Laman

Senin, 26 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (40): Sejarah Orangutan di Borneo, Galdikas dan Chanee Kalaweit; People of the Forest Orang Utan Batangtoru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini 

Tentang Orang Utan di Borneo sudah sejak lama diidentifikasi. Paling tidak sudah dipajang gambar dan deskripsinya di Rijks Museum voor Natuurlijk Historie te Leiden tahun 1840 (lihat Algemeen Handelsblad, 28-02-1840). Beberapa bulan sebelumnya seorang penulis Belanda mengusulkan untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut habitat dan populasi orang oetan di Sumatra dan Borneo (lihat De vriend des vaderlands; een tijdschrift toegewijd aan den roem en de welvaart van Nederland en in het byzonder aan de hulpbehoeftigen in hetzelve, 1840).

Disebutkan ada satu spesies yang disebut orang oetan yang ditemukan di Sumatra dan Borneo. Untuk itu ada baiknya diteliti wilayah mana yang aman sebagai kampung halaman satwa tersebut. Kami berkesimpulan bahwa hanya Borneo dan Sumatera yang dapat diadopsi sebagai tanah air Orangutan yang sebenarnya. Ciri-ciri yang sampai saat ini diketahui masih cukup untuk mengasumsikan dua jenis di antaranya di Sumatra dan Borneo. Orang Oetan dengan nama ilmiah Simia satyrus (mengacu pada taksonomi Carl Linnaeus, 1758. Kini, nama ilmiah Orangutan ditulis Pongo pygmaeus (lihat BMF Galdikas, 1984). Lantas mengapa disebut Orang [H]oetan? Karena menurut Galdikas orangoetan adalah people of the forest (yang hanya terdapat di hutan-hutan Sumatra dan Borneo). Pendapat Galdikas ini tampaknya tidak berubah sejak diasumsikan pada tahun 1840 orang oetan hanya ada di Sumatra dan Borneo. Orang Batak menyebut kera yang agak-agak mirip orang ini dengan nama mawas sedangkan orang Dayak menyebutnya tahui. Lalu orang-orang Melayu yang berada di pantai menyebutnya dengan orang [h]oetan. Oleh karena bahasa Melayu saat itu sebagai lingua franca, maka nama Orang Oetan yang dikodifikasi sebagai sebutan untuk jenis kera yang agak-agak mirip manusia ini. Berita inilah yang kemudian disalin dan dibawa oleh orang-orang Belanda ke Eropa. Carl Linnaeus pada tahun 1758 memberi nama dengan Simia satyrus.

Lantas bagaimana sejarah Orang Oetan di Kalimantan? Yang jelas sejarah orang utan Borneo relatif bersamaan dengan sejarah orang utan di Batang Toroe (Residentie Tapanoeli). Orang-orang Inggris di (teluk) Tapanoeli sudah mendengar kabar keberadaan orang oetan di hutan Batangtoroe. Oleh kerana itu ahli botanis Inggris, James Miller dikirim ke Batangtoroe pada tahun 1772. Lalu bagiamana sejarah Orang Oetan di Borbneo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Orang Utan

Gambar yang dipajang dengan deskripsinya di Rijks Museum voor Natuurlijk Historie te Leiden tampaknya orang oetan menjadi menarik perhatian di Belanda. Pada tahun 1842  yang baru pulang dari Hindia, J. Schutte Hoyman menyumbangkan seekor Simia Satyrus (Orang-Oetan) kepada perkumpulan pelestari hewan (lihat Algemeen Handelsblad, 23-05-1842). Sumbangan ini semacam pengganti orang oetan sebelumnya telah meninggal.

Perkumpulan Natura Artis Magistra sebelumnya memiliki orangutan. Orang oetan diberikan oleh Baron Nahuys pada tanggal 23 Juni 1839. Namun, meskipun perawatan yang sangat hati-hati, pada musim dingin tahun 1841 hewan primata itu telah meninggal. Disebutkan orang oetan yang baru ini betina, sama seperti sebelumnya, tetapi yang sekarang lebih tua usianya. Orang oetan yang meninggal itulah yang digambar dan deskripsinya di pajang di museum Leiden.

Semakin banyaknya perhatian pada orang oetan di Belanda. Di Hindia JH van Bossem menulis suatu temuan orang oetan besar empat jam dari Pontianak dengan judul Zeldzaam Groote Orang Oetan yang dimuat pada Tijdschrift voor Neerland's Indiƫ,1845). Ukuran orang oetan ini sekitar 150 pon.

Keberadaan orang oetan kali pertama muncul dala catatan Jacobus Bontius (lihat Overzicht van hetgeen, in het bijzonder door Nederland, gedaan is voor de kennis der fauna van Nederlandsch Indie, 1879). Jacobus Bontius adalah seorang dokter Belanda yang tiba di Hindia pada tahun 1627 dan lima tahun kemudian meninggal di Batavia.

Orang oetan mulai mendapat perhatian dari ahli-ahli Belanda karena orang oetan dapat dianggap sebagai spesies hewan yang paling berevolusi secara intelektual (lihat Algemeen Handelsblad, 03-10-1848). Pada tahun 1852 JA Kool MD. enz. Menerbitkan buku berjudul Craniometrie of onderzoek van den menschelijken schedel bij verschillende volken, in vergelijking met dien van den orang oetan, met afbeeldingen yang diterbitkan J der Ruijter di Amsterdam..

Tunggu deskripsi lengkapnya

Galdikas dan Chanee Kalaweit; ‘People of the Forest’ Orang Utan Batangtoru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar