Klub VIOS (Voorwaarts Is Ons Streven) adalah klub sepakbola yang terbilang paling kuat di Jakarta. Tim Jakarta (VIOS plus) pada kejuaraan antara kota di Semarang, 1914 adalah pemenang dan menjadi juara se-Jawa yang pertama. Pada tahun 1915 kejuaraan akan dilaksanakan di Batavia. Jelang kejuaraan itu, sepakbola Jakarta terus berkembang, kompetisi tiga divisi berjalan normal. Beberpa klub baru muncul, tetapi klub lama juga ada yang bubar. Persiapan pembentukan tim ke kejuaraan antara kota sudah dimulai. Kompetisi berikutnya dimulai lagi, tetap dengan tiga divisi: Divisi-1: VIOS, Oliveo, Hercules, BVC; Divisi-2: Hercules II, SVBB, BVC II, VIOS II; Divisi-3{ CRC, SVBB II, VIOS III, Oliveo III (Bataviaasch nieuwsblad, 29-10-1915). Tampak ada perubahanm pada Divisi-3 dimana club baru muncul (CRC). Pada akhir tahun ini, BVC merayakan ulang tahun ke-12, dimana klub ini didirikan pada 1903 (Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1915).
Pada tahun
dimana Jakarta menjadi tuan rumah kejuaraan sepakbola antarkota di Jawa (1915),
seorang pemuda berumur 15 tahun dari Padang Sidempuan merantau ke Deli. Namanya
Parada Harahap, hanya tamat sekolah dasar. Dia melamar diperkebunan asing dan
diangkat menjadi krani (asisten manajer). Setelah bekerja dua tahun, Parada
Harahap menyadari ada yang tidak beres dengan para koeli. Parada Harahap mulai
gerah dengan perilaku para planter yang melakukan penyiksaan terhadap koeli
(penerapan poenalie sanctie). Sambil tetap bekerja, Parada Harahap mulai
belajar bahasa Belanda (dan membaca koran Sumatra Post) dan belajar bagaimana menulis.(dari
surat kabar Pewarta Deli). Pada tahun 1917, Parada Harahap mulai menulis berita-berita
kekejaman dan ketidakadilan dari perkebunan dan mengirimkannya ke surat kabar
Benih Mardika di Medan. Akhirnya, tulisan-tulisan yang dikirim Parada Harahap
ditulis ulang oleh editor dan sejumlah artikel dalam beberapa edisi. Berita itu
dianggap biasa saja di Medan, karena sudah lama didengar sebagai kabar burung
bahwa kejadian yang mirip banyak terjadi di berbagai kebun (onderneming). Akan
tetapi, surat kabar Soera Djawa yang terbit di Jawa meresponnya dengan cepat
dan meramu kembali artikel-artikel pasokan dari Parada Harahap tersebut. Lalu
heboh di Jawa. Penyelidikan di Medan mengetahui bahwa pemasok berita adalah
Parada Harahap, lalu Parada Harahp dipecat. Pada tahun 1918 Parada Harahap
berangkat ke Medan dan meminta bekerja sebagai wartawan tetapi malahan yang
ditawarkan manajemen Benih Mardika adalah untuk posisi editor. Parada Harahap
mengambil peluang itu. Namun baru sembilan bulan bekerja sebagai editor,
korannya dibreidel. Parada Harahap menganggur. Pada tahun 1919 Parada Harahap
pulang kampong di Padang Sidempuan dan mendirikan surat kabar dengan nama yang
vulgar: Sinar Merdeka (koran yang menggunakan kata ‘merdeka’ hanya ada di
Padang Sidempuan; di Medan masih disamarkan dengan ‘mardika). Selama dua tahun
di kota kelahirannya itu, belasan kali dimejahijaukan karena delik pers dan
beberapa kali masuk bui (penjara dimana kelak Adam Malik juga menjadi
penghuninya).
Pada kompetisi tahun
1916 WJVB melakukan rapat umum dan pemilihan pengurus baru. Satu keputusan
dalam rapat itu klub militer Sparta ikut lagi kompetisi dan ditempatkan di
Divisi-2. Klub-klub yang berkompetisi adalah sebagai berikut: Divisi-1:
Oliveio, Hercules, VIOS dan BVC; Divisi-2: VIOS II, Oliveo II, Hercules II,
Sparta, SVBB, CRC; Divisi-3: CRC II, Oliveo III, VIOS III, Hercules III dan
SVBB II (Bataviaasch nieuwsblad, 08-04-1916). Pada kompetisi 1917, tidak ada
yang mengalami perubahan, tetap tiga divisi. Yang terjadi adalah suatu demonstrasi
yang dilakukan oleh kalangan pers terhadap sepakbola. Para wartawan tidak hadir
di lapangan karena di dalam kompetisi terdapat ketidak beresan. Media sudah
menulis kritik tetapi tidak ditanggapi, ketidakhadiran pers di lapangan adalah
suatu demonstrasi (Bataviaasch nieuwsblad, 12-03-1917). Tim yang dibentuk WJVB ke
Semarang sudah terbentuk (Bataviaasch nieuwsblad, 17-04-1917). Dilakukan rapat
umum biasa WJVB. Satu kuputusan yang penting adalah untuk membentuk tim independen
tetapi masih dibawah naungan dewan yang salah satu tugasnya adalah untuk
merevisi berbagai peraturan yang ada (Bataviaasch nieuwsblad, 21-05-1917).
Kejuaraan antar kota se-Jawa berikutnya diselenggarakan di Surabaya (1916) lalu di Semarang lagi (1917). Pada tahun 1918 tempat penyelenggaraan di Bandung. Pusat pertandingan di Bandung ditempatkan di lapangan Aloon-Aloon. Dalam pagelaran sepakbola tertinggi di Jawa ini, panitia menyulap lapangan alun-alun bagaikan stadion: lapangan dipagar dengan bilik dan tiket masuk berbayar. Meski begitu penonton tetap ramai. Inilah kali pertama perhelatan kejuaraan antar kota dikutip harga tiket masuk. Bobotoh seakan dibatasi untuk menonton dengan penerapan komersialisasi sepakbola.
Lapangan Aloon-Aloon disulap jadi stadion di Bandung, 1918
Kompetisi akhir tahun 1917 dan awal tahun
1918 juga tidak terjadi perubahan, kecuali masuknya HVV dan VVVA di Divisi-3
dan Juliana dan UDI di Divisi-2 serta SVVB sudah naik ke Divisi-1. Hal yang
perlu dicatat bahwa editorial Bataviaasch nieuwsblad mengomentari keberadaan
divisi-3 yang tidak efektif dimana beberapa pertandingan tidak berjalan normal
dari Sembilan serikat yang berada di bawah WJVB. Akibatnya pertandingan dua
liga dalam setahun (masing-masing lima bulan) tidak selesai pada waktunya. Juga
mengomentari kurangnya lahan yang tersedia untuk lapangan sepakbola, taman Deca
yang masih baru belum memungkinkan (Bataviaasch nieuwsblad, 10-06-1918). Memang
sulit mengelola kompetisi dengan situasi dan kondisi yang banyak kendalanya.