Laman

Minggu, 26 April 2020

Sejarah Bogor (32): Sejarah Cisarua dan Pembangunan Jalan Puncak Pas; Abraham van Riebeeck dan Johannes van den Bosch


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
 

Sejarah Cisarua sejatinya sudah tua. Sejarah paling tua di daerah Puncak yang sekarang. Kampong Tjisaroea tempo doeloe adalah kampong tertinggi di lereng gunung Pangrango. Tentu saja titik puncak Pas belum dikenal. Untuk menuju Tjiandjoer dari Tjisaroea masih menyusuri sisi timur melalui Tjipamingkis. Saat itu banyak jalan menuju Tjiandjoer. Jalan utama ke Tjiandjoer melalui Bantar Gebang (muara sungai Tjilengsi) dan Tjibaroesa atau dari Karawang dan Tandjoengpoera (muara sungai Tjibeet) terus ke Tjibaroesa dan Tjipamingkis.

Kampong Tjisaroea (Peta 1703) dan Rute jalan pos Daendels (1810)
Ada satu orang Gubernur Jenderal VOC yang lahir di Hindia yaitu Willem van Outhoorn. Semuanya Gubernur Jenderal VOC adalah kelahiran Eropa/Belanda, kecuali Willem van Outhoorn. Lahir di Larike, Leihitu, Amboina, Maluku pada bulan Mei 1635. Willem van Outhoorn menjadi Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1690. Sebagai anak Indo (lahir di Hindia) keinginannya sangat kuat untuk bekerjasama dengan para pemimpin lokal di wilayah pedalaman Batavia. Oleh karena itu van Outhoorn mengirim direktur Abraham van Riebeeck untuk mengenal lebih dekat wilayah-wilayah di hulu sungai Tjiliwong. Inisiatif van Outhoorn ini didukung oleh Joan van Hoorn yang telah membuka lahan di timur Batavia (daerah Pasar Baru yang sekarang). Tiga orang yang senang berkebun ini adalah perintis pertanian di hulu sungai Tjiliwong dan Priangan (Preanger). Gubernur Jenderal VOC Willem van Outhoorn yang berakhir tahun 1704 digantikan oleh Joan van Hoorn (1704-1709) dan kemudian dilanjutkan oleh Abraham van Riebeeck 1709-1711. Pada era tiga Gubernur Jenderal VOC inilah nama (kampong) Tjisaroea melambung tinggi.

Lantas apa hebatnya Sejarah Cisarua? Yang jelas nama Tjisaroea yang pertama dikenal di daerah Puncak yang sekarang. Kampong Tjisaroea adalah titik terpenting yang menjadi awal dibukanya perkebunan dan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di lereng gunung Pangrango. Untuk mengenal lebih jauh dan menambah pengetahuan tentang Sejarah Cisarua, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor (Now)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Tjisaroea: Pembangunan Jalan Pos Daendels

Pembangunan jalan pos dimulai pada tahun 1810 berdasarkan Generaal Reglement yang ditandatangai Maarschalk en Gouverneur Generaal Daendels (lihat Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810). Disebutkan rute jalan pos ini dari Batavia hingga Soerabaja melalui Buitenzorg dan Tjieceroa. Pada setiap titik etafe yang ditentukan juga dibangun pesanggrahan. Jarak etafe ini seperti dari Buitenzorg ke Tjieceroa dan dari Tjieceroa ke Baybang (kini sekitar Rajamandala) sebagai jarak perjalanan satu hari (dengan menggunakan kendaaraan kereta kuda). Rute via Tjisaroea ini tampaknya sudah eksis sejak era VOC.

Nama Tjieceroa telah diidenfikasi pada peta yang dibuat Michiel Ram dan Cornelis Coops pada tahun 1701. Dalam ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang dilakukan pada tahun 1703 yang dipimpin Abraham van Riebeeck juga disebutkan telah bertemu pemimpin lokal Priangan (Preanger) Tjiandjoer. Namun tidak dijelaskan apakah Abraham van Riebeeck sampai ke Tjiandjoer atau hanya bertemu di Tjieceroa. Jalan setapak yang diidentifikasi dari Tjiseroa ke hilir di sisi selatan sungai Tjiliwong melalui kampong Tadjoer dan menyeberang sungai Tjiliwong menuju kampong Paroeng Banteng (kini Katulampa) lalu ke hilir (sisi timur sungai Tjiliwong) melewati kampong-kampong Bantar Kambing, Baranangsiang, Pondok Sempoer, Babakan dan Bantardjati serta agak ke hilir Kampong Baroe. Di seberang sungai Tjiliwong diidentifikasi kampong Kedong Waringin (Kedong Badak). Nama-nama kampong ini masih eksis hingga ini hari. Di Kampong Baroe adalah tempat kedudukan Bupati (regent van Campon Baroe).

Komunikasi antara Tjiandjoer dan Batavia muncul. Pada tahun 1713 Gubernur Jenderal berjunjung ke Bandoeng dan Tjiandjoer (Daghregister 7 Juli 1713). Pada tahun 1715 surat yang dikirimkan bupati Tjiandjoer diterjemahkan di Batavia (lihat Daghregister 9 Agustus 1715). Ada beberapa kali surat yang diterima di (kasteel) Batavia selama tahun 1715. Pada tahun 1722 diteriman di Batavia surat dari seorang tentara dari Tsjisaroea (lihat Daghregister 16 Oktober 1722). Juga pada tahun yang sama diterima dari tentara surat dari Tandjoeng Peosra. Pada tahun 1724 suatu ekspedisi ke Tjiandjoer dan membuat akte (perjanjian) dengan bupati Tjiandjoer. Pada tahun 1739 dibuat notifikasi (perjanjian baru) dalam penanaman lada dengan bupati Tjiandjoer. Dari catatan Kasteel Batavia ada indikasi wilayah Priangan (dalam hal ini Tjiandjoer) diakses dari Tandjoeng Poera dan Tjisaroea.

Apa yang menjadi keutamaan kampong Tjisaroea sejak era VOC diduga karena menjadi sebuah perkampongan yang besar. Suatu perkampongan besar mengindikasikan populasinya sudah banyak. Oleh karena sejak era VOC sudah terhubung dengan jalan ke (pelabuhan) Soenda Kalapa (Batavia) diduga kampong Tjisaroea adalah pusat perdagangan di hulu paling ujung sungai Tjiliwong. Dalam hal ini kampong Tjisaroea dan kampong Baybang menjadi dua titik etape penting. Diantara dua titik etafe (pesanggrahan) terletak kampong (kota) Tjiandjoer).

Keutamaan lain dari kampong Tjisaroea sejak era VOC karena telah dijadikan sebagai salah satu benteng (fort) VOC. Benteng VOC pertama di pedalaman adalah benteng Fort Padjadjaran yang dirintis sejak 1687. Setelah benteng Meester Cornelis kemudian dibangun benteng Fort Tandjoeng (kini Pasar Rebo). Paralel dengan ini setelah benteng Tangerang kemudian dibangun benteng Fort Sampoera (kini Serpong). Demikian juga setelah dibangun benteng Antjol kemudian dibangun benteng di Bekasi (di muara sungai Bekasi) dan di Tandjoeng Poera (muara sungai Tjibeet di sungai Tjitaroem). Pada tahun 1713 dibangun benteng Fort Tjiampea. Untuk mengawal benteng Fort Padjadjaran, selain sudah dibangun benteng di Tjiampea lalu dibangun benteng di Tjisaroea. Benteng Tjisaroea adalah benteng penghubung antara Fort Padjadjaran dan benteng Tandjoeng Poera. Satu lagi benteng VOC dibangun di Goenoeng Parang (kelak menjadi Soekaboemi). Pada saat Abraham van Riebeeck menjadi Gubernur Jenderal VOC (1709-1711) beberapa benteng di hilir sudah eksis dan tengah direncanakan benteng di hulu (Tjisaroea, Goenoeng Parang dan Tjiampea). Abraham van Riebeeck sejak 1710 sudah mengintroduksi (tanaman) kopi di seputar wilayah Batavia termasuk hulu sungai Tjiliwong dan Priangan. Bibit-bibit kopi ini didatangkan dari Malabar (India). Sebelum Abraham van Riebeeck menjadi Gubernur Jenderal VOC beberapa tahun di Malabar sebagai Gubernur. Sebagaimana dijetahui Abraham van Riebeeck sejak 1703 telah memiliki lahan di Bodjongmanggis (kini Bojong Gede).

Kampong Tjieseroa berinduk ke Kampong Baroe (regent van Campon Baroe). Dimana posisi GPS Kampong Baroe diduga kuat di sekitar Warung Jambu yang sekarang. Namun agak sedikit membingungkan jika nama Kampong Baroe dibandingkan antara Peta 1701 yang dibuat Michiel Ram dan Cornelis Coops dengan peta yang dibuat Isaac de Graaff yang dipublis pada tahun 1695. Nama Kampong Baroe adalah benar-benar nama kampong yang baru (suatu nama yang asing di tengah-tengah perkampongan asli, Soenda).

Peta yang dibuat Isaac de Graaff berdasarkan hasil ekspedisi yang dilakukan Sersan Pieter Scipio pada tahun 1687. Dalam peta itu, nama negorij (negeri) Campon Baroe (Kampong Baroe) berada di hilir Tjisalak (sekitar Pasar Rebo yang sekarang). Sedangkan nama-nama kampong di hulu sungai Tjiliwong antara lain Tjiloear, Kedong Halang dan negorij Par[a]akan.  Sedangkan pada peta yang dibuat Michiel Ram dan Cornelis Coops pada tahun 1701 adalah kampong-kampong Kampong Baroe, Bantardjati dan Babakan. Dengan asumsi tidak ada salah pencatatan, diduga kepala negorij (kampong) Kampong Baroe (di Pasar Rebo yang sekarang) telah diangkat Pemerintah VOC menjadi bupati dan relokasi ke dekat kampong Parakan (Kampong Baroe). Besar dugaan kepala Kampong Baroe yang relokasi adalah pewaris (utama) area dimana Fort Padjadjaran berada. Area yang kelak disebut Bloeboer ini diketahui pemiliknya adalah kepala Kampong Baroe.

Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750) pada tahun 1745 membangun villa di Kampong Baroe di dekat Fort Padjadjaran. Villa ini pada tahun 1852 hancur karena ada serangan dari Banten. Lalu kemudian di lokasi eks villa tersebut dibangun kembali villa. Area ini kemudian disebut Buitenzorg.

Sejak Abraham van Riebeeck membuka lahan di Badjongmanggis (Bodjong Gede) sejak 1703 sejumlah lahan partikelir terbentuk di hulu sungai Tjiliwong, seperti Kedong Badak, Tjiloear dan Tanah Baroe (Kampong Baroe). Area Fort Padjadjaran dan villa Buitenzorg kemudian dijadikan sebagai tanah partikelir (land) dengan nama Land Bloeboer).

Pada saat Gubernur Jenderal Daendels membangun jalan pos dari Batavia ke Soerabaja via Buitenzorg dan Tjisaroea, land Bloeboer diakuisisi menjadi tanah Pemerintah Hindia Belanda untuk menjadikan Buitenzorg sebagai ibu kota (pemerintah). Villa Buitenzorg diganti dengan membangun istana Buitenzorg (istana Gubernur Jenderal). Selain land Bloeboer, lahan yang diakuisi pemerintah adalah Pasar, Kampong Baroe dan wilayah Bondongan (Empang). Lalu dibentuk tiga desa: Pasar, Empang dan Paledang.

Sehubungan dengan pembentukan kota pemerintah ini, Bupati yang sebelumnya berkedudukan di Kampong Baroe dipindahkan ke Empang (di sekitar lapangan Empang yang sekarang). Kedudukan Bupati berada di Kampong Empang paling tidak terdeteksi pada tahun 1843 (Javasche courant, 18-02-1843). Tidak diketahui kapan Kampong Empang menjadi ibukota. Sementara itu di distrik Buitenzorg sendiri, selain penduduk pribumi, populasi orang-orang Eropa dan Tionghoa sudah banyak termasuk di land Bloeboer dimana Kampong Empang berada.

Tanah-Tanah Partikelir: Pembangunan Jalan Puncak Pas

Salah satu tanah partikelir (land) di hulu sungai Tjiliwong adalah land Tjisaroea. Land ini adalah land terjauh di hulu sungai Tjiliwong. Siapa pemilik land Tjisaroea tidak diketahui secara pasti. Namun yang jelas wilayah Tjisaroea sudah menjadi tanah partikelir sejak era VOC. Landhuis land Tjisaroea tidak berada di kampong Tjisaroea tetapi di Gadok.

Pada era pendudukan Inggris, dibentuk dua land baru yang masuk wilayah Tjiandjoer yakni land Tjipoetri (Tjipanas) dan land Soekaboemi (Goenoeng Parang). Namun ketika Pemerintah Hindia Belanda berkuasa kembali dua land yang berada di luar Residentie Batavia tersebut di beli oleh pemerintah dan diserahkan kepada Bupati Tjiandjoer.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar:

  1. Land Cisarua pemiliknya pada tahun 1949 bernama Raden Haji Kartawijaya Bin Raden Haji Muhamad Rais

    BalasHapus