Laman

Senin, 26 Juli 2021

Sejarah Kota Ambon (12): Kerajaan Muar dan Kerajaan Saparua; Peradaban Awal di Maluku, Pulau Halmahera hingga Pulau Aru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Sejarah zaman kuno kerap bersifat misteri. Itu semua karena minimnya data yang ada. Semakin tua semakin sulit menemukan data. Sumber data Maluku baru terkoleksi sejak era Po\rtugis. Meski demikian ada beberapa sumber data yang berasal dari zaman kuno yang masih eksis seperti prasasti dan candi. Namun sayang, sejauh ini belum ditemukan prasasti atau bentuk-bentuk peradaban zaman kuno. Satu-satunya sumber tertulis dari zaman kuno mengenai (kepulauan) Maluku hanya teks Negarakertagama 1365 M. Di dalam teks tersebut beberapa nama disebut seperti Ceram dan Muar.

Maluku adalah kepulauan yang terdiri banyak pulau-pulau mulai dari utara pulau Halmahera hingg selatan di pulau Aru. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor mengapa penduduk Maluku sangat beragam. Meski demikian ada satu ciri yang memiliki kemiripan satu sama lain yakni bentuk pemerintahan tradisional. Dalam hal ini penduduk Maluku hidup berkelompok sesuai dengan garis keturunan ayah dan kekerabatan. Kelompok-kelompok ini menjadi satuan politik membentuk semacam republik desa aristokrasi yang kini ada dalam bentuk negeri. Di Maluku Tengah dan Maluku Tenggara, kelompok masyarakat berdasarkan kekerabatan membentuk matarumah/ub yang kini menjadi fam di pedalaman atau pegunungan. Beberapa matarumah ini membentuk sebuah kampung kecil atau soa/rahanjam yang akan menyatu dengan soa lainnya membentuk hena atau aman (kini disebut sebagai negeri lama/ohoiratun). Negeri-negeri lama ini membentuk uli atau persekutuan negeri. Di Maluku Utara yang menerapkan bentuk kerajaan, terdapat dua uli, yaitu Uli Lima di bawah Ternate dan Uli Siwa di bawah Tidore. Sementara itu, di Maluku Tengah, uli disebut sebagai pata; terdiri dari Pata Lima yang terdiri dari lima negeri dan Pata Siwa yang terdiri dari sembilan negeri. Di Maluku Tenggara, keduanya disebut berturut-turut sebagai Lor Lim dan Ur Siu. Meskipun Uli Lima dan Uli Siwa berasal dari Maluku Utara, pengaruhnya meluas hingga Maluku, misalnya Kerajaan Huamual yang meliputi Seram Barat dan Buru termasuk dalam Uli Lima. Selain di Maluku Utara, di Maluku Tengah pernah terdapat beberapa kerajaan kecil seperti Tanah Hitu dan Iha.  

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno di di Kepulauan Maluku? Seperti disebut di atas sumber sejarah zaman kuno sangatlah minim. Meski demikian sistem pmerintahan yang berhasil didokumentasi sejak era Portugis diduga sebagai warisan zaman kuno. Dalam hal ini upaya penggalian sejarah zaman kuno masih diperlukan, karena sejarah zaman kuno adalah pendahulu sejarah berikutnya (era Portugis). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Zaman Kuno Maluku: Sejak Kapan?

Seperti disebut di atas, identifikasi nama tempat di Maluku terdapat pada teks Negarakertagama 1365. Selain nama Muar dan Ceran dalam teks ini yang didentifikasi Prof Kern (1919) dalam peta adalah Ambwan yang diduga Ambon, Wandan yang diduga Banda, Hutankadali yang diduga Buru, Maloko atau Maluku yang diduga Ternate dan Gurun yang diduga pulau Gorom di kepulauan Gorong di tenggara pulau Seram. Prof Kern juga menyebut nama Gurun untuk pulau Penida dan nama Muar untuk nama pekan di pantai barat Semenanjunng Malaka. Hanya nama Ceran dan Wanda yang tidak diragukan untuk nama-nama tersebut pada masa ini.

Sumber data lainnya yang berasal dari zaman kuno tentang Maluku adalah prasasti Watu Tunti di Bima pulau Sumbawa. Di pulau Sumbawa dalam teks Negarakertagama disebut empat nama tempat yakni Bhima, Dompo, Sanghyang Api dan Sapi di sebelah timur dan Taliwang di sebelah barat. Sebagai tambahan di timur pulau Sumbawa disebut nama Sumba, Solor dan Timor. Prasasti Watu Tunti tidak diketahui tarihnya apakah sebelum atau sesuah Negarakertagama 1365. Pada teks ini teridentifikasi nama Sapalu, nama Hanipuh dan nama Nira. Saya menginterpretasi tiga nama ini ada di Maluku yakni Saparua dan Manipa serta Neira. Nama Nira ini terkesan lebih tepat jika dibandingkan dengan indentifikasi Prof Kern tentang nama Wanda.

Pada dasarnya sangat umum bahwa nama tempat kemudian dijadikan sebagai nama wilayah atau nama pulau. Nama pulau Seram awalnya diduga kuat adalah nama tempat di pulau bersama dengan nama tempat Ambon. Nama Ambon sebagai tempat tetap eksis (hing ini hari) sedangkan nama Seram sebagai nama tempat (tampaknya perlu diidentifikasiu dimana). Demikian juga denga nama Maluku dijadikan sebagai nama wilayah sedangkan nama Ternate di pulau muncul kemudian. Hal serupa dengan nama tempat Neira yang menjadi bandar (Banda) yang kemudian Banda sendiri dijadikan sebagai nama wilayah. Satu-satunya yang sedikit diragukan adalah nama tempat Hutankadali, apakah benar-benar pulau Buru. Lalu bagaimana dengan Muar?

Untuk menjelaskan positioning nama Muar dan Gurun yang mana Prof Kern mengidentifikasi pulau Saparua dan pulau di tenggara pulau Seram, saya menginterpretasi bahwa di pulau terdapat dua nama tempat yakni Saparua dan Muar yang mana pada satu masa lebih populer Muar dan pada masa yang lain adalah Saparua. Nama tempat di pulau tetangganya adalah (pulau) Haruku. Sedangkan nama Gurun (kini Goram) lebih sesuai jika dibandingkan nama yang sama juga menyebut pulau Penida (Bali). Sebab pulau Penida baru berkembang sebagai pemukiman pada era VOC (Belanda). Untuk nama Ambwan yang diidentifikasi Prof Kern berbeda dengan Maloko (di Ternate), dalamn teks Negarakertagama justru dinyatakan Ambwan atau Maloko. Saya lebih setuju pada teks itu yang mengindikasikan tempat yang sama (Ambwan atau Maloko) atau paling tidak dua nama tempat yang berbeda tetapi berdekatan di pulau. Dengan mengabaikan Maloko adalah (pulau) Ternate, sesungguhnya pada teks Negarakertagama pada dasarnya hanya mengenal (sejauh) nama-nama tempat yang saling berdekatan di sekitar pulau Seram, yakni Ceran sendiri, Ambwan, Maloko, Muar, Wandan dan Gurun. Yang masih menjadi pertanyaan adalah nama yang disebut dalam Negarakertagama sebagai Wwanin dan Seran. Prof Kern menidentifikasidua nama tempat ini berada di pantai barat daya Papua. Saya menginterpretasi dua nama tempat ini tidak di Papua tetapi masih di sekitar kepulauan Maluku yakni Tanimbar dan Kei atau Aru. Hal ini dalam teks Negarakertagama di catat sebagai Wwanin ri Seran i Timür. Nama Timur ini sendiri adalah pulau Timut Laut yang tidak lain adalah pulau Tanimbar yang diarah timur Tanimbar sekarang ini dikenal pulau Kei dan pulau Aru.

Nama-nama tempat yang disebut dalam teks Negarakertagama 1365 adalah nama-nama tempat di kepulauan Maluku yang saling berdekatan di pulau Seram yang sekarang. Nama-nama yang secara geografis jauh dari Seram di selatan seperti Banda, Goran, Kei, Aru dan Tanimbar pada dasarnya begitu dekat dari Jawa (dengan asumsi arah navigasi pelayaran dari Jawa ke arah timue di kepulauan Maluku, Dalam hal ini, nama Muar saling menggantikan dengan nama Saparua. Lantas mengapa begitu penting dua nama tempat ini di kepulauan Maluku pada era peradaban awal dan navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno? Dua nama ini diduga kuat terkait dengan Kerajaan Aru dan pedagang-pedagang Moor.

Seorang Moor adalah Tunisia Ibnu Batutah berkunjung ke selat Malaka dan juga ke Tiongkok pada tahun 1345. Ini mengindikasikan populasi pedagang-pedagang Moor di selat Malaka sudah begitu banyak. Pedagang-pedagang Moor adalah pelaut-pelaut beragama Islam yang handal dari Afrika Utara dan Eropa Selatan (Spanyol). Ibnu Batutah ke Tiongkok di seputar Canton juga sudah sejak lama eksis pedagang-pedagang Arab dan juga pedagang-pedagang Moor. Komunitas pedagang-pedagang Moor di selat Malaka terutama di pantai barat Semenanjung di muara sungau Muar. Dalam teks Negarakertgama nama Muar juga dicatat sebagai Pekan Muar. Nama Muar di Semenanjung inilah yang menjadi asal usul nama Muar di Maluku. Dalam hal ini navigasi pelayaran pedagang-pedagang sudah mencapai Maluku. Nama Maloko juga diduga kuat merujuk pada nama Malaka (di utara Muara di Semenanjung(). Nama Wanda merujuk pada terminologi bahasa Melayu bandar (pelabuhan).

Kerajaan Aru berada di pantai timur Sumatra di pertemuan sungai Panai dan sungai Barumun dengan ibu kota di Binanga. Sebelum kehadiran pedagang-pedagang Moor, navigasi pelayaran ke Maluku sudah terlebih dahulu dirintis oleh pedagang-pedagang Kerajaan Aru. Hubungan timbal balik antara Kerajaan Aru dan pedagang-pedagang Moor sudah terjadi sejak lama, bahkan jauh sebelum kedatangan Ibnu Batutah pada tahun 1345. Hubungan yang era ini bahkan masih eksis hingga kehadiran Portugis. Seorang utusan Portugis di Malaka Mendes Pinto yang berkunjung ke Kerajaan Aru di ibukota Panaju pada tahun 1537 melaporkan militer Kerajaan Aru diperkuat oleh pedagang-pedagang Moor. Juga disebutnya kekuatan militer Kerajaan Aru didatangkan dari Minangkabau, Indragiri, Jambi, Boernai dan Luzon, sedangkan orang-orang Mandarin menjadi pengawal di wilayah pantai Kerajaan Aru.

Bagaimana kehadiran pedagang-pedagang Kerajaan Aru di Maluku diduga jauh sebelum Majapahit mencapai Maluku (Negarakerragama 1365). Nama Maloko dan nama Muar jelas merujuk pada navigasi pelayaran perdagangan dari selat Malaka. Gunung tertinggi di Maluku berada di (pulau) Seram yang disebut gunung Binaia. Gunung adalah salah satu penanda navigasi pelayaran yang penting. Dalam hal ini nama gunung Binaia mirip dengan nama ibu kota Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra yakni Binanga. Seperti dilihat nanti nama-nama pulau Haruku, nama pulau Saparua dan nama pulau Aru merujuk pada nama Kerajaan Aru.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Kehadiran Eropa: Portugis, Spanyol dan Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

2 komentar:

  1. Menarik membaca penjelasan dan analisa serta tafsiran bapak khususnya dalam soal mengenai nama Saparua yang memiliki kemiripan nama dengan Sapalu yang teridentifikasi pada teks dalam prasasti Watu Tunti di Bima, pulau Sumbawa... bolehkah diberikan screenshoot tentang teks prasasti Watu Tunti itu??? Kebetulan saya berasal dari Saparua...Terima kasih...

    BalasHapus