Hari Jadi Kota adalah penting. Hampir semua kota-kota masa ini di Indonesia menetapkan hari jadi, termasuk kota Bogor. Khusus dalam penetapan hari jadi kota ini, tidak selalu sepakat semua pihak alias masih diperebutkan. Akibatnya banyak hari jadi kota di Indonesia dianggap kontroversi, termasuk kota Bogor, kota Jakarta, kota Bandung, kota Padang dan kota Medan,
Aloen-aloen Kota Bogor (Buitenzorg) |
Kampung,
Area dan Kota
Tempat utama (hoofdplaat) adalah suatu
tempat dimana pendudukan terkonsentrasi melakukan berbagai aktivitas. Tempat
utama berangkat dari suatu (per)kampong(an). Namun tempat utama juga mulai dari
suatu kota (town). Secara teoritis, kampong bisa berkembang menjadi suatu kota
dan kota sendiri dalam perkembangannya kemudian bisa
menjadi city (metropolitan).
Secara
tradisional, kampong saling dipertukarkan dengan area (wilayah). Suatu kampong berada
di dalam suatu area. Di dalam suatu area terdapat satu atau beberapa kampong.
Nama kampong utama dapat menjadi nama suatu area baru (yang lebih kecil).
Sementara itu, pendirian sebuah kota (di
era colonial Belanda) dipilih di satu bagian dari area.
Kota adalah suatu titik kecil dalam suatu area besar. Pada era colonial
Belanda, mengacu pada terminology coloni yang mengindikasikan suatu permulaan
koloni yakni suatu titik kecil (kota-town) dalam suatu area besar. Dalam perkembangannya,
kota-kota koloni tersebut berkembang dan semakin meluas bahkan mencapai seluruh
area atau bahkan melampaui area tersebut.
Intinya,
kota dalam hal ini merujuk pada origin suatu kota. Pada era colonial Belanda,
origin kota dimulai dari kota. suatu pangkal perkara dimana kota awalnya muncul.
Sedangkan kampong, bermula dari suatu (per)kampong(an) tempat tinggal yang
dalam perkembangannya dapat berkembang menjadi kota (town) dan bahkan menjadi
city (metropolitan).
Dalam suatu area, kota juga bisa muncul
lebih dari satu. Lantas kota mana yang dapat dianggap sebagai origin jika kelak
dua kota itu menjadi satu dalam arti kota yang satu mencakup kota yang lain (demikian
sebaliknya). Tentu saja bukan kota yang paling awal ada, tetapi kota yang mana yang
namanya terus dipakai sampai kapan nama kota itu digunakan.
Kota-kota dalam bentuk masa lalu tidaklah
sebesar yang sekarang. Kota didirikan secara sadar oleh orang-orang yang
mendirikan kota yang mana terdapat pemimpin dan ada pengaturan atas kota tersebut.
Kota yang dimaksud dalam hal ini bukan rural, tetapi kota sebagai pemusatan
orang (urban), ada pemukiman yang mengumpul karena alasan-alasan seperti ekonomi,
pertahanan, social budaya baik atas dasar kekuasaan tradisonal asli (kerajaan)
maupun kekuasaan modern pendatang asing (colonial).
Kita
tidak berbicara dengan ibukota, tetapi sebuah kota, kota yang terbentuk sebagai
kota yang akan dirujuk sebagai origin dari kota tersebut dalam sudut pandang
masa kini. Kota adalah kota, adakalanya kota adalah ibukota suatu area (kerajaan
atau colonial atau pemrintahan setelah adanya RI). Ibukota suatu area bias dipindahkan
dari satu kota ke kota lain, tetapi kota yang kita maksud sebagai origin
harusnya tidak berpindah (tetap sejak kota itu muncul).
Namun demikian, nama kota juga bisa berganti,
dari nama lama menjadi nama baru tetapi secara fisik lokasi (origin) kota tidak
berubah. Suatu kota bisa muncul atau sudah ada sejak kekuasaan tradisional
pribumi (kerajaan) atau sejak kekuasaan modern bangsa asing (colonial).
Kota-kota
seperti itu diantaranya Batavia menjadi Jakarta, Buitenzorg menjadi Bogor. Hal
ini berbeda dengan kota Bandung, Medan, dan Padang Sidempuan, tidak pernah berubah
sejak kota itu muncul pertamakali.
Sara khusus, kota-kota yang terbentuk di
era colonial masih bisa ditelusuri secara lengkap dan akurat pada masa ini. Pemimpin
colonial, faktanya tidak pernah membuka kota di kota yang sudah ada. Mereka membuka
kota tidak jauh dari kampong (atau kota) yang suah ada. Hal ini karena pemerintah
colonial menganggap penduduk asli adalah partner mereka yang tidak harus diusir
(yang diusir adalah musuh-musuh mereka, musuh yang sama dengan pihak yang
mereka bela).
Pemerintah
kolonial juga tidak pernah membangun kota di atas puing-puing kota yang pernah
mereka hancurkan ketika terjadi colonial dalam fase aneksasi. Untuk pandangan
itu sulit dipahami, apakah karena mereka berharap suatu waktu penduduk kota
akan bermukim dan membangun kembali kotanya atau pemrintah menganggap itu tidak
etis. Padahal memulai membangun kota aeakalanya lebih mudah di atas kota yang
lama yang telah ditinggalkan oleh penghuninya.
Pada masa kolonial, pemerintah menetapkan
suatu origin kota berdasarkan prinsip perencanaan kota (tata kota). Yang menjadi
penanda dibentuknya kota adalah ketika pemerintah akan menetapkan pusat
pemerintahan dan beribukota di suatu tempat. Suatu tempat berarti suatu area
atau suatu kota. Sebelum pemrintah datang (controluur atau asisten residen atau
residen) suatu komite telah melakukan penetapan dimana lokasi kota berada di
suatu area, Nama kota bisa sama dengan nama area atau bisa berbeda.
Pada
kota yang baru (kota yang dibangun di suatu area) yang bebas dari pemukiman penduduk,
apakah namanya diberi yang baru (seperti Batavia dan Buitnzorg) atau namanya mengikuti
nama kampong (kota) yang sudah ada tidak jauh dari lokasi (Bandong dan Medan).
Asal-Usul
Kota
Kota Batavia, Kota Buitenzorg dan Kota
Bandung adalah tiga kota yang kemudian (hingga ini hari) muncul sebagai kota
besar (di West Java). Perkembangan ketiga kota ini memiliki keterkaitan dari
hilir ke hulu, yang mana Kota Batavia lebih dahulu berkembang, kemudian
menyusul Kota Buitenzorg dan selanjutnya Kota Bandung. Bagaimana tahapan
perkembangan ketiga kota ini, mari kita lacak.
Perbandingan
asal-usul ketiga kota ini diperlukan karena secara alamiah berkaitan yang
berada di satu wilayah pengembangan sejak VOC/Pemerintah Hindia Belanda. Juga
ketiga kota ini perlu dibandingkan agar pemahamannya lebih komprehensif. Sebab
selama ini masing-masing kota ini dideskripsikan secara sendiri-sendiri. Dengan
membandingkan asal-usul perkembangannya akan lebih mudah memahami sejarah kota
itu sendiri yang dengan sendirinya akan saling terkoreksi tentang penulisan
sejarah Kota Batavia, Kota Buitenzorg dan Kota Bandung.
Origin
Kota Jakarta adalah Kota Batavia
Pelabuhan Sunda Kelapa sudah dikenal
sejak era Pakuan Pajajaran. Kota ini berada di sisi barat muara Ciliwung.
Ketika kota dikuasai Portugis, pasukan Fatahilla menduduki wilayah dan
mendirikan kota baru di Iacatra (Jayakarta) yang lokasinya agak ke hulu Ciliwung
(di sekitar Mangga Dua yang sekarang). Dengan kata lain, kota Sunda Kelapa dan
Kota Iacatra tetap eksis. Dalam hal ini kita baru berbicara sebatas tentang
kota (hoofdplaat).
Ketika Belanda datang kemudian (1619),
yang lalu membuat koloni, dua kota (sungai) yang sudah ada ini tidak dipilih,
melainkan mendirikan benteng (casteel) di dekat pantai. Benteng ini kemudian diperluas
menjadi hoofdlaat orang-orang Eropa/Belanda. Pada peta 1634 benteng ini sudah
diberi nama Batavia. Dengan kata lain benteng sebagai cikal bakal kota Batavia
muncul antara 1619 dan 1634.
Tiga
kota yang berdekatan ini seakan membentuk segi tiga dimana masing-masing sudut
terdapat kota Sunda Kelapa, Kota Iacatra dan Kota Batavia. Lalu pertanyaannya,
kota mana yang namanya terus eksis? Sebagaimana diketahui, nama Batavia yang
terus muncul. Dalam perkembangannya Kota Batavia sudah mencakup Kota Sunda
Kelapa dan Kota Iacatra. Akan berbeda jika Belanda hengkang, kota yang akan
terus berkembang adalah Kota Sunda Kelapa atau Kota Iacatra. Sebagaimana
diketahui, nama Kota Batavia terus eksis hingga ratusan tahun kemudian sebelum
nama Batavia digantikan dengan nama Djakarta.
Origin
Kota Bandung adalah Kota Bandung
Kota Bandung berada di suatu area kosong
di kawasan Bandong di wilayah Preanger. Letak kota baru ini berada di dekat
Odjoeng Brung berada di sisi utara jalan pos trans-Java yang baru. Jalan pos
trans-Java yang lama dibangun tahun 1811 sedangkan jalan pos trans-Java yang
baru dibangun tahun 1834.
Odjoeng
Brung adalah nama tempat yang lebih awal dikenal karena sudah dijadikan
perkebunan. Lahan perkebunan Odjoeng Brung ini diakses dari timur di jalan pos
trans-Jawa Daendles. Sebagaimana diketahui jalan pos ini dari Tjiandjor melalui
Padalarang, lalu ke arah utara dan melalui Lembang terus ke Sumedang. Jalan pos
antara Lembang dan Sumedang inilah pangkal jalan menuju Odjoeng Brung. Kawasan
Bandong sendiri (pusat kota Bandoung yang sekarang) terbilang sepi dan tidak
berpenghuni.
Kota
Bandoeng didirikan pada tahun 1834 saat pertama kali seorang pejabat pemerintah
(controleur) ditempatkan di Bandoeng. Tempat utama (hoofdplaat) yang menjadi kota
ini berada di sisi utara jalan pos trans-Java yang baru dan sisi timur sungai
Tjikapoendoeng. Tidak diketahui persis mana yang dulu dibangun apakah rumah/kantor
controleur Bandoeng atau jalan pos trans-Java yang baru. Oleh karena
kejadiannya hamper bersamaan diduga dua situs itu dibangun dalam satu paket
perencanaan wilayah (jalan baru dan kota baru).
Disebutkan dalam surat kabar, tempat utama
atau kota ini dibangun di area kosong, yang berjarak tiga mil dengan kampong
Bandoeng, dan juga berjarak sekitar tiga mil dengan dua kampong yang lain.
Sementara
itu, Bupati Bandoeng telah menjalin kerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda
sejak 1811. Ibukota Bandoeng, tempat dimana bupati berada, bukan di kampong
Bandoeng tetapi diibukota yang disebut Dajeuh (suatu tempat di sekitar
pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem). Kampong Bandoeng,
tidak diketahui persis lokasinya, namun diduga menjadi kampong asli sebelum
pindah ke Dajeuh.
Pada tahun 1854 rumah/kantor Bupati Bandoeng
dipindahkan ke tempat utama (hoofdplaat) seiring dengan pelibatan pemerintahan local
dengan struktur pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda. Di tempat utama ini
rumah/kantor Bupati Bandoeng dibangun yang baru yang berada di sisi selatan
jalan pos trans-Java yang baru dan sisi barat sungai Tjikapoendoeng. Dengan
demikian, ibukota Bupati Bandoeng dipindahkan dari Dajeuh ke kota. Pada tahun
1860 (oleh Groneman) disebutkan ibukota Bupati yang lama disebut (menjadi) Dajeuh
Kolot (Bandoeng Toewa).
Origin
Kota Bogor adalah Kota Buitenzorg
Uraian mengenai origin Kota Bogor tidak
dideskripsikan lagi di sini karena sudah dideskripsikan di artikel lain dalam
blog ini.
Hari
Jadi Kota Perlu Revisi
Hari jai kota bukanlah hal yang sakral.
Hari jadi kota masa kini dibuat pada fase tahun 1970an. Para penentu hari jadi
kota (pemerintah dan komite) sepakat untuk menetapkan hari jadi kota, yang menjadi
hari peringatan hingga ini hari.
Jangan
malu jika hari jadi kota harus direvisi. Sebab nama dan hari jadi yang sudah kadung
ditetepkan bukanlah hal yang harus sianggap sacral pula. Data dan informasi
yang menjadi rujukan pada masa penetapan dulu (tahun 1970an) belum selengkap dan
seakurat yang sekarang. Oleh karena itu, wajar jika ada kekeliruan dan kesalahan
dalam menetapkan. Dengan ketersediaan data atau dan informasi yang sekarang dalam
kontks pendekatan ilmiah, harus menjadi warisan bagi generasi yang akan datang.
Memang agak aneh terlihat dalam kaca
mata sekarang jika hari jadi Kota Bogor (1482) berdasarkan penobatan Prabu
Siliwangi, hari jadi kota Jakarta (1527) berdasarkan penyerangan Fatahillah
atas Sunda Kelapa dengan menggantikan dengan Jayakarta, dan hari jadi kota Bandung
(1810) berdasarkan penetapan jalan pos trans-Jawa antara Banten-Soerabaja oleh
Gubernur Jenderal Daendles. Hal ini makin aneh, karena tidak seragam, terkesan rancu dan jika dibandingkan satu
sama lain. Ini menjadi membingungkan bagi generasi yang akan datang yang
lebih rasional dari generasi yang sekarang.
Lantas
kapan hari jadi kota Bogor? Saya dalam hal ini tidak dalam konteks mngusulkan tetapi
lebih pada menyajikan kerangka berpikirnya. Dengan begitu dimungkinkan suatu
komite dibentuk dan bekerja untuk melakukan kajian penetapan. Tentu saja dengan
mengundang berbagai disiplin ilmu untuk mendukung para sejarawan yang selama
ini paling menentukan.
Artikel ini hanya mnyimpulkan bahwa hari
jadi kota Bogor tidak setua yang sekarang. Hari jadi kota Bogor harusnya lebih
muda, lebih muda dari hari jadi kota Jakarta tetapi lebih tua dari hari jadi
kota Bandung.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap
berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada
‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku
hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar