*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Singkong merujuk pada ubi kayu atau ketela pohon
(Manihot esculenta, sinonim: Manihot utilissima) adalah perdu tropis dan
subtropis tahunan dari suku Euphorbiaceae. Tanaman ini juga disebut kaspe, ubi
sampa, atau ubi prancis. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil
karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong ditanam secara
komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun
1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 dari
Brasil.
Gadung (Dioscorea hispida) adalah tumbuhan berumbi suku uwi-uwian (Dioscoreaceae) umumnya dipakai tanaman pangan. Gadung menghasilkan umbi dapat dimakan, tetapi mengandung racun dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik. Umbinya dapat pula dijadikan arak (difermentasi) sehingga di Malaysia dikenal pula sebagai ubi arak, selain taring pelandok. Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama seperti janèng (Ac.), janiang (Min.), bitule (Gor.), gadu (Bm.), gadung (Bl., Jw., Btw., Sd.), ghâddhung (Mdr.) iwi (Smb.), kapak (Sas.), salapa (Bgs.) dan sikapa (Mak.). Untuk membedakan antar-spesies dalam suku uwi-uwian, dapat dibedakan berdasarkan arah lilitan batang, bentuk batang, ada tidaknya duri pada batang, bentuk dan jumlah helaian daun, ada tidaknya buah di atas. Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Gadung merambat pada tumbuhan berbatang keras (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah asal usul nama Singkong? Seperti disebut di atas singkong adalah tanaman perdu tropis yang didatangkan dari Brasil. Sementara itu gadung adalah tanam asli Nusantara. Singkong sendiri adalah ubi kayu atau ketela pohon. Lalu bagaimana sejarah asal usul nama singkong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Asal Usul Nama Singkong; Gadung Tanaman Asli Nusantara, Ubi Kayu atau Ketela Pohon Berasal dari Brasil
Nama singkong untuk ubi kayu atau ketela pohon (Manihot) diduga adalah nama baru. Dalam buku yang ditulis GJ Filet yang berisi semua daftar tanaman asli Indonesia (De Inlandsche Plantennamen, 1859, setebal 467 halaman) tidak ada nama singkong. Nama yang ada adalah ketela kajoe, ketela pohon (Jawa); tjamporang, hoei dangdur (Sunda); oebi prantjis (Mandailing). Tidak ada nama Melayu (Minangkabau masih termasuk Melayu).
Tampaknya tanaman spesies Manihot ini belum menyebar secara luas. Sementara itu nama singkong sendiri sudah lama dikenal: orang Cina benama Singkong (lihat Bataviasche courant, 28-12-1825), nama yang juga banyak digunakan orang Cina; nama tempat Singkong di (pulau) Chusan padantai timur Tiongkok (lihat Javasche courant, 21-02-1852).
Nama singkong dihubungkan dengan ketela pohon di
Jawa sebagai obi singkong paling tidak terinformasikan pada tahun 1879 (lihat Tijdschrift
van het Indisch Landbouw-Genootschap, 1879); nama oebi singkong dalam Catalogus
der afdeeling Nederlandsche Koloniën van de internationale koloniale en
uitvoerhandel tentoonstelling (van 1 Mei tot ult. October 1883) te Amsterdam, 1883
door PJ Peth); dan nama ketela pohon atau singkong (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 15-08-1889). Lantas mengapa nama ketela pohon juga disebut singkong?
Itulah yang ingin ditelusuri. Lalu kemudian muncul nama oebi singkong (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 05-04-1890) dan
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gadung Tanaman Asli Nusantara, Ubi Kayu atau Ketela Pohon Berasal dari Brasil: Gadung Jarar dan Gadung Lalat di Tanah Batak
Gadung berbeda dengan ketela, singkong. Seperti dikutip di atas, gadung (Dioscorea) umbi dapat dimakan, tetapi mengandung racun. Tanaman gadung ini ditemukan di Jawa (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1844). Gadung yang semacam kentang ini selain ditemukan dalam bahasa Jawa juga ditemukan dalam bahasa Melayu, tetapi di dalam bahasa Batak disebut gadong (lihat Die Battaländer auf Sumatra, FW Junghuhn, 1847).
Nama Poelo Gadoeng sudah lama terinformasikan (lihat Bataviasche courant,
07-06-1826). Nama pulau di zaman dulu itu diduga merujuk pada tanaman gadoeng
yang mengandung racun tersebut. Nama gunung Gadoeng ditemukan dekat Gombong
(lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-03-1855).
Dalam hal ini gadung dan gadong adalah hal yang sama, tetapi berbeda dengan
gedong atau gedoeng. Selain gadung, juga ada ubi (Ipomoea) yang di Jawa disebut
oebi Djawa (lihat Bijdragen tot de geneeskundige topographie van Batavia, 1844).
Dalam bahasa Melayu disebut obi. Di wilayah Mandailing disebut oebi, tetapi di
wilayah Angkola disebut gadong djarar yang dibedakan dengan gadong lalat
(ketela pohon). Catatan: djarar dalam bahasa Batak adalah jalar; lalat adalah
terlambat atau tertunda. Gadong lalat juga disingkat menjadi silalat. Lalat
dalam bahasa Melayu disebut dalam bahasa Jawa sebagai laler dan dalam bahasa
Batak sebagai lanok.
Jauh sebelum dikenal nama singkong, di nusantara sudah dikenal nama gadoeng atau nama oebi. Namun yang menarik diperhatikan di dalam bahasa Batak semuanya disebut gadong. Jika hanya disebut gadong itu merujuk pada sejenis kentang beracun, tetapi jika disebut gadong djarar itu menjadi ubi dan gadong lalat menjadi ketela. Dalam hal ini awal nama gadong di dalam bahasa Batak sebagai umbi (yang beracun).
Gadong lalat dalam bahasa Batak, sementara dalam bahasa Melayu disebut ubi
kayu dan dalam bahasa Jawa disebut ketela pohon. Sebutan kayu dan pohon mengacu
pada hal yang sama (berbatang). Lalu mengapa di dalam bahasa Batak disebut
gadong lalat? Apakah gadong lalat berumur panjang (terlambat) jika dibandingkan
dengan gadong dan gadong djarar (yang sama-sama merambat)?
Yang juga menarik diperhatikan nama ketela di Jawa. Mengapa disebut ketela, bukan gadong (bahasa Batak), oebi (bahasa Melayu), oewi (bahasa Jawa) dan hoewi (bahasa Sunda)? Dalam perkembangannya di wilayah Jawa disebut oebi ketela dan di wilayah Sunda disebut hoewi boled atau hoewi sampeu.
Dalam sejarahnya, ketela pohon spesies Manihot pertama kali dikenal di
Amerika Selatan (Brasil). Rumphius di Amboina (pada era VOC) menduga bahwa
tanaman ketela pohon diperkenalkan oleh orang-orang Spanyol dari Amerika ke
Kepulauan Filipina, dan kemudian menyebar ke seluruh Hindia, karena pada
masanya tanaman ini ditemukan di tempat-tempat paling liar di Maluku yang belum
dikunjungi orang Eropa (lihat Flora van Nederlandsch Indië = Flora Indiae
Batavae door Friedrich Anton Wilhelm Miquel, 1855-1860).
Georg Eberhard Rumphius (1627-1702) mencatat nama ketela/katela pohon atau obie katela (di Jawa; dalam bahasa Sunda juga disebut hoewi Djawa) ini di Ternate dengan nama ima kastela dan nama loetoe kastela di Banda. Dalam hal ini nama katela/ketela di Jawa tidak sendiri, tetapi juga ditemukan di Maluku sebagai kastela. Lalu mengapa disebut katela, ketela atau kastela?
Seperti disebut di atas, di Batavia di daerah aliran sungai Sunter
terdapat nama kampong Poelo Gadoeng. Nama Katela juga ada yang diberi nama
pulau (lihat Het gouvernement Celebes: proeve eener monographie, 1920).
Disebutkan Di sebelah barat pulau Tana Malala dilanjutkan oleh pulau-pulau yang
lebih kecil, Tangga dan Bimbe, yang terakhir tingginya 133 meter. Di sebelah
utara Tana Malala, di lepas pantai barat Djampea, terletak pulau kecil Katela,
tempat poenggawa (kepala pribumi) Tana Djampea berada.
Nama ketela di Jawa diduga merujuk pada sebutan nama yang ditemukan di Maluku (mengacu pada pendapat Rumphius di Amboina). Lalu bagaimana kemudian muncul nama singkong di Jawa? Besar dugaan nama singkong untuk padanan nama ketela pohon atau oebi katela berasal dari nama Cina. Bagaimana bisa?
Dalam catatan HN van der Tuuk disebut gedang kastela sebagai pisang
Spanyol (lihat Eene aanvulling der Maleische woordenboeken door HN van der
Tuuk, 1894). Gedang dalam bahasa Jawa adalah pisang. Dalam hal ini sesuai
Rumphius dan van der Tuuk kastela atau katela sebagai nama lama singkong
semakin kuat merujuk pada nama Spanyol.
Nama singkong, seperti disebut di atas paling tidak terinformasikan pada tahun 1879. Ini mengindikasikan bahwa singkong adalah nama baru. Nama yang sudah lama diduga adalah katela/ketela atau kastela (berasal dari bahasa Spanyol) yang dihubungkan dengan oebi dan gedang (pisang). Lalu bagaimana nama singkong diduga kuat berasal dari nama Cina? Satu yang jelas nama katela/ketela berasal dari nama Spanyol.
De tegenwoordige staat der volken van het Spaansche rijk in Amerika, 1745:
‘Dari Kastilia Baru atau Emas, juga disebut Daratan Firma (Van Nieuw- of
Gouden-Kastilje, ook genoemd Terra Firma). di perbatasan dan divisi, FIRM, dari
Bentang Alam Amerika Selatan. Provinsi Nieuwe Castilje telah ditemukan oleh
Christopher Columbus, pada hari ketiga mendarat; dan orang-orang yang menjadi
tuan rumahnya, sebagian besar adalah penduduk asli dari Oud Castilje, nama yang
diberikan. Setelah itu disebutkan Gouden Castilje, karena kehebatannya banyaknya
logam yang ditemukan di dalamnya, dan khususnya di wilayah Uraba’.
Nama singkong dihubungkan dengan nama Sunda terinformasikan paling tidak tahun 1901 (lihat De landbouw der inlandsche bevolking op Java door HCH de Bie, 1901-1902). Disebutkan di antara umbi-umbian, mungkin tidak ada yang ditanam secara umum dan dianggap sebagai makanan pokok seperti singkong (Manihot utilissima PomJ. Dalam bahasa Jawa disebut kaspe, bodin atau keield poehoeng (k. poehoen), dalam bahasa Sunda sampeu atau singkong. Di beberapa daerah disebut k. prasman (bahasa Prancis këtela) atau oebi kajoe.
Tweede gewassen door K van der Veer, 1926: ‘Cassave (Manihot utilissima
Phol.): Katella pohon. Oebi djendral, Oebi inggris, Oebikajoe (Malajoe); Hoewi
dangdeur, H. djendral,'Sampeu, Singkong (Soenda); Bodin, Kaspe, Katela
djendral, Katela mantri, K. poeng, K sabekong, K. sarmoenah, K. tapah, Teta
marikan, T. tjengkol (Java); Kasbek (Ambon); Oebi prantjis (Padang).
Lalu mengapa nama katela/ketela yang dihubungkan dengan Cina melembaga di dalam bahasa Sunda? Yang jelas nama katela/ketela yang berasal dari nama Spanyol telah lama melembaga di dalam bahasa Jawa. Dalam hal ini dapat ditambahkan nama oebi kajoe melembaga di dalam bahasa Melajoe.
Wikipedia: Tapioka, disebut juga sebagai kanji atau aci, adalah tepung
pati yang diekstrak dari umbi singkong. Tepung tapioka juga mempunyai beberapa
sebutan lain, seperti tepung aci atau tepung kanji. Dalam bahasa Jawa dikenal
sebagai Tepung Kanji. Dalam bahasa Sunda dikenal sebagai aci sampeu. Tapioka
memiliki sifat-sifat yang serupa dengan tepung sagu, sehingga penggunaan
keduanya dapat dipertukarkan. Bahkan, dalam percakapan sehari-hari, orang
Betawi pun menamainya tepung sagu. Sedangkan tepung singkong sebenarnya berbeda
dengan tepung tapioka. Tepung tapioka adalah hasil ekstraksi umbi singkong, sedangkan
tepung singkong adalah tepung dari hasil parutan singkong yang dikeringkan. Etimologi.
Tapioka berasal dari bahasa Portugis, tapioca; yang selanjutnya berasal dari
perkataan tipi'óka dalam bahasa Tupí yang dipakai oleh penduduk asli di bagian
timur laut Brasil, tatkala penjelajah bangsa Portugis mendarat di sana pada
sekitar 1707. Perkataan Tupi itu merujuk kepada proses untuk mengolah singkong
agar dapat dimakan.
Selain nama singkong dihubungkan dengan nama Cina dan nama singkong melembaga di dalam bahasa Sunda, nama singkong juga dihubungkan dengan nama tapioka: tapiocawortel (lihat Geneeskundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1893); tapiocawortel (lihat Scheepvaart, 21-03-1904); singkong (tapiocawortel) De tribune: soc. dem. Weekblad, 28-04-1933); cassave, oebi, ketela, singkong of tapioca (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 10-05-1935); singkong (tapioca) (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1940).
Tapioka dihubungkan dengan ekstrak umbi-umbian: Kapas dari Bengal, Kapas dari Minas Geraer, Kapas: Sutate, Spons halus, Alizari dari Levant, Nois de Gallet, Sumac dari Porto, Kakao Maragnan, Tapioka, Beras dari Mesir (lihat Rotterdamsche courant, 20-12-1823); akar, rimpang, dan umbi berbagai tanaman; dan dari tanaman-tanaman tersebut diperoleh Tapioka, Arrow root (Hindia Barat, Hindia Timur) (lihat Jonathan Pereira, 1846); Tapioka de Purga " atau "Gomma de Batate " dipisahkan, yang mengandung pati (lihat David Jacob Coster, 1886).
Di Amerika Selatan singkong disebut dengan nama joca atau juca Sementara itu, semasa Rumphius di Amboina, singkong dikenal penduduk sebagai takka (lihat De cassava door KRF Blokzeijl, 1916). Disebutkan tanaman budidaya yang penting ini, aslinya berasal dari Amerika tropis (Brasil), tempat tanaman ini ditemukan di alam liar di hutan, tampaknya telah dibawa ke Asia, mungkin pertama ke pesisir Afrika, kemudian ke Madagaskar, daratan India, Kepulauan Hindia Timur, Tiongkok, dll. Di buku ini disebutkan pertama kali dilaporkan di Jawa oleh FW Jung Huhn yang dilihatnya tahun 1838 di Buitenzorg dan Tjiandjoer dengan nama oebi dangdeur. Singkong ini disebut telah ada di Jawa sejak dahulu kala dan tampaknya telah didatangkan dari Cina.
Oleh karena tanaman singkong sudah lama masuk ke Hindia, dan berdasarkan informasi-informasi di atas tanaman singkong dihubungkan dengan Brasil (Amerika Selatan) dan orang Spanyol. Boleh jadi singkong masuk ke Maluku dari timur oleh orang-orang Spanyol dari Amerika Selatan dan singkong juga masuk dari barat ke Cina (Portugis) lalu ke Jawa. Apakah dalam hal ini singkong yang ditemukan Jung Huhn di wilayah Soenda didatangkan dari (tempat) Singkong di pantai timur Tiongkok? Lalu kemudian orang Sunda menyebut oebi dangdeur juga dengan nama singkong? Lantas bagaimana dengan nama katela/ketela di Jawa (bagian tengah/timur)? Oleh karena nama katela/ketela dihubungkan dengan Kastela (Spanyol) boleh jadi singkong di Jawa didatangkan dari Maluku.
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar