*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah satu titik terpenting dalam sejarah (perjuangan) bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga sangat penting di Sukabumi, karena Sukabumi juga adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam proses (garis continuum) perjuangan bangsa. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga adalah wujud dari kemerdekaan di Soekaboemi dari pengaruh asing (Belanda dan Jepang). Namun Proklamsi Kemerdekaan Indonesia tidak cukup. Perjuangan masih ada, yakni mengusir kembali para penjajah yang kembali (Inggris dan Belanda) yang disebut perang kemerdekaan. Dalam hal ini, Sukabumi menjadi salah satu area penting dalam perang kemerdekaan itu.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah satu titik terpenting dalam sejarah (perjuangan) bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga sangat penting di Sukabumi, karena Sukabumi juga adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam proses (garis continuum) perjuangan bangsa. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga adalah wujud dari kemerdekaan di Soekaboemi dari pengaruh asing (Belanda dan Jepang). Namun Proklamsi Kemerdekaan Indonesia tidak cukup. Perjuangan masih ada, yakni mengusir kembali para penjajah yang kembali (Inggris dan Belanda) yang disebut perang kemerdekaan. Dalam hal ini, Sukabumi menjadi salah satu area penting dalam perang kemerdekaan itu.
Soekaboemi, 21 Juli 1947 |
.
Bagaimana
sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sudah kita ketahui. Akan tetapi
bagaimana sejarah perang kemerdekaan di Sukabumi belum sepenuhnya diketahui.
Dalam hubungan ini, sudah menjadi tugas kita untuk melengkapi sejarah perang
kemerdekaan di Sukabumi. Wilayah Soekaboemi adalah salah satu wilayah
pertahanan terakhir bangsa Indonesia. Inilah yang menyebabkan sejarah perang
kemerdekaan di Soekaboemi terbilang penting. Hanya saja sejarahnya belum
sepenuhnya terdokumentasi. Tentu saja dalam masa transisi ada romantika sejarah
yang mengutub pada siapa kawan dan siapa lawan. Untuk lebih memehaminya mari
kota telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
De locomotief , 12-10-1949 |
Interniran Belanda dan Perang
Kemerdekaan
Pada
era pendudukan militer Jepang, hal terpenting bukanlah keberadaan militer
Jepang, tetapi orang-orang Eropa/Belanda yang berada di kamp tahanan sebagai
interniran. Mereka ini adalah orang-orang Eropa/Belanda yang terjebak dan tidak
bisa meloloskan diri. Mereka dalam tahanan selama masa pendudukan militer
Jepang. Tidak lama memang, hanya 3.5 tahun, tetapi sangat menyakitkan.
Bayangkan orang-orang Eropa/Belanda berada di atas angin selama 3.5 abad.
Belanda menjajah selama 3.5 abad lalu 3.5 tahun
di dalam interniran (tidak merdeka). Bangsa Indonesia dijajah selama 3.5 tahun
habis itu merdeka. Meski berada di bawah pendudukan militer Jepang, tetapi
secara fisik bebas. Itulah perbedaan antara yang dirasakan orang-orang
Eropa/Belanda dan orang-orang Indonesia.
Jumlah
interniran Eropa/Belanda di Soekaboemi sebanyak 1.300 orang (lihat De Tijd :
godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-10-1945). Jumlah ini tampaknya adalah gambaran
banyaknya orang-orang Eropa/Belanda di Afdeeling Tjiandjoer dan Afdeeling
Soekaboemi sebelum pendudukan Jepang. Selain para interan Eropa/Belanda dipusatkan
di Soekaboemi juga dipusatkan di Buitenzorg dan Tjimahi (Bandoeng).
Takluknya Jepang kepada Sekutu, menyebabkan
Sekutu/Inggris datang ke Indonesia untuk tujuan dua hal: membebaskan interniran
Eropa/Belanda dan melucuti militer Jepang. Dengan banyaknya jumlah interniran
Belanda di Indonesi, keinginan untuk menguasai Indonesia kembali muncul. Secara
teknis Kerajaan Belanda masih lemah karena baru habis diduduki oleh Jerman,
yang memiliki ambisi kuat menguasai kembali Indonesia yang dibonceng oleh
Sekutu/Inggris adalah orang-orang Belanda yang berada di pengasingan seperti di
Australia. Gerakan Hindia Belanda ini terutama di Australia eksis selama
pendudukan Jepang. Pimpinan gerakan ini adalah seorang Indo kelahiran Semarang
HJ van Mook. Orang-orang Indo inilah yang sangat berhasrat untuk menguasai
kembali Indonesia, untuk menutupi penderitaan selama 3.5 tahun dengan kenangan
manis selama 3.5 abad. Namun Indonesia yang ingin dikuasai kembali bukanlah
Indonesia sebelum pendudukan Jepang, tetapi Indonesia setelah pendudukan
Jepang. Sudah banyak berubah.
Sementara
Sekutu/Inggris mulai melakukan tugasnya di Djakarta/Batavia, di Depok terjadi
peristiwa berdarah pada tanggal 11 Oktober 1945. Pasukan Sekutu/Inggris pertama
mulai mendarat di pelabuhan Tandjoeng Priok, Djakarta/Batavia pada tanggal 29
September 1945. Kerusuhan di Depok (11 Oktober 1945) awalnya tidak dalam
konteks perang. Namun karena Inggris yang sudah melakukan aksinya yang mana Belanda
menyusul di belakangnya, maka situasi berubah cepat dimana laki-laki dari Depok
dipisahkan dan diangkut oleh nasionalis ke Buitenzorg sebagai sandera
(dimasukkan ke penjaran Paledang tempat dimana interniran Eropa/Belanda berada).
Kabinet (pertama) Republik Indonesia sendiri baru
terbentuk pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan daftar menteri sebagai berikut
(lihat Keesings historisch archief: 14-10-1945).
Setelah
selesai di Djakarta/Batavia, pasukan Sekutu/Inggris merangsek ke Buitenzorg
tanggal 15 Oktober 1945 untuk tujuan pelucutan tentara Jepang juga melakukan
pembebasan terhadap tahanan interniran Eropa/Belanda. Rumor di Batavia/Djakarta
menyebabkan satu detasemen dipisahkan menyisir Depok untuk seterusnya ke
Buitenzorg. Saat inilah tawanan di Depok dibebaskan oleh Sekutu/Inggris dan
membawanya ke Buitenzorg sebagaimana dilaporkan surat kabar Telex, 16-10-1945::
‘sesudah empat hari tawanan di Depok kemudian dibawa ke Buitenzorg untuk
dipersatukan dengan sandera laki-laki yang telah dibebaskan di Buitenzrog’
Ketika Sekutu/Inggris bergerak, yang mengevakuasi
militer Jepang ke lautan adalah tentara Belanda. Orang-orang interniran yang
dibebaskan bergabung dengan pasukan/tentara Belanda yang terus mengalir di
belakang Sekutu/Inggris. Gambaran ini dapat dibaca seperti yang diberitkan
surat kabar De patriot, 18-10-1945: ‘ Dilaporkan untuk keberangkatan sebanyak
2.500 tentara Belanda (mantan tahanan perang) dari Bangkok ke Jawa beberapa
hari ditunda karena kesulitan transportasi. Mereka saat ini berlatih di sekitar
Bangkok dan dipersenjatai. Sementara itu sebanyak 5.000 Belanda yang juga
merupakan tawanan perang Jepang di Singapura dipersenjatai dan akan dikirim ke
Indonesia.
Dalam
proses evakuasi tawanan wanita dan anak-anak ini, pasukan nasionalis dari yang
bersemubunyi di balik pohon-pohon sepanjang perjalanan menembaki truk pengangkut
dengan senapan mesin. Seorang anak meninggal akibat luka tertembak (lihat Bredasche
courant, 19-10-1945). Penyerangan oleh nasionalis ini di Depok sesungguhnya
perang terhadap penjajah (Sekutu/Inggis dan Belanda/NICA) sudah dimulai.
Permulaan perang juga telah direspon pasukan
sekutu Inggris. Ini terkesan dari
proklamasi yang dimaklumatkan Mayor Jenderal D. C. Hawthorne, komandan
pasukan darat sekutu di Jawa (yang juga membawahi di Medan dan Padang) pada
tanggal 14 Oktober 1945 menyatakan: ‘bahwa ia mengendalikan hukum dan
ketertiban, perusahaan publik, mengambilalih pelayanan kesehatan dan makanan.
Proklamasi mengutip fakta-fakta berikut yang akan dihukum oleh pemerintahan
militer: sabotase, penjarahan, pemogokan di perusahaan publik, menolak untuk
menjual kebutuhan untuk alasan apapun dan membawa senjata oleh orang yang bukan
bagian dari pasukan sekutu atau polisi berseragam. Semua pertemuan publik, yang
menghasut kerusuhan atau kerumunan, dilarang. Sebagian besar pelayanan publik
yang dilakukan oleh Indonesia pada saat ini, bekerja secara independen atau di
bawah kepemimpinan Jepang. Proklamasi juga menyatakan bahwa semua layanan harus
dilaksanakan sekarang memiliki orang-orang untuk bekerja sampai mereka
diambilalih oleh pemerintahan militer. Sampai saat itu akan mengontrol layanan
yang dilakukan oleh pemerintahan sipil Jepang (lihat juga Keesings historisch
archief: 14-10-1945).
Sebagai
respon terhadap pasukan Sekutu/Inggris dan Belanda/NICA yang tidak peduli
terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, lalu Tentara Keamanan Rakjat
mengumumkan Proklamasi Perang pada tanggal 13 Oktober 1945 dan yang juga hal
yang sama dilakukan Oemat Islam sebagaimana dilaporkan Keesings historisch
archief: 14-10-1945. Ini mengindikasikan perang di Depok dapat dikatakan
merujuk pada Proklamasi Perang tersebut.
Perang ini juga sudah terjadi di Djakarta.Batavia.
Pada tanggal 16 Oktober 1945 yang mana pasukan Belanda telah mengambil kendali
lapangan terbang Tjililitan dan pasukan tambahan telah dikirim untuk
memperkuatnya. Pada tangga 17 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pasukan
Belanda dengan nasionalis. Dua pasukan Belanda ditembak nasionalis dari atas
pohon dengan senapan mesin (De patriot, 18-10-1945). Inilah kontak pertama
nasionalis dengan (pasukan) Belanda/NICA.
Sementara di Djakarta dan Depok perang telah
dilancarkan oleh nasionalis, beberapa hari sebelumnya pada tanggal 13 Oktober
1945 pasukan Sekutu/Inggris mendarat di Padang dan Medan. Pasukan Sekutu/Inggris pada tanggal 20 Oktober 1945 mendarat di Semarang
dan pada tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya. Lalu pada tanggal 28 Oktober
hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya.
Presiden
Soekarno dalam dilema. Perjanjian Soekarno dengan pimpinan Sekutu/Inggrsi di
Singapoera yang hanya membolehkan masuk Sekutu/Inggris dalam kenyataannya
Belanda/NICA sudah nempel di belakang Sekutu/Inggris di daratan. Pertempuran di
Djakarta/Depok sebagai respon nasional terhadap pelanggaran yang dilakukan
Sekutu/Inggris. Radio Bandoeng yang dilansir surat kabar berbahasa Belanda
melaporkan bahwa Markas Barisan Rakjat yang dipimpin Abdul Haris Nasution tidak
bisa menerimanya dan Soekarno harus disalahkan (Provinciale Drentsche en Asser
courant, 17-10-1945).
Dalam permulaan perang ini terindikasi hanya satu
saluran pemberitaan di kalangan nasionalis Indonesia yakni Radio Indonesia
Bandoeng. Eksistensi radio eks militer Jepang ini sudah diokupasi oleh
nasionalis Indonesia. Seperti kita ketahui sebelumnya Radio Bandoeng
mengudarakan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
pada pukul tujuh malam yang dibacakan oleh Sakti Alamsyah Siregar.
Markas
Barisan Rakjat di Bandoeng yang menyalahkan Soekarno dapat dikatakan semacam
maklumat perang dari Bandoeng. Memperhatikan situasi dan kondisi yang ada, lalu
muncul tuntutan dari (pemerintah) Indonesia yang disampaikan kepada komandan
Sekutu/Inggris. Tuntutan itu adalah sebagai berikut (Leeuwarder koerier,
20-10-1945):
1.Tidak ada pasukan Belanda di Indonesia dapat
dimasukkan ke darat.
2.Semua pasukan Belanda meninggalkan Indonesia.
3.NICA harus tetap keluar dari layanan.
4.Pemerintah sekarang harus diakui sampai masalah
ditinjau oleh ‘otoritas dunia’ yang kompeten.
5.Pendudukan tentara sekutu tentara harus
dibatasi untuk urusan yang terkait dengan semua tawanan perang dan melucuti
tentara Jepang.
Semua
tuntutan itu dalam kenyataannya tidak digubris baik oleh Sekutu/Inggris maupun
Belanda/NICA. Tampaknya Belanda merasa percaya diri untuk mengambil peran yang
lebih luas dari Inggris dan merasa mampu untuk menguasai Indonesia kembali. Di
lain pihak, pemerintah yang baru terbentuk di bawah Presiden Soekarno belum
mampu sepenuhnya mengkonsolidasikan kelompok-kelompok perlawanan (terutama
pemuda) di seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas. Para gubernur yang sudah
ditunjuk belum bekerja secara efektif.
Dalam perkembangan selanjutnya setelah kejadian
kerusuhan di Depok, dilaporkan telah ditangkap enam nasionalis terkemuka di
Buitenzorg untuk diinterogasi yang juga dikaitkan dengan kerusuhan di Depok
(Telex, 24-10-1945).
Negara Pasoendan: Para Pejuang
Terbelah, Penduduk Bingung
Kota
Soekaboemi adalah salah satu pusat internitan orang Eropa/Belanda. Setelah
BataviaDjakarta dan Buitenzorg, pasukan Sekutu/Inggris merangsek ke Soekaboemi.
Jumlah interniran Eropa/Belanda di Soekaboemi sebanyak 1.300 orang (lihat De
Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-10-1945).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar