesia) Jakarta (1954). Soetan Goenoeng Moelia meraih gelar Doktor (Ph.D) dari Universiteit Leiden tahun 1933.

Minggu, 14 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (34): Aboe Bakar Djaar, Wali Kota Padang Pertama; Ahli Hukum Pribumi Pertama di Kota Padang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Aboe Bakar Djaar, kisahnya kurang diketahui karena tidak ada yang pernah menulisnya. Padahal Aboe Bakar Djaar adalah Wali Kota Padang Pertama. Aboe Bakar Djaar menjadi wali kota di Kota Padang segera setelah Indonesia Merdeka. Padahal orang pertama segera setelah merdeka adalah orang Indonesia yang paling kapabel dan sesuai saat itu untuk memimpin Kota Padang. Aboe Bakar Djaar adalah bagian dari sejumlah orang-orang Indonesia terbaik yang memulai negara Indonesia, yakni negara Indonesia yang sekarang.

Aboe Bakar Djaar di Kota Padang ternyata tidak sendiri. Masih banyak nama-nama orang Indonesia pertama di kota lainnya yang memulai negara tidak terinformasikan dengan baik (lengkap dan akurat), seperti Mr. Loeat Siregar (wali kota Medan pertama), Dr. Radjamin Nasoetion (wali kota Surabaya pertama), Mr. Abdoel Abbas Siregar (residen Lampung pertama) dan lainnya.

Pendidikan dan Awal Karir

Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1925
Aboe Bakar Djaar memulai pendidikan tinggi pada sekolah hukum di Rechtschool di Batavia. Pada tahun 1925 sejumlah mahasiswa ditempatkan di berbagai kota untuk magang sebagai panitera di kantor pengadilan. Mereka itu antara lain, Aboe Bakar Djaar di Landraad Kota Padang dan Soetan Mangasa Pintor di Landraad Kota Medan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1925). Penempatan ini juga menjadi proyeksi untuk bekerja di kantor-kantor pengadilan tersebut setelah mereka lulus kuliah. Aboe Bakar Djaar dinyatakan lulus di Rechtschool Batavia pada bulan November tahun 1926 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1926).

Sabtu, 13 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (33): Edward Douwes Dekker di Kota Padang; Controleur Natal, Dibuang di Tengah Bangsanya Sendiri

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Edward Douwes Dekker atau Multatuli pada tahun 1843 dipecat dari jabatannya sebagai Controleur di Afdeeling Natal lalu ditelantarkan (dibuang) di Kota Padang. Edward Douwes Dekker yang dalam status dibuang tidak diizinkan bertemu dengan istri yang tinggal di Kota Batavia. Selama hampir setahun, Edward Douwes Dekker terlunta-lunta di Kota Padang, di tengah-tengah bangsanya sendiri. Sangat tragis dan itu terjadi di era kolonial Belanda.
 
Het vrije volk, 28-03-1956
Afdeeling Natal, Residentie Air Bangies, Province Sumatra’s Westkust. Pada tahun 1846 Residentie Air Bangies dihapus, lalu afdeeling Natal dimasukkan ke Residentie Tapanoeli menyusul afdeeling Mandailing en Angkola yang dimasukkan ke Residentie Tapanoeli tahun sebelumnya.

Apa pasal? Edward Douwes Dekker respek terhadap perlawanan yang dilakukan oleh sebagian penduduk Mandailing en Angkola terhadap kebijakan koffiestelsel. Soetan Mangkoetoer di Mandailing dan Ranggar Laoet di Angkola memimpin perlawanan terhadap Belanda. Sebagian penduduk melarikan diri ke Sumatra’s Oostkust dan Semenandjong Malaya. Dalam situasi kondisi serupa inilah Edward Douwes Dekker melihat penderitaan rakyat dan simpati terhadap pemimpin pribumi yang memimpin perlawanan.

Sejarah Kota Padang (32): Soepoetro Brotodihardjo, Gubernur Sumatera Barat 1965-1967; Wali Kota Tegal

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini
.
Soepoetro Brotodihardjo pernah menjabat Gubernur Sumatera Barat yang berkedudukan di Kota Padang selama tiga tahun dari 1965 hingga 1967. Soepoetro Brotodihardjo menggantikan Gubernur Sumatera Barat pertama Kaharudin Datuk Rangkayo Basa (1958-1965), berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 191 Tahun 1965 yang ditetapkan di Djakarta 23 Djuni 1965 oleh Soekarno. Dalam keputusan ini, Soepoetro Brotodihardjo mendjabat djuga sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong tingkat I Sumatera Barat.

Gubernur Sumatera Barat dalam Wikipedia
Pasca kemerdekaaan RI Sumatra terdiri dari tiga provinsi: Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Pada tahun 1956 Provinsi Sumatera Utara dimekarkan dengan membentuk Provinsi Aceh. Pasca PRRI, Provinsi Sumatera Tengah dibubarkan dan kemudian dibentuk tiga provinsi, yang terdiri dari Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Djambi. Gubernur pertama Provinsi Sumatera Barat diangkat Kaharudin Datuk Rangkayo Basa. Sementara gubernur di Provinsi Riau diangkat SM Amin Nasoetion (1958-1960) dan dilanjutkan Kaharoeddin Nasoetion (1960-1966).

Soepoetro Brotodihardjo dan Kota Tegal

Soepoetro Brotodihardjo adalah Pegawai Tinggi Ketatapradjaan tingkat I diperbantukan pada Gubernur Kepala Daerah Djawa Tengah di Pekalongan. Soepoetro Brotodihardjo adalah seorang pejabat berprestasi yang kali pertama menjabat sebagai Wali Kota Tegal tahun 1948.

Kamis, 11 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (31): Parada Harahap, From Zero to Hero; Radja Delik Pers yang Menjadi The King of Java Press

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Parada Harahap tidak asing dengan Kota Padang. Parada Harahap kerap berurusan ke kota terbesar ketiga di Sumatra ini, Urusan pertama soal delik pers dan urusan kedua soal Sumatranen Bond. Itu dulu, ketika baru memulai merintis kegiatan di bidang pers dan ketika baru memulai aktif di bidang organisasi kebangkitan bangsa. Kini, Parada Harahap telah menjadi The King of Java Press.

Het nieuws van den dag voor NI, 02-09-1919
Dulu, jauh sebelumnya, di Kota Padang terkenal seorang yang kini dijuluki sebagai Radja Persoeratkabaran Sumatra. Orang tersebut bernama Dja Endar Moeda, mantan guru yang memulai karir di bidang jurnalistik di ibukota Province Sumatra’s Westkust ini. Dja Endar Moeda kali pertama dikenakan pasal delik pers tahun 1907 dengan hukuman cambuk dan diusir dari Kota Padang. Dja Endar Moeda, orang pribumi pertama yang menjadi editor surat kabar adalah orang pertama di Hindia Belanda pasal delik pers diterapkan.

Parada Harahap datang kali pertama ke Kota Padang pada tahun 1919, tidak lama setelah mendirikan surat kabar bernama Sinar Merdeka di Kota Padang Sidempuan (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-09-1919). Parada Harahap datang ke Kota Padang tidak dalam urusan melancong tetapi dalam status terdakwa karena tengah berurusan dengan hukum dalam soal pengenaan pasal delik pers kepada dirinya sebagai editor Sinar Merdeka. Akhirnya keputusan pengadilan ingkrah dan harus dibui di penjara Kota Padang Sidempoean (kelak di penjara yang sama Adam Malik yang masih berusia 17 tahun pernah menjadi penghuni karena urusan politik). Untuk kasus hukum yang dianggap besar kala itu pengadilannya di Kota Padang (belum ke Kota Medan).

Rabu, 10 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (30): Ragam Monumen di Padang, Medan dan Batavia; Michiels, Greve, Minangkabau, Sumatranen Bond

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Kota Padang terkenal dengan banyak monument. Di Kota Medan hanya terdapat satu monument yakni Monumen Tamiang. Di Batavia terdapat dua monumen terkenal: Monumen Atjeh dan Monumen Michiels. Monumen-monumen tersebut sebagai peringatan di era kolonial Belanda telah dihancurkan pada era pendudukan Jepang dan era pasca kedaulatan RI oleh Belanda.

Monumen di Kota Medan

Monumen Greve di Kota Padang
Monumen Tamiang hanya terdapat di Kota Medan. Monumen ini dibangun di Esplanade (kini Lapangan Merdeka) tahun 1894. Monumen ini dibangun untuk mengenang Perang Tamiang yang telah membawa korban banyak diantara tentara Belanda dan para hulubalangan Kesultanan Deli.

Pada April 1893 suatu ekspedisi militer dikirim ke Tamiang melalui jalur sungai Tamiang. Ekspedisi ini datang dengan kapal besar yang di dalamnya juga terdapat para hulubalang Kesultanan Deli.

Hal ini boleh jadi karena militer Belanda kekurangan balabantuan dari Jawa dan Ambon yang masih terkonsentrasi di Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dan Bataklanden. Jika di wilayah DOM lainnya jarang terjadi tetapi di pantai timur Sumatra (Sumatra’s Oostkust) benar-benar terjadi. Boleh jadi Sultan Deli dan parahulubalang Kesultanan Deli memiliki dendam terhadap para hulubalang dari Atjeh.

Selasa, 09 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (29): Sejarah Kesusasteraan Indonesia di Kota Padang; Willem Iskander, Sastrawan Pejuang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Kesusasteraan Indonesia sesungguhnya adalah terdiri dari kesusateraan berbahasa daerah seperti berbahasa Melayu, berbahasa Jawa, berbahasa Sunda, berbahasa Minangkabau, berbahasa Batak dan lain sebagainya. Namun karena para pemuda sudah menetapkan Bahasa Indonesia pada Kongres 1928, maka Kesusasteraan Indonesia seharusnya kesusasteraan berbahasa Indonesia. Kesusasteraan Indonesia berbahasa daerah dengan sendirinya tamat.

Dja Endar Moeda, Sastrawan
Tentu saja pemenggalan serupa itu akan membuat HB Jassin marah, sebab periodisasi kesusasteraan sudah dipatenkan oleh HB Jassin (yang terus kita ikuti hingga sekarang). HB Jassin membuat kategori kesusasteraan Indonesia berdasarkan angkatan: Angkatan Balai Pustaka (1920-an); Angkatan Pujangga Baru (setelah 1933); Angkatan 1945 (Pendobrak), dan Angakatn 1966 (Orde Lama). Periodisasi serupa itu, HB Jassin menganggap karya-karya Balai Pustaka (1920an) adalah titik tolak ‘sastra Indonesia modern’. Sedangkan karya-karya sastra sebelum itu dikategorikannya sebagai ‘sastra Melayu lama’. Pertanyaannya: sastra berbahasa daerah masuk kategori yang mana, bukankah sastra bahasa daerah adalah bagian dari Sastra Indonesia?

Akibat dari periodisasi ala HB Jassin tersebut, menempatkan roman berjudul Sitti Nurbaya karya Marah Roesli keluaran Balai Poestaka, secara psikologi sebagai roman pertama Indonesia (modern). Walau mungkin bukan yang pertama, tetapi dalam periode Angkatan Balai Pustaka tersebut, roman Sitti Nurbaya yang paling terkenal.

Senin, 08 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (28): Volksraad dan Mangaradja Soangkoepon; Sumatra, Pintu Gerbang Indonesia, Bukan Pintu Belakang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Mangaradja Soangkoepon protes keras. Mangaradja Soangkoepon melakukan protes keras karena punya alasan yang kuat untuk menyatakan secara terbuka bahwa Sumatra adalah ‘pintu gerbang Indonesia’ dan bukan pintu belakang. Statement ini dikemukakan  Mangaradja Soangkoepon di parlemen pusat (Volksraad) tahun 1931 untuk menyindir pemerintah Hindia Belanda dan anggota Volksraad yang berasal dari Jawa yang membangun Indonesia hanya terkonsentrasi di Jawa dan mengabaikan pulau-pulau besar lainnya.

Volksraad, 1930
Protes Mangaradja Soangkoepon muncul seiring dengan semakin seringnya istilah ‘orang seberang’ untuk memperkuat eksklusivitas mainstream pembangunan berada di Jawa, dan luar Jawa sebagai pelengkap. Kota-kota besar di Sumatra seperti Medan, Padang dan Sibolga adalah muara ekspor utama ke Eropa. Namun kenyataannya hanya prinsip ‘trickle down effect’ yang dilestarikan: Luar Jawa hanya kebagian jika di Jawa sudah meluber.

Mangaradja Soangkoepon

Mangaradja Soangkoepon dan Mohammad Hoesni Thamrin adalah ‘duo vokalis’ terpenting di Pedjambon, tempat anggota dewan Volksraad bersidang (kini di Senayan). Mangaradja Soangkoepon memiliki koneksi yang baik dengan semua anggota dewan dari Sumatra dan M. Hoesni Thamrin dari Betawi. MH Thamrin yang merupakan anggota dewan dari Kaoem Betawi tampaknya mendukung statement Mangaradja Soangkoepon.

Sejarah Kota Padang (27): Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dan Mohamad Hatta di Belanda; Parada Harahap dan PPPKI

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disi


Sejarah Mohammad Hatta sudah ditulis seluruhnya. Namun masih ada catatan yang tercecer yang kiranya perlu diungkapkan. Ini soal organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia. Organisasi-organisasi yang selalu berkaitan dengan tokoh-tokoh muda dari Pantai Barat Sumatra. Sebagaimana diketahui, organisasi pemuda (pelajar) di Belanda yang diberi nama baru tahun 1921 Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) diketuai oleh Mohammad Hatta adalah transformasi Indisch Vereeniging yang didirikan oleh Soetan Casajangan tahun 1908.

Trio Revolusioner: Parada Harahap, Soekarno dan Moh. Hatta
Perhimpunan Pelajar Indonesia adalah transformasi Indisch Vereeniging yang sempat disela oleh kelahiran Sumatrane Bond di Belanda. Indisch Vereeniging dan Sumatranen Bond didirikan sebagai respon terhadap Jawa sentris yang diusung oleh Boedi Oetomo. Sedangkan Perhimpunan Pelajar Indonesia didirikan untuk merekatkan kembali anak bangsa yang memicu lahirnya Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Integrasi vs Disintegrasi

Dalam awal pembentukan bangsa Indonesia sesungguhnya sudah ada soal disintegrasi. Perhimpunan Hindia (Indsich Vereeniging) yang didirikan tahun 1908 di Belanda secara terbuka adalah awal untuk merekat bangsa yang terpisah-pisah dan tempat-tempatnya satu sama lain berjauhan. Indsich Vereeniging didirikan di satu sisi untuk merespon Boedi Oetomo (bersifat kedaerahan) dan di sisi lain untuk meluruskan kembali peran Medan Perdamaian (bersifat nasional) yang didirikan Dja Endar Moeda tahun 1900 di Kota Padang.

Sabtu, 06 Mei 2017

Sejarah Kota Padang (26): Jong Sumatranen Bond Didirikan di Belanda (1917); Kongres Sumatranen Bond Pertama di Kota Padang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Jong Sumatranen Bond adalah nama pop perserikatan pemuda Sumatra. Pada awal pendirian perserikatan pemuda Sumatra ini di Batavia hanya disebut Sumatranen Bond. Oleh karena pendiri, pengurus dan anggotanya adalah para pemuda (yang berkembang di kalangan mahasiswa dan pelajar) yang berasal dari (pulau) Sumatra maka nama publiknya ke permukaan disesuaikan dengan nama Jong Sumatranen Bond agar setara dengan Jong Java yang sudah lebih awal didirikan.

De Sumatra post, 17-01-1918
Jong Sumatranen Bond adalah semacam sayap (pemuda) Sumatranen Bond, seperti halnya Jong Java sayap (pemuda) dari Boedi Oetomo. Dalam perkembangannya dua perserikatan pemuda ini muncul Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Islamieten Bond dan sebagainya. Selain menggunakan terminologi (bahasa) Belanda ada (kalan) juga menggunakan terminology (bahasa) Melayu: jong=pemuda dan bond=sarikat.

Sumatra Sepakat

Perserikatan pemuda asal (pulau) Sumatra pertama kali diproklamirkan di Belanda pada tanggal 1 Januari 1917. Ide perserikatan pemuda asal Sumatra ini timbul sebagai respon terhadap munculnya Jong Java seiring dengan semakin menguatnya Boedi Oetomo (yang disokong pemerintah). Pendirian perserikatan pemuda asal Sumatra di Belanda ini diberi nama Sumatra Sepakat yang mana ketuanya adalah Sorip Tagor (kelak lebih dikenal sebagai ompung dari Inez/Risty Tagor).