*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Jauh di masa lampau, pada era Pemerintah
Hindia Belanda sudah terbentuk sekolah menengah Eropa (HBS) seiring dengan kemajuan
yang dicapai sekolah-sekolah dasar Eropa (ELS). Paralel dengan itu dilakukan
perluasan dengan membentuk sekolah dasar Belanda-Pribumi (HIS) yang kemudian
dibentuk sekolah menengah umum (AMS). Lulusan sekolah HBS dan sekolah AMS dapat
melanjutkan Pendidikan ke tingkat perguruan tinggi (universitas). Di Soerakarta
tidak ada HBS, tetapi kemudian didirikan AMS. Salah satu siswanya yang terkenal
adalah Armijn Pane.
Algemene Middelbare School Solo 1925-1932: Portrait of the First Multicultiral Education in Indonesia. Heri Priyatmoko (Paramita: Historical Studies Journal (Vol 32, Number 2, 2022). Enam dekade silam, Muhammad Yamin bersama kaum cerdik pandai lainnya mewujudkan impian pribumisasi historiografi Indonesia dalam forum Seminar Sejarah Nasional Indonesia I. Pengetahuan tentang sejarah Nusantara diperoleh Yamin tatkala duduk di Algemmene Middelbare School (AMS) Solo. Di sini pula, perspektif siswa diperluas dengan pandang--an dari sudut Islam, Hindu, dan Buddha lantaran mereka dicekoki kebudayaan Indonesia yang terbentuk dari percampuran antara unsur budaya Islam, Hindu, dan Buddha. Tidak lupa mempelajari juga kesusasteraan Jawa dan Melayu dengan guru Raden Tumenggung Yasawidagda. Pada era 1926, tercatat sekolahan ini sudah memperoleh murid lebih dari 100 orang. Mereka berasal dari Ambon, Batak, Padang, Aceh, Betawi, Priyangan, Madura, Sumatra, Bali, dan Jawa bagian tengah, serta kelompok Tionghoa dan Belanda. Fakta historis tersebut menujukkan bahwa AMS Solo merupakan sekolah favorit kala itu, setidaknya terdengar sampai ke luar Jawa. Sekolah pertama di Indonesia yang mengajarkan pendidikan multikultural ini melahirkan banyak tokoh terkemuka di kemudian hari seperti Dr. Prijono, Dr Tjan Tjoe Siem, Armijn Pane, Amir Hamzah, Ahdiat K. Mihardja, Prof. Mr. Kusumadi, Prof. Ali Afandi dan lainnya. Makalah ini bertujuan untuk mendiskusikan model pembelajaran di AMS Solo yang berbasis keragaman budaya, profil para guru hebat di AMS yang berhasil menelurkan sederet tokoh bangsa, serta respon pemerintah kolonial Belanda dan kerajaan pribumi (https://journal.unnes.ac.id/)
Lantas bagaimana sejarah sekolah menengah AMS di Soerakarta dan Armijn Pane? Seperti disebut di atas di Soerakarta tidak ada sekolah HBS (hanya ada terdekat di Semarang), lalu dalam perkembangannya didirikan AMS dimana salah satu siswanya adalah Armijn Pane. Dalam hal inilah kita berbicara sekolah HBS dan AMS pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah sekolah menengah AMS di Soerakarta dan Armijn Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.