Laman

Jumat, 20 Agustus 2021

Sejarah Makassar (34): Sejarah Mandar di Sulawesi Barat; Majene hingga Mamuju dan Mamasa hingga Makale, Masamba, Malili

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Mandar adalah sejarah yang lama. Tempo doeloe Mandar dapat dikatakan sebagai representasi wilayah pantai barat Sulawesi (yang kini menjadi wilayah Provinsi Sulawesi Barat). Nama Mandar sendiri adalah nama wilayah penutur bahasa Mandar, suatu bahasa yang berbeda dengan bahasa Mamuju dan bahasa Mamasa. Di Makale penduduk berbahasa Toraja, di Masamba berbahasa Tae dan di Malili berbahasa Padoe.

Pada era Pemerintah Hindia Belanda nama Mandar dijadikan sebagai nama afdeling yang terdiri dari empat onder afdeling, yaitu: Majene ibu kota di Majene; Mamuju ibu kota di Mamuju; Polewali ibu kota di Polewali; dan Mamasa ibu kota di Mamasa. Wilayah Polewali, Majene dan Mamuju yang berada di pantai barat Sulawesi mencakup 7 wilayah kerajaan (Kesatuan Hukum Adat) yang dikenal dengan nama Pitu Baqbana Binanga (Tujuh Kerajaan di Muara Sungai) yang meliputi: Balanipa dan Binuang (Polewali), Sendana, Banggae dan Pamboang (Majene), Mamuju dan Tappalang (Mamuju). Pada era Republik Indonesia pulau Sulawesi dibagi menjadi tiga provinsi: Selatan, Tengah dan Utara. Eks Afdeeling Mandar ini dibentuk tiga kabupaten: Polewali Mamasa, Majene dan Mamuju. Tiga kabupaten ini menjadi cikal bakal pembentukan provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2004. Sebelumnya kabupaten Polewali Mamasa telah dilikuidasi dan kemudian dibentuk kabupaten Polewali Mandar dan kabupaten Mamasa. Sementara itu kabupaten Mamuju dimekarkan dengan membentuk kabupaten Mamuju Tengah dan Mamuju Utara. Dalam perkembangannya nama kabupaten Mamuju Utara namanya diganti menjadi kabupaten Pasangkayu.

Lantas bagaimana sejarah Mandar di pantai barat Sulawesi? Seperti disebut di atas sejarah Mandar adalah sejarah yang panjang hingga masa lampau. Lalu mengapa wilayah administratif Mandar semakin sempit? Boleh jadi itu karena penutur bahasa Mandar berbeda dengan penutur bahasa Mamuju dan bahasa Mamasa. Apakah hal itu juga yang terjadi di wilayah Toraja dan wilayah Luwu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

 

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Mandar di Pantai Barat Sulawesi: Kerajaan Mamuju

Nama Mandar berbeda dengan nama Makassar dan Manado serta nama-nama Majene, Mamuju, Mamasa, Makale, Masamba dan Malili. Awalan suku kata Ma tempo doeloe memiliki arti dalam penamaan tempat yang ditambahkan pada kata tertentu. Namun Mandar tidak demikian. Mandar adalah satu kata sendiri. Tidak seperti nama asli yang berawalan Ma, nama Mandar diduga kuat bukan berasal dari penduduk asli, tetapi diduga berasal dari nama asing (besar dugaan dari India).

Nama Mandar tentu saja tidak dari penyingkatan nama Mandarin. Namun bisa jadi penyingkatan dari nama tempat Mandarana atau nama Mandar pada era Hindoe Boedha. Nama Mandar (saja) dalam hal ini tidak ditemukan padananya di nusantara. Nama-nama tempat yang berawalan suku kata Man umumnya berasal dari India. Namun dimana tempat Mandar ini bermula tidak diketahui secara jelas, karena pengaruh India (era Hindoe Boedha) nihil di pulau Sulawesi, maka nama Mandar diduga dibawa ke Sulawesi (saya menduga dibawa oleh orang-orang Moor dari pulau-pulau di Filipina dimana pedagang-pedagang India pernah hadir pada era Hindoe Boedha). Seorang peneliti Belanda, menduga bahwa nama Mandarin kata dasarnya Mandar. Dalam hal ini orang Portugis yang memperkenalkan nama Mandarin kepada orang Tiongkok yang juga memiliki kemampuan navigasi pelayaran perdagangan seperti orang Mandar (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie 1842). Dalam hal ini Mandarin tidak berasal dari pantai timur Tiongkok (Canton) tetapi dari Hindia Timur (karena orang Tiongkok sendiri tidak bisa menyebut R). Kosa kata mandar dalam bahasa Portugis adalah mengirim. Penggunaan kata Mandarin paling tidak sudah ditemukan dalam laporan Mendes Pinto. Kosa kata mandar terserap ke dalam bahasa Portugis (seperti halnya kosa kata veniaga yang merupakan bahasa Sanskerta/Melayu kuno yang sinonim dengan perdagangan). Catatan: orang Moor adalah pedagang-pedagang beragama Islam berasal dari Afrika Utara, pendahulu pelaut-pelaut Portugis di Hindia Timur,

Nama Mandar sendiri paling tidak dicatat pada tahun 1681 (lihat Daghregister, 15 Juli 1681) Disebutkan kapal Groeningen berlabuh di Mandar. Sebagaimana diketahui pada era ini belum lama VOC menaklukkan (kerajaan) Gowa di bawah komando Admiral Speelman (yang dibantu oleh Aroe Palaka). Nama Mandar dicatat bersama nama Taouradja (lihat Daghregister, 27 September 1694). Ini berarti nama Mandar yang dimaksud pada tahun 1681 sudah pasti nama (tempat) Mandar di pantai barat Sulawesi.

Sejak berkuasanya VOC (dan Aroe Palaka) di eks kerajaan Gowa (Makassar) orang-orang Mandar kerap diberitakan. Orang-orang Mandar juga membantu VOC seperti membangun benteng Buol. Kawasan pantai barat Sulawesi ini menjadi penting bagia VOC karena menjadi bagian wilayah yurisdiksi Kerajaan Ternate, dimana pada tahun 1657 VOC mengusir Spanyol dari Manado. Sementara itu wilayah Banawa (Doanggala) telah diambilalih Makassar (kerajaan Gowa) dari tangan Ternate. Setelah VOC menaklukkan Gowa pada tahun 1669, VOC mengembalikan Banawa kepada Ternate. Meski demikian menurut laporan Ternate bahwa Banawa secara bergantian didominasi oleh orang Mandar, Makassar, dan Bugis. Hal itu yang menyebabkan intensitas pangeran Ternate minim di Banawa, lalu pada tahun 1683 Banawa diserahkan Ternate kepada VOC di Makassar. Seperti disebut di atas kapal VOC sudah ada yang berlabuh di Mandar pada tahun 1681. Kaili kerap meminta bantuan VOC, tetapi pengaruh Bone (Bugis) yang semakin kuat di Banawa akhirnya Kaili dilepaskan oleh VOC. Orang-orang Mandar yang piawai di laut pada era VOC juga diberitakan sudah ada di Lampung. Seperti pada era VOC, orang-orang Mandar juga ikut membantu pelaut-pelaut Inggris di Maluku (pasca VOC dibubarkan). Sebagai pelaut, orang-orang Mandar diduga kuat sudah ikut membantu Portugis dalam navigasi pelayaran perdagangan di berbagai tempat.

Mandar tampaknya sejak era VOC sudah menjadi salah satu pelabuhan yang penting. Orang-orang Mandar tidak hanya memproduksi di negeri sendiri tetapi juga melakukan produksi dan perdagangan di tempat lain (seperti di Banawa, Lombok, Lampung). Boleh jadi itu karena kepiawaian pelaut-pelaut Mandar di lautan.

Bagaimana asal-usul orang Mandar masih misteri. Seperti disebut di atas bahwa bahasa Mandar berbeda dengan bahasa Makassar dan bahasa Bugis, bahkan bahasa Mandar berbeda dengan bahasa Mamasa dan bahasa Mamuju. Satu pengalaman buruk orang Mandar adalah ketika awal terbentuknya kerajaan Gowa (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1854). Disebutkan yang ditaklukkan pertama Kerajaan Gowa adalah Mandar dan Kajeli (Kaili). Kerajaan Gowa memperbudak orang Mandar di Billa, Boero, Mapilli, Podapoda dan Tjampalagie. Selanjutnya Kerajaan Gowa membuat aliansi, membawa mereka ke negara bawahan. Kemudian Kerajaan Gowa bersatu dengan Boni (Boegis) melawan Loewoe dan berhasil menaklukkan kerajaan kuno ini, tetapi tetap memberikan kebebasan kepada Loewoe (sementara Wajo dihnacurkan). Tindakan Gowa terhadap Luwu mengundang pertanyaan apakah orang-orang Kerajaan Gowa (Goa dan Tallo) memiliki hubungan kekerabatan dengan orang-orang Loewoe? Lantas mengapa memberikan hukuman bagi orang-orang Mandar (diperbudak?) dan menghancurkan Wajo?. Sejak itu, Kerajaan Gowa membuka diri terhadap pendatang, orang Melayu Tjampa, Djohor dan Minangkabou semasa Radja Toeni Palanga ntuk berdagang di Makassar dan memberi kebebasan untuk berdakwah. Namun dalam perkembangannya Palanga menyerang Bone tetapi gagal. Toeni Palangan digantikan oleh saudaranya Toeni Battak yang kemudian digantikan oleh anaknya Toeni Djallo yang membangun (benteng) Sombaopu. Toeni [Mau?]Djallo meninggal tahun 1588 . Catatan: orang Kajeli dan juga Boero) berasal dari Maluku di pulau Buru (Boero). Hal itulah, seperti disebut di atas mengapa Banawa (Kaili) dan Mandar berada di bawah yurisdiksi Kerjaan Ternate sebelum diambil Kerajaan Gowa (hingga 1669) dan kemudian Kajeli dikembalikan ke Ternate oleh VOC dan menempatkannya di bawah pemerintahan di Mandar. Namun karena dominasi Bugis dan Makassar di Banawa (Donggala) Ternate melepaskannya dan menyerahkannya kepada VOC (dan menyatukannya dengan Mandar).

Pedagang-pedagang Mandar tidak hanya menjadi feeder bagi pedagang-pedagang asing (terutama Belanda sejak era VOC) tetapi juga melakukan aktivitas perdagangan ke wilayah pedalaman dengan pedagang-pedagang Toraja. Pedagang-pedagang Mandar dan Boegis di satu sisi dan pedagang-pedagang Djohor dan Riauw selama abad ke-18 telah memainkan peran penting di seputar Laut Jawa (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1853).

Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, Mandar tercatat sebagai salah satu pelabuhan penting di di wilayah timur sebagaimana halnya Makassar, Ternate, Boegis, Boeton, Timor, Bima dan Bali (lihat Bataviasche courant, 27-02-1819). Posisi strategis Mandar dan Donggala menjadikannya sebagai titik perdagangan yang strategis antara Makassar di selatan dan Manado di utara.  

Pasca pendudukan Inggris, Pemerintah Hindia Belanda mulai intens di pantai barat Sulawesi. Pemerintah di Batavia pada tahun 1824 menempatkan Banawa ke pemerintahan di Manado (sebagaimana asal usul Banawa bermula dari pengaruh Ternate, yang mana pada tahun 1824 Residentie Ternate dimekarkan dengan membentuk residentie Manao). Namun tidak lama kemudian Banawa dialihkan ke pemerintahan di Makassar (Gubernur). Awalnya pemerintahan di Banawa dibawah Mandar namun dalam perkembangannya karena pengaruh Bugis yang kuat di kawasan akhirnya dilepaskan dari Mandar (dengan membentuuk afdeeling Midden Celebes) yang berada di wilayah residentie Manado. Sejak itu pengaruh Mandar di pantai barat Sulawesi semakin berkurang (dan hanya terbatas di afdeeling Mandar saja). Meski demikian, posisi perdagangan pelabuhan Mandar tetap sangat kuat.

Berdasarkan catatan perdagangan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1841 hanya dipisatkan di beberapa kawasan perdagangan tertentu. Volume perdagangan utama di Jawa dan Madura mencapai f 2.382.846.  Di Sumatra (yang berpusat di Padang) berada pada urutan kedua di Hindia Belanda sebesar f116.044. Lalu kemudian disusul di Mandar sebesar f94.737 (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indi, 1842). Pelabuhan Mandar diduga menjadi pusat dari perdagangan di pantai barat Sulawesi hingga Manado. Sementara untuk pantai timur termasuk Maluku berpusat di Bugis (Bone). Ini mengindikasikan bahwa Makassar tidak seperti doleo lagi. Tentu saja ini mengindikasikan adanya peran penting dari pelaut-pelaut Mandar dan Bugis.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Onder Afdeeling Mandar hingga Provinsi Sulawesi Barat: Ibu Kota di Mamuju

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar