Selasa, 25 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (20): Sejarah Tapos, Cilangkap dan Cimpaeun; Kini Menjadi Satu Wilayah Administrasi Bernama Kecamatan Tapos

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Nama Tapos terdapat di berbagai tempat, seperti halnya nama Depok dan nama Sawangan. Nama Tapos diduga telah lama ada, namun lebih awal Tjimpaeun dikenal daripada Tapos. Land Tjimpaeun dan Land Tapos besar kemungkinan sudah sejak lama ada mengingat lokasinya yang bersebelahan dengan Land Tjimanggis. Sebagaimana diketahui nama Tjimanggis sudah muncul sejak era VOC, suatu tempat paling strategis (terminal) antara Batavia dan Buitenzorg.

Landhuis Tapos, 1930
Kampong Tapos berada di Kecamatan Cimanggis. Pada saat perubahan status Kota Administratif Depok menjadi Kota Depok tahun 1999. Kecamatan Cimanggis yang sebelumnya berada di Kabupaten Bogor dimasukkan ke Kota Depok. Pada tahun 2007 Kecamatan Cimanggis dimekarkan dengan dibentuknya Kecamatan Tapos. Nama kecamatan Tapos tampaknya diambil dari nama Land Tapos di masa lampau. Mengapa nama Tapos? Padahal di era kolonial Belanda juga ada nama Land Tjimpaeun, Land Tjilangkap. Mari kita lacak.

Land Tapos

Dalam buku Statistik Buitenzorg 1861 Land Š¢jikempoan of Petingie bertetangga dengan Land Tjilodong dan Land Tjilangkap. Land Š¢jikempoan of Petingie (Tjimpaeun) memiliki empat kampong. Di dalam land ini terdapat satu orang Eropa dan penduduk pribumi sebanyak 2080 jiwa serta 10 orang Tionghoa. Jumlah rumah sebanyak 386 unit dan terdapat sebanyak 369 tenaga kerja. Lahan yang diusahakan terdapat tanaman kopi sebanyak 11.567 batang yang belum menghasilkan.

Senin, 24 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (19): Sejarah Sawangan dan Onderneming Sawangan; Ibukota Particuliere Landerien Berada di Landhuis

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Sejarah Sawangan merujuk pada sejarah Land Sawangan. Tetangga dari Land Depok, Land Mampang, Land Tjinere, Land Tjitajam dan Land Pondok Tjina yang secara ekonomi sudah berkembang sejak era VOC, Land Sawangan justru baru dikembangkan di era Pemerintah Hindia Belanda. Land Sawangan seakan ‘free land’ yang terjepit antara wilayah (area) perluasan ekonomi dari barat (Land Paroeng) dan wilayah perluasan ekonomi dari timur (sisi barat sungai Tjiliwong yang berpusat di Land Depok).

Peta 1901
Perkembangan Land Sawangan mulai diperhatikan pemerintah saat mana Pemerintah mengumumkan nilai pajak (NJOP) Land Sawangan sebesar f7.973 (Bataviasche courant, 02-03-1825). Pembentukan Situ Pasir Poetih menjadi faktor penting dalam perkembangan lebih lanjut Land Sawangan. Situ Pasir Poetih tidak hanya memicu pencetakan sawah baru, juga kemudian menjadi sumber air utama dalam intensifikasi perkebunan (onderneming). Inti perkebunan di Land Sawangan berpusat di desa Bedahan yang sekarang.

Bagaimana kisah perjalanan (land) Sawangan tentu sangat menarik ditelusuri. Meski sejarahnya lebih pendek jika dibandingkan dengan land yang lain, namun kisah di dalamnya cukup dinamis. Di satu sisi Land Sawangan memang adalah wilayah tertinggal di masa lampau, kurang tersentuh oleh kemajuan, namun di sisi lain, dalam perkembangannya di wilayah Land Sawangan ini juga tumbuh kesadaran kebangkitan bangsa. Pada masa perang kemerdekaan, Land Tjitajam, Land Sawangan dan Land Tjinere adalah garis pergerakan gerilya pribumi menghadapi Belanda. Mari kita lacak.

Sabtu, 22 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (18): Sejarah Cinere, Bermula di Land Tjinere Milik St. Martin; Raden Adipati Aria Soeria di Redja, Regent van Chirebon

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Sejarah Cinere sesungguhya hampir seumur dengan Sejarah Land Depok. Namun karena Land Tjinere tidak optimal diusahakan, popularitasnya menjadi kalah dibanding Land Depok. Perbedaan lainnya adalah: Land Depok dibeli oleh Cornelis Chastelein, sedangkan Land Tjinere diberikan oleh Pemerintah kepada Sersan Majoor St. Martin, atas prestasinya memimpin ekspedisi dan mengakhiri tragedi di Banten.

Verponding Tjinere, 1930
Sejarah Cinere pernah saya tulis pada tahun 2012 yang dimuat dalam blog ini. Sayang sekali,  semua kata demi kata dari tulisan itu dicopy paste ke Wikipedia tanpa menyebut sumbernya. Bahkan ada satu kalimat yang saya buat salah tidak sengaja juga ikut terbawa. Okelah, dalam artikel ini saya akan coba koreksi. Namun yang lebih penting, dalam artikel Sejarah Cinere yang sedang anda baca ini akan dirilis lebih komprehensif dengan menyertakan sumber data yang lebih akurat. Selamat membaca.

Kelak, Land Tjinere menjadi milik Raden Adipati Aria Soeria di Redja, mantan Regent van Chirebon. Lantas bagaimana situasi dan kondisi sebelum dan sesudah Raden Adipati Aria Soeria di Redja? Itu pertanyaan yang perlu ditelusuri jawabannya. Mari kita lacak.   

Kamis, 20 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (17): Sejarah Tanjung Barat, Tandjong West Tetangga Depok di Westerweg; Bagaikan Frisia Timur, Howdy!

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Orang Eropa/Belanda di masa doeloe, memberikan julukan kepada suatu tempat tidak sembarangan. Ada alasan yang kuat, dan karena itu mereka senang menuliskannya dan mempopulerkannya. Alamiah memang. Satu tempat di hulu sungai Tjiliwong: Tandjong West (Tanjung Barat) dijuluki sebagai Frisia Timur (Oostvriesland).

Tandjong West dijuluki Oostvriesland (1760)
Beberapa tempat di Indonesia di masa doeloe diberi julukan, seperti: Bandoeng, Parijs van Java; Bombaj van Java, Delhi van Java, Carribean van Java, Japan van Java, Swiss van Java dan Venice van Java. Tentu saja Kota Radja (kini Banda Aceh) dijuluki sebagai Serambie Mecca.

Tandjong West, Tanjung Barat

Secara historis, dejure Tanjung West (Tanjung Barta) masuk Batavia (DKI Jakarta) tetapi secara defacto lebih dekat ke Depok; sebaliknya Tjinere (Cinere) secara dejure masuk Depok (Buitenzorg) tetapi secara defacto lebih dekat ke Batavia. Dua area yang menjadi landerien (tanah partikelir) ini di masa lampuu seakan menjadi tanah rebutan.

Rabu, 19 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (16): Sejarah Cimanggis, Nama Awal Land Yemans; Lauw Tek Lok dan Rumah Tua Cimanggis

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Wilayah Tjimanggis yang sekarang sebagai wilayah yang subur sudah dikenal sejak era VOC tetapi  tidak dengan nama Tjimanggis tetapi disebut dengan nama Yemans. Besar dugaan pemilik lahan yang subur itu adalah keluarga Yemans (sebagaimana keluarga Chastelein di Land Depok). Nama Land Yemans berganti menjadi Land Tjimanggis di era Pemerintah Hindia Belanda.

Land Yemans menjadi Land Tjimanggis (lukisan 1770-1777)
Nama landgoed yang disebut sebagai Yemans disebut Johs Rach dalam lukisannya yang dibuat 1770-1777. Inkripsi dalam lukisan Gezicht op een landgoed genaamd Yemans, op de weg van Batavia naar Bogor (land yang disebut Yemans di jalan dari Batavia ke Bogor. Dalam lukisan ini terlihat suatu area pemberhentian gerobak dan kuda-kuda. Tidak diketahui secara pasti kapan Land yang disebut Land Yemans ini dibuka sebagai landgoed (estate).

Jalan Pos Trans-Java

Pada saat Gubernur Jenderal Baron van Imhoff (1745) mulai membangun villa di Buitenzorg (Istana Buitenzorg) kawasan dari Batavia dan Buitenzorg sudah dipetakan ke dalam sejumlah land, yang dalam hal ini termasuk Land Yemans.

Senin, 17 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (15): Sejarah Pondok Cina di Tepi Sungai Tjiliwoeng; Lauw Tjeng Siang dan Situs Rumah Tua Pondok Cina

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Sejarah Pondok Cina dimulai sejak adanya Land Pondok Tjina. Itu bermula sejak era VOC (Belanda). Nama Pondok Tjina tidak hanya terkenal dari masa ke masa, tetapi juga Landerien Pondok Tjina pada masa ini lokasi dimana berada Universitas Indonesia, Detos, Margo City dan Tol Cijago. Keutamaan Land Pondok Tjina di masa lampau adalah land pertama setelah batas Afdeeling Batavia/Meester Cornelis dengan Afdeeling Buitenzorg. Ibarat kata: Land Pondok Tjina di masa lampau adalah Pintu Gerbang Kota Depok pada masa kini.  

Area UI, bagian dari Land Pondok Tjina tempo doeloe
Sejauh ini Sejarah Land Pondok Tjina belum ditulis. Padahal Landerien Pondok Tjina memiliki riwayat sendiri. Seperti apa sejarahnya? Itu pertanyaan yang akan ditelusuri.

Dalam serial Sejarah Kota Depok ini, Sejarah Landerien Depok sudah cukup banyak disajikan. Kali ini, Sejarah Landerien Pondok Tjina yang dihadirkan secara khusus. Sejarah landerien yang lainnya akan disusul kemudian, seperti: Sejarah Cinere, Sejarah Sawangan, Sejarah Cilodong dan landerien lainnya.

Sejarah Kota Depok (14): Introduksi Bahasa Melayu di Tengah Penduduk Asli Berbahasa Sunda; Promosi Bahasa Indonesia, Degradasi Bahasa Sunda

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Land Depok tidak hanya koloni warga pendatang di tengah penduduk asli. Warga pendatang yang awalnya merupakan tenaga kerja Cornelis Chastelein juga menjadi koloni pengguna bahasa Melayu di tengah penduduk asli yang berbahasa Sunda (lihat Depok en Depokkers door JN Grimmius, 1852).


Bataviasche courant, 13-04-1825
Pada saat Cornelis Chastelein membuka perkebunan di hulu sungai Tjiliwong (1696) yang kemudian disebut Land Depok, bahasa pengantar untuk pribumi di Batavia adalah bahasa Melayu. Para tenaga kerja yang direkrut Cornelis Chastelein di Batavia yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara dengan sendirinya menggunakan bahasa Melayu. Penduduk asli yang sudah ada di hulu sungai Tjiliwong (yang menjadi Land Depok) dan sekitarnya adalah berbahasa Sunda. Disebut sebagai pengguna bahasa Sunda mengacu, paling tidak jika diperhatikan dari nama-nama geografis (nama kampong, sungai dan situ) yang ada di sekitar.

Setelah sekian abad, Land Depok yang dulu hanya segelintir warga sebagai pengguna bahasa Melayu, pada masa kini, bahasa Melayu yang telah bertransformasi menjadi Bahasa Indonesia dan kota yang semakin meluas menjadi Kota Depok sekarang, warga kota terbilang pengguna Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari tertinggi di Indonesia. Bagaimana itu semua terjadi, mari kita telusuri dari awal (sejak adanya komunitas pendatang di Land Depok di masa lampau).

Minggu, 16 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (13): Penumpang Kereta Api Batavia-Buitenzorg Tahun Pertama (1873); Stasion Depok Ketiga Terbanyak

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Penduduk Kota Depok pada masa ini sangat terbiasa dengan moda transportasi kereta api baik menuju Jakarta maupun menuju Bogor. Ternyata kebiasaan itu sudah ada sejak doeloe, bahkan sejak tahun pertama jalur kereta api Batavia-Buitenzorg dioperasikan pada tahun 1873. Pada tahun pertama jumlah penumpang yang naik maupun turun di Stasion Depok merupakan tertinggi ketiga setelah Stasion Batavia dan Stasion Buitenzorg. Mari kita simak.

Stasion Depok, 1939
Pembukaan jalur kereta api Batavia dan Buitenzorg sangat berdampak luas: menghubungkan istana di Bogor dan istana di Batavia; memudahkan transportasi penduduk maupun wisatawan yang ke Buitenzorg. Manfaat lainnya adalah menjadi angkutan utama barang dan komoditi dari hulu sungai Ciliwung. Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg mulai dioperasikan (opening) tanggal 31 Januari 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873).

Jadwal Keberangkatan/Kedatangan

Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini terdiri dari stasion utama (hoofdstatsion), stasion (stasion kecil), halte (halte besar) dan overweg (halte kecil). Stasion utama berada di Batavia lama (Stadhuis/NIS) dan Buitenzorg. Stasion antara berada di Meester Cornelis (stasion Jatinegara yang sekarang). Untuk halte dan overweg terdapat di: Cileboet, Bodjong Gede, Tjitajam, Depok, Pondok Tjina, Lenteng Agoeng, Pasar Minggoe. Halte lainnya terdapat di Pegangsaan (kini Cikini), Koningsplein (kini Gambir), Noordwijck (kini Juanda) dan Sawah Besar. Satu lagi halte yang terpisah adalah halte Kleine Boom (Pasar Ikan?).

Sabtu, 15 Juli 2017

Sejarah Kota Depok (12): Sejarah Perkebunan di Depok dan Sekitarnya; Gula, Kopi Hingga Karet

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Setiap wilayah memiliki kekhususan sendiri dalam bidang perkebunan. Preanger terkenal dengan kopi dan kina, Buitenzorg terkenal dengan kopi dan teh, Deli terkenal dengan tembakau dan kelapa sawit. Lantas, Depok dan sekitarnya terkenal dengan tanaman dan perkebunan apa? Itu pertanyaannya yang perlu ditelusuri. Keutamaan Depok dan sekitarnya dalam peta sejarah perkebunan Indonesia karena terbilang awal dan eksistensinya masih terlihat masif hingga tahun 1970an.

Onderneming Chastelein di Sringsing (sejak 1691)
Hingga tahun 1980an sisa-sisa perkebunan tanaman keras seperti karet masih ditemukan cukup luas di Depok dan sekitar, seperti di Pondok Tjina (lahan UI yang sekarang), Sawangan, Tjitajam, Tjinere, Tjilodong, Tapos, Bodjong Gede, Kaoem Pandak dan Tjimanggis. Semua plantation itu telah punah. Namun bukan itu saja yang ingin ditelusuri, tetapi juga perkebunan-perkebunan yang pernah ada sejak awal ketika Cornelis Chastelein, orang Eropa pertama yang membuka usaha pertanian (ondernemig) di Depok (1696).

Pionir-pionir perkebunan juga perlu ditelusuri. Di Deli terkenal dengan nama Nienhuys (tembakau), di Preanger terkenal dengan Junghuhn (kina), di Buitenzorg terkenal dengan Motman (hortikultura). Lantas di Depok dan sekitarnya siapa? Tentu saja yang pertama Cornelis Chastelein. Lantas siapa pionir-pionir berikutnya di Depok dan sekitarnya. Itu juga pertanyaan penting dan memerlukan penelusuran. Mari kita lacak.

Sejarah Kota Depok (11): Asal Usul 'Jembatan Panus' yang Sebenarnya, Ini Faktanya; Masih Eksis Sekarang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Hingga tahun 1900 belum ada jalan yang menghubungkan antara Depok dengan Tjimanggis. Jalan yang sudah terbentuk dari Tjimanggis baru sampau ke Depok Ketjil (kira-kira kantor Pos Depok). Jalur yang menghubungkan Depok (besar) dengan Depok Kecil adalah jalan setapak yang di atas sungai Tjiliwong terdapat jembatan bamboo. Posisi ‘gps’ jembatan bambu tersebut berada di Jembatan Panus yang sekarang.

Peta, 1901
Sementara itu jalan yang sudah eksis adalah jalan yang menghubungkan Batavia-Buitenzorg via Depok melalui Ratoe Djaja dan Pondok Terong di hulu dan Pondok Tjina dan Srengseng di hilir. Rute jalan ini sudah terbentuk sebelum tahun 1835 (yang merupakan pengembangan jalan setapak (jalan kuda) yang diduga sudah ada sejak jaman kuno (era Padjadjaran). Peningkatan jalan kuno ini seiring dengan pembangunan irigasi dari Buitenzorg hingga mencapai Land Depok. Selanjutnya pada tahun 1873 jalur kereta api Batavia-Buitenzorg via Depok mulai dioperasikan. Rute jalan yang paralel jalur kereta api Batavia-Buitenzorg via Depok untuk ruas Pasar Minggoe-Tjitajam lihat artikel dalam blog ini

Ini mengindikasikan bahwa pada tahun 1900 antara jalan pos trans-Java ruas Batavia-Buitenzorg via Tjimanggies dengan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg via Depok belum terhubung sepenuhnya (yang dihubungkan oleh jalan yang bisa digunakan kereta kuda atau pedati). Dengan kata lain moda transportasi di sisi timur maupun di sisi barat sungai Tjiliwong berkembang sendiri-sendiri.