*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Ada tiga tempat terpenting di daerah aliran sungai Tjisadane tempo doeloe: Moeara (de Qual), benteng Tangerang dan benteng Sampoera (Serpong). Dua yang pertama dapat dilihat pada artikel sebelum ini; sedangkan benteng Sampoera di Serpong akan ditinjau lebih lanjut dalam artikel ini. Tiga tempat ini pada era VOC adalah pusat-pusat pertumbuhan wilayah terawal di Tangerang. Dari tiga tempat inilah Tangerang berkembang seperti yang sekarang.
Ada tiga tempat terpenting di daerah aliran sungai Tjisadane tempo doeloe: Moeara (de Qual), benteng Tangerang dan benteng Sampoera (Serpong). Dua yang pertama dapat dilihat pada artikel sebelum ini; sedangkan benteng Sampoera di Serpong akan ditinjau lebih lanjut dalam artikel ini. Tiga tempat ini pada era VOC adalah pusat-pusat pertumbuhan wilayah terawal di Tangerang. Dari tiga tempat inilah Tangerang berkembang seperti yang sekarang.
Kabupaten dan Kota Tangerang serta Kota Tangerang Selatan |
Lantas apa hebatnya kampong Serpong? Pada masa
ini tidak jauh dari kampong Serpong ini dibangun mega perumahan Bumi Serpong
Damai (BSD). Perumahan BSD sebagai icon Kota Tangerang Selatan sudah dikenal
secara luas. Namun tidak banyak orang mengetahui bahwa area BSD ini di masa
lampau adalah pusat perdagangan terpenting di hulu sungai Tjisadane. Dalam
hubungan inilah kita perlu meninjau kembali sejarah Serpon sebagai origin Kota
Tangerang Selatan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Jembatan (dan rel kereta) di desa Serpong di atas sungai Tjisadane |
Fort Sampoera: Land Serpong dan Land Lengkong
Bayangkan sungai Tjisadane dari Moeara di dekat
pulau Onrust hingga ke pedalaman di Tjiampea (dekat IPB yang sekarang).
Diantara dua titik inilah diletakkan dua buah benteng yakni di Tangerang dan
Serpong. Bayangkan pula sungai Tjiliwong dari benteng Noordwijk (kini lokasinya
Masjid Istiqlal) hingga ke pedalaman di titik singgung terdekat antara sungai
Tjisadane dan sungai Tjiliwong dimanan dibangun benteng yakni benteng
Padjadjaran (kini lokasinya persis Istana Bogor). Diantara dua benteng ini (Noordwijk
dan Padjadjaran) diletakkan dua benteng yakni di Meester Cornelis dan di
Tandjoeng (kini Pasar Rebo). Benteng Serpong (Fort Sampoera) dan Fort Tandjoeng
(Pasar Rebo) berada dalam garis lurus (bayangkan anda melalui jalan tol antara
Pasar Rebo dan BSD). Dalam konteks pertahanan VOC inilah pengembangan
perdagangan dimulai di pedalaman dan kemudian diikuti pembangunan pertanian
(pada basis tanah-tanah partikelir).
Benteng (fort) Sampoera (Peta 1724) |
Pada era VOC, pedagang-pedagang VOC sudah sampai
ke pedalaman. Pusat Eropa/Belanda di pedalaman berada di Buitenzorg.
Transportasi yang awalnya melalui sungai (Tjiliwong, Tjisadane dan Bekasi)
secara perlahan digantikan transportasi jalan darat. Sementara para pedagang
VOC mulai mengeksploitasi lahan, pemerintah membuat program untuk meningkatkan
jalan-jalan tradisonal (jalan lama) dengan bentuk jalan baru yang lebih lebar,
lebih keras (padat) dan pembuatan saluran drainase.
Situs tua benteng (fort) Sampoera (Peta 1901) |
Di daerah aliran sungai Tjisadane, awal pembukaan
lahan hanya terbatas di sekitar benteng Tangerang, namun secara perlahan meluas
hingga ke Serpong (dekat benteng Sampoera). Tidak hanya berhenti di Serpong
(melalui jalan sungai), wilayah antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane
juga dikembangkan lahan-lahan baru seperti di Tjinere dan Pondok Laboe
(Simplicitas). Lalu akhirnya pembukaan lahan sampai ke Tjiampea (melalui sungai
Tjiosadane dari Serpong).
Pedagang
VOC yang pertama membuka lahan di Tjiampea adalah (keluarga) Jeremis van
Riemsdijk. Sebelum membuka lahan Tjiampea keluarga Riemsdijk telah lebih dahulu
membukia lahan di Antjol dan daerah aliran sungai Bekasi.
Hingga berakhirnya VOC (1799) wilayah pedalaman
antara sungai Tjisadane hingga sungai Tjitaroem sudah terbagi ke dalam
lahan-lahan partikelir (land) dan antara batas pantai hingga ke hulu sungai
Tjisadane (di Tjiampea), hulu sungai Tjiliwong (di Buitenzorg), hului sungai
Bekasi/Tjilengsi (di Tjibaroesa) dan hulu sungai Tjitaroem (di Tjikao/Soeang). Pada
era Pemerintah Hindia Belanda (sejak Gubernur Jenderal Daendels. 1808) land
partikelir ini semakin diperluas hingga ke batas sungai Tjimanoek di sebelah
timur dan batas sungai Tjikande di sebelah barat.
Untuk
menghubungkan land-land partikelir ini Gubernur Jenderal Daendels mulai
membangun jalan utama (Grootepost-weg) dari Batavia ke Soerabaja via Buitenzorg,
Tjiandjoer dan Soemedang dan Tjirebon; dan membangun jalan utama dari Batavia
ke Anjer (Banten) melalui Tangerang. Pada era pendudukan Inggris (1811-1816)
tidak banyak yang dilakukan pembangunan jalan. Baru setelah Pemerintah Hindia Belanda
kembali (setelah 1816) membangun jalan baru dimulai. Jalan baru ini yang utama
antara Batavia ke Krawang melalui Bekasi; dan dari Buitenzorg ke Djasinga
melalui Tjiampea. Pembangunan jalan ini secara perlahan telah menggantikan moda
transportasi sungai.
Setelah terhubungnya tempat-tempat utama oleh
jalan raya, pemerintah dan juga para pemilik land mulai membangun kanal-kanal
baru di pedalaman untuk meningkatkan suplai air untuk kebutuhan pertanian.
Kanal di sisi timur sungai Tjiliwong (osterslokkan) selesai ditingkatkan, mulai
dirintis pembangunan kanal di sisi barat sungati Tjiliwong (westerslokkan).
Kanal-kanal kecil juga dibangun di sekitar Serpong dan di sekitar Tjiampea.
Javasche courant, 30-01-1836 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar