Peristiwa berdarah di Depok pada tanggal 11 Oktober 1945 boleh dikatakan bersisi dua. Di satu sisi kerusuhan yang terjadi di Depok dapat disebut perang saudara, Dari sudut pandang nasional dapat dikatakan sebagai revolusi sosial, sementara dari sudut pandang warga Depok (Depokker) sendiri sebagai penyerangan yang dilakukan kelompok tertentu (rampokker). Dari sisi lain, kerusuhan di Depok dapat dianggap sebagai bagian dari (permulaan) perang kemerdekaan. Permulaan perang kemerdekaan ditandai dengan kedatangan pasukan sekutu Inggris yang memasuki wilayah Indonesia untuk alasan membebaskan tawanan Belanda dan melucuti (senjata, seragam dan atribut) tentara Jepang.
Anak-anak di Depok, 1939 |
Awalnya pasukan sekutu untuk
mengamankan tawanan perang yang selama ini dikurung oleh militer Jepang. Namun
di tengah jalan Belanda (NICA) ikut di belakang memunculkan reaksi keras dari
Indonesia. Kehadiran sekutu (Inggris) menjadi hambar apalagi NICA telah
mengkonsolidasikan eks KNIL.
Dilaporkan untuk keberangkatan sebanyak 2.500 tentara Belanda
(mantan tahanan perang) dari Bangkok ke Jawa beberapa hari ditunda karena
kesulitan transportasi. Mereka saat ini berlatih di sekitar Bangkok dan dipersenjatai.
Sementara itu sebanyak 5.000 Belanda yang juga merupakan tawanan perang Jepang
di Singapura dipersenjatai dan akan dikirim ke Indonesia (lihat De patriot, 18-10-1945).
Sementara itu, perangkat
pemerintahan belum terbentuk. Yang baru diputuskan pada sidang PPKI beberapa
hari setelah Proklamasi Kemerdekaan baru Presiden (Soekarno) dan Wakil Presiden
(M, Hatta) saja. Oleh karena begitu ngototnya Inggris untuk memasuki Indonesia,
berbagai hal energi terkuras untuk merespon Inggris. Akibatnya Presiden
Soekarno tidak ada kesempatan untuk membentuk kabinet. Kabinet (pertama)
sendiri baru terbentuk pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan daftar sebagai
berikut (lihat Keesings historisch archief: 14-10-1945):
Raden Adipati Aria
Wiranata Koesoema (Binnenlandsche Zaken); Mr. Achmad Soebardjo (Buitenlandsche
Zaken); Prof. Mr. Raden Soepomo (Justitie); Ir. Soerachman (Maatschappelijk werk); Ki
Hadjar Dewantoro (Onderwijs); Dr. Samsi (Financien); Dr. Boentaran Martoatmodjo
(Volksgezondheid); Mr. Iwa Koessoema Soemantri (Sociale Zaken); Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap (Voorlichting); Abikoesno Tjokrosoejoso (Verbindingen);
Selain itu nama menteri negara adalah sebagai berikut: Dr. Amir, Wachid Hasjim,
Mr. Raden Mas Sartono, Mr. Maramis en Otto Iskondar Dinata (zonder portefeuille).
Dengan terbentuknya kabinet RI
pertama ini, paling tidak Soekarno dan Hatta tidak sendiri lagi, sudah ada
pembantu Presiden dan Wakil Presiden. Dengan kata lain sudah ada tim (kabinet)
yang membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam merumuskan dan menjalankan berbagai
kebijakan dan program. Namun dari daftar kabinet ini sungguh sangat tidak ideal
apalagi pada saat yang bersamaan harus menghadapi sekutu yang dipimpin Inggris
(apalagi dibelakangnya menguntit Belanda/NICA/KNIL yang ingin menguasai kembali
Indonesia).
Disebut tidak ideal karena dalam susunan kabinet ini
tidak ada Menteri Pertahanan (yang ahli dalam pertahanan negara), yang ada
hanyalah Menteri Keamanan Rakyat. Ini menunjukkan belum ada Panglima karena
memang belum ada tentara. Karena itu, ketika pasukan sekutu dibawah pimpinan
Inggris yang juga di belakangnya Belanda telah mengkonsolidasikan tentara
profesional (sebelum pendudukan Jepang) tampak lebih leluasa melakukan
pergerakan militer dan munuver di berbagai tempat, seperti yang terjadi di area
antara Djakarta-Buitenzorg. Pergerakan pasukan Inggris inilah yang ‘secara
tidak sengaja’ menemukan tawanan wanita dan anak-anak di Depok dan membebaskan
sandera laki-laki di penjara Paledang, Buitenzorg. Dalam hal ini Warga Depok
(Depokker) segera tertolong pasca kerusuhan Depok tanggal 11 Oktober 1845.
Sementara itu, Menteri Keamanan Rakyat baru diangkat tanggal 13 Oktober 1945
sehingga belum ada yang memimpin tugas keamanan rakyat. Akibatnya yang muncul
berbagai kelompok di tengah masyarakat yang mengatasnamakan dirinya sendiri (terutama
setelah tidak brfungsinya militer Jepang). Salah satu atau beberapa kelompok
yang bergerak di Depok itulah yang diduga melakukan aksi kerusuhan di Depok
yang menyebabkan banyak korban meninggal dan luka. Aksi penawanan wanita dan
anak-anak dan penyanderaan laki-laki bersar kemungkinan terkait dengan
kedatangan pasukan asing (Sekutu/Inggris) memasuki wilayah Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Depokker berafiliasi dengan asing (Belanda). Oleh
karenanya kerusuhan di Depok tidak berdiri sendiri. Apalagi di penjara Paledang
sudah terdapat 1500 tahanan Eropa/Belanda terlebih dahulu sebelum sandera
laki-laki dari Depok ikut dijebloskan dalam penjara (lihat Friesch dagblad, 24-10-1945).
Pasukan Inggris Menduduki Buitenzorg, Penyelidikan Kerusuhan di Depok
Kerusuhan di Depok (11 Oktober 1945)
awalnya tidak dalam konteks perang. Namun karena Inggris yang sudah melakukan
aksinya yang Belanda menyusul di belakangnya, maka situasi berubah cepat dimana
laki-laki dari Depok dipisahkan dan diangkut oleh nasionalis ke Buitenzorg
sebagai sandera.
Pasukan Inggris yang datang ke Buitenzorg tanggal 15
Oktober 1945 untuk tujuan pelucutan tentara Jepang juga melakukan pembebasan
terhadap tahanan tawanan Eropa/Belanda dan sandera dari berbagai tempat di
Buitenzorg termasuk dari Depok.
Pada hari yang sama ketika pasukan
Inggris menuju Buitenzrog, bergerak satu detasemen pasukan Inggris untuk
mengawal tiga wartawan untuk menyelidiki adanya rumor bahwa di Depok telah
terjadi kerusuhan yang menyebabkan sejumlah orang Eropa/Belanda/Indo terbunuh.
Pasukan ini menemukan tawanan wanita dan anak-anak di Depok dan lalu
membebaskannya. Rumor yang menjadi dasar wartawan melakukan penyelidikan ke
Depok terbukti adanya.
Tawanan wanita dan anak-anak ini sebagaimana dilaporkan surat
kabar Telex pada tanggal 16 Oktober 1945 sesudah empat hari tawanan ini
kemudian dibawa ke Buitenzorg untuk dipersatukan dengan sandera laki-laki yang
telah dibebaskan di Buitenzrog. Dalam proses evakuasi tawanan wanita dan
anak-anak ini, pasukan nasionalis dari yang bersemubunyi di balik pohon-pohon sepanjang
perjalanan menembaki truk pengakut dengan senapan mesin. Seorang anak meninggal
akibat luka tertembak, sebagaimana dilaporkan Aneta yang dilansir berbagai
surat kabar seperti Bredasche courant, 19-10-1945.
Robert Kiek, wartawan ANP/Aneta
dalam hal ini menjadi ‘penyelamat’ tawanan wanita dan anak-anak ini karena
inisiatifnya untuk menyelidiki rumor adanya kerusuhan di Depok yang menewaskan
sejumlah orang Eropa/Belanda. Dalam penyelidikan ini Robert Kiek dan dua
koresponden lainnya di kawal satu detasemen pasukan Inggris. Dalam penyelidikan
inilah ditemukan adanya tawanan wanita dan anak-anak tersebut yang kemudian
dibebaskan. Dari penyelidikan muncul pembebasan.
Permulaan Perang di Buitenzorg
Tanda-tanda perang kemerdekaaan ini
sudah mulai terlihat. Ini dimulai pada tanggal 16 Oktober 1945 yang mana pasukan
Belanda telah mengambil kendali lapangan terbang Tjililitan dan pasukan
tambahan telah dikirim untuk memperkuatnya. Pada tangga 17 Oktober 1945 terjadi
pertempuran antara pasukan Belanda dengan nasionalis. Dua pasukan Belanda
ditembak nasionalis dari atas pohon dengan senapan mesin (De patriot, 18-10-1945).
Inilah kontak pertama nasionalis dengan (pasukan) Belanda/NICA.
Pasukan sekutu Inggris pada tanggal 20 Oktober 1945
mendarat di Semarang dan pada tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya. Lalu pada
tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di
Surabaya. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian. Pemimpin
Sekutu di Soerabaya meminta pemimpin Indonesia (Soekarno) untuk mengadakan
gencatan senjata di Surabaya. Soekarno dan Amir Sjarifoeddin ke Soerabaja.
Adanya kerusuhan di Depok yang
menewaskan sedikitnya 15 orang Eropa/Indo boleh jadi telah memicu emosi pasukan
Belanda yang sudah mulai melakukan aksinya di lapangan terbang Tjililitan. Berita
kerusuhan di Depok secepat angin menyebar di Belanda dan Suriname. Namun
kerusuhan di Depok tidak terlalu menyebar di kalangan nasionalis, karena media
pribumi yang terbit kembali mungkin masih terbatas dan radio yang mulai diambil
alih belum memiliki wartawan ke berbagai pelosok. Kerusuhan di Depok di
kalangan nasionalis di berbagai tempat luput dari perhatian (dan mungkin dianggap
berita kecil dan tidak menganggap penting), sementara kerusuhan di Depok di
kalangan Belanda adalah berita besar.
Berita kerusuhan ini begitu heboh. Karena kerusuhan Depok
ini merupakan kerusuhan pertama yang terjadi saat mana pasukan Inggris sudah
berada di Indonesia (Djakarta, Medan dan Buitenzorg). Sejumlah surat kabar
telah melansir laporan korespondensi ANP/Aneta tersebut pada tanggal 16 Oktober
1945, seperti: Telex, Helmondsche courant, Algemeen Handelsblad, Friesch
dagblad, De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad dan De waarheid. Selain
koran-koran ini melengkapi beritanya pada keesokan harinya (17 Oktober) juga
dilansir surat kabar Provinciale
Drentsche en Asser courant, Het parool, De nieuwe Nederlander, Helmondsch
dagblad, Leeuwarder koerier, Bredasche courant, Amigoe di Curacao dan Limburgsch dagblad. Pemberitaan
kerusuhan Depok ini begitu luas, mulai dari Batavia, Nederlands hingga
Suriname.
Dari hari ke hari, tanda-tanda suhu perang
semakin menguat. Presiden Soekarno dalam dilema. Sebagian menginginkan dengan
jalan tertib dan damai dan sebagian yang lain (terutama dari kalangan pemuda)
menginginkan perang. Radio Bandoeng yang dilansir surat kabar berbahasa Belanda
melaporkan bahwa Markas Barisan Rakjat tidak bisa menerimanya dan Soekarno
harus disalahkan (Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-10-1945). Perang
akan membawa banyak korban.
Barisan pemuda yang terus mendesak untuk perang dengan
Belanda/Inggris. Pemerintah masih berpikir keras dan lebih memilih untuk
berdialog (berunding dengan jalan damai). Dalam konteks desakan pemuda di
berbagai tempat, gerakan pemuda dalam peristiwa kerusuhan di Depok boleh jadi
sudah ‘mencuri start’ dalam perang (mempertahankan kemerdekaan) itu sendiri.
Hal ini karena para nasionalis dari golongan muda telah menyandera para pria
Depok dan membawanya ke Buitenzorg. Dengan demikian, kerusuhan di Depok bersisi
dua: revolusi sosial di satu sisi (internal) dan perang (mempertahankan)
kemerdekaan di sisi lain. Sekali lagi, dengan kata lain, kerusuhan di Depok
tidak berdiri sendiri. Selain terungkap dalam kerusuhan itu perang suci juga
ada indikasi keterlibatan anggota keamanan (yang menjaga tahanan di penjara
Paledang) dalam kerusuhan di Depok seperti yang disampaikan dua tahanan yang
berhasil melarikan diri sebagaimana dilaporkan surat kabar Telex edisi 22-10-1945
Pasukan Belanda (NICA) terus melakukan
konsolidasi dan pasukan dari waktu ke waktu terus mengalir. Belanda semakin
bernafsu untuk kembali ke Indonesia (negara yang pernah menjadi jajahannya
beberapa abad lamanya). Pasukan sekutu Inggris yang tujuan utama untuk
membebaskan tawanan Eropa/Belanda dan melucuti tentara Jepang namun
dinamika politik yang terus berlangsung
(antara negara Inggris dan negara Belanda) menjadi dalam posisi dilematis. Oleh
karena itu muncul tuntutan dari (pemerintah) Indonesia yang disampaikan kepada komandan
sekutu Inggris. Tuntutan itu adalah sebagai berikut (Leeuwarder koerier, 20-10-1945):
1.
Tidak ada pasukan Belanda di
Indonesia dapat dimasukkan ke darat.
2.
Semua pasukan Belanda meninggalkan
Indonesia.
3.
NICA harus tetap keluar dari
layanan.
4.
Pemerintah sekarang harus diakui
sampai masalah ditinjau oleh ‘otoritas dunia’ yang kompeten.
5. Pendudukan tentara sekutu tentara
harus dibatasi untuk urusan yang terkait dengan semua tawanan perang dan
melucuti tentara Jepang.
Semua tuntutan itu dalam
kenyataannya tidak digubris baik oleh Inggris maupun Belanda. Tampaknya Belanda
merasa percaya diri untuk mengambil peran yang lebih luas dari Inggris dan
merasa mampu untuk menguasai Indonesia kembali. Di lain pihak, pemerintah yang
baru terbentuk di bawah Presiden Soekarno belum mampu sepenuhnya
mengkonsolidasikan kelompok-kelompok perlawanan (terutama pemuda) di seluruh
wilayah Indonesia yang sangat luas. Para gubernur yang sudah ditunjuk belum
bekerja secara efektif.
Sementara para nasionalis (terutama
pemuda) boleh jadi terbagi dua di satu pihak memang misinya untuk
mempertahankan kemerdekaan dan pihak yang lain bermotif untuk (balas dendam)
yang lalu diikuti dengan menjarah di dalam situasi yang memang belum sepenuhnya
terkendali. Di lihat dari sudut prakteknya, kerusuhan di Depok misi mulia (bagi
sekolompok) ternodai karena ulah sekolompok yang lain yang melakukan tindakan yang
tidak bertanggungjawab.
Proklamasi Perang di Batavia
Dalam perkembangan selanjutnya
setelah kejadian kerusuhan di Depok, dilaporkan telah ditangkap enam nasionalis
terkemuka di Buitenzorg untuk diinterogasi yang juga dikaitkan dengan kerusuhan
di Depok (Telex, 24-10-1945). Sementara itu seorang yang sudah berada dipenjara
10 hari malarikan diri dari penjara Paledang (sehari sebelum pasukan sekutu
Inggris tiba) menceritakan apa yang terjadi di dalam penjara dan bagaimana
kondisi para tawanan yang baru datang dibawa dari Depok dengan kereta api dan
nasib mereka selama di penjara. Orang tersebut mengatakan mereka dipenjara
karena alasan keamanan (Friesch dagblad, 24-10-1945).
Saat Jepang takluk dan pasukan sekutu Inggris mendapat mandat
untuk membebaskan tahanan Eropa/Belanda dan melucuti tentara Jepang,
polisi-polisi pribumi telah memainkan peran pengganti Jepang. Di penjara
Paledang sudah terdapat tahanan tawanan perang. Para polisi penjaga ini juga
memainkan peran ganda yakni menambah para tahanan baru dengan merazia
orang-orang Eropa/Belanda dan menjebloskannya ke penjara yang sama dengan dalih
untuk keamanan. Para sandera dari Depok menambah para tahanan di penjara
Paledang. Para polisi ini telah melakukan kekerasan terhadap tahanan tawanan
perang. Para polisi ini juga telah melakukan pembiaran terhadap amuk massa
ketika polisi dan kelompok pemuda membawa sandera dari Depok tidak melakukan
perlindungan yang maksimal ketiga para sandera mendapat tengah digiring. Diduga
karena tindakan ini, enam polisi dibawa ke Djakarta untuk diinterogasi pasukan
Inggris atas tuduhan penganiayaan tawanan perang di penjara, pembiaran ketika
melakukan evakuasi sandera dari Depok dan tidak adanya perawatan yang dilakukan
bagi yang terluka selama di penjara (Amigoe di Curacao, 25-10-1945).
Kerusuhan di Depok begitu menarik
perhatian Belanda. Mengapa kerusuhan di Depok muncul timbul spekulasi
sebagaimana dilaporkan Provinciale Drentsche en Asser courant, 27-10-1945
dikaitkan dengan seratus lima puluh tahun lalu tentang awalnya Land Depok oleh
Cornelis Chastelein yang kemudian mewariskan lahan Depok kepada para budaknya
setelah beralih ke agama Kristen. Dalam perkembangan lebih lanjut, kehidupan
para warga Depok (Depokker), lebih-lebih dengan masuknya zending memunculkan
perbedaan standar hidup yang membedakan dengan penduduk sekitar. Kontras standar
hidup dan perbedaan agama inilah yang diduga menjadi faktor penting yang
menyebabkan munculnya kerusuhan.
Komunitas Kristen lainnya terdapat di Toegoe dekat
Tjilintjing. Dalam perkembangan lebih lanjut dalam menanggapi kasus kerusuhan
di Depok, warga Toegoe meminta perlindungan ke pasukan Inggris agar mereka
secapatnya dievakuasi dari tempat tinggal mereka. Seorang wanita melaporkan
penduduk yang beragama Islam di sekitar terkesan semakin mengganggu. Disepakati
bahwa Belanda akan memberikan truk yang diperlukan. Warga Toegoe ini kemudian
dievakuasi ke Batavia di Pedjambon
(lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 18-01-1946).
Namun argumen ini belum tentu
sepenuhnya benar. Sebab sebelum terjadinya kerusuhan di Depok, ekskalasi
politik antara Pemerintah Indonesia dan nasionalis Indonesia di satu pihak
dengan pasukan sekutu Inggris dan NICA di pihak lain sudah meningkat tajam.
Dalam permulaan perang ini terindikasi hanya satu saluran
pemberitaan di kalangan nasionalis Indonesia yakni Radio Indonesia Bandoeng.-satuDe
patriot, 18-10-1945
Sebagai respon terhadap pasukan
sekutu Inggris dan NICA yang tidak peduli terhadap Proklamasi Kmerdekaan
Indonesia, lalu Tentara Rakjat Indonesia mengumumkan Proklamasi Perang pada
tanggal 13 Oktober 1945 dan yang juga hal yang sama dilakukan Oemat Islam sebagaimana
dilaporkan Keesings historisch archief: 14-10-1945.
Keesings historisch archief: 14-10-1945: ‘Pada tanggal 13
Oktober diundangkan yang disebut Tentara Rakyat Indonesia mengeluarkan
proklamasi yang menyatakan perang terhadap Belanda, Indo, dan yang berafiliasi.
Proklamasi merekomendasikan Indonesia untuk memulai perang gerilya, mengatakan:
‘Ketika matahari terbenam kita, masyarakat Indonesia, berperang dengan Belanda.
Dalam pernyataan ini kami sarankan semua orang Indonesia untuk mencari musuh -
Belanda, Indo-Eropa atau yang berafiliasi. Senjata militer adalah semua jenis
senjata api, juga racun, panah beracun, pembakaran, dan semua spesies hewan
liar - seperti ular. Perang gerilya akan disandingkan dengan perang ekonomi: tidak
akan diizinkan untuk menjual makanan kepada musuh. Pasar harus dimonitor dan
yang menjual makanan kepada musuh-musuh kita, akan dihukum berat. Juga
dilaporkan bahwa Oemat Islam, yang berarti semua pengikut Muhammad, juga telah
membuat deklarasi perang. Semua ulama Islamn di Batavia untuk mengadakan
pertemuan doa bagi semua Muslim di Batavia dan sekitarnya telah diadakan,
sebagai awal dari sebuah perang suci melawan ‘orang kafir’ Belanda. Selanjutnya,
semua ulama dari Islam diminta untuk menyampaikan kepada umatnya untuk menaikkan
bendera merah-putih setengah tiang dan juga semua lalu lintas, termasuk trem,
sepeda, taksi dan kereta kuda dihentikan sepenuhnya’. Soekarno dalam menanggapi proklamasi perang (dari pemuda
dan Islam) ini tidak setuju (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-10-1945).
Kerusuhan di Depok yang dilakukan
pada tanggal 11 Oktober 1945 seakan telah dimulai lebih awal dan mendahului
Proklamasi Perang yang diundangkan pada tanggal 13 Oktober 1945 di Batavia.
Perbedaan waktu antara kerusuhan di Depok (11 Oktober) dan maklumat perang di
Batavia (13 Oktober) hanya dua hari, sementara dari sisi jarak antara Depok dan
Batavia hanya 20 Km. Secara relatif, waktu dan tempat sangat berdekatan. Ini
suatu indikasi bahwa kerusuhan di Depok tidak dipandang sebagai kerusuhan yang bersifat
lokal, melainkan lebih mencerminkan perang nasional (memiliki keterkaitan
dengan Batavia) itu sendiri yang kebetulan TKP-nya dimulai di Depok.
Permulaan perang juga telah direspon pasukan sekutu Inggris.
Ini terkesan dari proklamasi yang
dimaklumatkan Mayor Jenderal D. C. Hawthorne, komandan pasukan darat sekutu di
Jawa (yang juga membawahi di Medan dan Padang) pada tanggal 14 Oktober 1945 menyatakan:
‘bahwa ia mengendalikan hukum dan ketertiban, perusahaan publik, mengambilalih pelayanan
kesehatan dan makanan. Proklamasi mengutip fakta-fakta berikut yang akan
dihukum oleh pemerintahan militer: sabotase, penjarahan, pemogokan di
perusahaan publik, menolak untuk menjual kebutuhan untuk alasan apapun dan
membawa senjata oleh orang yang bukan bagian dari pasukan sekutu atau polisi
berseragam. Semua pertemuan publik, yang menghasut kerusuhan atau kerumunan,
dilarang. Sebagian besar pelayanan publik yang dilakukan oleh Indonesia pada
saat ini, bekerja secara independen atau di bawah kepemimpinan Jepang. Proklamasi
juga menyatakan bahwa semua layanan harus dilaksanakan sekarang memiliki
orang-orang untuk bekerja sampai mereka diambilalih oleh pemerintahan militer.
Sampai saat itu akan mengontrol layanan yang dilakukan oleh pemerintahan sipil
Jepang (lihat juga Keesings historisch archief: 14-10-1945).
Dengan demikian kerusuhan di Depok
meski tampak sebagai yang bersifat lokal, tetapi dengan melihat horizon kejadian
di berbagai tempat pada waktu yang berdekatan, kerusuhan di Depok adalah bagian
dari perang kemerdekaan itu sendiri di area antara Batavia dan Buitenzorg.
Berikut adalah tanggal-tanggal kejadian yang berdekatan (sejak pasukan sekutu Inggris
merapat di pelabuhan Tandjong Priok tanggal 29 September 1945):
· 11 Oktober 1945: Kerusuhan di Depok
yang didahului informasi pembicaraan di Singapoera tidak menguntungkan karena
pasukan sekutu Inggris di Indonesia ternyata ingin masuk lebih jauh (ke
pedalaman) untuk mendukung Kerajaan Belanda.
· 13 Oktober 1945: Kabinet Indonesia
pertama terbentuk dengan Menteri Penerangan Amir Sjarifoeddin. Proklamasi
perang dari (pemerintah) Indonesia (yang juga diikuti oemat Islam). Pasukan
sekutu Inggris mendarat di Medan dan di Padang.
· 14 Oktober 1945: Komandan pasukan
sekutu di Jawa mengumumkan proklamsi perang.
· 15 Oktober 1945: Pasukan sekutu
Inggris menduduki Buitenzorg.
· 16 Oktober 1945: Pasukan Belanda/NICA
mengambil kendali lapangan terbang Tjililitan.
· 17 Oktober 1945 terjadi pertempuran
antara pasukan Belanda dengan nasionalis di sekitar lapangan terbang Tjililitan.
· 18 Oktober 1945: Pasukan sekutu
Inggris memasuki Bandoeng.
· 20 Oktober 1945: Pasukan sekutu
Inggris mendarat di Semarang.
· 25 Oktober 1945: Pasukan sekutu
Inggris mendarat di Soerabaja.
Pendudukan Depok oleh Belanda
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
dulu suka ada istilah Belanda Depok. Kenapa ya?
BalasHapus