Laman

Minggu, 19 April 2020

Sejarah Air Bangis (21): Sejarah Muara Kiawai dan Gunung Tuleh; Muara Batang Kanaikan di S Pasaman, Hulu di G Kulabu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah (Muara) Kiawai? Tentu saja ada, tetapi tidak ada yang pernah menulisnya. Kiawai tidak hanya terkenal dengan kesenian ronggeng dan produksi salak. Lebih dari itu.  Sejarah Kiawai juga bukan baru, Kiawa memilik sejarah yang panjang ke masa lampau. Di jaman kuno (era Budha-Hindoe), kota Kiawai adalah kota (kampong) besar yang berada di antara pantai (pelabuhan di Oedjoeng Gading) dan pegunungan (lereng gunung Koelaboe dan gunung Malintang di Mandailing). Di Kiawai, sungai Batang Kanaikan (yang berhulu di gunung Malintang) bermuara ke sungai Pasaman (yang berhulu di gunung Koelaboe). Karena itu nama Kiawai juga disebut Moeara Kiawai. Ibarat pepatah: Asam di gunung, garam di laut, bertemu di kiawai.

Kabupaten Pasaman Barat
Kota Muara Kiawai tempo doeloe, kini secara administratif berada di dalam Kecamatan Gunung Tuleh, kabupaten Pasaman Barat. Kecamatan Gunung Tuleh terdiri dari dua kanagarian yakni Nagari Muaro Kiawai dan Nagari Rabi Jonggor. Nagari Muara Kiawai terdiri dari jorong Kartini, Sudirman, Kampung Alang dan Simpang Tigo Alin. Ibu kota kecamatan Gunung Tuleh berada di Simpang Tiga Alin. Kecamatan-kecamatan di kabupaten Pasaman Barat adalah Gunung Tuleh, Kinali, Lembah Melintang, Luhak Nan Duo, Pasaman, Ranah Balingka, Ranah Batahan, Sasak Ranah Pesisir, Sungai Aur, Sungai Beremas dan Talamau. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda tempo doeloe semua kecamatan di kabupaten Pasaman Barat berada dalam satu afdeeling (kabupaten( yang disebut Afdeeling Air Bangis en Ophit Districten.

Satu tokoh penting di era Pemerintah Hindia Belanda yang berasal dari Moara Kiawai adalah Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan. Abdoel Azis Nasution adalah guru yang melanjutkan sekolah pertanian ke Buitenzorg (Bogor) pada tahun 1909 dan mendirikan sekolah pertanian di Loeboeksikaping pada tahun 1931. Untuk menambah pengetahuan sejarah Kiawai dan Gunung Tuleh dan meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Nagari Muara Kiawai di Kecamatan Gunung Tuleh
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Nama Gunung Tuleh dan Kiawai

Ada dua nama kampong tua. Yang pertama, di muara sungai Batang Kanaikan di sungai Pasaman yang dikenal sebagai kampong Moeara Kanaikan. Yang kedua di muara sungai Batang Kiawai di sungai Batang Kanaikan yang dikenal sebagai kampong Moeara Kiawai. Hulu sungai Batang Kenaikan di gunung Malintang (Mandailing) dan hulu sungai Batang Kiawai di gunung Koelaboe (Mandailing). Ketinggian kampong Moeara Kiawai 137 M dpl. Area tertinggi di sekitar adalah gunung Toela (633 M dpl).

Peta 1843
Dua kampong yang diduga pusat perdagangan dari pantai dan dari pegunungan ini kemudian membentuk federasi yang menjadi awal terbentuknya district yang diberi nama III Kota. District ini berbatasan dengan district Tjoebadak di timur, district III Loerah di barat dan district Pakantan di utara. Batas antara District III Kota dengan district Tjoebadak adalah sungai Pasaman. District III Kota inilah yang kini dikenal sebagai Kecamatan Gunung Tuleh yang terdiri dari dua kanagarian yakni Nagari Muaro Kiawai (di hilir atau selatan) dan Nagari Rabi Jonggor (di hulu atau utara). Dalam pembentukan sistem pemerintahan kanagarian (kampong) di era Pemerintah Hindia Belanda, tampaknya ada satu kota (kanagarian) yang hilang yang mungkin digabungkan ke salah satu dari dua yang ada sekarang (nagari terdiri dari beberapa dusun atau jorong). Di Mandailing, satu atau beberapa huta dibentuk menjadi kampong yang dipimpin oleh kepala kampong (kamponghoofd). Sejumlah kampong (yang umumnya berdasarkan genealogis dan teritorial) dibentuk menjadi koeria. Di Minangkabau laras adalah setingkat koeria.

Pada era Perang Padri (1831-1837) nama kampong Moeara Kanaikan dan kampong Moeara Kiawai belum terlalu terkenal (lihat Peta 1831-1837). Nama kampong yang lebih terkenal adalah kampong Simpang Tello [Tuleh]. Kota Simpang Tuleh adalah simpang ke  berbagai arah. Ke arah barat menuju Air Balam dan Air Bangis; ke selatan menuju Moeara Tambangan, Simpang Tonang dan Rao; ke utara menuju Simpang Banyak (Pakantan) dan Pinyonge (Oeloe). Besar dugaan nama besar kampong Simpang Tello (dekat bukit-goeneng Toela) yang kini menjadi Tuleh di masa lampau diduga menjadi satu alasan penting mengapa nama kecamatan (District III Kota) kini disebut kecamatan Gunung Tuleh (sebelumnya ditulis dengan nama gunung-bukit Toela). Ibu kota kecamatan Gunung Tuleh ditetapkan di Simpang Tigo Alin. Pada era Hindia Belanda tempo doeloe dari nama Simpang Tello [Simpang Toloe?] bergeser menjadi Toela dan kini menjadi Tuleh. Nama kampong Simpang Tello diganttikan dengan nama kampong Alem atau Alim dan bergeser menjadi Alin.

Pasca Perang Padri, untuk mendukung keamanan kondusif di sekitar pertemuan sungai Batang Kanaikan dengan sungai Pasaman, Pemerintah Hindia Belanda membangun pos militer di kampong Moeara Kiawai. Boleh jadi dipilihnya kampong Moeara Kiawai (bukan Moeara Kanaikan) agar lebih dekat dengan kampong Simpang Tuleh di sebelah utara dan juga karena kampong Kiawai juga sudah memiliki jalur darat ke barat ke Air Balam-Air Bangis dan ke timur ke Kadjai-Taloe-Tjoebadak-Simpang Tonang.

Pada saat dimulainya pengepungan Padri di (district) Bondjol (sejak 1831), Pemerintah Hindia Belanda membentuk satu wilayah baru yakni mencakup seluruh wilayah Tapanoeli yang disebut Noordelijke Afdeeling dengan ibu kota di Natal (membedakan dua afdeeling yang lebih dulu terbentuk yakni Afdeeling Padangsche Benelanden ibu kota di Padang dan afdeeling Padangsche Bovenlanden ibu kota di Fort de Kock). Afdeeling Noordelijk ini di masa lampau pada era VOC menjadi wilayah di bawah pengaruh Inggris mulai dari Baros hingga Rao dan Ophir Districten (Taloe, Tjoebadak, III Kota dan Sinoeroet). Afdeeling Noordelijke ini dibentuk menjadi satu residentie dengan memindahkan ibu kota dari Natal ke Air Bangis (karena itu disebut Residentie Air Bangis), Akan tetapi tidak lama kemudian, sehubungan rencana baru pemerintah memindahkan ibu kota dari Air Bangis ke Tapanoeli-Sibolga maka Residentie nama Tapanoeli akan menggantikan Residentie nama Air Bangis. Ketika district Natal, District Mandailing dan Distrik Angkola dimasukdi ke Residentie Tapanoeli lalu district Air Bangis dilikuidasi. Wilayah yang tersisa yakni Air Bangis, Rao dan Ophir Districten dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden yang beribukota di Padang. Sejak jaman kuno hingga era VOC district-district Air Bangis, Ophir, Rao, Mandailing, Natal dan Angkola satu kesatuan wilayah ekonomi. Sejak 1845 secara adminsitratif wilayah menjadi terpisah yang di satu sisi district-district Air Bangis, Ophir Districten (Taloe, Sinoeroet, Tjobadak dan III Kota) dan Rao (termasuk Loender-Panti dan Loeboeksikaping) dengan tetangga mereka di sisi lain district-district Natal, Pakantan dan Oeloe serta Klein Mandailing (Kotanopan).

Seiring dengan adanya pos militer di kampong Kiawai, jalur darat timur-barat ini mulai dikembangkan sebagai jalan poros baru (nama Simpang Toeleh lambat laun mulai tuleh) dan nama kampong Kiawai semakin kiawai. Nama kampong Moeara Kanaikan juga lambat laun tenggelam di muara sungai Batang Kanaikan seiring dengan munculnya kampong-kampong baru di sekitar muara sungai Batang Kanaikan.

Nama-nama kampong yang diidentifikasi di District III Kota, selain Moara Kanaikan dan kampong Moeara Kiawai adalah kampong-kampong Koeboe, Alem [Alin], Godan, Rantou Pandjang dan Bander. Dari kampong Kiawai menuju kampong Odjoeng Gading dan Air Balam melalui kampong Alin. Dari kampong Kiawai menuju kampong Odjoeng Kadjai dan Air Taloe melalui kampong Koeboe. Dalam hal ini kampong Alin telah menggantikan posisi kampong tua Simpang Tuleh. Dari nama-nama kompong yang ada di District III Kota nama kampong Simpang Tuleh yang diidentifikasi pertama dalam peta (suatu kampong besar yang letaknya strategis sejak lampau). Menurut sensus penduduk 1930 negorij (negeri) Rabi Djonggor seluruh populasi adalah Mandailing sedangkan di Kiawai populasi adalah melting pot (Mandailing, Melayu, Rao dan Minangkabau). Peta 1904

Tunggu deskripsi lengkapnya

Cultuur Mij Moeara Kiawai: Kantor Pusat di Pematang Siantar

Studi tentang kelayakan untuk pengembangan perkebunan di wilayah Ophir Districten (Sumatra’s Westkust) sudah dimulai pada akhir tahun 1850an. Namun tampaknya belum ada investor yang berminat (investasi masi berpusat di Jawa). Selanjutnya penemuan Nienhuys di Deli sebagai wilayah yang sesuai untuk perkebunan (tembakau) mendorong minat para investor di Jawa (khususnya di Batavia) mengalihkan perhatian ke Deli (Sumatra’s Oostkust).

Lahan-lahan di wilayah Oost van Sumatra (Sumatra’s Westkust) laris manis, Bahkan pengembangan lahan-lahan perkebunan telah merambah ke Simaloengoen dan Kro. Oleh karena itu wilayah Simaloengoen dan Karo dimasukkan ke wilayah (Residentie) Oost van Sumatra. Ekspansi lahan-lahan perkebunan itu terus meluas bahkan hingga  daerah aliran sungai Baroemoen di Padang Lawas (Residentie Tapanoeli).

Ketika Residentie Oost van Sumatra mulai dirasakan kelangkaan lahan baru, para investor mulai melirik Province Sumatra’s Westkust. Dua wilayah yang menjadi sasaran adalah Residentie Tapanoeli di afdeeling Sibolga en Omstreken dan Residentie Padangsche Benelanden di afdeeling Ophir Districten. Perusahaan yang beralamat di Bandoeng pada tahun 1910 mulai mendirikan perusahaan dengan menggunakan nama Ophir yakni NV Cultuur Syndicaat Ophir (salah satu wilayah operasi di gunung Ophir). Perusahaan ini membuka lahan di Panindjaoean (di hulu sungai Pasaman di yang masuk wilayah kampong Simpang Tonang di lereng gunung Malintang). Pada tahun 1912 juga di Bandoeng muncul perusahaan baru yang juga menggunakan nama Ophir namun pada tahun 1915 perusahaan ini telah meringkas namanya hanya dengan nama NV Cultuur Maatschappij Ophir (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1915). Pada tahun ini Province Sumatra’s Weskust (yang terdiri dari dua residentie Padangsche Benelanden dan Padangsche Bovelanden) dilikuidasi dan statusnya diturunkan menjadi hanya setingkat residentie dengan nama Residentie West Sumatra (sama dengan Residentie Tapanoeli yang berdiri sendiri sejak 1905). Sebaliknya Residentie Oost van Sumatra yang beribukota di Medan dipromosikan menjadi provinsi.

Seorang pemuda kota Kiawai tidak jauh dari area perkebunan NV Cultuur Syndicaat Ophir, Soetan Kanaikan setelah lulus sekolah rakyat di Kotanopan melanjutkan studi ke sekolah guru di Fort de Kock tahun 1909. Setelah lulus dan mendapat beslit guru, Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan tidak menjadi guru. Boleh jadi karena melihat perkembangan pertanian di kampong halamannya di District Ophir, Soetan Kanaikan melanjutkan sekolah pertanian di Buitenzorg. Soetan Kanaikan lulus sekolah pertanian (Midlebare Landbouwschool) di Buitenzorg pada tahun 1914. Soetan Kanaikan adalah lulusan pertama sekolah tinggi pertanian tersebut. Pada tahun 1914 sahabat Soetan Kanaikan di Buitenzorg lulusan sekolah kedokteran hewan (veeartsenschool), Sorip Tagor melanjutkan studi ke Belanda (Utrecht) untuk mendapatkan dokter hewan setara Eropa. Catatan: Sorip Tagor Harahap alumni sekolah Eropa (ELS) Padang Sidempoean yang merantau sekolah ke Buitenzorg tahun 1907, lulus di Utrecht tahun 1920. Sorip Tagor pribumi pertama bergelar dokter hewan adalah ompung dari Inez dan Risty Tagor.

Setelah itu pemerintah mengangkat Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan sebagai advisor pertanian di berbagai tempat: Tapanoeli, Priaman, Painan, Pajacombo, dan Atjeh. Tugas ini dilaksanakan Soetan Kanaikan beberapa tahun hingga akhirnya diangkat pemerintah menjadi kepala sekolah pertanian (landbownormaalscholen) yang baru dibuka di Padang Pandjang. Namun dalam perjalanannya, sekolah ini macet karena kondisi keuangan pemerintah. Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan tidak patah arang, lalu pulang kampong ke Pasaman (bana lokal untuk Ophir) untuk membuka sekolah pertanian swasta. Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan pada tahun 1931 mendirikan sekolah pertanian swasta di Loeboeksikaping (ibu kota onderafdeeling Loeboeksikaping). Catatan: Ibu kota onderafdeeling Ophir berada di Taloe (tidak jauh dari kampongnya di Kiawai). Ketika tahun 1936 dibentuk dewan Minaangkabauraad di Padang, Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan adalah perwakilan satu-satunya dari Ophir Districten.

Pada tahun 1917 para investor di Pematang Siantar, setelah ekspansi dari Oost van Sumatra ke Afdeeling Sibolga (Residentie Tapanoeli) mulai melirik wilayah afdeeling Air Bangis (sebab sudah ada investor yang membuka lahan perkebunan di Simpang Tonang (Ophir Districten). Perusahaan yang berkantor pusat di Pematang Siantar tersebut bernama NV Cultuur Maatschappij Moeara Kiawai (lihat De Sumatra post, 11-06-1917). Disebutkan modal awal pendirian perusahaan sebesar f225.000 yang terdiri dari 450 saham dengan harga per saham senilai f 500. Luas lahan yang akan diusahakan 8.000 bau yang mana seluas 450 bau untuk keperluan estatenya. Direktur adalah A van Laer dan tiga komisaris. Perusahaan ini juga telah mengakuisisi perusahaan tambang di tetangganya, Land en Mijnbouw Mij Talamau (lihat De Sumatra post, 09-03-1918).

Pada tahun 1919 sejumlah tokoh asal Padang Sidempoean di Pematang Siantar membentuk konsorsium untuk membantu dan memudahkan pengusaha pribumi untuk mendapat dana dalam memperluas usaha dan membuka lahan-lahan perkebunan baru dengan mendirikan bank. Saat itu sumber pembiayaan di Sumatra hanya berasal dari bank Eropa dan bank Cina. Di Medan, Java Bank hanya melayani investor Eropa-Belanda dan Kesawan Bank hanya melayani investor-investor Cina. Untuk melayani para investor pribumi belum ada. Bank ini disahkan pemerintah pusat pada tahunn 1920 dengan nama Bataksch Bank yang berkantor pusat di Pematang Siantar (lihat De Telegraaf, 28-12-1920). Pemilik saham bank ini adalah Dr. Mohamad Hamazah Haharap, Dr. Alimoesa Harahap, Notaris Soetan Pane Paroehoem dan sastrawan Soetan Hasoendoetan. Dr, Mohamad Hamzah Harahap adalah lulusan sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia tahun 1902; Dr Alimoesa Harahap adalah lulusan angkatan kedua sekolah kedokteran hewan di Buitenzorg tahun 1914; Soetan Pane Paroehoem adalah notaris pribumi pertama di Sumatra, lulus ujian notariat di Batavia pada tahun 1917. Bataksch Bank adalah bank pribumi orang pribumi.

Sementara itu, semakin banyaknya investor Eropa-Belanda yang memasuki wilayah Residentie Tapanoeli, maka di Padang Sidempoean pada tahun 1920 muncul desakan kepada pemerintah untuk membentuk dewan. Oleh karena Padang Sidempoean bukan Kota (Gemeente), maka dewan yang dibentuk bukan gemeenteraad. Juga bukan dewan kabupaten/Afdeeling (Gewest), akan tetapi dewan onderafdeeling: Angkola en Sipirok. Dewan yang dibentuk baru ini efektif berlaku sejak tanggal 1 Juni 1920 (lihat De Sumatra post, 23-06-1920). Disebutkan anggota dewan ini diantara Abdul Manap, mantan guru di Padang Sidempoesn; Mangaradja Goenoeng, administrator majalah mingguan Poestaka dan Sinar Merdeka di Padang Sidempoean; Soetan Josia Diapari, kepala kampong di Sipirok; Ali Akip gelar Dja Saridin, pengusaha di Batang Toroe; Malim Soetan, pengusaha di Padang Sidempoean; JH de Groot, kepala administrator perkebunan Sumatra-Caoutchouc Maaschapij di Batang Toroe; H. Radersma, wd. Kepala Pejabat Administrasi Rotterdam Tapanoeli Cultuur Maatschappij di Batang Toroe, dan Tjai Tjeng Liong, pengusaha di Padang Sidempoean.

Dibentuknya Plaatselijke Raad Angkola en Sipirok ini diduga terkait dengan pembentukan Bataksche Bond di Batavia tahun 1919 yang dimotori oleh Dr. Abdul Rasjid Siregar. Sebagai ketua Bataksche Bond, Dr. Abdul Rasjid Siregar kelahiran Padang Sidempoean ingin menaungi para pemuda Batak yang beragama Kristen yang kurang berterima di Sumatranen Bond tetapi tetap menjalin hubungan baik dengan Sumatranen Bond. Pada tahun 1919 Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Masih pada tahun 1920 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan diundang asosiasi peminat/ahli Hindia di Belanda (Oost en West) untuk berpidato di hadapan para anggotanya. Soetan Casajangan adalah pendiri perhimpunan mahasiswa pribumi Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908. Soetan Casajangan yang pernah menjadi direktur sekolah guru di Fort de Kock 1914 dan mendirikan surat kabar Poestaha di Padang Sidempoean 1915, Soetan Casajangan pada tahun 1919 menjadi direktur sekolah guru Normaalschool di Batavia (pada tahun 1924 Indische Vereeniging di Belanda oleh Mohamad Hatta dkk diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia). Pada tahun 1919 Dr. Abdul Hakim Nasution menang dalam pemilihan anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang (pada tahun 1931 menjadi wakil wali kota-burgermeester Kota (Gemeente) Padang hingga 1942 dan menjadi wali kota pertama Kota Padang pada era RI).

NV Cultuur Maatschappij Moeara Kiawai cukup berhasil. Beberapa tahun kemudian Residentie West Sumatra paling tidak terdapat sebanyak enam buah perusahaan onderneming termasuk NV Cultuur Maatschappij Moeara Kiawai (lihat De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, 15-06-1927). Keenam perusahaan ini, ondernemingnya (kebun) sebagain besar berada di Onderafdeeling Air Bangis en Ophir (yang lainnya di Priaman, Tanah Datar dan Kerintji).

Pada waktu yang sama jumlah perusahaan onderneming di Residentie Tapanoeli sebanyak sebelas perusahaan. Perusahaan terjauh di pedalaman di Simarpinggan dan di Pidjorkoling (dekat Padang Sidempoean). Konsentrasinya lebih banyak di district Batangtoroe. Sebagai perbandingan di Sumatra: selain enam di West Sumatra dan sebelah di Tapanoeli, di Riaou 15 buah; Bengkolen (3); Lampoeng (13); Sumatra’s Oostkust (85) dan Atjeh (23).

Sehubungan dengan meningkatnya kesadaran penduduk di Residentei West Sumatra untuk berpartisipasi dalam politik, pada tahun 1938 di Residentie West Sumatra dibentuk dewan daerah yang disebut Minangkabauraad. Sejak di Sumatra’s Oostkus dan di onderafdeeling Angkola en Sipirok dan beberapa daerah lainnya dibentuk dewan daerah tahun 1920, baru tahun 1938 dibentuk dewan daerah yang baru di Sumatra.

Sejak lama hanya dewan kota (gemeenteraad) yang ada, suatu dewan yang hanya terbatas di dalam (batas) kota. Pada tahun 1921 jumlah dewan kota (gemeenteraad) di Sumatra hanya terdapat di Bindjai, Fort de Kock, Medan, Padang, Padang Pandjang, Palembang, Pematang Siantar, Sawahloentoe, Tandjoeng Balai dan Tebingtinggi.

Sebagaimana dewan kota (gemeente), pembentukan dewan daerah (gewest) dimaksudkan untuk mengonttrol pemerintah dan ikut merencanakan serta memperkaya hukum (peraturan perundang-undangan). Salah satu tokoh kuat di Minangkabauraad dari dapil Air Bangis, Ophir Districten dan Loeboeksikaping adalah Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan dari Kiawai. Ketika pemerintah pusat menerapkan kebijakan bahasa pengantar di sekolah dasar pribumi dari bahasa Melayu menjadi bahasa Minangkabau, Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan mengajukan mosi untuk menolak (dan tetap ingin mempertahankan bahasa pengantar dengan bahasa Melayu). Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan adalah pemilik sekolah pertanian di Loeboeksikaping.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

2 komentar:

  1. Saya sebagai pemuda muara kiawai baru ini membaca dan tau sejarah kampung sendiri😅

    BalasHapus
  2. Bangga jadi putra muara kiawai

    BalasHapus