*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Dalam struktur pemerintah khususnya era Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal adalah kekuasaan tertinggi di Hindia Belanda, membawahi beberapa gubernur dan sejumlah residen. Gubernur Jenderal kurang lebih setara dengan gubernur tetapi sedikit ditinggikan, demikian juga gubernur setara dengan residen, tetapi gubernur sedikit ditinggikan. Dalam hubungan inilah terdapat relasi antara Gubernur Jenderal dengan Gubernur/Residen, termasuk Residen di Residentie Soerakarta. Jabatan di bawah Residen nada Asisten residen dan Controeleur..
Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Gouverneur-generaal van Nederlandsch-Indie) adalah jabatan tertinggi dalam pemerintahan Hindia Belanda. Konon, jabatan ini baru dibentuk pada tahun 1691. Sebelumnya gelar jabatan ini lain istilahnya. Penguasa Hindia Belanda sebelumnya berarti hanya duta VOC saja di Jakarta dan kemudian Batavia. Setelah bangkrutnya VOC pada tahun 1799, aset-aset VOC di Hindia Belanda diserahkan kepada pemerintahan Belanda, sehingga mulai saat itu seorang Gubernur Jenderal benar-benar menjadi wakil daripada pemerintahan Belanda. Jabatan Gubernur Jenderal hanya ada di jajahan Belanda di Hindia Belanda. Di Suriname dan jajahan Belanda yang lain, gelar ini hanya disebut Gubernur saja. Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir Jhr. Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, ditangkap Jepang tahun 1942. Setelah itu, yang memakai gelar Gubernur Jenderal yaitu Hubertus Johannes van Mook, tetapi jabatannya sebagai Gubernur Jenderal secara legal diragukan. Gubernur Jenderal pertama diangkat oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) tetapi pada era Pemerintah Hindia Belanda Gubernur Jenderal diangkat oleh kerajaan Belanda. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, sebagian besar Gubernur Jenderal adalah Belanda, sedangkan pada era VOC sebagian besar Gubernur Jenderal adalah pemukim yang menetap di Hindia Timur. Di masa pendudukan Inggris (1811–1816), posisi yang setara adalah Letnan-Gubernur (Thomas Stamford Raffles). Antara tahun 1942 dan 1945, di saat Hubertus Johannes van Mook menjabat sebagai Gubernur Jenderal (nominal), wilayah Indonesia berada di bawah kendali Jepang. Setelah tahun 1948, dalam negosiasi kemerdekaan, posisi yang setara diangkat sebagai komisaris tinggi kemahkotaan di Hindia Belanda (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Residen Soerakarta masa ke masa? Seperti disebut di atas, wilayah Soerakarta adalah salah satu wilayah yang sangat khusus sejaka era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda. Hal itulah mengapa Gubernur Jenderal Hindia Belanda terbilang kerap ke Soerakarta. Lalu bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Residen Soerakarta masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Residen Soerakarta Masa ke Masa; Seberapa Penting Soerakarta di Jawa
Sejak dibentuknya Pemerintah Hindia Belanda, belum pernah Gubenur Jenderal berkunjung ke (wilayah) Soerakarta sekalipun Gubernur Jenderal Daendels sudah berhasil membangun jalan trans-Jawa melalui (wilayah) Semarang. Bahkan pada era pendudukan Inggris (1811-1816) Letnan Gubernur Jenderal Raffles juga belum sempat ke Soerakarta. Sebagaimana diketahui Raffles menulis sejarah Jawa The History of Java yang diterbitkan 1818. Gubernur Jenderal Hindia Belanda diketahui pertama kali berkunjung ke Soerakarta pada bulan Agustus 1819 (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 05-02-1820).
Sebenarnya pada era VOC sudah ada Gubernur Jenderal yang berkunjung ke Soerakarta,
apakah sebelum atau sesudah menjadi Gubernur Jenderal. Mereka itu antara lain
Jacob Mossel dan Petrus Albertus van der Parra. Kehadiran VOC/Belanda sendiri
di wilayah Soerakarta dimulai pada tahun 1696 pada waktu ekspedisi pertama. Benteng
VOC oleh militer mulai dibangun di Soerakarta pada tahun 1705. Kehadiran pedagang-pedagangan
VOC semakin intens sejak perjanjian Giyanti tahun 1755.
Disebutkan HE Gubernur Jenderal bersama istrinya pada tanggal 23 Agustus berangkat dari Soerakarta dan tiba pada hari yang sama di Jogjakarta, dimana ia diterima oleh Soeltan dengan upacara biasa. Dari Sourakarta Gubernur Jenderal sekali lagi melakukan perjalanan ke Carrang Padang, rumah wisata dari Pangerang Prang Wedono, guna melihat peninggalan kuno Soekoe di Gunung Lawoe.
Dalam berita ini tidak secara detail apa yang menjadi aktivitas Gubernur
Jenderal di Soerakarta. Juga tidak diketahui berapa lama berada di Soerakarta. Namun
yang jelas tempat menginap utama Gubernur Jenderal berada di Soerakarta. Yang
menjadi Gubernur Jenderal saat ini adalah GAG Ph van der Capellen (sejak
Inggris mengembalikan Hindia Belanda kepada kerajaan Belanda tahun 1816.
Sementara yang menjadi Residen di residentie Soerakarta adalah HG Nahuijs. Di
wilayah Jogjakarta sendiri pada saat ini secara dejure belum terbentuk pemerintahan
(residentie) tersendiri, masih berada di dalam administrasi Residen HG Nahuijs
di Soerakarta.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Seberapa Penting Soerakarta di Jawa: Siapa Residen Paling Berpengaruh di Soerakarta?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar