*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini
Lapangan terbang (bandar udara, bandara) dibangun seiring dengan perkembangan penggunan pesawat terbang, awalnya di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, suatu teknologi (moda) transportasi baru yang awalnya berkembang di tangan para individu (hobi) dan kalangan militer yang kemudian merambah ke Asia Tenggara. Pada tahap permulaan langkanya lapangan terbang yang ada, pendaratan juga dilakukan di atas air (teluk dan danau serta sungai besar). Pada fase inilah juga diketahui keberadaan (sejarah) awal lapangan terbang di Filipina, terasuk di Manila.
Lantas bagaimana sejarah awal penerbangan dan kebandaraan di Filipina? Tentu saja topik ini sudah ada yang menulis. Akan tetapi bagaimana sejarah awal penerbangan terkoneksi satu sama lain di Asia dan Pasifik tampaknya tidak pernah ditulis, apalagi koneksi antara bandara di Fipilina khususnya lapangan terbang di Manila dengan kota-kota lain di luar Filipina. Lalu apa menariknya? Sebab itulah awal sejarah penerbangan internasional di Filipina. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Lapangan Terbang di Filipina: Bandara Manila
Gagasan pembangunan lapangan terbang di Filipina dimulai tahun 1917 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1917). Ini bermula ketika Ketua Senat Filipina telah memberikan bantuannya dalam organisasi awal asosiasi penerbangan (Luchtvaartvereeniging) di Kepulauan Filipina. Ketua Senat Filipina [Manuel] Quezon bahkan menunda perjalanan provinsi untuk menghadiri pertemuan pengukuhan secara langsung organisasi tersebut. Luchtvaartvereeniging didirikan, lapangan terbang akan dibangun dan juga clubhouse yang efektif akan dibangun, sementara pengaturan telah dibuat untuk mengirim orang ke seluruh pulau.
Sebagaimana diketahui bahwa Filipina pada saat itu berada di bawah pemerintah Amerika Serikat (sejak 1898). Ketua Senat Filipina yang dijabat Manuel Quezon tentu sangat mendukung didirikannya layanan penerbangan di Filipina, mengingat Kepulauan Filipina terdiri dari banyak pulau. Namun demikian, jalur penerbangan di Hindia Belanda dapat dikatakan masih terbatas di pulau Jawa seperti Batavia (Tjililitan), Poerwakarta (Kalidjati), Bandoeng (Andir), Semarang, Soerabaya.
De Preanger-bode, 07-11-1919: ‘Para Soesoehoenan Solo ingin menjadi yang ke-15 ke Poerwakarta yang mengunjungi bandara Kali Djati. Pada hari Senin ZH. akan berangkat dengan kereta ekstra menuju Djokja, dimana bermalam akan dilakukan dalam pasanggrakan Sultan. Keesokan harinya rombongan akan melakukan perjalanan dengan kereta ekspres ke Poerwakarta, tinggal disana selama tiga malam. Dari Purwakarta ke Cheribon, menginap dua malam. Dari Cheribon ke Pekalongaa, dua malam. Dari Pekalongan ke Temangoeng satu malam dan dari sana kembali ke Solo. Karena pengaturan itu semua, Bupati Atmodioingrat berangkat ke Poerwakarta. Jika tidak tersedia penginapan yang memadai disana, Soenan akan dikirim ke Bandoeng. Dua puluh lima orang dengan pesawat akan lepas landas di Kali Djati, Surat kabar di Solo melaporkan, bukan panglima militer, tapi wakil presiden Dewan Hindia Iadiƶ, lalu wd. Gubernur Jenderal telah mengundang Sunan untuk mengunjungi situs lapangan terbang tersebut’
Pada tahun 1921 di Solo diketahui sudah ada lapangan terbang (lihat De nieuwe courant, 16-09-1921). Pada tahun 1923 terjadi peristiwa penting di Hindia Belanda, teknologi komunikasi jarak jauh mulai dioperasikan setelah stasion radio Malabar Bandoeng berhasil menghubungkan Belanda dan Hindia. Stasion radio Malabar ini diresmikan pada tanggal 5 Mei 1923. Setahun kemudian pesawat terbang pertama dari Belanda (Amsterdam) tiba di bandara Tjililitan (Batavia) pada hari Senin tanggal 24-11-1924. Tanggal ini begitu penting, baik di Belanda maupun di Hindia. Oleh karena itu disambut meriah dan antusias dimana-mana, tidak hanya Gubernur Jenderal Hindia Belanda juga oleh Ratu Belanda Wilhelmina.
Pada hari Jumat tanggal 21 November 1924 pesawat Foker F-VII mendarat di lapangan terbang Polonia Medan. Itu berarti pesawat pertama Belanda yang berangkat dari Amsterdam pada tanggal 1 Oktober telah tiba di Hindia (menempuh 15.899 Km dalam 20 hari terbang; sisia hari untuk istirahat dan perbaikan). Panitia Penerbangan Hindia Belanda langsung mengirim telegram ke Ratu Wilhelmina dan sang Ratu langsung mengirim ucapan selamat. Ucapan selamat juga disampaikan kepada tiga penerbang dan langsung mendapat bintang (lihat De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Disebutkan para penerbang itu adalah Commandant van der Hoop, Luitenant van Woerden Poelman dan mekanik van den Broek. Hanya dua penerbang yang tiba di Hindia, Luitenant van Woerden Poelman ditinggal di India (Inggris) untuk diganttikan oleh penerbang Hindia Belanda yang lebih memahami wilayah Hindia Belanda. Pada hari Sabtu pesawat F-VII berangkat ke Singapura dan keesokan harinya ke Muntok (Bangka) dan hari Senin dilanjutkan menuju Batavia. Pada hari Senin pagi warga Batavia dan sekitar berduyung-duyung ke lapangan terbang Tjililitan. Ini setelah mendapat kabar positif melalui saluran telepon interlokal dari Muntok bahwa pesawat Fokker F-VII telah mengudara pada pukul 9 pagi. Sementara itu seluruh warga Batavia memasang bendara. Sekolah liebur dan kantor bisnis tutup. Pluit kapal uap dibunyikan, serene meraung-raung. Kemacetan lalu lintas yang tak ada habisnya dari mobil menuju ke area pendaratan Tjililitan,
Penerbangan jarak jauh tahun 1924 ini menjadi tonggak sejarah penerbangan yang menjadi yang pertama menghubungkan Eropa dan Asia Tenggara. Penerbangan terjauh yang ada baru sekadar antara Singapoera dan Inidia dan antara Siangapoera dan Sydney oleh penerbang-penerbang Inggris. Pada tahun 1926 giliran penerbang Spanyol mengikuti penerbang Belanda, dari Madrid dan mencapai Manila (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indiee, 06-05-1926).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perkembangan Jalur Penerbangan Internasional (Sipil) di Asia dan Pasifik
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar