*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Siapa Dr. Tengku Mansur sudah sejak lama kisahnya secara singkat telah diriwayatkan dan dipersepsikan secara umum. Tengku Mansur memulai kiprahnya sebagai Ketua Jong Sumatra di Batavia (1917). Tengku Mansur telah berinisiatif ‘menjaga’ para korban Revolusi Sosial di Sumatra Timur (1946). Para pangeran kesultanan di Sumatra Timur mendaulat Tengku Mansur untuk menjadi Wali Negara Sumatra Timur (1948-1950). Ketika arus gelombang menginginkan Sumatra Timur ‘merdeka’, Tengku Mansur justru berinisiatif membantu Republiken mengintegrasikan Sumatra Timur (kembali) ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Siapa Dr. Tengku Mansur sudah sejak lama kisahnya secara singkat telah diriwayatkan dan dipersepsikan secara umum. Tengku Mansur memulai kiprahnya sebagai Ketua Jong Sumatra di Batavia (1917). Tengku Mansur telah berinisiatif ‘menjaga’ para korban Revolusi Sosial di Sumatra Timur (1946). Para pangeran kesultanan di Sumatra Timur mendaulat Tengku Mansur untuk menjadi Wali Negara Sumatra Timur (1948-1950). Ketika arus gelombang menginginkan Sumatra Timur ‘merdeka’, Tengku Mansur justru berinisiatif membantu Republiken mengintegrasikan Sumatra Timur (kembali) ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Overzicht van de Inlandsche pers, No 21, 19-02-1930 |
Lantas siapa sebenarnta Dr. Tengku
Mansur? Riwayat ini yang akan dideskripsikan dalam artikel ini. Dr. Tengku
Mansur (jika boleh dikata) adalah sosok unik dalam sejarah Indonesia. Dr. Tengku
Mansur bukanlah tokoh berkpribadian ganda, tetapi justru figur berkpribadian
tunggal (unik). Riwayat Dr. Tengku Mansur yang asli inilah yang tidak ditemukan
dalam sejarah (kontemporer) di Sumatra Timur. Mari kita telusuri.
Jong Sumatra:
Tengkoe Mansjur Dipandu oleh Sorip Tagor
Mansoer (lahir di Tanjung Balai
1897) memulai pendidikan tinggi di Inlandsch Artsen School (STOVIA) di Batavia
tahun 1911. Satu angkatan dengan Mansoer (tingkat satu) adalah Abdoel Moenir
Nasution. Kakak kelas mereka di tingkat dua (masuk 1910) adalah Ma’moer Al
Rasjid Nasution. Di tingkat tiga (masuk 1909) ada Sjoeib Paroehoeman Harahap dan
Soeleman Hasiboean.
Di Recht School (sekolah hukum) terdapat Alinoedin Siregar (masuk 1909).
Di sekolah kedokteran hewan (Inlandsche Veeartsen School) di Buitenzorg
terdapat Sorip Tagor (masuk 1907). Pada tahun berikutnya di Veeartsen School (masuk
1910) Tarip Siregar dan Alimoesa Harahap. Pada tahun 1910 Abdul Firman Siregar
berangkat dari Medan melalui Batavia untuk melanjutkan perjalanan studi ke
negeri Belanda. Pada tahun 1911 menyusul Todoeng Harahap studi ke Belanda.
Sebelumnya pada tahun 1905 di Belanda sudah lebih dahulu tiba Radjioen Harahap.
Hingga tahun 1917 yang begelar
tengku yang memasuki perguruan tinggi di Jawa nyaris tidak ada (jika boleh
dikatakan tidak satu pun) kecuali Tengku Mansoer. Dalam situasi serupa itu
Tengku Mansoer tidak kekurangan teman di Batavia (Artsen School dan Recht
School) dan di Buitenzorg (Landbouwschool dan Veeartsen School). Tengku Mansoer sangat dekat dengan
mahasiswa-mahasiswa asal Afdeeling Padang Sidempoean (sebelumnya bernama Afdeeling
Mandailing en Angkola) di Residentie Tapanoeli. Mengapa Tengku Mansoer begitu
dekat dengan mahasiswa-mahasiswa asal Padang Sidempoean?
Di Medan sudah sejak lama dikenal seorang dokter pribumi bernama Mohammad
Daoelaj. Pada tahun 1910, Mohammad Daoelaj memimpin rumah sakit kusta di
)pulau) Sicanang. Dr. Mohammad Daoelaj bertugas di Medan untuk menggantikan Dr.
Abdoel Hakim Nasution. Di Pematang Siantar sejak 1908 juga terdapat seorang
dokter pribumi bernama Mohammad Hamzah Harahap. Mereka ini bukan alumni STOVIA
tetapi alumni Dokter Djawa School (pada tahun 1902 berubah nama menjadi STOVIA).
Mohammad Hamzah Harahap lulus tahun 1902, sedangkan Mohammad Daoelaj lulus
tahun 1905. Saat Tengku Mansoer masuk STOVIA tahun 1911, Radjamin Nasoetion
lulus (angkatan pertama STOVIA). Di Dokter Djawa School, Abdoel Hakim Nasution
sekelas dengan Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Radjamin Nasution sekelas dengan
Soetomo. Siswa-siswa dari Afdeeling Mandailing dan Angkola (kini Afdeeling
Padang Sidempoean) sudah ada sejak 1854 di Dokter Djawa School (siswa pertama
yang diterima dari luar Jawa).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Negara Sumatra
Timur: Djabangoen dan Mansjoer. Beda Misi Tetapi Satu Visi
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar