Setelah pers Belanda di Hindia Belanda berkembang, kemudian menyusul
surat kabar berbahasa Melayu diterbitkan tahun 1858. Tentu saja surat kabar
berbahasa Melayu menggunakan bahasa Melayu. Namun bahasa Melayu yang digunakan
entah versi siapa. Memang bahasa Melayu sudah sejak dahulu menjadi lingua
franca dari Andaman hingga Maluku, namun belum pernah diperhatikan sebagai
tatabahasa. Dan belum ada yang menyusun tata bahasa Melayu. Ketika bahasa
Melayu dijadikan bahasa surat kabar maka apa yang dipikirkan oleh si penulis
dengan si pembaca bisa berbeda. Ini berbeda dengan bahasa Belanda yang sudah
memiliki tata bahasa baku.
Bahasa Melayu banyak
ragamnya tergantung siapa yang menggunakan. Ada versi Belanda, versi Tionghoa
dan ada versi pribumi. Disamping bahasa Melayu juga terdapat dialek Melayu yang
berbeda satu sama lain misalnya Minangkabau, Ambon dan Betawi. Hal-hal serupa
ini akan menyulitkan penerbitan surat kabar berbahasa Melayu.
Surat Kabar Berbahasa
Melayu
Surat kabar berbahasa Melayu pertama diterbitkan di Surakarta tahun 1856
(lihat Soerabaijasch handelsblad, 25-01-1889). Di Batavia menyusul surat kabar
Bintang Oetara (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 29-03-1856). Lalu kemudian dua tahun berikutnya (cf. 1858)
sebagaimana disebut koran Soerabaijasch handelsblad, 25-01-1889, di Surabaya
terbit surat kabar bernama Bintang Timor. Setelah sekian lama, kemudian di
Batavia terbit lagi surat kabar baru, Bintang Barat yang diterbitkan oleh De
Lange & Co (Bataviaasch handelsblad, 19-04-1869)
Surat kabar berbahasa Melayu pertama |
Dua lulusan sekolah di
Mandailing dan Angkola pada tahun 1854 direkomendasikan pemerintah untuk
mengikuti sekolah kedokteran di Batavia (cikal bakal Docter Djawa School /
STOVIA) dan lulus tahun 1857. Dua lulusan ini (Dr. Asta dan Dr. Angan) ternyata
adalah siswa pertama yang diterima dari luar Jawa. Selanjutnya, pada tahun
1857, setahun setelah sekolah guru didirikan di Fort de Kock (Bukittinggi),
satu siswa di afd. Mandailing dan Angkola (Willem Iskander) berangkat
melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan akte guru berlisensi
Eropa/Belanda. Willem Iskander adalah pribumi pertama yang studi ke Belanda.
Setelah selesai studi tahun 1861, Willem Iskander mendirikan sekolah guru
(kweekschool) di Tanobato, Mandailing. (catatan: baru tahun 1902, setelah 45
tahun, pribumi berikutnya datang studi ke Belanda)
Setelah setahun surat kabar berbahasa Melayu bernama Bintang Oetara diterbitkan di Batavia tahun 1856, seorang
pribumi dari Mandailing dan Angkola tengah bersiap-siap melanjutkan pendidikan
sekolah guru di Haarlem, Belanda. Willem Iskander tahun 1857 berangkat dari
Batavia dan setelah selesai studi kembali ke Batavia (1861). Di Batavia sendiri
waktu itu, sudah ada penerbitan surat kabar berbahasa Melayu (selain berbahasa
Belanda).
Dari Batavia, Willem
Iskander pulang kampong dan mendirikan sekolah guru di Tanobato, Mandailing
tahun 1862. Willem Iskander, guru satu-satunya pribumi berlisensi Eropa/Belanda
yang mengajar dalam tiga bahasa: Batak, Melayu dan Belanda (siswa menjadi calon
penghubung). Namun semua buku-buku ajar yang ditulis Willem Iskander ditulis
dalam bahasa Batak (dapat dimanfaatkan langsung penduduk).
Lulusan sekolah guru ini
menjadi guru di berbagai tempat Tapanoeli. Pada tahun 1870, dari 10 sekolah
negeri di Tapanoeli, delapan diantaranya di afd. Mandailing dan Angkola (tiga
sekolah di Padang Sidempuan). Sisanya masing-masing satu sekolah di Sibolga,
Barus dan Nias,
Pada tahun 1874 sekolah guru Tanobato ditutup karena Willem Iskander akan
melanjutkan studi kembali ke Belanda (1875) untuk mendapatkan akte kepala
sekolah yang akan diproyeksikan menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempuan
yang akan dibuka tahun 1879. Namun Willem Iskander dikabarkan meninggal dunia
di Belanda tahun 1876.
Pada tahun 1876, seorang
yang baru lulus sekolah kedokteran di Belanda ditempatkan di Mandailing sebagai
pengawas (opziener). Sebagaimana dilaporkan, dia terheran-heran, semua penduduk
bisa membaca dan menulis serta sangat piawai dalam sastra. Menurutnya, semua guru
menulis buku pelajaran. Belum setahun bertugas, pegawai baru yang masih belia (20
tahun) tersebut sangat tertarik sastra Batak dan Melayu dan mempelajarinya
secara otodidak bersama penduduk Mandailing dan Angkola. Pegawai tersebut yang
senang sastra local sudah lebih banyak waktunya dihabiskan untuk mempelajari
sastra lokal daripada tugas-tugasnya sebagai pengawas.
Akhirnya, pegawai tersebut
meminta mengundurkan diri sebagai pegawai dan ingin menjadi guru. Lalu kemudian
mantan pegawai tersebut dengan membawa laporan penelitian datang ke Padang
(ibukota provinsi Pantai Barat Sumatra) untuk diuji menjadi guru berdasarkan
laporan yang diajukannya. Direktur Pendidikan Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust) mengizinkannya dan diuji oleh suatu komite serta dinyatakan lulus
sebagai guru (tanpa melalui sekolah guru).
Untuk tugas pertamanya, guru
baru itu ditempatkan di Kweekschool Probolinggo sebagai asisten guru. Di kota
ini dia mendapat tambatan hatinya seorang gadis Belanda yang saat ini menjadi
guru sekolah wanita. Pada tahun 1881 guru muda (yang dulunya seorang dokter dan
pegawai pemerintah) atas permintaannya sendiri dipindahkan ke Kweekschool
Padang Sidempuan di afd. Mandailing dan Angkola (tempat dimana dia kali pertama
tertarik sastra). Guru ini bernama Charles Adriaan van Ophuijsen, anak seorang
Controleur di Natal.
Kweekschool Padang Sidempuan akhirnya dibuka tahun 1879 dengan jumlah
siswa 22 orang. Direktur pertama sekolah guru Akreditasi-A ini adalah Mr.
Harmsen. Direktur sekolah ini didampingi dua guru, yakni guru sains (seorang
Belanda) dan guru sastra dan budaya Batak (seorang guru alumni Kweekschool
Tanobato, mantan murid Wilem Iskander bernama Soetan Parlindoengan). Kemudian
tahun 1881 sekolah ini mendapat tambahan guru bernama Charles Adriaan van
Ophuijsen. Pada tahun 1883 posisi direktur Harmsen digantikan oleh Charles
Adriaan van Ophuijsen. Pada tahun 1884 wisuda pertama dilakukan, salah satu
siswa yang lulus adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda.
***
Setelah Surakarta dan Surabaya, surat kabar berbahasa Melayu diterbitkan
di berbagai kota. Di Semarang terbit surat kabar Tjahaja India. Pada tahun 1883
di Surabaya terbit lagi surat kabar baru berbahasa Melayu, Pembrita Bahroe (De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-08-1883). Menurut Soerabaijasch
handelsblad, 08-12-1884 di Semarang terbit lagi surat kabar baru, Pembrita
Semarang.
Bataviaasch handelsblad, 05-09-1885 |
Surat kabar De locomotief, 22-12-1884 melaporkan bahwa di Batavia telah
terbit surat kabar baru berbahasa Melayu bernama Pembrita Betawie di bawah
editor Kieffer dari Bataviasch Handelsblad. Surat kabar Pembrita Betawi muncul
setelah surat kabar Bintang Oetara dan Bintang Barat tidak beredar lagi.
Di Batavia surat kabar
berbahasa Melayu tidak hanya Pembrita Betawi, juga tahun 1888 sudah terbit
surat kabar Chabar Hindia Hollanda dan Sinar Terang.
Penelitian Sastra dan
Tata Bahasa Melayu
Di Padang Sidempuan, Charles Adriaan van Ophuijsen terus mempelajari sastra
Batak dan mulai mempelajari tata bahasa Melayu. Boleh jadi Charles ingin yang
pertama yang menyusun tatabasa Melayu. Charles memiliki teman guru yang piawai
sastra dan tata bahasa Batak, Soetan Parlindoengan. Mereka berdua inilah yang
merintis penyusanan tata bahasa Melayu.
Tata bahasa pertama yang
pernah dibuat di Hindia Belanda adalah tata bahasa Batak yang dikerjakan oleh
N. van der Tuuk berdasarkan penelitiannya di afd, Mandailing dan Angkola. Tata
bahasa Batak ini dipublikasikan tahun 1857. Mr. van der Tuuk di awal
penelitiannya (sejak 1850) banyak berdiskusi dengan Asisten Residen Mandailing
dan Angkola, AP Godon dan dibantu oleh Willem Iskander, seorang guru muda yang
merangkap sebagai penulis di kantor asisten residen di Panjaboengan.
Pada tahun 1889 setelah lima tahun menjadi Direktur Kweekschool Padang
Sidempuan, Charles Adriaan van Ophuijsen diangkat menjadi Direktur Pendidikan
Pantai Barat Sumatra. Meski tidak menjadi guru lagi, tetapi van Ophuijsen tetap
menekuni penelitiannya di bidang sastra dan tata bahasa Melayu.
Setelah lama berdinas di
Hindia Belanda, Charles Adriaan van Ophuijsen diangkat menjadi guru besar
(Profesor) sastra dan tata bahasa Melayu di Universiteit Leiden. Salah satu
asistennya mengajar di univeristas tersebut adalah Soetan Casajangan yang nota
bene adalah muridnya sendiri ketika menjadi Direktur Kweekschool Padang
Sidempuan (lulus, 1886). Radjioen Harahap gelar Soetan Casangan adalah pribumi
kedua yang kuliah di Belanda. Soetan Casangan berangkat darti Batavia tahun
1905. Pada tahun 1908 Soetan Casajangan mempelopori pendirian perhimpunan
pelajar Hindia Belanda (Indsich Vereeniging) yang menjadi cikal bakal PPP
(Persatoean Pelajar Indonesia). Pada tahun 1910 Soetan Casajangan direktur
Charles Adriaan van Ophuijsen sebagai asistennya. Soetan Casangan pernah
menjadi editor surat kabar Bintang Hindia dan Perniagaan di Belanda. Soetan
Casajangan pulang ke tanah air tahun 1914 setelah mendapat akte kepala sekolah
(suatu yang belum dapat dicapai Willem Iskander). Pada tahun 1915 ketika
bertugas sebagai pengajar di sekolah Radja di Fort de Kock, Satoean Casajangan
menerbitkan surat kabar Poestaha di Padang Sidempuan. Jabatan terakhir Soetan
Casajangan adalah Direktur Normaal School di Meester Cornelis.
Pers Pribumi Berbahasa
Melayu
Pers Eropa/Belanda berbahasa Melayu sudah sedemikian marak, dari
Surabaya, Semarang, Batavia hingga Padang. Di Surabaya ada Pembrita Baroe, di
Semarang ada Pembrita Semarang dan di Batavia ada Pembrita Betawi. Disebut pers
Eropa/Belanda, karena semua pemilik dan pengasuh surat kabar berbahasa Melayu
tersebut adalah orang Eropa/Belanda. Belum ada orang pribumi, kecuali sekadar
pembaca.
Suatu kabar yang mengejutkan di Padang pada tahun 1897. Seorang pribumi
diangkat menjadi editor, namanya tidak asing lagi untuk kota Padang. Editor
tersebut bernama Dja Endar Moeda, seorang pensiunan guru dan pemilik sekolah
swasta di Padang. Dja Endar Moeda sebelumnya pernah menerbitkan novel dan
buku-buku umum dan pelajaran sekolah. Bahkan semasih jadi guru sepuluh tahun
sebelumnya (1887) Dja Endar Moeda adalah editor majalah pendidikan Soeloeh
Pengadjar yang terbit di Probolinggo. Dja Endar Moeda lulus sekolah guru
Kweekschool Padang Sidempuan tahun 1884, murid langsung dari Charles Adriaan
van Ophuijsen. (sejak 1904 van Ophuijsen mengajar di Universiteit Leiden).
Sumatra-courant:, 08-07-1899 |
Di Padang terdapat tiga
surat kabar berbahasa Belanda dan tiga surat kabar berbahasa Melayu. Ketiga
surat kabar berbahasa Melayu tersebut adalah Pertja Barat, penerbit jatelin
& Co, Tjahaja Sumatra Tjahaja, percetakan dan penerbit K. Baumer dan Warta
Brita, percetakan dan penerbit R Edwards van Mugeh (lihat Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 08-07-1899)
Dengan pengalaman yang banyak di bidang penulisan, Dja Endar Moeda sangat
sesuai sebagai editor di Pertja Barat. Di bawah asuhannya, Pertja Barat tidak
bisa disaingi oleh Tjahaja Sumatra dan Warta Berita. Pada tahun 1900 Dja Endar
Moeda diberitakan telah mengakuisisi surat kabar Pertja Barat termasuk
percetakannya. Ini adalah suatu prestasi yang tidak mudah diraih pribumi dan di
seluruh Hindia Belanda belum ada pribumi yang bisa melakukannya.
Dja Endar Moeda tidak terbendung. Pada tahun dimana mengakuisisi surat
kabar Pertja Barat, Dja Endar Moeda menerbitkan lagi surat kabar berbahasa
Melayu Tapian Na Oeli (di dalam berbagai tulisan disebut berbahasa Batak, itu
keliru). Setahun kemudian (1901) Dja Endar Moeda menerbitkan majalah bulanan
bernama Insulinde. Pada tahun 1904 Dja Endar Moeda kembali mengakuisisi surat
kabar (berbahasa Belanda) di Padang bernama Sumatra Nieuwsblad. Pada tahun 1907
menerbitkan surat kabar di Kota Radja (kini Banda Aceh) bernama Pembrita Atjeh.
Lalu pada tahun 1910 Dja Endar Moeda di bawah Sarikat Tapanoeli di Medan
menerbitkan surat kabar Pewarta Deli.
Surat kabar berbahasa Melayu
terus bermunculan. Di Bandoeng, Sinar Priangan (1900). Di Cirebon terbit
Pembrita Chirebon tahun 1901 (De Preanger-bode, 11-01-1901). Di Batavia terbit
sejumlah surat kabar berbahasa Melayu, seperti Bintang Hindia (editor Clockener
Brousson), Taman Sari (F. Wichers), Bintang Batavia (Phoa Tjoen Hoat), Sinar
Betawi (1904) yang bertindak sebagai editor Gouw Peng Liang dan Kabar
Perniagaan. .
Setelah Dja Endar Moeda, editor pribumi yang muncul ke permukaan adalah Soetan Maharadja di Padang (1901),
kemudian tahun 1902 di Medan terbit
surat kabar berbahasa Melayu pertama Pertja Timor dengan editornya Mangaradja
Salamboewe. Di Batavia, tahun 1903 seorang pribumi diangkat sebagai editor
surat kabar Pembrita Betawi. Editor tersebut adalah Tirto Adhi Soerjo yang
menggantikan posisi Wich Bram (yang mana sebelumnya Bram adalah editor Sumatra
post di Medan). Dengan demikian, hingga tahun 1903 sudah ada empat editor surat
kabar yang berasal dari pribumi. Ini menunjukkan editor sudah terdistribusi
merata di antara orang Eropa/Belanda, Tionghoa dan pribumi.
Diantara empat editor
pribumi pertama ini dua diantaranya berasal dari afd. Mandailing dan Angkola
yang sama-sama alumni Kweekschool Padang Sidempuan, Dja Endar Moeda lulus tahun
1884, sedangkan Mangaradja Salamboewe lulus tahun 1893. Mangaradja Salamboewe
adalah anak Dr. Asta (siswa pertama dari luiar Jawa yang diterima di Docter
Djawa School, 1855). Mangaradja Salamboewe meninggal tahun 1908 dan sebagai
pengantinya di Pertja Timor adalah Sutan Parlindoengan, seorang senior, mantan
guru mereka di Kweekschool Padang Sidempuan, kolega Charles Adrianvan Ophuijsen
sesama pengajar. Setelah Pertja Timor ditutup tahun 1912, Sutan Parlindungan
ditunjuk menjadi editor Pewarta Deli (surat kabar yang didirikan oleh mantan
muridnya, Dja Endar Moeda).
Di Batavia persaingan surat kabar berbahasa Melayu sangat dinamis. Hilang
satu muncul tiga. Surat kabar Sinar Betawi yang terbit pertama kali tahun 1904
tidak terdeteksi lagi sejak 1906. Sementara surat kabar Pembrita Betawi yang
terbit pertama kali tahun 1885 masih eksis namun terakhir kali terdeteksi tahun
1909. Surat kabar Pembrita Betawi setelah
24 tahun melayani pembaca di Batavia harus ditutup.
Namun demikian, surat kabar
Pembrita Betawi terdapat hal yang khusus dengan editor Tirto Adhi Soerjo. Meski
Tirto tidak lama di Pembrita Betawi tetapi Pembrita Betawi adalah awal mula
karirnya di bidang pers. Tirto Adhi Soerjo kemudian menerbitkan surat kabar
berbahasa Melayu yang diberi nama Medan
Prijaji. Nama Medan Prijaji diduga mengambil nama dari Medan Perdamaian, suatu
organisasi sosial yang bersifat nasional yang didirikan Dja Endar Moeda di
Padang pada tahun 1902 (Dja Endar Moeda bertindak sebagai direktur). Medan
Perdamaian bergerak di bidang sosial, pembangunan pertanian rakyat dan
pendidikan. Pada tahun 1903 Medan Perdamaian memberi bantuan untuk pembangunan
sekolah di Semarang. Medan Perdamaian adalah organisasi pribumi pertama jauh
mendahului adanya organisasi sosial Boedi Oetomo. Organisasi Boedi Oetomo dan
Indisch Vereeniging sama-sama didirikan tahun 1908. Organisasi Boedi Oetomo bersifat
kedaerahan sedangkan Medan Perdamaian (Dja Endar Moeda) dan Indisch Vereeniging
(Soetan Casajangan) sama-sama bersifat nasional. Medan Perdamaian memiliki
cabang hingga ke Batavia.
Pers Pribumi
Berbahasa Belanda
Untuk menjadi editor pribumi tidak mudah dan yang berhasil tidak
seberapa. Demikian juga untuk memiliki surat kabar sendiri juga tidak mudah dan
hanya seberapa. Bagaimana dengan kepemilikan dan menjadi editor surat kabar
berbahasa Belanda? Ternyata ada pribumi yang melakukannya.
Bagi pribumi untuk
menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda bukanlah demi gengsi atau perjuangan
kelas, melainkan untuk menyebarluaskan pemberitaan dan menyampaikan pemikiran
bagi pembaca yang tidak bisa berbahasa Melayu. Ke dalam daftar ini juga
termasuk pembaca pribumi High Class yang selamai ini selalu membaca surat kabar
berbahasa Belanda. Yang lebih penting pemerintah lebih cepat memahami dinamika
yang terjadi di masyarakat (kebutuhan dan protes) dari sudut pandang pribumi.
Di Padang, pada tahun 1904 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar
Sumatra Nieuwsblad. Awalnya Dja Endar Moeda yang bertindak sebagai editor.
Namun karena kesibukannya melebarkan jaringan medianya ke Sibolga, Banda Atjeh
dan Medan terpaksa didelegasikannya kepada adiknya Dja Endar Bongsoe (mantan
guru, alumni Kweekschool Padang Sidempuan).
Dja Endar Moeda adalah
pendidik sekaligus pejuang. Dja Endar Moeda mantan guru, pengarang buku umum
dan buku pelajaran sekolah dan juga buku novel.
Dja Endar Moeda adalah perintis pers pribumi, pemilik percetakan dan
masih aktif editor. Pernah dikatakannya guru dan pers sama pentingnya,
sama-sama mencerdaskan bangsa. Dja Endar Moeda sadar dengan persatuan dan
membangun bangsa hanya dapat dilakukan dengan bersarikat. Dja Endar Moeda juga
kerap mengkritik pemerintah yang lalai memperhatikan penduduk. Dja Endar Moeda
berani berpolemik dengan pers Eropa/Belanda. Dalam berpolemik seperti kasus
Transvaal (1899), Dja Endar Moeda mengirimkan berkali-kali artikelnya ke surat
kabar berbahasa Belanda Sumatra Coutant yang terbit di Padang untuk menyerang insan pers Eropa/Belanda yang
pro Transvaal di Afrika Selatan, sementara Dja Endar Moeda menganggap penduduk
pribumi yang miskin lebih penting dibantu dan ditingkatkan kesejahteraannya,
Kini (1904) Dja Endar Moeda telah memiliki surat kabar berbahasa Belanda yang
dapat lebih efektif menyuarakan pemikiran dan protes-protesnya. Pada tahun
1907, Dja Endar Moeda terkena delik pers. Dja Endar Moeda dihukum cambuk dan
diusir dari Padang. Lalu semua medianya ditangani adiknya di Padang, sementara
Dja Endar Moeda pindah ke Medan dan Banda Aceh.
Pribumi yang memiliki surat kabar berbahasa Belanda baru terjadi tahun
1827 di Batavia (dua puluh tiga tahun sejak Dja Endar Moeda). Pemilik surat
kabar berbahasa Belanda di Batavia tersebut adalah Parada Harahap. Motif Parada
Harahap sama seperti Dja Endar Moeda, yakni beberapa tahun sebelumnya Parada
Harahap terlibat berpolemik dengan pers Eropa/Belanda. Parada Harahap menulis
artikelnya di surat kabar Java Bode.
Parada Harahap adalah
pejuang pers paling revolusioner. Mengawakili karir di bidang jurnalistik pada
usia 17 tahun sebagai editor Benih Mardeka di Medan (1918). Pada tahun 1919
mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di kampong halamannya di Padang Sidempuan.
Di kota ini Parada kerap terkena delik pers dan beberapa kali dibui. Pada tahun
1923 Parada Hijarah ke Batavia dan mendirikan surat kabar Bintang Hindia
(1923), kantor berita Alpena (1925) dengan merektur WR Supratman sebagai
wartawan dan merangkap editor, mendirikan surat kabar Bintang Timoer (1926).
Parada Harahap juga mendirikan sarikat wartawan pribumi, mendirikan sarikat
pengusaha pribumi di Batavia (semacam Kadin masa ini). Pada tahun 1927 mengajak
MH Thamrin mendirikan supra organisasi untuk mempersatukan semua organisasi
kebangsaan seperti Kaoem Betawi, Pasundan, Boedi Oetomo, Sumatranen Bond,
Bataksch Bond dan sebagainya. Supra organisasi ini disebut PPPKI (Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhiompoenan Kebangsaan Indonesia). Ketau PPPKI adalah MH Thmarin
dan Parada Harahap sebagai sekretaris dengan kantor di Gang Kenari (kini Gedung
MH Thamrin).
Balai Poestaka (1920)
Era Dja Endar Moeda sudah lama berlalu, kini era Parada Harahap (pada era
berikutnya era Mochtar Lubis). Jika era Dja Endar Moeda adalah era Kebangkitan Bangsa,
maka era Parada Harahap adalah era Gerakan Kemerdekaan. (pada berikutnya era
Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah adalah era Pembangunan Bangsa). Ketiga tokoh
pers ini berada dalam garis continuum dan ada estafet satu dengan yang
berikutnya.
Motto surat kabar Dja Endar
Moeda sama antara Pertja Barat di Padang dengan Pewarta Deli di Medan: Oentoek
Sagala (suku) Bangsa, Mendidik dan Mencerdaskan Bangsa. Parada Harahap
mengawali kiprahnya dengan dua surat kabar yang cukup berani: Benih Merdeka (di
Medan) dan Sinar Merdeka (di Padang Sidempuan). Di Batavia dua surat kabarnya
Bintang Hindia menjadi Bintang Timoer (dari Hindia ke Timoer). Pada tahun 1933
Parada Harahap memimpin orang Indonesia pertama ke Jepang yang membuat pers
Eropa/Belanda meradang dan memuat pemerintah colonial Belanda geram. Dalam
rombongan ini termasuk M. Hatta yang baru pulang studi di Belanda (awalnya yang
diajak Soekarno, tetapi keburu ditangkap). Parada Harahap adalah mentor politik
praktis dari tiga tokoh pemuda: Sukarno, Hatta dan Amir. Parada Harahap adalah
penggagas Kongres Pemuda (dan membiayai kongres). Last but not least: Dua
sekawan, Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah (sama-sama mantan anak buah Parada
Harahap) mendirikan surat kabar di era kemerdekaan. Mochtar Lubis mendirikan
surat kabar Indoenesia Raya di Jakarta dan Sakti Alamsyah Siregar mendirikan
surat kabar Pikiran Rakyat di Bandung. Motto surat kabar Indonesia Raya dan
Pikiran Rakyat sama: Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat.
Dja Endar Moeda peminat sastra, Parada Harahap penulis scenario film,
Mochtar Lubis (sastrawan) dan Sakti Alamsyah (musikus). Diantara mereka
berempat, hanya Dja Endar Moeda dan Mochtar Lubis yang terlibat aktif dengan
sastra, Dja Endar Moeda adalah terbilang pionir sebagai pengarang roman
(novel), jauh mendahului pengarang-pengarang Balai Poestaka.
Roman pertama Dja Endar
Moeda yang diterbitkan adalah pada tahun 1895.
Di era Para Harahap adalah era Balai Poestaka. Tokoh terkenal dari Balai
Poestaka adalah Merari Siregar. Hal ibi karna Mrari aalah plopor sastrsa
brbahasa Mlayu morn. Buku romannya yang trknal aalah Azab an Sngsara (itrbitkan
Balai Postaka tahun 1920).
Balai Poestaka lahir dari
suatu proses yang mana pemerintah membentuk komisi untuk bacaan rakyat pada
tahun 1908 (Conunissie Voor Volkslectuur atau Komisi untuk Bacaan Rakyat).
Komisi ini diharapkan dapat menghasilkan buku-buku bacaan bermutu yang
diperuntukkan untuk rakyat mengingat waktu itu jumlahnya masih sangat terbatas.
Komisi ini berubah nama pada tahun 1917 menjadi Balai Poestaka.
Di Manailing an Angkola suah sjak ra Willm Iskanr (1862) banyak buku-buku
yang itulis olh para guru-guru I Manailing angkola, Mrka mngirimkannya k Btavia
untuk itak. Olh karna itu Mrarai Sirgar lahir ari lingsungan yang mmiliki
traisi mnulis. Sbagaimana banbyak guru brasal ari Manailing van Angkola, Merari
Siregar adalah sorang guru. Lahir di Sipirok (af. Manailing an Angkola), 13
Juli 1896
Pada saat komisi bacaan untuk rakyat/Balai Poestaka bahasa Melayu sudah
tersusun dengan baik sebagai tata bahasa Melayu.
Yang menyusun tata bahasa
Melayu adalah Charles Adriaan van Ophuijsen. Salah satu yang terkenal dikaitkan
dengan namanya adalah Ejaan Ophuijsen. Oleh karena itu, pengarang-pengarang
Balai Poestaka sudah memiliki pedoman tata bahasa yang lebih baik dibandingkan pada
era Dja Endar Moeda (tata bahasa Melayu belum ada). Namun demikian, Dja Endar
Moeda adalah murid langsung dan yang pertama dari gagasan pembuatan tata bahasa
Melayu oleh van Ophuijsen. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa Dja Endar
Moeda sangat piawai menulis di eranya jika dibandingkan dengan
wartawan-wartawan pribumi lainnya. Novel-novel yang dikarang Dja Endar Moeda
adalah bukti dari pengayaan bahasa Melayu dan pengaruh dari Charles Adriaan van
Ophuijsen.
Prkmbangan sastra karna pngarang blajar ari sastra barat lwat pnyaura. I Manailing,
Willm Iskanr mmbri ontoh bagi muris-murinya untuk banyak mnyaur buku baaaan
ropa sprit yang krap I lakukan.
Prosa Indonesia mulai
berkembang menjadi lebih modern karena semakin banyaknya pengarang yang bergaul
dengan karya sastra barat, terutama Belanda, yang ditandai lewat penerjemahan
dan penyaduran
Mrari Sirgar aalah satu-satunya pnulis ngan gaya bahasa yang baik an tata
bahasa yang baik. Tmasnys yang ttap igampung aalah pnulis yang baik namun brgnr
sastra local. Tmannya itu aalah Sotan Pangorabaan (klak iknal sbagai ayah ari
Sanusi an Armijjn Pan). Pnulis-pnuli yang brgaya tratur ini mmiliki garis
ontinuuum k masa lalu)
Tapian na Oeli, surat kabar berbahasa Melayu terbaik |
Suarat kabar brbahas Mlayu Tapian Na Oli milik ja nar Moa aalah surat
kabar brbahasa Mlayu trbaik I jamannya. Ja nar Moa aalah pnulis yang prouktif,
sbagamana guru-gurui I Manailing an Angkola ktika harls Ariaan Opujisn
mnyaarinya I tahun 1874. Smua itu brawal ari Willmj Iskanr (1862).
Pnyliikan awal tntang traisi
mnulis I Manailing an Angkola suah ilakukan olh …alam mnyusun srtasinya iLin
(1800)..Tmuan ini iprkuat ngan laporan Millr (1771) yang ikagumi olh William
Marn ala bukunya Th History of Sumatra (1811). Millr yang sorang sarja Wals itu
trhran-hran tahun 1771 I Angkola bahwa ‘lbih ari paruh bisa mmbaa an mnulis
(aksra Batak), suatu yang mlbihi smua bangsa-bangsa I ropa. Olh karna itu apat
ipahami ktika pmrintah mngirim guru k Manaliling Angkola paa tahun 1851 (awal
aksara Batak iganti aksara Latin), alam tmpo singkat 1854 suah aa u8a siswa
Manailing an Angkola yang stui I skolah koktran I Batavia.
Last bur not last: Anak-anak Paang Simpuan tiak aa putusnya ari satu
gnrasi ngan gnrasi brikutnya. ari Will Iskanr, gur Sutan Parlinongan an harls
Ariaan van Ophuijsn, guru-guru Paang Simpuan an ja nar Moa. Lalu gnrasi brikurnya:
I satu sisi gnrasi jurnalistik Paraa Harahap, Aam Malik, Mohtar Lubis an Sakti
Alamsyah an AM Hota Sohot. Angkatan
Pujangga Baru dimotori oleh Sanusi Pane dan Armijn Pane…I sisi lain gnrasi
sastrawan, Sotan Pangorabaan, Saoton Hasonotan, Mrari Sirgar, kmuian Sanusi Pan
an Armin Pan an lalu kmuian Ia Nasution an Mohtar Lubis. Iantara ua sisi ini aa
yang kombinasi sprit sjak awal: ja nar Moa, an Mohtar Lubis. Satu lagi;
guru-guru yang intns mmplajari tata bahasa Inonsia siantaranta aalah Maong Lubis
(panlis paling snior alam Kongrs Bahasa k-2 I Man 1954). Maong sangat mnkankan
pngunaan bahasa Inonsia yang bnar alam jurnalistik, buka ssukanya sprit slama
ini.
Smua itu brmula ari Willm
Iskanr, slain pnulis buku plajaran skolah juga pnulis prosa hanal I alam
bukunya Sibolos==bolos si rombok
assalamu'alaikum pak, maaf di komentar2 sebelumnya saya memanggil dengan sebutan mas/mbak. maaf sekali lagi pak
BalasHapusterimakasih banyak sekali pak atas penulisan artikel di blog bapak ini. banyak sekali pencerahannya di dalamnya..
maaf sekali lagi ya pak
Waalaikumsalam Dina,
BalasHapusTerimakasih telah turut memahami sejarah kita.
Sejarah Indonesia masih perlu diupdate berdasarkan sumber data yang otentik yang didukung analisis dan interpretasi yang netral
Salam dari Depok
Luar biasa, berbagai sejarah kota di Indonesia lengkap di sini. Semangat pak untuk melengkapi dengan kota lainnya. Terima kasih atas karyanya bermanfaat untuk generasi baru yang ingin mengenal indonesia
BalasHapusTerima kasih, sangat menarik. Mohon ijin ikut membagikan.
BalasHapusSilahkan saja. Ilmu dipelajari, pengetahuan disebarkan.
HapusSelamat belajar sejarah