Laman

Sabtu, 06 April 2019

Sejarah Kota Ambon (8): Sejarah Pulau Buru Ibukota di Namlea; Riwayat Benteng Kuno Defensie di Kajeli Sejak Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Pulau Buru sudah sejak lama dikenal bahkan sejak era Portugis. Pulau Buru berada di sebelah barat Kota Ambon. Pada masa ini kota utama di pulau Buru adalah Namlea. Namun sebelum kota Namlea berkembang ibukota di pulau Buru berada di Kajeli (Kayeli). Namun Kajeli pada masa ini hanyalah terlihat sebagai sebuah desa kecil.

Kajeli (Peta 1753)
Gagasan untuk memindahkan ibukota dari Kajeli ke Namlea muncul pada tahun 1912 (lihat De Preanger-bode, 02-08-1912). Disebutkan bahwa Namlea lebih sehat jika dibandingkan dengan Namlea. Pertimbangan lainnya Namlea lebih sesuai untuk keperluan navigasi pelayaran (kedalaman laut dan arah angin).

Meski Kajeli pada masa kini tinggal kenangan di pulau Buru, tetapi pada tahun 1923 benteng (fort) Defencie di Kajeli telah dimasukkan sebagai daftar cagar yang harus direhabilitasi dan perlu dilestarikan di Maluku yang dimasukkan pada anggaran Kementerian Pendidikan dan Agama. Dalam hal ini Benteng Defencie Kajeli dianggap sebagai salah satu situs kuno yang perlu mendapat perhatian (lihat Oudheidkundig verslag, 1924).

Fort Defencie 1920
Tentu saja cukup banyak situs kuno di Maluku seperti Benteng Victoria di Kota Ambon. Namun situs ini sudah sejak lama terus mendapat perhatian. Situs-situs tua yang baru mendapat perhatian selain Fort Defencie di Kajeli adalah fort Gam Lamo ((Nostra Senora del Rosario) di Ternate, fort Kalamata di Ternate, fort Amsterdam di Hila, fort Kijk-in-den-Pot di Banda, Fort Duurstede di Saparoea. Pelestarian situs-situs kono di Maluku dapat dipahami karena benteng tersebut telah melindungi orang Belanda pada masa tempo dulu di era VOC. Peta 1753

Situs Tua di Kajeli

Pos perdagangan VOC Belanda di pulau Buru berada di Kajeli. Namun pos perdagangan ini tidak berada di posisi Fort Defencie, melainkan di sisi sungai yang berlawanan (lihat Peta 1695). Pada peta yang lebih baru (Peta 1724) posisi pos perdagangan sudah dipindahkan dan berada lebih dekat dengan kampong Kajeli. Pos perdagangan inilah kemudian ditingkatkan menjadi benteng yang lebih kuat yang dikenal sebagai Fort Defencie. Pergeseran ini diduga karena penyesuaian perkembangan navigasi yang mana kedalaman laut di tempat semula hanya sekitar tiga meter, sementara di lokasi yang baru kedalaman laut berkisar antara 15 dan 20 meter (lokasi paling dalam di pantai di seputar teluk). Teluk ini disebut teluk Kajeli sebagaimana dapat diidentifikasi pada Peta 1616.

Kajeli (Lukisan 1724)
Berdasarkan lukisan yang dibuat tahun 1724 Fort Defencie belumlah permanen. Pagar pelindung tidak terbuat dari batu (beton) tetapi masih bersahaja yang terbuat dari kayu-kayu tegak. Di sekitar benteng tampak terlihat sejumlah bangunan yang terbuat dari kayu yang diduga tempat tinggal dan gudang-gudang para pedagang. Benteng ini kemudian diperkuat dengan konstruksi batu (beton) pada tahun 1778 (sesuai informasi dari LJ Haga, 1910).

Ibukota Dipindahkan dari Kajeli ke Namlea

Sebagaimana disebutkan usulan pemindahan ibukota dari Kajeli ke Namlea sudah muncul sejak tahun 1912 lalu dalam perkembangannya pemindahan itu telah direalisasikan. Paling pada tahun 1920 Namlea telah menjadi ibukota yang baru dari Distrik Buru. Ini dapat dilihat pada Peta 1920.

Peta 1920
Dalam Peta 1920 bendera tricolor sudah berkibar di Namlea. Ini menandakan bahwa pusat pemerintahan telah dipindahkan dari Kejeli ke Namlea. Pada sisi Kajeli dan Fort Defencie pada Peta 1920 garis pantai telah bergeser dari posisi genteng. Sejak 1920 hingga pada masa ini garis pantai terus bergeser menjauhi benteng yang diduga akibat terjadinya pendangkalan laut (sedimentasi). Oleh karena itu, jika melihat posisi benteng pada masa ini terkesan sangat jauh dari pantai.  

Tunggu deksripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

3 komentar:

  1. Salam! Pak tulisan nya menarik.. bisa tidak sesekali tulis tentang daerah Maluku khususnya daerah Maluku Barat Daya. Menarik juga tentang daerah sana pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam juga ya. Pada waktunya akan sampai juga ke Maluku Barat Daya, sudah ada drafnya namun masih perlu finishing. Setelah dari Sumatra saat ini sedang di Bogor (semacam keliling Indonesia), suatu waktu akan kembali ke serial artikel Sejarah Ambon. Dalam tajuk Serial Artikel Sejarah Ambon termasuk wilayah Maluku (Utara)dan Papua. Mungkin sebelum ke Ambon lagi ke Kalimantan dan Menado (Sulawesi bagian Utara).

      Hapus
  2. Sy sangat tertarik dengan sejarah yang ada di pulau buru,,saya harap juga buat sebuah penelitian tentang marga-marga yang mendiami di pulau tersebut,,

    BalasHapus