*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Tanjung Priok pada dasarnya belum pernah ditulis. Tulisan-tulisan tentang sejarah Tanjung Priok yang ada selama ini hanyalah kumpulan karangan belaka, entah dari mana sumbernya. Sejarah Tanjung Priok bukanlah dongeng. Sesungguhnya tidak ada celah memasukkan unsur dongeng dalam sejarah Tanjung Priok. Sebagaimana tempat-tempat lainnya di Jakarta, Tanjung Priok berada di tempat yang terang benderang dalam origin sejarah.
Sejarah Tanjung Priok pada dasarnya belum pernah ditulis. Tulisan-tulisan tentang sejarah Tanjung Priok yang ada selama ini hanyalah kumpulan karangan belaka, entah dari mana sumbernya. Sejarah Tanjung Priok bukanlah dongeng. Sesungguhnya tidak ada celah memasukkan unsur dongeng dalam sejarah Tanjung Priok. Sebagaimana tempat-tempat lainnya di Jakarta, Tanjung Priok berada di tempat yang terang benderang dalam origin sejarah.
Tanjung Priok: Old (Peta 1824) en NOW (Peta satelit) |
Lantas serupa apa sejarah Tanjung Priok? Nah, itu
yang menjadi keingintahuan kita. Oleh karena sejarah Tanjung Priok adalah
narasi fakta, maka secara teknis sejauh ini sejarah Tanjung Priok belum pernah ditulis.
Dalam kerangka itulah kita mulai menulis sejarah Tanjung Priok. Untuk itu
marilah kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Pelabuhan Tandjoeng Priok (Peta 1945) |
Landhuis Tandjoeng Priok: Antjol-Tjilintjing via Sungai Tiram
Priok lahir belakangan. Saudaranya bernama Vinke. Dua bersaudara ini
merupakan hasil hubungan antara Antjol dan Tjilintjing. Induk Antjol bernama
Tiram; dan induk Tjilintjing adalah Toegoe. Tiram adalah anak dari Soenter dan
Toegoe, sedangkan Toegoe yang benama lain Tjakoeng adalah anak dari Boearan dan
Tjipinang. Silsislah Ini mirip cerita fiksi, tetapi sesungguhnya adalah narasi
fakta. Fakta tentang anak beranak sungai di pesisir pantau utara sebelah timur
Batavia.
Priok dan Vinke bukanlah nama sungai. Priok adalah sebuah tanjung yang
terbentuk secara alamiah (daratan yang menjorok ke lautan). Vinke (dalam hal
ini Vinkevaart) sendiri adalah sebuah kanal yang dibentuk secara buatan oleh
seorang pedagang VOC/Belanda, yaitu kanal yang menghubungkan sungai Tiram dan
sungai Tjilintjing. Nama-nama sungai yang lainnya adalah Soenter, Tjakoeng,
Boearan dan Tjipinang.
Kanal Vinkevaart mempromosikan Tandjoeng Priok. Sebelum Tandjoeng Priok
diperhatikan, Kanal Vinke sebelumnya telah berkembang pesat secara ekonomi karena
sudah terhubung dengan Batavia (Kali Besar) melalui kanal Antjol. Dalam hal ini
kanal Antjol dan kanal Vinke di sisi timur Batavia menang segalanya jika
dibandingkan keutamaan kanal Angke dan kanal Moekervaart. Pada era inilah
diketahui pemilik lahan (Land) di Tandjoeng Priok adalah Adriaan van Haste.
Pelabuhan Batavia yang awalnya di Soenda Kalapa
bergeser ke Kali Besar. Satu simpul perdagangan di era VOC/Belanda adalah Angke
yakni dengan membangun kanal Angke dari Kali Besar ke Angke. Dalam
perkembanganya seorang pedagang VOC/Belanda di Tangerang bernama Cornelis van
Mook merintis jalan dengan membangun kanal dari Tangerang ke Angke. Kanal ini
selesai dibangun pada tahun 1687. Kanal ini kemudian disebut kanal Mookervaart
(kanal yang dibuat oleh Mook). Setali tiga uang pada era yang berbeda di sisi
timur Batavia seorang pedagang VOC/Belanda merintis jalan dari Tjilintjing
dengan membangun kanal ke Antjol sekitar tahun 1730. Kanal ini kemudian disebut
Vinkevaart (kanal yang dibuat Justinus Vinck/Vinke). Vicke tidak hanya
membangun kanal dari lanhuisnya di Tjilintjing tetapi juga membangun jalan ke
arah hulu melalui Soekapoera terus ke Tjakoeng dan (benteng) Meester Cornelis.
Landhuis Adriaan van Haste di Tandjoeng Priok, 1772 |
Kanal Antjol dan Estate van Riemsdijk di Antjol, 1772 |
Adriaan van Haste telah membangun landhuis di Tandjoeng
Priok tepat berada di bibir pantai menghadap ke laut. Tidak begitu jelas land
Tandjoeng Priok apakah Haste membelinya dari Vinck atau sebaliknya apakah
sebelum Vinck membeli land Tjilintjing, Haste sudah menguasai land Tandjoeng
Priok (oleh karena itu Vinck membangun kanal di batas selatan lahan yang
dikuasai Haste). Dengan adanya diduga telah meningkatkan produktivitas lahan di
Tnadjoeng Priok (karena kanal sendiri selain untuk kebutuhan navigasi telah
berfungsi sebagai drainase).
Peta 1828 |
Bagaimana
asal usul nama Tanjung Priok sulit diketahui. Secara teoritis, Priok adalah
nama navigasi dalam hal ini tanjung. Orang pribumi tidak terbiasa dengan
terminologi tanjung, teluk dan selat (hanya terbiasa dengan muara).
Pelaut-pelaut Eropa sangat berkepentingan untuk memberi tanda navigasi setiap
sudut lautan (seperti Goode hoop). Hal ini karena mereka memetakannya untuk
kebutuhan navigasi. Orang-orang Eropa biasanya menyebut nama geografi seperti
nama tempat, nama sungai, nama gunung, nama tanjung dan nama teluk sesuai nama
yang sudah ada atau nama yang paling dekat dengannya. Nama Priok diduga bukan
nama asli (lokal) karena tidak ada nama kampong atau nama sungai dan sebagainya
yang mirip dengannya yang terindentifikasi di sekitar. Hanya ada nama tanjung.
Nama Priok lebih mirip dengan nama asing (seperti free, pree, vrugt atau marga
Belanda Vrugt dan sebagainya). Nama-nama lokal yang berdekatan antara lain adalah
sungai Antjol, sungai Tiram, sungai Troesan, sungai Soenter, sungai Toegoe,
sungai Petjah, sungai Bamboe dan sungai Tjilintjing. Lantas apakah nama tanjung
tersebut mengacu pada nama seorang pelaut Belanda (lihat Oprechte Haerlemsche
courant, 23-01-1744). Disebutkan naar Batavia en Weltevreden, Schipper Willem Vrugt.
Sejak 1780 (pasca Gubernur Jenderal Jeremias van
Riemsdijk) para pedagang VOC/Belanda sangat aktif membangun pertanian di
sekitar Batavia, Namun di sisi lain para pedagang VOC terutama pemerintahan
menjadi lupa pertahanan, Situasi ini dimanfaatkan oleh Prancis untuk menyerang
Batavia. Serangan ini terjadi pada tahun 1795. Situasi ini mengakibatkan
pemerintah VOC/Belanda melemah dan pada akhirnya dinyatakan bangkrut pada tahun
1799. Lalu pemerintah Kerajaan Belanda mengakuisisi aset-aset VOC/Belanda.
Seiring dengan perubahan politik, Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia
Belanda tahun 1800. Namun baru efektif pada saat Daendels menjabat sebagai
Gubenur Jenderal yang baru tahun 1808.
Landhuis Tandjoeng Priok, 1779 |
Pada era Pemerintah Hindia Belanda ketika Gubernur
Jenderal Daendels (1808-1811) area Tandjoeng Priok juga termasuk yang ditingkatkan.
Pemerintah menawarkan kepada swasta untuk merehabilitasi jalan dan jembatan ke Tandjoeng
Priok (lihat Bataviasche koloniale courant, 11-01-1811). Program pembangunn
jalan dan jembatan ini diduga kuat kelanjutan program serupa yang dilakukan
sebelumnya hingga Antjol.
Bataviasche koloniale courant, 11-01-1811 |
Namun lagi-lagi terjadi serangan dari luar. Kini,
giliran pasukan militer Inggris yang menyerang dan berhasil melumpuhkan Batavia.
Pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Gubernue Jenderal Daendels tidak
berdaya. Dengan perjanjian yang diadakan pada tanggal 18 September 1811
Pemerintah Hindia Belanda menyerahkan seluruh Hindia Belanda kepada Inggris
yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Raffles.
Pintu masuk pasukan militer Inggris di Tjilintjing, 1811 |
Pendudukan Inggris berakhir pada tahun 1816.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda berkuasa kembali, segala sesuatunya dalam hal
program seakan dimulai dari nol lagi (diistall ulang). Orang-orang Belanda atau
pengusah-pengusaha Belanda yang banyak pulang ke Belanda tidak gampang untuk
menarik kembali untuk berbisnis dan berinvestasi. Rekrutmen pejabat dan pegawai
pemerintah sedikit lebih mudah karena masih cukup banyak orang Belanda dan
untuk mengiisi kekuarangannnya dan kebutuhan tenaga ahli tertentu dilakukan di
Belanda. Namun yang jelas semuanya berjalan sangat lambat.
Pada
masa-masa permulaan yang sulit ini, kegelisahan penduduk pribumi semakin
memuncak. Di berbagai daerah terjadi pemberontakan dan terjadi perang. Lalu
meletus perang di Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830).
Perang berlanjut di Pantai Barat Sumatra (1831-1840). Lalu kemudian perang
terjadi di Bali dan Sulawesi. Pemerintah tampaknya memenangkan setiap
pertempuran. Sementara yang masih tetap menjadi ancaman ada di Atjeh.
Pemerintah Hindia Belanda seakan berada di atas angin. Pada situasi dan kondisi
inilah berbagai program dibuat di Belanda untuk mendukung jalannya pemerintahan
dan pembangunan di Hindia Belanda.
Pada tahun 1855 Menteri Kelautan di Belanda
mengumumkan ke publik untuk membangun berbagai fasilitas navigasi dan
pelayaran. Tahap pertama di Batavia dan sekitar. Pembangunan mercu suar dbangun
di sejumlah titik termasuk di Tandjoeng Priok (lihat Nederlandsche staatscourant, 06-04-1855). Ini
suatu indikasi akan ada intensitas yang tinggi kedatangan dan keberangkatan
kapal-kapal besar Belanda, tidak hanya siang hari juga malam hari. Kapal-kapal
uap yang besar dan bertonase tinggi akan menyambangi Hindia Belanda. Kebutuhan
pelabuhan yang sesuai dan memadai semakin diperlukan. Lantas dimana pelabuhan
dibangun?
Peta 1887 |
Celakanya, kedalaman yang tinggi justru terdapat di sekitar Tandjoeng
Priok. Suatu lokasi yang tidak lazim dalam pembangunan pelabuhan yang justru
lebih memilih di sekitar teluk atau lokasi yang berada di bawah angin.
Tandjoeng Priok adalah area yang berada di garis lintasan angin. Namun tidak
ada pilihan. Untuk menyiasati pilihan titik lokasi yang buruk kemudian dimbangi
dengan teknik pembuatan pelabuhan dengan metode kanal. Kanalisasi pembangunan
pelabuhan terpaksa harus dijalankan. Kebetulan tenaga-tenaga ahli Belanda
sangat menguasai urusan ini. Di satu sisi ada penghematan dalam teknik
pembangunan dermaga sejajar pantai (memanjang) dengan biaya penggalian lahan
yang mahal tetapi dapat ditutupi dengan efisiensi pembuatan dermaga saat
penggalian. Itulah mengapa bentuk pelabuhan Tandjoeng Priok berbentuk kanal,
terkesan mahal tetapi sesungguhnya secara keseluruhan relatif lebih murah.
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan saat dilakukan pemetaan untuk
pembangunan mercu suar pada tahun 1855, kenyataannya kedalaman laut di Tandjong
Priok yang paling dalam yakni sedalam 3,5 meter laut (boleh jadi karena tanjung
yang lebih menjorok ke laut menyebabkan proses sedimentasi sulit terjadi;
sementara di teluk atau sekitar muara sungai proses sedimentasi lebih mudah
terjadi karena penangkapan lumpur yang dibawa aliran sungai mudah mengendap).
Rata-rata kedalaman dasar laut di sejumlah titik pengukuran adalah sebagai
berikut: Moeara Kamal 0.5 M; Moeara Aloeran 0.25 M; Moeara Angke 1 M; Moeara
Karang 1 M; Moeara Baroe 0,5 M; Moeara Heemraden 0.25 M; Moeara Antjol 0.25 M;
pantai Koja 2 M; pantai Tjilintjing 2.5 M; dan Tandjong Priok sedalam 3,5 meter
(informasi ini terdapat pada Peta 1905). Uniknya, Tandjoeng Priok di pesisir
pantai teluk Batavia, hanya satu-satunya tanjung.
Sementara kapal-kapal uap Belanda semakin intens
hilir mudik antara Belanda (Amsterdam dan Rotterdam) dan Batavia (Hindia
Belanda). Ini semua karena situasi keamanan di Hindia Belanda semakin kondusif.
Setelah munculnya rencana pemerintah (via Direktur PU) diskusi tentang
pelabuhan baru tersebut muncul sejak tahun 1867 (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-01-1868), Pemerintah
telah mengumumkan ke publik garis-garis besar rancana pembangunannya.
Pengerjaan
pertama adalah membuat kolam besar (binnen haven) dengan cara pengerukan tanah
menggunakan mesin selama empat jam sehari yang dilakukan selama tujuh bulan.
Tanah hasil kerukan ini di bawa ke sisi barat batas kolam (calon dermaga) yang
digunakan untuk proses penimbunan (dan
pemadatan). Penimbunan ini akan semakin meluas hingga mendekati muara dan
menutup (sungai Petjah). Pemindahan materi ini ke arah barat beresiko karena
lumpur dapat dibawa ke laut (melawan arus; berbeda dengan pengerukan di
pelabuhan di Batavia yang materinya dipindahkan ke sisi timur).
Proses pengerjaan pelabuhan ini (Tandjoeng Priok)
tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentu saja selama proses
pembangunan pelabuhan intensitas hilir mudik kapal uap lintas benua semakin
meningkat lebih-lebih sehubugan dengan akan dipeorasikannya Terusan Suez pada
tahun 1869. Untuk mendukung itu semua, inisiatif, rencana dan pengerjaan pelabuhan
Tandjoeng Priok adalah satu karya besar yang belum pernah ada selama ini di
Hindia Belanda. Semua orang telah membicarakannya.
Peta 1904 |
Posisi Landhuis dan Reorientasi kanal (Peta 1914) |
Dalam pembangunan pelabuhan Tandjoeng Priok ini,
satu yang pasti adalah landhuis Tandjoeng Priok yang sudah eksis sejak lebih
dari satu abad (paling tidak sejak tahun 1772) tidak digusur. Landhuis ini dalam
rencana tetap ditempatnya. Namun proses menemukan keputusan akhir lokasi
perlabuhan baru di Tandjoeng Priok tidak mudah, sangat alot dan masih bersifat
pro kontra.
Rencana
pembangunan pelabuhan di Tandjoeng Priok (pelabuhan kapal uap) masih mengundang
pro-kontra (lihat Bataviaasch
handelsblad, 23-10-1872). Misi pihak PU dengan misi pihak perdagangan (Kamar
Dagang Batavia) tidak ketemu. Lokasi pelabuhan di Tandjong Priok dianggap
terlalu jauh, ada beban biaya tambahan bagi dunia bisnis. Dalam hal debat
disebutkan biasanya pelabuhan mengikuti pusat perdagangan dan sangat sulit
memanggil perdagangan ke tempat dimana pelabuhan akan dibangun. Pemerintah
terus mencari solusi agar tetap di Tandjoeng Priok yang akan diintegrasikan
dengan jalur kereta api. Usulan yang ingin tetap mempertahankan di Batavia
dengan membangunan kolam besar di arah timur menjadi hal yang masuk akal jika
dibandingkan sebelumnya terhadap usulan di Pulau Onrust (tetapi ini ditolak
para ahli).
Sehubungan
dengan dioperasikannnya jalur kereta api Batavia-Buitenzorg, rencana pelabuhan
baru menghangat kembali. Pemerintah telah membentuk suatu komite untuk mengkaji
kemungkinan palabuhan baru di Tandjoeng Priok (lihat Bataviaasch handelsblad, 04-01-1873).
Setelah bekerja, komite ini menemukan solusi atas rekomendasi Kamar Dagang berada
di timur Batavia yang dengan demikian lokasi yang sebelumnya diusulkan di
Onrust dan Tandjoeng Priok dibatalkan (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 04-12-1873).
Namun dalam kenyataannya masih terus terjadi pro kontra antar berbagai pihak
(lihat Bataviaasch handelsblad, 29-05-1875). Titik terang mulai muncul dimana
dari tiga kandidat, lokasi yang dianggap paling layak adalah di Tandjoeng Priok
yang mana perdebatan yang muncul adalah soal antara membangun dermaga kering
(menggali tanah, dermaga darat) atau dermaga mengambang dengan membuat dermaga laut
di atas air (lihat Bataviaasch handelsblad, 05-07-1875). Pilihan di Tandjoeng
Priok juga bersesuaian dengan konsep pethananan dengan memperkuat pertahanan di
pelabuhan. Angkatan laut di tengah lautan tidak akan cukup kuat, tetapi
pelabuhan adalah surga bagi para angkatan laut maupun bagi pedagang. Disebutkan
konsep seperti ini belum ada di Hindia belum ada sekalipun itu di Soerabaja dan
di Tjilatjap (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 13-07-1875). Singkat data begitulah hasilnya sehingga
pelabuhan baru ditetapkan di Tandjoeng Priok.
Pata 1925 |
Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi di
area pelabuhan Tandjoeng Priok yang terus mengalami penyesuaian layout akhirnya
landhuis Tandjjoeng Priok terpaksa tersingkir sendiri. Tamat sudah land
Tandjoeng Priok. Era pelabuhan Tandjoeng Priok terus berlanjut dan brlanjut
terus hingga ini hari.
Tunggu deskripsi lengkapnya
pak apakah bapak memiliki Akun Intagram ?
BalasHapusSejauh ini belum; suatu waktu nanti (Youtube)
Hapusmau nanya ini sumber-sumbernya apa bisa di cantumkan
BalasHapusDalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja
Hapus