*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Ketika saya masih tinggal di Rawasari tempo doeloe (awal tahun 1990an) terdapat sebuah jembatan yang disebut Jembatan Serong. Apakah jembatan tersebut sudah diluruskan, entahlah. Namun ternyata nama jembatan serong tidak hanya di Rawasari, juga terdapat di Cipayung Depok, di Tanah Abang dan (mungkin di tempat lain). Bukan karena tata letak jembatan yang memotong sungai serong (x) yang menjadi perhatian, tetapi mengapa penduduk menyebutnya Jembatan Serong, sementara jembatan-jembatan yang memotong tegak lurus sungai (+) tidak disebut Jembatan Lurus.
Ketika saya masih tinggal di Rawasari tempo doeloe (awal tahun 1990an) terdapat sebuah jembatan yang disebut Jembatan Serong. Apakah jembatan tersebut sudah diluruskan, entahlah. Namun ternyata nama jembatan serong tidak hanya di Rawasari, juga terdapat di Cipayung Depok, di Tanah Abang dan (mungkin di tempat lain). Bukan karena tata letak jembatan yang memotong sungai serong (x) yang menjadi perhatian, tetapi mengapa penduduk menyebutnya Jembatan Serong, sementara jembatan-jembatan yang memotong tegak lurus sungai (+) tidak disebut Jembatan Lurus.
Peta 1890 |
Jembatan Serong adalah satu hal. Satu hal lain yang lebih penting dari
itu adalah bagaimana dengan sejarah Rawasari sendiri. Tentu saja belum pernah
ditulis. Siapa yang peduli sejarah Rawasari. Tapi, meski begitu, Rawasari
nyatanya memiliki sejarahnya sendiri, sejarah yang belum terinformasikan, bahkan
sejarah Rawasari terkait dengan sejarah Jembatan Serong. Untuk menambah
pengetahuan kita, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Rawasari: Teori Jembatan Serong
Secara teoritis jembatan dibuat lurus memotong sungai. Lokasi dimana
jembatan diletakkan di atas sungai haruslah memilih lebar sungai paling sempit.
Mengapa begitu? Karena dengan membuat jembatan lurus di lebar sungai yang
sempit, secara teknis banyak untungnya: jembatan yang lebih pendek akan lebih
kuat konstruksinya, jembatan yang lebih pendek biaya pengadaan bahan dan pembuatannya
lebih murah. Tidak hanya itu, pada lebar sungai paling sempit secara geologis kondisi
tanah telah teruji oleh jaman, kedua tebing sungai lebih solid untuk meletakkan
tiang atau pondasi. Tentu saja pada lebar sungai yang lebih sempit risiko
banjir lebih kecil karena permukaan dasar sungai jauh berada di bawah. Oleh
karenanya pembuatan jembatan dengan arah serong, secara praktis melawan hukum
alam(iah). Dan, pada prakteknya jarang dilakukan kecuali di beberapa tempat
saja seperti di Rawasari.
Jembatan Serong, Rawasari (Now) |
Nama Rawasari sebagai nama suatu area kali
pertama muncul ke publik pada tahun 1872 (lihat Algemeen Handelsblad, 12-08-1872).
Disebutkan bahwa van Hoeven akan menjual tiga persil (petak) lahan. Lahan-lahan
tersebut dinamai Pondok Rawa, Modjo Rawa dan Rawa Sari. Secara spesifik lahan
Rawa Sari disebut luasnya 20 hektare yang terdiri dari bouw en weiland (lahan
pertanian dan padang ilalang) yang mana terdapat kanal utama (hoofdvaart) di
dekat kampong (dorp) Nieuw Vennep.
Algemeen Handelsblad, 12-08-1872 |
Jalan
yang dimaksud dalam hal ini adalah jalan yang bermula di jalan pos (Grooteweg)
di Struiswijk. Pada era VOC lahan (land) Struis adalah lahan tertua yang telah
diusahakan oleh para pedagang VOC. Land Struis ini kini kampus UI dan RSCM.
Jalan ini adalah Jalan Salemba Tengah yang sekarang. Jalan ini adalah
satu-satunya jalan. Setelah ujung Jalan Salemba Tengah (belum ada jalan Paseban)
lurus menuju lahan Tjempaka Poetih dan ke arah sisi timur lurus ke lahan Rawa
Mangoen (melalui Pasar Genjing dan jalan Utan Kayu yang sekarang; jalan Pramuka
yang sekarang belum ada). Dua jalan (lama) ini dipotong oleh sebuah kanal (bukan
sungai), karena bentuknya yang terbilang lurus. Seperti teori jembatan, teori
kanal juga menarik garis lurus agar pembangunannya lebih pendek (dan biaya
lebih murah). Tiga lahan milik van Hoeven ini berada di antara kampong Salemba (Tengah)
dan kampong Tjempaka Poetih.
Kapan area basah (rawa) tersebut disebut Rawa
Sari tidak diketahui secara jelas. Namun secara epistemologi, nama Rawa Sari
sudah muncul sebelum adanya (pembangunan) kanal (vaart). Jika pada Peta 1866
sudah diidentifikasi kanal, maka nama lahan Rawa Sari sudah dikenal jauh
sebelumnya. Lahan-lahan di seputar rawa ini bukan termasuk wilayah
(administrasi) Struiswijk tetapi masuk wilayah Tanah Tinggi.
Peta 1866 |
Jalan adalah penanda navigasi paling penting dalam menelusuri sejarah
suatu wilayah atau suatu area. Jalan Percetakan Negara yang sekarang yang
merupakan jalan penghubung antara (kampong) Salemba (Tengah) hingga ke ujung
jalan di kampong Tjempaka Poetih diduga adalah jalan kuno yang sudah eksis
sejak lama. Jalan kuno ini melalui rawa yang mana penduduk merintis jalan di
tengah rawa dengan memilih dan mengikuti tanah-tanah kering.
Peta 1904 |
Rawa ini diduga sudah terbentuk sejak jaman kuno.
Rawa ini terus eksis karena air yang tersimpan di lahan yang lebih rendah
terjebak dan tidak memiliki jalan keluar menuju sungai atau pantai/laut. Kasus
ini adalah kasus umum (tipologi) lahan-lahan diantara lahan yang lebih tinggi
(seperti Tanah Tinggi) dengan sungai atau pantai/laut. Hal inilah yang
menyebabkan di seputar Batavia (juga di kota-kota pantai lainnya) ditemukan
banyak rawa (seperti dalam hal ini Rawa Sari, Rawa Mangoen, Rawa Bangke dan
Rawa Malang). Peta 1904
Area ini diduga mulai dihuni sejak era
VOC/Belanda. Ini mudah dijelaskan. Jalan Salemba (Tengah) pada era VOC adalah
jalan rintisan menuju perkampongan orang-orang Jawa, Makassar dan Ambon. Mereka
ini awalnya adalah anggota pasukan pribumi yang direkrut dari Jawa (sekitar
benteng Missier), (pulau) Ambonia dan kerajaan Gowa (Makassar). Mereka ini
ditempatkan di sujumlah titik di uar Batavia hingga ke sungai
Tangerang/Tjisadane di barat dan hingga ke sungai Karawang/Tjitaroem di timur. Untuk
menambah penghasilan mereka membuka perkampongan dan mengusahakan pertanian.
Hal inilah yang menyebabkan diujung jalan rintisan dari kampong Salemba Tengah
ini terbentuk kampong Jawa, kampong Makassar dan kampong Ambon. Besar dugaan
mereka inilah yang membangun jalan (kini jalan Percetakan Negara dan jalan
Rawasari Selatan).
Dengan adanya kanal (vaart) melalui rawa, maka
area rawa ini di sana-sini terbentuk lahan kering yang kemudian diokupasi (dikapitalisasi)
sebagai lahan yang potensial untuk pembangunan pertanian, termasuk Rawa Sari. Dalam
hubungan ini, sebagaimana terbentuknya jalan, terbentuknya kanal juga mengikuti
hukum alam. Jalan terbentuk mengikuti lahan yang lebih tinggi dan kanal
terbentuk mengikuti lahan yang lebih rendah di hilirnya.
Dalam
kasus Jembatan Serong di lahan Rawa Sari, kanal (vaart) baru ini telah memotong
jalan (bukan sebaliknya jalan memotong sungai/kanal). Kanal ini memotong jalan
kuno antara kampong Salemba dan kampong Tjempaka Poetih. Perpotongan kanal
dengan jalan kono ini berada tepat di GPS tertentu dimana jalan tidak tegak
lurus dengan desain kanal. Oleh karenanya, untuk menghubungkan jalan di atas
kanal, dibangun jembatan (awalnya terbuat dari kayu) yang arahnya serong
merujuk pada kanal tetapi lurus sesuai jalan yang telah ada. Inilah penjelasan
Teori Jembatan Serong.
Jembatan baru di lahan Rawa Sari yang tampak
serong di atas kanal dalam perkembangannya penduduk menyebunya sebagai Jembatan
Serong. Memang sangat jarang terjadi jembatan dibuat serong, karena itu
penduduk menganggapnya sangat unik dan secara spesifik untuk penanda navigasi bagi
penduduk dengan menyebutnya Jembatan Serong.
Pembangunan Kanal Rawasari (Peta 1904) |
Perkembangan Lebih
Lanjut Area (Kampong) Rawasari Menjadi Kelurahan (Wijk)
Saya lahir di rs melania dekat jembatan serong bulan februari tahun 1983, masa kecil saya dulu tinggal di jalan percetakan negara XII c no 333 rt 008/ rw 05 kampung jawa rawasari cempaka putih jakarta pusat, membaca artikel ini seakan kembali ke masa lalu, good old days
BalasHapusSekarang saya tinggal di kelapa dua depok
BalasHapus