Orang Indonesia pergi ke Saudi Arabia untuk menunaikan ibadah haji dan umroh tidak pernah putus hingga ini hari. Jumlah jamaah dari waktu ke waktu bahkan terus meningkat. Kunjungan Radja Salman, baru-baru ini adalah suatu momentum untuk melihat kembali ke belakang serupa apa perjalanan haji dari Indonesia pada masa lampau. Serial artikel ini coba menelusuri bagaimana riwayatnya berdasarkan berbagai sumber-sumber tempo doeloe: surat kabar, majalah, foto, lukisan, peta, sketsa yang didukung oleh buku-buku yang ditulis pada masa lampau. Semuanya masih berbahasa Belanda. Sumber-sumber tersebut dapat dianggap valid karena masih ditemukan dalam keadaan otentik pada masa ini. Mari kita mulai dengan artikel pertama.
Sesungguhnya, sejarah
perjalanan haji Indonesia adalah sejarah perjalanan haji yang panjang, bahkan
sudah terdeteksi sejak masa lampau, terutama setelah kehadiran Belanda di Hindia
Timur (Nusantara). Saat kedatangan Belanda 1595, kapal-kapal Arab, Persia dan
Tiongkok lalu lalang di perairan Nusantara.
Lukisan tertua Masjidil Haram dan Ka'bah (1750) |
Untuk
melakukan ibadah haji, para jamaah di Nuasantara melakukan perjalanan haji dari
tempat masing-masing ke dua masjid suci agama Islam di Tanah Arab: Masjid Haram
di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Kota suci Makkah
dan Madinah di masa lampau silih berganti penguasa. Semuanya ingin menjaga dan
memelihara dengan baik. Sejak 1517 dua kota suci ini di bawah Kesultanan
Utsmaniyah, Turki yang beribukota Istambul (Negara Saudi Arabia yang kita kenal
sekarang belum terbentuk).
Penguasaan
kota suci Makkah dan Madinah di masa Kesultanan Utsmaniyah, pelaut-pelaut
Belanda memasuki Nusantara di bawah pimpinan ekspedisi (1595-1997): Cornelis de
Houtman. Saat itu, di Nusantara, Portugis sudah sejak 1511 melakukan kontak
dagang dengan pribumi yang berbasis di Kota Malaka. Keberadaan Makkah dan
Madinah tidak terdeteksi di Malaka.
Jazirah Arab dan
Hindia Timur (Indonesia)
Ketika
Belanda yang diwakili Sarikat Dagang (VOC) memulai aktivitas perdagangan di
Nusantara hingga dimulainya Batavia sebagai ibukota, pedagang-pedagang Arab
sudah sejak lama pedagang-pedagang Arab melakukan aktivitas perdagangan di
Nusantara. Penduduk Nusantara sebagian
sudah beragama Islam.
Hubungan penduduk Nusantara dengan Tanah Arab
sudah terbentuk sejak lampau, tidak hanya pedagang-pedagang Arab yang datang ke
Nusantara, tetapi juga penduduk Nusantara yang sudah beragama Islam dalam
konteks kewajiban ibadah haji di dalam rukun Islam. Dalam hubungan ini, VOC
tentu saja memahami arti hubungan penduduk dengan Tanah Arab. Sebab VOC juga
telah memulai kontak dengan Tanah Arab yang diawali dengan ekspedisi yang
dipimpin P. van den Broek pada tahun 1616-1618 ke Jazirah Arab.
Dubes VOC di Jazirah Arab (lukisan 1720) |
Aktivitas
perdagangan Belanda (VOC) secara bertahap mulai dialihkan dari Maluku dan
sekitarnya dan dipusatkan di Batavia sejak 1619. Sebelumnya (1616-1618)
ekspedisi di bawah pimpinan P. van den Broek tiba di Arabia, Hindoestan dan
Suratte. Kelak Pieter van den Broecke, eerste Directeur van Suratte, Persien en
Arabien. Sejak itu berbagai tempat di jalur pelayaran menjadi wilayah-wilayah
pengaruh kekuasaan VOC termasuk Coromandel, Malabar, China hingga Jepang. Wilayah-wilayah
kekuasaan baru itu banyak
diperoleh dari ‘pengusiran’ pelaut-pelaut Portugis.
Saat
itu Inggris ‘masih tidur’. Belanda sendiri sebelumnya sudah menguasai Afrika
Selatan sebelum melakukan ekspansi ke Arabia, Hindoestan dan Suratte, Coromandel,
Malabar. Wilayah-wilayah ini adalah wilayah pelayaran dari Eropa ke Hindia
Timur (baca: Indonesia).
Pada saat Belanda menguasai Arabia, Makkah dan Madinah
sendiri berada di wilayah Yaman. Namun dalam perkembangannya, wilayah Arabia
dan Yaman saling menggantikan: Arabia menjadi Yaman dan Yaman menjadi Arabia.
Makkah dan
Madinah
Peta 1689 |
Dalam
Peta 1689 (buatan Portugis), di wilayah Laut Merah yang sekarang sudah
teridentifikasi nama Jeddah, suatu pelabuhan yang berada di suatu teluk di sisi
timur. Nama lainnya yang masih popular hingga kini antara lain Suez. Nama-nama
tempat di pedalaman seperti Mecca dan Medinah tidak teridentifikasi dalam peta. Hal yang
berbeda dengan pemahaman sekarang, jazirah Arab yang sekarang kala itu, bagian
utara adalah wilayah Yaman dan bagian selatan adalah Arabia. Pada masa kini,
bagian selatan dikenal sebagai wilayah Yaman dan bagian utara adalah wilayah
Saudi Arabia.
Peta 1750 |
Nama tempat Makkah
dan Madinah sudah mulai teridentifikasi pada Peta 1773. Makkah dan Madinah
tentu saja sudah dikenal sebagai kota suci agama Islam.
Ka'bah
yang berada di dalam Masjid Haram di Makkah sebagai situs penting sudah
teridentifikasi pada tahun 1750 dalam bentuk sebuah lukisan. Dalam lukisan ini
Masjid Haram dan Ka'bah masih tempak sederhana namun masih dikenali dengan jelas
pada masa sekarang. Selain Ka'bah terdapat hijir Ismail, makam Ibrahim dan
bentuk kubah masjid yang mengelilingi kabah (tempat dimana jamah haji melakukan
tawaf).
Makam Nabi, Muhammad SAW (foto 1885) |
Ibadah
haji hanya fokus di Makkah dan sekitarnya utamanya di Masjidil Haram. Namun
para jamaah haji adakalanya melanjutkan perjalanan haji dengan jiarah untuk
mengunjungi makam nabi di Madinah. Makam nabi Muhammad terdapat di dalam Masjid
Nabawi di Madinah. Keberadaan makam nabi ini baru teridentifikasi melalui foto
yang diambil pada tahun 1885. Makam nabi, Muhammad SAW masih tampak dalam wujud
aslinya dan masih dapat dilihat langsung. Pada masa ini makam ini sudah dijaga
dengan membuat ruangan sendiri di dalam masjid.
Kapan Perjalanan
Haji Pertama
Lantas apakah saat awal VOC sudah ada pribumi
yang melakukan
perjalanan haji? Tampaknya belum. Yang terjadi adalah orang-orang Arab, Persia
dan Yaman masih terus mengalir datang ke Indonesia untuk melakukan aktivitas
perdagangan (sambil menyebarkan siar agama Islam). Mereka ini adalah
pelaut-pelaut yang meneruskan tradisi nenek moyang mereka sejak jaman kuno
(Mesir, Persia dan Arab) dalam perdagangan rempah-rempah.
Oprechte Haerlemsche courant, 02-11-1683 |
Berita-berita
perjalanan haji umumnya datang dari Turki dan Mesir. Selain dua kawasan ini
penduduknya dominan agama Islam, juga karena letaknya yang cukup dekat dengan
kota suci Makkah dan Madinah. Pada saat itu, tentu saja kapilah dari Mesir
masih melalui darat (belum ada terusan Suez). Saat itu memang, Makkah dan
Madinah berada di bawah Kesultanan Utsmaniyah (Turki) yang beribukota di
Istambul. Jamaah-jamah asal Turki antara lain dilaporkan oleh Oprechte
Haerlemsche courant, 02-11-1683. Belanda (VOC) di tahun-tahun itu masih konsentrasi di Batavia dan melakukan kerjasama-kerjasama dagang dengan pemimpin lokal di berbagai tempat. Kota Batavia semakin besar (pada masa ini disebut kota tua atau Oud Batavia). Sementara di luar kota Batavia sudah mulai dikembangkan pertanian (terutama padi dan tebu). Titik terjauh baru sanmpai ke Antjol (timur)m Anke (barat) dan di selatan sampai batas Ryswyck dan Noordwyck. Seperti tampak dalam Peta 1682, Noordwyck berada di sisi utara Jalan Juanda yang sekarang, sedangkan sisi selatannya sebagai perkebunan baru (dimana Istana Negara tempat Presiden RI berkantor sekarang).
Orang-orang
pribumi yang melakukan perjalanan haji (tampaknya hanya) terdeteksi di Pantai Barat Sumatra.
Mereka itu adalah penguasa-penguasa pusat perdagangan di Pantai Barat Sumatra
di Taroemon. Kesempatan itu diperoleh karena saat itu antara Ingrris dan
Belanda tengah menanamkan pengaruhnya di Pantai Barat Sumatra. Beberapa wilayah
menjadi wilayah pengaruh Belanda dan beberapa wilayah yang lain oleh Inggris.
Saat itu Kerajaan Atjeh masih independen dan masih memiliki kekuatan untuk
mengimbangi kekuatan Eropa (Inggris dan Belanda).
Radja Taroemon
yang pribumi ketika Inggris melakukan kerjasama mendapat kesempatan untuk
berangkat haji dengan kapal-kapal Inggris. VOC yang melakukan kerjasama dengan
raja-raja pribumi tidak terlalu peduli dengan haji. Hal ini karena saat itu
Arabia sudah berada di bawah pengaruh Inggris. Sedangkan radja-radja Atjeh yang
umumnya orang-orang Moor (Timur Tengah) perjalanan haji bukanlah hal yang luar
biasa, karena dengan kekuatan armada lautnya bisa tahun kapan saja untuk
membawa mereka untuk pergi naik haji.
Kapal-kapal
dagang Arab yang lalu lalang di selat Malaka dan Jawa juga dimanfaatkan orang
pribumi sebagai moda transportasi haji ke Makkah. Kapal-kapal dagang dari Arab
ini bahkan masih intens hingga pendudukan Inggris (1811-1816).
Jeddah, Pintu
Masuk ke Makkah
Haji dari Angkola-Mandailing di Jeddah, 1887 |
Kota
Jeddah adalah pintu masuk ke Makkah melalui laut. Kota ini adalah kota dagang
yang cukup penting sejak Kesultanan Utsmaniyah berkuasa di Mesir dan Hejaz.
Kota Jeddah semakin penting sejak Kerajaan Arab Saudi didirikan pada 1932 oleh
Ibnu Saud.
Jamaah haji yang
datang dari wilayah Nusantara (Indonesia) sejak era colonial Belanda selalu melalui
pelabuhan Kota Jeddah. Kota ini sangat terkenal bagi jamaah Nusantara (Indonesia)
sebagaimana Kota Makkah dan Kota Madinah. Jamaah Indonesia sekitar (1870-1890) datang dalam kelompok (sebut saja kloter) berdasarkan kampung halaman, seperti Pidie, Ambon, Ternate, Preanger, Palembang, Bandjermasin, Bone, Bima, Padang Panjang dan Pariaman. Dari deretan foto-foto yang direkam oleh konsul Pemerintah Hindia Belanda di Jeddah, kloter dari daerah asal l Angkola dan Mandailing (kini Tapanuli Selatan) terbilang yang paling besar (lebih dari 10 jamaah).
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto-fot dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Artikel-artikel
berikutnya adalah sebagai berikut:
Sejarah
Perjalanan Haji (2): Kapal Dagang Arab dan Persia Sebagai Awal Moda
Transportasi Haji; Masjid di Berbagai Kota
Sejarah
Perjalanan Haji (3): Ordonansi, Pajak Haji; Statistik Orang Naik Haji
Sejarah
Perjalanan Haji (4): Uji Kelayakan Haji; Peraturan Perjalanan Haji
Sejarah
Perjalanan Haji (5): Snouck Hurgronje dan Perang Atjeh; Hari Raya Idul Adha
Sejarah
Perjalanan Haji (6): Pedoman Perjalanan Haji; Ditulis Pertama Kali oleh Dja Endar
Moeda
Sejarah
Perjalanan Haji (7): Haji di Era Kebangkitan Bangsa; Sarikat Tapanoeli dan
Sarikat Dagang Islam
Sejarah
Perjalanan Haji (8): Haji di Era Pendudukan Jepang; Masa Suram Perjalanan Haji
Sejarah
Perjalanan Haji (9): Haji di Era Kemerdekaan; Soekarno dan Zainul Arifin Pohan
Naik Haji
Sejarah
Perjalanan Haji (10): Era Baru Haji Indonesia; Dari Kapal Laut Menjadi Pesawat
Terbang
Sejarah
Perjalanan Haji (11): Orang Jawa dan Orang Batak Naik Haji; Umroh dan ONH
Plus
Sejarah Perjalanan
Haji (12): Internasionalisasi Haji; Modernisasi Masjidil Haram dan Makkah Clock
Royal Tower
Tidak ada komentar:
Posting Komentar