*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini
Surat kabar di Indonesia sudah eksis sejak era
Pemerintah Hindia Belanda seperti di Batavia dan Soerabaja. Bagaimana dengan di
Malang? Dalam Wikipedia disebut Tjahaja Timoer adalah surat kabar (berbahasa
Melayu) terbit pertama kali pada Januari 1907 di Malang dipimpin oleh RM
Bintarti dicetak dan dikembangkan oleh Sneepers dan Stendrukkkerij Kwee.
Bagaimana dengan surat kabar berbahasa Belanda?
Okky Pramudhita menulis di Kompasiana dengan judul ‘Penerbitan & Percetakan di Kota Malang Masa Kolonial: Sebuah Pendekatan Sejarah’ sebagai berikut (mengutip yang diperlukan saja): Pada tahun 1907 terdapat sebuah percetakan yang bernama Snelpersdrukkerij didirikan oleh seorang Cina bernama Kwee Khay Khee. Percetakan Snelpersdrukkerij dikenal percetakan menerbitkan Tjahaja Timoer. Pada tahun 1918 muncul percetakan baru bernama Paragon Press juga dimiliki oleh warga Cina Khwee Sing Thay. Saat ini hanya satu percetakan tersisa di Malang sejak era kolonial, yaitu percetakan bernama Perfectas beralamat di jalan Wiro Margo. percetakan pertama kali didirikan 1920 pada waktu itu produksinya majalah dan karya sastra. Tjamboek Berdoeri nama samaran seorang jurnalis Cina kelahiran Pasuruan dengan nama asli Kwee Thiam Tjing. Kwee juga pernah merasakan hidup di penjara Kalisosok dan Cipinang selama 10 bulan pada tahun 1925 karena dianggap menghina Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1930 terdapat media cetak nama Pergaoelan, dengan Doel Arnowo sebagai pemimpin redaksinya. Ada juga surat kabar dengan nama Al Ichtijaar yang terbit tahun 1937, yang dikelola oleh santri kota Malang. Tjahaya Timoer diperkirakan terbit 1907 dan De Malanger terbit 1929 (https://www.kompasiana.com/)
Lantas bagaimana sejarah surat kabar di Malang, pers berbahasa Melayu dan berbahasa Belanda? Seperti disebut di atas, keberadaan surat kabar di Malang paling tidak disebut sudah ada pada tahun 1907 namanya Tjahaja Timoer. Apakah ada hubungannya dengan Tjaja Timoer di Batavia yang dipimpin Parada Harahap? Lalu bagaimana sejarah surat kabar di Malang, pers berbahasa Belanda dan berbahasa Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Surat Kabar di Malang, Pers Berbahasa Melayu dan Bahasa Belanda; Tjahaja Timoer Malang, Tjaja Timoer Batavia
Perkembangan cetakan sudah cukup maju di Hindia Belanda, apakah itu buku-buku, majalah, surat kabar, brosur dan sebagainya. Surat kabar sudah sejak lama terbit di sejumlah kota termasuk di Soerabaja. Surat kabar yang terbit di Soerabaja tidak hanya berbahasa Belanda juga dalam bahasa Melayu. Namun umumnya para investornya adalah orang Eropa/Belanda. Bahkan surat kabar berbahasa Jawa yang diterbitkan di Soerakarta investor dan editornya adalah orang Eropa/Belanda.
Di luar orang Eropa/Belanda editor pertama surat kabar berbahasa Melayu
adalah seorang Cina di Semarang pada tahun 1880an. Namun itu tidak lama
kemudian menghilang. Baru pada tahun 1895 muncul seorang pribumi yang menjadi
editor surat kabar. Surat kabar tersebut Pertja Barat terbit di kota Padang.
Investarnya orang Eropa/Jerman yang menjadi editornya adalah Haji Saleh Harahap
gelar Dja Endar Moeda. Pada tahun 1900, Dja Endar Moeda diketahui telah
mengakuisisi sepenuhnya surat kabar Pertja Barat dan percetakannya pada tahun
1900. Pada tahun ini Dja Endar Moeda, dengan percerakannya juga menerbitkan
surat kabar Tapian Na Oeli dan majalah dwimingguan Insulinde. Ketiga media yang
diterbitkan Dja Endar Moeda tersebut berbahasa Melayu. Dja Endar Moeda adalah
pribumi pertama yang menjadi editor dan juga pribumi pertama yang memiliki
percetakan sendiri. Dja Endar Moeda adalah pensiunan guru, alumni sekolah guru
(kweekschool) Padang Sidempoean.
Pada tahun 1904 terbit satu majalah berbahasa Belanda yang bernama De Vegetarische Kring in Indie (lihat Soerabaijasch handelsblad, 28-10-1904). Disebutkan majalah ini editornya WD Koot di Malang. Majalah bulanan ini berkaitan dengan diet ini dicetak/diterbitkan oleh Boek- en Handelsdr. v, h. Thies & Umbgrove di Soerabaja. Lantas dalam hal ini apakah sudah ada surat kabar atau majalah yang diterbitkan di Malang?
Bagaimana kelanjutan majalah De Vegetarische Kring in Indie setelah yang
pertama tidak terinformasikan apakah masih berlanjut atau hanya terbitan
pertama itu saja. Sementara itu surat kabar/majalah (berbahasa Belanda/berbahasa
Melayu) yang terus eksis hanya terdapat di kota-kota besar seperti Batavia,
Semarang, Soerabaja, Soerakarta, Jogjakarta, Bandoeng, Padang dan Medan, Di
Tjiandjoer pernah terbit surat kabar berbahasa Melayu tetapi tidak bertahan
lama. Surat kabar berbahasa Melayu yang kemudian tetap eksis terdapat antara
lain di Batavia, Soerabaja, Padang, Kota Radja dan Medan. Surat kabar Pertja
Barat, surat kabar Tapian Na Oeli dan majalag Insulinder yang dipimpin Dja
Endar Moeda tetap eksis hingga tahun 1908 ini.
Pada tahun 1908 diketahui surat kabar berbahasa Melayu terbit di Malang yang bernama Tjahaja Timoer (lihat De locomotief, 14-08-1908). Sejak kapan surat kabar Tjahaja Timoer terbit tidak diketahui secara pasti. Editor surat kabar Tjahaja Timoer di Malang adalah R Djojosoediro (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1909).
Surat kabar Tjahaja Timoer Malang cukup lama bertahan. Siapa yang
mencetak dan siapa yang menerbitkan tidak terinformasikan. Yang jelas R
Djojosoediro cukup lama sebagai editor. Paling tidak namanya masih eksis hingga
tahun 1916. Namun setelah itu tidak terinformasikan. Besar dugaan posisinya
telah digantikan oleh Andanjorno.
Pada tahun 1920 editor surat kabar Tjahaja Timoer di Malang telah dijabat oleh Kailola, seorang Ambon (lihat De Preanger-bode, 26-03-1920). Sejak tahun 1922 diketahui surat kabar Tjahaja Timoer diterbitkan oleh Stoomdrukkerij di Malang yang dipimpin oleh Kwee Khay Khee. Percetakan ini juga adakalanya disebut percetakan Tjahaja Timoer.
Namun apakah percetakan ini yang menerbitkan dan mencetak sejak awal
tidak diketahui secara pasti. Yang jelas sejak 1911 di Malang juga diketahui
ada percetakan NV Jahn yang dipimpin oleh Jhan. Sejak munculnya nama Kwee Khay
Khee surat kabar Tjahaja Timoer kerap diiklankan di surat kabar berbahasa Belanda
De Indische courant yang terbit di Soerabaja. Mengapa? Tidak diketahui secara pasti.
Yang jelas selama tahun 1922 dan 1923 cukup intens memasang iklan di surat
kabar Soerabaja tersebut. Apakah hal itu disebabkan terbitnya majalah berbahasa
Belanda pada tahun 1922 di Malang atau sebab lain?
Setelah belasan tahun surat kabar Tjahaja Timoer melayani pembaca di Malang, akhirnya angkat tangan dan dinyatakan bangkrut (lihat De Indische courant, 29-06-1923). Disebutkan perusahaan Kwee Kay Khee telah dinyatakan bangkrut. Premi telah disita. Malangsch Handelsblad tersebut akan muncul untuk terakhir kalinya besok, dalam hal ini. Tjahaja Timoer akan tampil terakhir kali malam ini. Akan tetapi dalam perkembangannya surat kabar Tjahaja Timoer di Malang diterbitkan kembali.
Pada tahun 1925 surat kabar Tjahaja Tinoer di Malang diketahui terbit
kembali (lihat De Indische courant, 21-08-1925). Siapa yang menerbitkan dan
dicetak oleh percetakan apa tidak terinformasikan. Siapa yang menjadi editornya
juga tidak diketahui. Surat kabar Tjahaja Timoer di Malang masih terbit hingga
tahun 1929. Namun setelah tahun 1929 ini tidak terdeteksi lagi keberadaan
Tjahaja Timoer.
Surat kabar berbahasa Melayu, sejak awal tahun 1850an kerap menggunakan nama yang satu sama lain mirip yang bermula dari Bintang Timoer di Soerabaja dan Bintang Barat di Batavia. Nama penerang dan nama arah. Nama bintang ini kemudian muncul nama Sinar, Tjahaja, Matahari, Soeloeh dan sebagainya. Dengan menghilangnya surat kabar Tjahaja Timoer di Malang, yang tersisa hanyalah Bintang Timoer di Batavia.
Surat kabar berbahasa Melayu Bintang Timoer di Batavia dipimpin oleh
Parada Harahap yang terbit pertama kali pada awal tahun 1926. Surat kabar ini
dicetak oleh perusahaannya sendiri NV Bintang Hindia. Sebelumnya nama Bintang Hindia
ini adalah surat kabar berbahasa Melayu yang diterbitkan pertama kali oleh
Parada Harahap pada tahun 1923. Pada tahun 1926 surat kabar Bintang Hindia
digantikan oleh sura kabar Bintang Timoer, tetapi nama perusahaan percetakannya
NV Bintang Hindia masih eksis. Parada Harahap sendiri memulai karir jurnalistik
pada tahun 1918 di Medan sebagai ediotor surat kabar Benih Mardika, Setelah
dibreidel, Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang
Sidempoean pada tahun 1919. Lagi-lagi tahun 1922 surat kabar yang dipimpin
Parada Harahap ini dibreidel yang lalu kemudian membawa dirinya hijrah ke
Batavia mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Sejak 1925 Parada Harahap di
Batavia mendirikan kantor berita Alpena yang mana sebagai editornya WR
Soepratman.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tjahaja Timoer Malang, Tjaja Timoer Batavia: Surat Kabar Berbahasa Belanda, Berbahasa Melayu, Berbahasa Jawa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar