*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Utara di blog ini Klik Disini
Pulau Sipadan dan pulau Ligitan berada di laut Sulawesi yang posisi GPSnya terletak di pantai timur pulau Kalimantan, Dua pulau ini secara geografis diantara Indonesia dan Malaysia yang pernah disengketakan. Bagaimana hasil sengketa tersebuit di Mahkaah Internasional di Den Haag (Belanda) adalah satu hal. Hal yang penting dalam hal ini adalah bagaimana sejarah dua pulau tersebut.
Lantas apakah ada sejarah pulau Sipadan dan pulau Ligitan? Nah, itu dia! Yang jelas dua pulau ini pernah dipersengkatan. Lalu apa pentingnya sejarah pulau Sipadan dan pulau Ligitan? Tentu saja karena pernah disengketakan maka penting meninjau sejarahnya. Semakin penting sejarahnya karena dua pulau ini tidak jauh dari pulau Sebatik di provinsi Kalimantan Utara. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Riwayat Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
Secara teknis pulau Sipadan dan pulau Ligitan masuk wilayah yurisdiksi Indonesia. Hal ini jika garis lurus yang membagi wilayah pulau Sebatik ditarik sesuai lintan maka pulau Sipadan dan pulau Ligitan jatuh di selatan garis (wilayah Indonesia). Hal itulah tempo doeloe diklaim pemerintah Indonesia sebagai wilayah Indonesia. Namun secara geografis pulau Ligitan dan pulau Sipadan lebih dekat ke daratan wilayah Sabah (Malaysia).
Okelah, pulau Ligitan secara geografis lebih dekat dengan Sabah, tetapi pulau Sipadan sejatinya berada di wilayah perairan Indonesia (mengacu pada garis lurus (lintan) dari batas wilayah di pulau Sebatik. Namun persoalannya menjadi lain ketika Mahkamah Internanasional memenangkan klaim Malaysia terhadap kedua pulau tersebut. Lantas apakah pertimbangan Mahkamah Internasional bersifat jujur, transparan dan adil?
Dalam penentuan batas wilayah di lautan tidak selalu berdasarkan teoritis dan teknis. Namun juga didasarkan karena fakta secara tradisonal (historis) sejak dihuni oleh penduduk yang menjadi bagian dari wilayah negara tertentu. Akan tetapi pulau Sipadan dan pulau Ligitan tidak memiliki penduduk ketika perbedaan persepsi muncul. Oleh karena itu tidak dapat ditrace ke masa lampau. Lantas apakah ada kesepakatan (perjanjian) yang dibuat pada masa lampau?
Satu kesepakatan (perjanjian) yang ada di masa lampau adalah antara Pemerintah Hindia Belanda dan Inggris yang membagi wilayah pulau Sebatik menjadi dua bagian yang mana area di selatan garis adalah wilayah Pemerintah Hindia Belanda dan sebelah utara wilayah yurisdiksi Inggris. Lalu apakah ada kesepakatan tentang pulai Sipadan dan pulau Ligitan dibuat ketika pembagian wilayah pulau Sebatik. Garis lurus sesuai lintang secara defavto masuk wilayah Hindia Belanda.
Perbedaan persepsi yang menyebabkan timbulnya perbedaan dalam klaim pulau Ligitan dan pulau Sipadan dijadikan kedua belah pihak menjadi status-qua (deadlock). Sekali lagi dalam status quo ini terjadi lagi perbedaan persepsi. Pihak Indonesia mengasumsikan bahwa situasi status quo adalah tidak boleh ada intervensi dan tidak boleh ada perubahan apapun selama status quo. Namun Malaysia mengasumsikan bahwa pembangunan dapat diteruskan (karena Malaysia sudah memulai pembangunan di pulau yang menjadi pangkal perkara perbedaan persepsi awal menjadi situasi dan kondisi harus status quo). Ketika Indonesia protes Malaysia mengabaikannya (karena yang dipersepsikan Malaysia berbeda dengan yang dipersepsikan Indonesia). Apakah dalam situasi status quoa ini, Malaysia bersifat jujur?
Jujur atau tidak jujur, adil atau tidak adil, Indonesia negara hukum patuh terhadap hukum internasional (keputusan Mahkaah Internasional). Kemenangan Malaysia diakui dan kekalahan dapat diterima Indonesia. Bukan karena pulau-pulau Indonesia masih sangat banyak lagi, tetapi hanya semata-mata kepatuhan hukum, yang mana hukum seharusnya dibuat jujur dan adil. Sejak diputuskan Mahkamah Internasional, Indonesia tidak lagi bertanggungjawab dan peduli terhadap dua pulau Sipadan dan Ligitan.
Pada masa ini luas pulau Sipadan hanyalah 10,4 Ha dan luas pulau Ligitan 7,4 Ha. Indonesia tidak banyak kehilangan. Dengan diputuskannnya soal pulau Sipadan dan pulau Ligitaan maka Indonesia dengan pulau Sipadan dan pulau Ligitas putus sudah. Lantas apakah Malaysia akan tenang selamanya dengan selesainya perkara pulau Sipadan dan pulau Ligitan dengan Indonesia? Bagaimana dengan Filipina?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Filipina Klaim Sabah
Pulau Sipadan dan pulau Ligitan yang pernah disengketakan antara Indonesia dan Malaysia telah dimasukkan ke wilayah Sabah. Lantas bagaimana sejarah Sabah? Tentu saja masih menarik untuk diperhatikan. Bukan karena pulau Sipdan dan pulau Ligitan sudah lepas dari Indonesia tetapi karena belakangan ini wilayah Sabah yang sudah lama menjadi bagian (federasi) Malaysia digugat Filipina karena merasa memiliki hak sepenuhnya atas Sabah. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Ketika Filipina masih di bawah yurisdiksi Spanyol, pemahaman Inggris dan Pemerintah Hindia Belanda tentang sebagian wilayah Borneo Utara (Soeloe) batas antara Inggris dan Pemerintah Hindia Belanda tetap eksis seperti sebelumnya (Peta 1877) tetapi batas Inggris dengan Soeloe telah dihapus (lihat Peta 1894).
Pada tahun 1898 sesuai perjanjian antara Spanyol dan Amerika Serikat wilayah Filipina berada di bawah yurisdiksi Amerika Serikat. Dalam hal ini berakhir sudah Spanyol di Asia Tenggara. Tiga kekuatan besar di kawasan komposisinya terdiri dari Belanda, Inggris dan Amerika Serikat. Pada wilayah Borneo Utara seperti pada Peta 1902 dibagi dua wilayah: Bagian wilayah di timur batas Broenei diidentifikasi sebagai Gouverment van Britisch Noord Borneo.
Pada tahun 1935 Amerika Serikat mengurangi intensitasnya di Filipina dengan memberi status kepada Filipina sebagai persemakmuran di bawah Amerika Serikat. Lalu pada tahun 1941 Jepang melakukan invasi ke Asia Tenggara. Pada tahun 1944 Amerika Serikat mengeluarkan peta Borneo Utara (Peta 1944). Dalam peta ini diidentfikasi batas-batas wilayah (yurisdiksi Belanda, Inggris dan Amerika Serikat).
Batas-batas yang terdapat pada peta (army) Amerika Serikat (1944) mencerminkan batas-batas wilayah di kawasan pada masa ini. Jika batas-batas wilayah yang sekarang diikuti sesungguhnya merujuk pada batas-batas yang sudah terbentuk pada era kolonial (katakanlah dalam hal ini Peta 1944). Dalam Peta ini juga diidentifikasi garis laut (2o 30 o E).
Lantas mengapa muncil klaim, Indonesia mengklaim pulau Sipadan dan pulau Ligitan dan Filipinan mengklaim sebagian wilayah Sabah (eks Soeloe)? Tentu saja peta-peta tidak bisa menjawab persoalan yang ada. Sebab selain dokumen peta juga masih ada dokumen-dokumen lain seperti teks kesepakatan atau perjanjian-perjanjian yang tidak mungkin ditemukan dalam peta.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar