Laman

Jumat, 27 Desember 2019

Sejarah Jakarta (69): Sejarah Petojo, Sudah Dikenal Sejak VOC/Belanda; Fort Riswijk, Pabrik Batu Bata, Pabrik Batu Es Terkenal


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Petojo bukanlah nama baru di Jakarta. Nama Petojo bahkan sudah eksis sesjak era VOC/Belanda. Kampong Petodjo terletak tidak jauh dari benteng (fort) Riswijk. Posisi GPS kampong Petodjo berada di sisi barat sungai Krokot (sementara Fort Riswijk berada di sisi timur sungai Krokot). Dua situs tua ini diduga terkait satu sama lain. Situs pertama adalah Fort Riswjik. Kampong Petodjo diduga adalah pemukiman awal pasukan pribumi yang bekerja di Fort Riswijk. Namun nama Petodjo baru populer pada era Pemerintah Hindia Belanda sebagai pusat industri batu bata.

Javasche courant, 08-12-1838
Pada era VOC/Belanda (1619-1799), pusat industri batu bata berada di utara sawah besar. Lalu lintas utama di area industri batu bata ini kemudian dikenal sebagai Steenbakker Gracht (kanal pembakaran batu bata). Kanal ini tampaknya menjadi moda transportasi air untuk mengangkut batu bata ke kota (stad) Batavia. Kanal ini terhubung dengan sungai Tjiliwong di Mangga Besar. Dalam perkembangannya, di sisi kanal Steenbakker Gracht dibangun jalan darat yang kini dikenal sebagai jalan Tangki Lio.

Pabrik batu bata di Petodjo dikelola oleh pemerintah (lihat Javasche courant, 08-12-1838). Disebutkan, para pekerja yang bekerja di pabrik batu bata di Petodjo dan orang yang bekerja di benteng (fort) Prins Frederik (nama baru Fort Noordwijk) dibiayai oleh pemerintah. Informasi ini mengindikasikan bahwa fort Riswijk tidak difungsikan lagi (tetapi Fort Noordwijk masih difungsikan). Kini, kampong Petodjo menjadi dua kelurahan di kecamatan Gambir, Jakarta Pusat: Petojo Selatan dan Petojo Utara. Untuk menambah pengetahuan kita tentang sejarah Petojo mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Petodjo (Foto udara, 1935)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng Riswijk dan Kampong Petodjo

Sejarah Petojo merujuk pada keberadaan Fort Riswijk (pada era VOC). Pasca serangan Mataram terhadap Batavia tahun 1629, segera dibangun benteng Riswijk di sisi timur hulu sungai Krokot yang disebut benteng area persawahan atau Fort Riswijk (benteng lainnya dibangun di sisi barat hulu sungai Tjiliwong yang disebut benteng area utara atau Fort Noordwijk). Benteng Fort Rieswijk kemudian diperkuat dengan membangun kanal.

Pada tahun 1640 dibangun kanal untuk menghubungkan dua benteng ini, yaitu dengan menyodet sungai Tjiliwong di selatan Fort Noordwijk dan mengalirkannya ke barat melalui belakang Fort Riswijk terus ke sungai Krokot. Kanal ini berfungsi untuk pengendali banjir di kota (stad) Batavia, moda transportasi air antara dua benteng dan barrier yang memperkuat posisi kedua benteng. Kanal ini kelak dikenal sebagaui kali diantara jalan Juanda dan jalan Veteran. Lalu pada tahun 1650 kanal di Fort Riswijk disodet dengan mengalirkan ke utara dan masuk kembali ke sungai Tjiliwong ke kota (stad) Batavia. Kanal ini kemudian disebut Molenvliet yang kini dikenal sebagai kali diantara jalan Hayam Wuruk dan jalan Gajah Mada. Pembangunan kanal ini mengikuti jalan kuno dari (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran ke (pelabuhan) Sonda Kalapa. Dengan adanya kanal ini maka batas transportasi darat dari hulu hanya sampai benteng Fort Riswijk.

Fort Riswijk, 1772 (kini Prapatan Harmoni)
Sebelum tahun 1682 sungai Kroekoet divermak menjadi kanal dari hulu hingga ke benteng (fort) Rijswijk. Suatu kanal yang menarik garis lurus sungai Kroekoet dari Tanah Abang hingga ke Rijswijk. Pada waktu yang relatif sama, di tenggara benteng (fort) Noordwijk Cornelis Chastelein membuka lahan untuk perkebunan. Pada tahun 1697, Chastelein sudah memiliki sebuah rumah dan dua pabrik gula di area baru ini. Area kepemilikan Cornelis Chastelein ini kemudian dikenal sebagai Weltevreden. Setahun sebelumnya tahun 1696 Cornelis Chastelein juga membuka lahan di Sringsing (kini Lenteng Agoeng) dan kemudian pada tahun 1704 Cornelis Chastelein membeli lahan baru di Depok. Pada lukisan yang dibuat tahun 1772 terlihat pos Rijswijk di persimpangan jalan dari arah Tanah Abang (selatan) dan dari Noordwijk (timur) ke arah Molenvliet (utara). Secara teknis terlihat jalan Gajah Mada yang sekarang lebih dulu ada dari jalan Hayam Wuruk. Siapa yang mengembangkan land Tanah Abang pertama kali tidak diketahui secara jelas, tetapi yang mengembangkan land Weltevreden diketahui adalah Justinus Vinck (dan kemudian dilanjutkan oleh Cornelis Chastelein).

Area sekitar benteng (Fort Riswijk dan Fort Noordwijk) harus clean pada radius tertentu dari benteng. Situasi dan kondisi di sekitar benteng ini relatif tidak berubah hingga satu abad kemudian. Namun di dua sisi kanal muncul estate-estate yang baru. Setelah berakhirnya era VOC yang digantikan Pemerintah Hindia Belanda pada era Daendels (1809-1811) ibukota baru dipindahkan ke selatan kanal (sisi selatan garis antara dua benteng). Area sekitar Fort Noordwijk dikembangkan sebagai pusat pemerintahan (di Weltevreden) sedangkan area sekitar Fort Riswijk dikembangkan sebagai pemukiman Eropa/Belanda. Nama Pasar Tanah Abang baru muncul kembali ke permukaan pada era Pemerintah Hindia Belanda tahun 1810 (lihat Bataviasche koloniale courant, 28-12-1810). Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan militer Inggris.

Setelah dimulainya penataan kota baru (bersamaan dengan pembangunan jalan raya besar atau jalan pos), sejumlah hal berubah di sekitar area Fort Riswijk.  Pekuburan orang-orang Eropa/Belanda yang baru ditempatkan di selatan Fort Riswijk (di sisi barat/selatan sungai Krokot). Sehubungan dengan pembangunan garnisun.markas militer di Weltevreden, dua benteng kuno ini beralih fungsi. Fort Riswijk dijadikan sebagai garnisun/markas kaveleri; Fort Noordwijk direnovasi dengan mempertahankan ciri benteng lama tetapi di sekitarnya dijadikan taman yang kemudian nama benteng Noordwijk digani dengan nama baru yakni Fort Prins Frederik dan tamannya disebut Citadel. Dengan dilikuidasinya Fort Riswijk dan Fort Noordwijk kemudian terungkap dua nama kampong, yakni: kampong Petodjo (kini kelurahan Petojo Selatan/Utara) dan kampong Noordwijk (kini kelurahan Pasar Baru). Dua perkampongan ini diduga kampong-kampong yang dibentuk oleh pasukan pribumi pendukung militer VOC (yang tidak kembali ke kampong halamannya lagi). Dua kampong ini awalnya masuk ke dalam tembok pertahanan VOC. Pada awal pemerintahan tembok pertahanan ini rubuhkan (semacam tembok Berlin pada era modern).

Pada era pendudukan militer Inggris dibentuk klub sosial dengan membangun gedung di hook jalan pos dekat eks Fort Riswijk. Klub sosial ini disebut Societeit Harmonie. Namun Inggris tidak lama dan kembali Pemerintah Hindia Belanda berkuasa. Penataan kota kembali dilanjutkan. Dalam penataan pada tahun 1818 Pemerintah Hindia Belanda juga menata Koningsplein (lihat Bataviasche courant, 11-07-1818). Dalam penataan lanjutan inilah ketika dibutuhkan material yang lebih banyak muncul nama kampong Petodjo sebagai penghasil batu bata (area pabrik yang dibina oleh pemerintah).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar