Laman

Minggu, 15 Maret 2020

Sejarah Jakarta (116): Sejarah Duren Sawit, Pondok Bambu, Pondok Kelapa, Pondok Kopi; Kleinder Orang Malaka, Duren Sawit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama kampong tempo doeloe, kini menjadi nama kelurahan dan kecamatan di Jakarta Timur: Duren Sawit. Kecamatan yang dibentuk tahun 1993 ini terdiri dari tujuh kelurahan, yakni: Pondok Bambu, Pondok Kelapa, Pondok Kopi, Malaka (Jaya dan Sari), Klender dan Duren Sawit. Keluruhan-kelurahan ini sebelumnya ada yang masuk kecamatan Jatinegara, kecamatan Bekasi Barat dan kecamatan Pondok Gede.

Jembatan Toll Kleinder (Peta 1775 dan Peta 1824)
Semua nama kelurahan di Kecamatan Duren Sawit adalah nama-nama kampong lama. Sebagai kampong lama akan berbeda dengan persepsi umum pada masa sekarang. Kampong Duren Sawit bukanlah berasal dari nama tanaman duren dan sawit. Sebelum tanaman sawit diimpor dari Amerika Selatan sudah ada nama kampong Duren Sawit. Nama kampong Duren Sawit merujuk pada perkampongan orang Jawa berasal dari Doeren Sawit. Demikian juga nama kampong Malaka merujuk pada perkmapongan orang yang berasal dari Malaka. Namun untuk tiga nama kmapong Pondok Bambu, Pondiok Kopi dan Pondo Kelapa sesuai namanya untuk mengidentifikasi nama kampong: terdapat pondok di kebun kopi, pondok di kebun kelapa dan pondok di hutan bambu. Lantas bagaimana dengan nama kampong Klender? Nama kampong Klender tidak mengacu pada kalender (penanggalan) tetapi lahan yang kecil (Kleinder Land).

Sebagai nama kampong lama, sejarah tujuh kelurahan di Kecamatan Duren Sawit ini memiliki sejarah sendiri-sendiri yang dapat ditelusuri ke masa lampau. Oleh karena itu, masing-masing nama kampong/kelurahan dibuat terpisah dalam artikel ini. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Sejarah Duren Sawit

Untuk mengenal suatu area/wilayah tempo doeloe mulailah dengan menelusuri sungai. Sebab sungai (muara, setu dan rawa adalah) penanda navigasi di daratan. Pada sisi-sisi sungai (muara, setu dan rawa) inilah bermula kampong-kampong kecil. Sungai tidak hanya digunakan untuk moda transportasi tetapi juga menjadi sumber air minum, juga sumber ikan. Sungai juga digunakan untuk pertahanan. Sungai juga menjadi sumber irigasi dengan membuat kanal. Itulah arti penting sungai di dataran rendah (yang dekat ke laut).

Sungai Tjipinang bermuara di sungai Soenter di Klender (Peta 1904)
Di wilayah Jakarta mengalir sungai besar (groote rivier) Tjiliwong. Cabang dari sungai Tjiliwong antara lain sungai Tjidjantoeng. Sungai Pesanggrahan bermuara ke sungai Angke; sungai Tjideng bermuara ke sungai Kroekoet. Antara sungai Pesanggarahan dan sungai Kroekoet terdapat sungai Grogol. Sungai Tjipinang bermuara ke sungai Soenter; sungai Tjoeroek bertemu sungai Astana membentuk sungai Boearan; lalu sungai Boearan bentermu sungai Tjakoeng membentuk sungai Tjilintjing.

Pada tahun 1665 pemerintah VOC/Belanda mulai mengubah kebijakannya dari perdagangan yang longgar dengan penduduk pribumi di pantai menjadi kebijakan baru dimana penduduk sebagai subjek (awal membangun pemerintahan). Untuk mendukung kekuatannya, direkrut pasukan pribumi (antara lain dari Ambon, Makassar, Boegis, Bali, Ternate, Banda, Malajoe dan Jawa) untuk mendukung militer VOC. Mereka ini ditempatkan di seputar Batavia. Mereka ini selain menjadi pasukan cadangan juga menjadi barier dari ancaman Mataram dan Banten. Mereka ini kemudian membangun pertanian dan perkampongan di sekitar sungai, setoe atau rawa, termasuk di daerah aliran sungai Soenter dan sungai Tjipinang.

Kanal Soenter ke Poelo Gadoeng (Peta 1682)
Dalam perkembangannya, dibangun kanal dengan menyodet sungai Soenter di Poelo Gadoeng dan mengalirkannya ke Batavia dengan membangun kanal (disebut kanal Soenter). Kanal ini awalnya untuk moda transportasi tetapi kemudian menjadi fungsi drainase. Sejak itulah jalur kanal Soenter dan sungai Soenter semakin ramai yang pada gilirannya orang-orang Eropa/Belanda mulai memasuki wilayah pedalaman (untuk membangun pertanian tanaman ekspor). Dengan semakin ramainya arus orang ke hulu atau sebaliknya ke hilir, mulai terbentuk jalan darat dari Poelo Gadoeng ke pertemuan sungai Tjipinang dan sungai Soenter (hingga lebih jauh ke hulu). Di dua sisi sungai Tjiliwong juga terbentuk jalan darat (sisi barat dan sisi timur). Peta 1682

Pada perkembangan lebih lanjut, antara jalan darat sisi timur sungai Tjiliwong (di benteng Meester Cornelis, di sekitar Berlan yang sekarang) dan jalan darat sisi timur sungai Sonter (pertemuan sungai Tjipinang dan sungai Soenter) terbentuk jalan penghubung yang mana di atas sungai Sonter dibangun jembatan. Jembatan ini dibangun oleh pemilik land (keluarga Kleinder). Jembatan ini sudah diidentifikasi pada Peta 1775. Pada Peta 1824 lalu lintas jembatan ini dipungut retribusi-tol.

Land Klender tempo doeloe, kini Kelurahan Klender (Now)
Setelah kanal Goenoeng Sahari dan kanal Antjol dibangun, kanal Soenter tidak digunakan lagi sebagai jalur pelayaran. Hal ini karena jalur moda transportasi darat dari Batavia ke Meester Cornelis semakin lancar. Oleh karena itu, dengan semakin terbukanya wilayah ke arah timur (hingga ke sungai Tjitaroem), jalur utama yang digunakan dari Batavia melalui Meester Cornelis, Kleinder, Djatinegara, Poelo Gadoeng, Tjakoeng, Pondoeng Poetjoeng dan Bekasi. Jalur inilah kemudian (hingga masa kini) disebut jalan Bekasi.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

3 komentar:

  1. Ternyata nama duren sawit juga merupakan nama desa di daerah pati jawa tengah,konon asalnya dari sebutan kata " duren sak wit " duren hanya sepohon, mungkin warga desa tersebut di bawa voc ke batavia dan bermukim di suatu daerah, dan menjadi kampong duren sawit sprti halnya kampong ambon atau kampong melayu

    BalasHapus
  2. Klender, adalah sebuah kampung besar di Jakarta Timur dimana terdapat kampung-kampung kecil seperti Kp. Tanah Koja,Kp. Jati Ugong, Jatinegara Kaum (-sekarang Wil.Kec. Pulogadung).
    Kp. Baru Ilir, Kp. Jawa, Kp.Lio, Kp.Pulo Kambing, Kp. Sumur, Kp.Rawa Badung (sekarang- Wil.Kec. Cakung).
    Kp. Kapitan/Pertanian, Kp. Kapuk, Kp. Bulak, Kp. Kandang Sapi, Kp. Pondok Bambu, Kp. Rawa Domba (sekarang-Wil.Kec. Duren Sawit).

    Kelurahan Klender Pertama berada di belakang Pasar Klender, kemudian pindah ke Kp. Pulo Kambing. Seiring perkembangan atas pemekaran wilayah kecamatan, kelurahan Klender berpindah lagi ke Kp. Kapitan/Pertanian (dekat SMAN 12) kemudian berpindah lokasi lagi ke Kp. Bulak hingga sekarang hasil pemekaran wilayah Kecamatan Jatinegara menjadi Kecamatan Duren Sawit.

    Sebelumnya hanya ada 2 kecamatan di daerah Klender. Klender Utara (perbatasan jalan kereta) masuk wilayah Kecamatan Pulogadung. Kecamatan Pulogadung mengalami pemekaran. Sebelah Barat Jl. Raya Bekasi tetap masuk wilayah Kecamatan Pulogadung. Sedangkan sebelah Timur menjadi Kecamatan Cakung hingga sekarang.

    Pada Klender Selatan ada 3 kelurahan hasil pemekaran wilayah Kecamatan Jatinegara menjadi Kecamatan Duren Sawit yaitu: Kelurahan Klender di Kp. Bulak, Kelurahan Duren Sawit di Kp. Cilungup dan Kelurahan Pondok Bambu di Kp. Pondok Bambu. Sedangkan batas Kecamatan Jatinegara dengan Kecamatan Duren Sawit dipisah oleh sungai/kali Cipinang.

    Nama Klender sendiri pun hingga kini masih merupakan tanda tanya. Mungkin, karena di daerah itu terdapat sebuah Stasiun Kereta bernama Klender dan menjadi ajang perlawanan rakyat terhadap penjajah pada Agresi 1 dan 2 maka daerah itu dikenal dengan nama Klender sampai sekarang. Terlebih di sana lahir nama seorang Tokoh yg sangat disegani oleh masyarakat dan para pejuang lainnya yaitu Haji Darip. Tokoh ini membawa nama Klender dan menyatukan kampung-kampung lainnya menjadi Klender, sebuah perkampungan besar di wilayah Timur Jakarta.

    Demikian sedikit tambahan informasi tentang wilayah Klender.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tambahan yang informatif dan lengkap,

      Hapus