*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini
Apakah
ada sejarah sepak bola di Indonesia? Tentu saja ada. Hanya saja siapa yang telah
menulis sejarah sepak bola di Indonesia? Okelah itu satu hal. Hal yang penting
dalam hal ini adalah bagaimana sejarah sepak bola berlangsung di Indonesia?
Jelas dalam hal ini baru bermula pada era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal
ini sepak bola di Indonesia, sejak era Pemerintah Hindia Belanda ada sepak bola
Belanda, ada sepak bola Cina dan ada sepak bola pribumi (sepak bola Indonesia).
Sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer di Indonesia. Olahraga ini dimainkan pada semua tingkatan, dari anak-anak, laki-laki, muda hingga setengah baya. Liga sepak bola Indonesia dimulai sekitar tahun 1930an. Pada tahun 1930 didirikan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di Yogyakarta. Hingga tahun 1979, kompetisi sepak bola nasional di Indonesia diselenggarakan secara amatir "Perserikatan". Pada tahun 1979–80 diperkenalkan kompetisi Liga Sepak Bola Utama (Galatama). Perserikatan maupun Galatama tetap berjalan sendiri-sendiri. Galatama merupakan kompetisi sepak bola semi-profesional. Galatama merupakan salah satu pioner kompetisi semi-professional dan professional di Asia selain Liga Hong Kong. Pada tahun 1994, PSSI menggabungkan Perserikatan dan Galatama dan membentuk Liga Indonesia, memadukan fanatisme yang ada di Perserikatan dan profesionalisme yang dimiliki Galatama. Dengan tujuan meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia. Sebelum berdirinya PSSI, di Indonesia sudah ada Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi sepak bola yang didirikan oleh perkumpulan-perkumpulan sepak bola pada masa pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1927 NIVB berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah awal mula sepak bola di Indonesia sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sepak bola di Indonesia ada sepak bola Eropa/Belanda, ada sepak bola Cina dan ada sepak bola pribumi. Bagaimana itu semua bermula? Yang jelas sepak bola di Eropa sudah berkembang, termasuk sepak bola Belanda. Lalu bagaimana sejarah awal mula sepak bola di Indonesia sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Awal Mula Sepak Bola di Indonesia Sejak Era Pemerintah Hindia Belanda; Sepak Bola di Eropa
Sejarah sepak bola pada dasarnya belum lama. Meski para penulis mencoba membuat penyelidikan atau mengutip pendapat banyak pihak bahwa sepak bola sudah ada sejak zaman kuno—katakanlah sejak era Ptolomoes, tetapi dalam hal ini, sejarah sepak bola adalah sejarah yang dapat ditemukan sumbernya hingga masa ini. Dengan pembatasan seperti itu, di wilayah Britania sudah lazim dipermainkan bola yang dipandang sebagai bagian dari olah raga di tempat terbuka. Dalam berbagai sumber disebut pada tahun 1857 didirikan klub sepak bola pertama di Inggris (Sheffield Football Club) dan Football Association (FA) pada tahun 1883.
Di Belanda sepak bola adalah olahraga paling populer. Sepak bola
diperkenalkan ke Belanda oleh Pim Mulier pada abad ke-19 ketika pada tahun
1879, di usia 14 tahun dia mendirikan Haarlemsche Football Club. Selama 30
tahun ke depan, sepak bola mendapatkan popularitas di Belanda pada akhir 1890an
dan awal tahun 1900an dengan banyaknya bermunculan baru, terutama Sparta
Rotterdam pada tahun 1888, Amsterdamsche Football Club Ajax (1900), Feyenoord
Rotterdam (1908) dan PSV Eindhoven (1913). Asosiasi Sepak Bola Kerajaan Belanda
(Koninklijke Nederlandse Voetbalbond atau KNVB) didirikan pada tanggal 8
Desember 1889 dan bergabung dengan FIFA pada tahun 1904 sebagai salah satu
anggota pendiri bersama asosiasi sepak bola Prancis, Belgia, Denmark, Spanyol,
Swedia, dan Swiss. (Wikipedia)
Bagaimana dengan di Indonesia (baca: Hindia Belanda) soal sepak bola? Sudah diketahui adanya sepak bola sebagai suatu permainan. Namun apakah sudah ada permainan sepak bola di Indonesia? Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-11-1882 menurunkan artikel seorang pembaca yang mengutip majalah yang terbit di Belanda, Nederlandschen Spectator. Intinya membandingkan apa yang terjadi di Inggris dan apa yang dilakukan di Belanda.
“Orang
Inggris - kami katakan - juga memiliki sistem untuk melatih anak laki-laki. Menurut pendapat kami, hal ini
disebabkan oleh alasan-alasan berikut: Di sekolah Inggris, anak laki-laki terbiasa
mandiri; mereka harus mampu menjaga diri mereka sendiri sejak dini dan berdiri
dengan kedua kaki mereka sendiri. Anak
laki-laki menikmati tingkat kebebasan pribadi yang jauh lebih besar, dan
memiliki waktu luang yang jauh lebih banyak bersama daripada kami. Disiplin hemat tetapi ketat dan
efektif. Sekolah dan pelajaran dijiwai dengan semangat klasisisme. Akhirnya, mungkin yang paling
penting, pemuda Inggris itu sepuluh kali lebih kaya dalam permainannya daripada
rekan-rekannya di benua itu, daripada pemuda Jerman atau Belanda. Memang benar
bahwa poin-poin kemerdekaan dan kebebasan itu kurang penting disini (Belanda), karena kami umumnya sekolah berasrama, hanya
tentang pendidikan dan pelatihan. Tentang
seluruh perlakuan terhadap kaum muda, jika itu adalah kebajikan dan hak
istimewa dan itulah yang kami pikirkan tentang mereka—sangat memengaruhi kami…Namun
contoh kuno, di masa lalu bersama kita dan masih di Inggris, telah
membangkitkan dalam banyak anak laki-laki keinginan pertama untuk 'membedakan
diri sendiri di atas orang lain dan dengan caranya sendiri. Benih-benih dari
konsepsi besar tentang "kewarganegaraan" telah tertanam di hati
seorang anak laki-laki, yang masih menjadi salah satu ciri terbaik bangsa
Inggris. Tetapi, seperti yang telah
dikatakan, klasisisme telah dilarang di seluruh sistem pendidikan kita, kecuali
dari beberapa fakultas di perguruan tinggi dan sekolah tata bahasa, tempat ia
berlindung. Anak laki-laki di Inggris dididik secara fisik, canggih
secara matematis, dan dimuliakan secara kimiawi. Semua ini tidak mengubah fakta
bahwa, tepatnya di bidang kehidupan praktis - yang studi realistik, jika itu
berarti, pasti harus mempersiapkan diri - kita orang Belanda merasa sosok sedih di hadapan (orang) Inggris. Janganlah ada yang berpikir bahwa kita di Belanda buta terhadap cacat sistem
sekolah masa lalu dan kemajuan masa kini! Apalagi kita dicurigai bias terhadap
sains! Di sisi lain; kami menganggapnya sebagai berkah besar bahwa sekarang
setidaknya tidak ada kota penting yang tersisa di Belanda, di mana orang tidak
dapat mempelajarinya sepenuhnya. Tetapi mengapa, dengan reformasi sistem
sekolah, harus membuang jiwa dan inti dari semua pengajaran dan pendidikan
sebelumnya? Apa hak untuk yang sombong, sombong, itu. Supremasi yang luar biasa dari mata pelajaran
fisika yang sama? Nah, untuk sedikit melompat ke Hindia Belanda, bagaimana dengan nama
surga mungkin Batavia, ibu kota
Kolonial bukankah Batavia memiliki gimnasium dan
sekarang tidak lagi memiliki gimnasium, sementara hanya namanya yang bertahan
dan saat ini menjadi gelar, baik resmi maupun umum, untuk sekolah negeri kita
yang lebih tinggi? Disini setidaknya dosis penangkal klasik akan bekerja paling
menguntungkan, melawan kesan babu dan lingkungan Melayu. Tapi mari kita kembali
ke anak laki-laki Inggris. Yang terakhir dan mungkin keistimewaan terbesar
mereka, yang disebutkan oleh kami, adalah kekayaan permainan mereka.
Orang-orang Inggris, bermain di udara terbuka,
bukan bermain dengan saudara perempuan di sebuah
ruangan, tetapi kriket dan sepak bola. Dan permainan itu bukan hanya hiburan disana di Inggris, yang disibukkan oleh para
pemuda selama seperempat jam, itu masalah yang penting. Penguasaan dan
kemenangan yang diraih dalam kriket atau sepak bola di dalamnya sama tingginya, bahkan jauh lebih
tinggi dari hadiah dan peringkat di
sekolah. Dan ini adalah gagasan di Inggris, bahwa permainan anak muda juga
orang dewasa dan orang tua, bahwa mereka membangkitkan antusiasme nasional,
merupakan bagian penting dari seluruh kehidupan nasional. Satu-satunya hal yang
dapat ditawarkan oleh anak laki-laki kita di Belanda, yang usianya agak lebih dewasa, adalah permainan biliar yang
bagus. Apakah sangat tidak benar jika
kita mengatakan: anak laki-laki Inggris pergi bermain sepak bola di waktu luangnya sampai dia kelelahan, anak
laki-laki (orang Belanda) di Hindia Belanda yang jadi mode adalah berpakaian bagus, menyalakan
cerutu, berjalan-jalan dengan beberapa orang lain. Selain itu, memang benar, kita memiliki kebiasaan anak-anak untuk mengabaikan kecerdikan,
tentu saja, dan menjadikannya laki-laki praktis
yang dibuat untuk kehidupan yang sulit! Dan juga — mungkin untuk tujuan yang
sama — orang selalu melihat sejumlah pengunjung muda di opera. Apakah kita menentang tarian? Tidak sedikit, itu
adalah langkah yang sangat baik. Atau melawan opera? Jauh dari itu. Tapi
sebagai tempat hiburan untuk anak laki-laki, opera dan teater tidak pernah bisa sampai ke lapangan
kriket. Memang benar, kita dan
lebih banyak lagi orang Jerman dan Swiss memiliki satu hal di depan orang Inggris dalam pendidikan, dan
itu adalah senam; latihannya baru sekarang dimulai diantara orang Inggris. Namun itu jangan pernah dilupakan bahwa itu
adalah latihan di
ruang tertutup dan
hampir tidak pernah dilakukan di udara terbuka. Dalam hal ini senam, jika itu sebagai sarana kesehatan, kalah
dengan permainan terbuka
di Inggris.
Dan kemudian ada ini, bahwa mata pelajaran ini, satu-satunya yang harus
menyelamatkan tubuh, saraf dan otot yang terabaikan, postur dan sirkulasi, yang
setengah terbunuh dengan duduk di sekolah dan bekerja di rumah, mata pelajaran
ini bahkan tidak termasuk di antara mata pelajaran wajib. Sebuah contoh baru
dari kebijaksanaan legislator kita! Untungnya, banyak orang tua yang lebih
bijaksana daripada para pria di Den Haag. Untungnya, anak laki-laki itu sendiri
juga melihat manfaatnya. Tidak ada profesi yang berkembang pesat dalam beberapa
tahun terakhir, yang menikmati begitu banyak dukungan dan simpati seperti
halnya senam, yang dibenci oleh legislator. Khususnya di Batavia, dimana selain Turnverein (klub senam) dan kursus senam anak-anak yang dihadiri banyak
orang, di samping banyak senam pendidikan swasta, ada tiga asosiasi untuk itu,
yaitu Olympia, Luctor dan Achilles. Praktik sukarela ini, sedemikian rupa, merupakan
fenomena yang menggembirakan, layak dipuji. Namun jika,
mengingat dunia sekolah dan anak laki-laki kita, seseorang kadang-kadang
berseru dengan kecewa: ‘Apakah
itu de spes patriae?’.
Dari pemahaman orang Belanda terhadap orang Inggris, fakta bahwa di Belanda (dan juga orang Belanda di Hindia) belum terbiasa dengan olah raga di lapangan/udara terbuka. Di Inggris, kriket dan sepak bola yang sudah lazim, bahkan di sekolah, dilakukan di alam terbuka. Ini mengindikasikan bahwa permainan sepak bola di Belanda (apalagi di Hindia) nyaris tidak dikenal. Di Inggris bahkan prestasi olah raga alam terbuka tersebut (kriket dan sepak bola) sudah dianggap sama gengsinya dengan prestasi pelajaran di sekolah.
Seperti dikutip di atas (Wikipedia)--Pim Mulier pada tahun 1879, di
usia 14 tahun, mendirikan Haarlemsche Voetbalclub. Sepak bola mendapatkan popularitas di Belanda pada
akhir tahun 1890an—bersesuaian dengan isi tulisan yang dimuat di surat
Java bode (1882). Fakta bahwa sepak bola baru setitik di Belanda, sepak bola di
Hindia, sudah diketahui adanya tetapi belum terpikirkan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sepak Bola di Eropa: Munculnya Sepak Bola di Tanah Jajahan (di Asia)
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar