Laman

Senin, 08 September 2025

Sejarah Mahasiswa Cina (6): Dr Tan Kian Lok Ahli Hukum Riba di Indonesia;Pembela Kasus 'Kebebasan Pers' Mochtar Lubis 1957


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa Cina di blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia, ahli hukum pertama adalah Oei Jan Lee, seorang putra Kapitan Cina asal Bandaneira meraih gelar sarjana hukum (Mr) tahun 1888. Pada bulan Januari 1889 Mr Oei Jan Lee meraih gelar doktor bidang hukum di Leiden (lihat Nieuwe Vlaardingsche courant, 16-01-1889). Disertasi Mr Oei Jan Lee berjudul “Over de aansprakelijkheid des Verkoopers voor de verborgen gebreken der verkochte zaak” (Tentang tanggung jawab penjual atas cacat tersembunyi pada barang yang dijual). Tan Kian Lok adalah orang Indonesia terakhir meraih gelar doktor hukum di Belanda pada tahun 1949 dengan disertasi berjudul: “De woekerordonnantie 1938 (het woekerbesluit 1916)" (Ordonansi Riba 1938 (Keputusan Riba 1916).


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1957: ‘Kasus Mochtar Lubis ditunda hingga 4 Juni, Sabtu adalah lagi kasus Mochtar Lubis untuk pengadilan negeri di Jakarta, kali ini untuk yang dijalankan pertama kali oleh Hakim A. Razak Madjelelo, yang mengambil alih kasus tersebut dari Hakim Maengkom sehubungan dengan pengangkatannya sebagai Menteri Kehakiman. Sebagai wakil dari Kementerian Umum, Dali Mutiara tetap sebagai jaksa. Setelah pembukaan sesi, kata hakim harus menunda pertemuan karena terdakwa Mochtar Lubis sakit hingga 4 Juni. Terdakwa Mochtar Lubis, yang selanjutnya oleh Mr. Dr. Tan Kian Lok sang pembela, sejak 21 Desember ditahan CPM, di bawah kecurigaan lainnya, yang terpisah dari masalah yang ia jawab. Tuduhan terhadap Mochtar Lubis memegang dalam hal ini seperti diketahui, terkait dengan penerbitan laporan oleh surat kabar Indonesia Raya, dianggap menyinggung pemerintah Ali Sastroamidjojo’. 

Lantas bagaimana sejarah Mr Dr Tan Kian Lok ahli hukum Riba Indonesia? Seperti disebut di atas, Tan Kian Lok orang Indonesia terakhir peaih gelar doktor hukum di Belanda. Mr Dr Tan Kian Lok aalah pembela utama dalam kasus Mochtar Lubis dalam memperjuangkan Kebebasan Pers tahun 1957. Lalu bagaimana sejarah Mr Dr Tan Kian Lok ahli hukum Riba Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Mr Dr Tan Kian Lok Ahli Hukum Riba di Indonesia; Pembela dalam Kasus Kebebasan Pers Mochtar Lubis 1957

Tan Kian Lok dan Mochtar Lubis, keduanya lahir di kampong terpencil di wilayah pegunungan yang dingin. Tan Kian Lok lahir di kampong Ngaglik di sebelah barat Kota Batu, wilayah pegunungan di distrik (kecamatan) Batu di Residentie Malang; Mochtar lahir di kampong Sungai Penuh di sebelah utara danau Kerintji, wilayah pegunungan di distrik (kecamatan) Kerinci di Residentie Djambi. Tan Kian Lok adalah seorang anak yatim: ayahnya, Tan See Djian meninggal tahun 1931. Meski demikian, semangat belajarnya terus hidup.


Mochtar Lubis lahir di Sungai Penuh, Kerinci, Jambi pada tanggal 7 Maret 1922. Ayah Mochtar Lubis bernama Marah Hoesin gelar Radja Pandapotan adalah pegawai pemerintah yang pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, antara lain Padang Sidempoean, Selat Pandjang, Medan (1907) dan Kerintji.  Radja Pandapotan dipindahkan ke Soengei Penoeh ibukota Kerintji tahun 1915 sebagai schrijver (penulis) dan terus berkarir di wilayah Kerintji hingga menjadi districthoofd (demang) pada tahun 1937. Mochtar Lubis sendiri adalah anak keenam dari sepuluh bersaudara. Ayahnya berasal dari huta Muara Soero, dekat Kotanopan, afdeeling Padang Sidempoean.

Pada tahun 1934, Tan Kian Lok diterima dalam ujian masuk HBS di Malang (lihat De Indische courant, 09-05-1934). Yang juga diterima antara lain: Rr Sri Soedarmilah, Johanna Herani Sanjoto, GF Lutungan, Ong Tjing Ing dan RA Moetmainah. Fakta bahwa Tan Kian Lok lancar dalam studi. Tidak pernah tinggal kelas atau menunda studi. Tan Kian Lok di HBS Malang lulus ujian akhir pada tahun 1939 (lihat De locomotief, 03-06-1939). Yang juga lulus ujian akhir dari kelompok pertama afdeeling-A, antara lain: Mochtar Saleh dan nona Han Liat Nio.


Mochtar Lubis memulai pendidikan di sekolah dasar berbahasa Belanda (HIS) di Sungai Penuh (selesai tahun 1936). Di sekolah inilah Mochtar Lubis mulai kegiatan sastra dengan belajar menulis cerita dan mengirimnya ke surat kabar Sinar Deli di Medan. Mochtar Lubis melanjutkan studi ke sekolah ekonomi Indonesische Nationale School (INS) di Kayutanam (selesai tahun 1940). Mochtar Lubis hijrah ke Batavia dan bekerja pada Bank Factory. 

Tan Kian Lok melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Tan Kian Lok diterima di sekolah tinggi hukum (Rechthoogeschool) di Batavia. Sebagaimana halnya di sekolah HBS, Tan Kian Lok di Rechthoogeschool (RHS) juga lancar dalam studi. Pada tahun 1941 lulus ujian kandidat kedua (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-06-1941). Yang juga lulus ujian adalah Moehamad Amin, Tjoeng Tin Yan, Hartono Wiriodinoto, R. Hari Nitiharto, R. Soepeno dan M. Moertolo.


Sejak bulan Desember 1941, pesawat-pesawat tempur Jepang sudah memasuki wilayah Hindia Belanda (baca: Indonesia) dan mengebom kota Tarempa (pulau Natuna). Oleh karena itu, dalam menghadapi situasi dan kondisi perang, berbagai tingkat pendidikan mulai terganggu. Tentu saja Tan Kian Lok menjadi konsentrasi dalam studi. Lebih-lebih karena orang Cina umumnya benci Jepang (setelah Jepang menduduki wilayah Tiongkok di bagian terdekat Jepang). Eskalasi perang yang terus meningkat, akhirnya Pemerintah Hidia Belanda menyerah pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalidjati, Soebang. Tamat orang Belanda (diinternir ke kamp-kamp konsentrasi).

Sejak kehadiran Jepang di Indonesia, keberadan Tan Kian Lok tidak terinformasikan. Sementara itu, Mochtar Lubis menjadi jurnalis di kantor berita Jepang di Djakarta. Bakat menulis Mochtar Lubis termanfaatkan dalam situasi dan kondisi ekonomi yang berantakan (tutupnya perusahaan-perusahaan Eropa/Belanda). Namun kehadiran Jepang tidak lama, karena menyerah kepada Sekutu yang dipimpin Amerika pada tanggal 14 Agustus 1945. Beberapa hari kemudian pada tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan.


Kemenangan Sekutu terhadap Jepang di Pasifik, membuka jalan bagi orang-orang Belanda di pengungsian (terutama di Australia) memasuki kembali (wilayah) Indonesia. Para interniran Eropa/Belanda yang dilepaskan Sekutu/Inggris dengan cepat orang-orang Belanda menguasai sejumlah wilayah seperti Djakarta, Soerabaja dan Semarang. Oleh karena bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaan, maka perang tidak terhindarkan antara bangsa Indonesia di satu pihak dan orang-orang Belanda din pihak lain.

Besar dugaan segera proklamasi kemerdekaan Indonesia, Tan Kian Lok berangkat ke Eropa/Belanda untuk melanjutkan studi hukumnya yang tertunda karena pendudukan Jepang. Sudah barang tentu Tan Kian Lok bergabung dengan orang-orang Indonesia di Belanda yang belum sempat pulang ke tanah air karena perang.


Mereka itu sebagian sudah selesai studi seperti Dr Soemitro dan Dr Ong End Die, sebagian yang lainnya masih menyelesaikan kuliahnya seperti FKN Harahap (mantan ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda).

Pada tahun 1947, Tan Kian Lok diberitakan lulus ujian sarjana hukum di Leiden (lihat Algemeen Handelsblad, 04-07-1947). Disebutkan di Leiden, lulus ujian sarjana hukum (Ned. Ind. Recht) Tan Kian Lok, RJ Heijden dan F Pipper. Sekali lagi, ini mengindikasikan bahwa Tan Kian Lok lulus tepat waktu. Boleh jadi, Tan Kian Lok sebagai anak yatim dibiayai oleh saudara-saudaranya sehingga dirinya terus memotivasi agar studi sejak SMA (HBS) di Malang tidak tertunda (apalagi tinggal kelas). Semangat anak yatim adakalanya memang tidak tertandingi.


Pada masa kepemimpinan Adam Malik di kantor berita Antara, Mochtar Loebis masuk sebagai wartawan Antara. Namun tidak lama kemudian, posisi Adam Malik digantikan oleh Mochtar Lubis karena kesibukan Adam Malik sendiri dalam urusan republik. Pada saat Belanda datang kembali, situasi menjadi berubah. Kantor berita Antara lalu ditutup oleh penguasa (lihat De tijd: dagblad voor Nederland, 21-07-1947). Disebutkan sepuluh jam setelah penangkapan sejumlah anggota kantor berita Antara Indonesia dilakukan konferensi pers. Mochtar Lubis, Direktur Antara, mengatakan: Belanda telah memperlakukan kami dengan baik, pemancar kami diambil. Ketika kami ditangkap, kami tegang. Keluhan utama bahwa mereka telah menyita mobil saya. Kemudian kantor berita Antara ditutup. Alasan penutupan kantor berita ini tidak diketahui. Mochtar Lubis kemudian muncul namanya di terbitan baru bernama Masa Indonesia. Mochtar Lubis dalam terbitan baru berada dalam jajaran redaktu. Selanjutnya, Mochtar Lubis kemudian menjadi editor kepala dalam majalah bergambar Merdeka, group koran Merdeka.

Tampaknya Tan Kian Lok tidak segera pulang ke kampong halaman di Batu, Malang. Sebab tidak pernah terinformasikan dalam berita-berita kapal yang berangkat ke Indonesia. Apakah Tan Kian Lok langsung mencari pekerjaan di Belanda? Tampaknya itu sulit untuk setingkat sarjana hukum dalam bersaing dengan sarjana-sarjana Belanda di Belanda. Apalagi Tan Kian Lok adalah sarjana hukum Indonesia (Ned. Ind. Recht) yang tentu saja tidak relevan di Belanda. Tan Kian Lok harusnya menjadi ahli hukum di Indonesia. Tidak terinformasikannya nama Tan Kian Lok ternyata melanjutkan studinya ke tingkat doktoral. Sudah barang tentu saat itu tidak mungkin mendapat beasiswa baik dari pemerintah Belanda maupun Pemerintah Indonesia. Ayah sudah tiada, sumber pembiayaan dari mana?


Besar dugaan saudara-saudaranya (sebagai pengganti ayah) terus mendorong untuk menuntaskannya hingga ke doktoral. Harga diri keluarga harus terangkat lebih tinggi melalui Tan Kian Lok. Sebab tidak pernah terinformasikan saudara-saudaranya yang studi di HBS dan di perguruan tinggi. 

Tan Kian Lok akhirnya berhasil meraih gelar doktor di Leiden dalam bidang hukum (lihat Het Parool, 03-06-1949). Disebutkan di Leiden, lulus ujian doktor in de rechtsgeleerdheid dengan disertasi berjudul “De woekerordonnantie 1938 (het woekerbesluit 1916)", Tan Kian Lok, lahir di Ngaglik, Batoe, Malang. Lantas apakah Dr Mr Tan Kian Lok segera pulang kampong? Nama Tan Kian Lok tidak pernah terinformasikan dalam berita-berita kapal yang berangkat ke Indonesia. Apakah Tan Kian Lok langsung mencari pekerjaan di Belanda? Sekali lagi, itu tampaknya sulit untuk sarjana hukum meski dengan gelar doktor di Belanda. Tan Kian Lok harusnya bekerja dalam bidang hukum di Indonesia.


Kantor berita Antara masih berada di bawah pengelolaan Adam Malik dan Mochtar Lubis (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 19-08-1949). Disebutkan untuk menandai pembukaan kembali kantor berita republik, Antara di Batavia, hari Rabu, Adam Malik, direktur dan Mochtar Lubis, pemimpin redaksi mengundang kolega dan melakukan receptive di pavillioen Hotel des Indes’. Beberapa bulan kemudian keduanya berangkat ke luar negeri (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-01-1950). Disebutkan Adam Malik dan Mochtar Lubis, masing-masing direktur dan kepala departemen internasional Antara segera meninggalkan (tanah air) ke beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Burma untuk mempelajari situasi di sana dan untuk bertukar berita dengan beberapa kantor berita di negara-negara tersebut’. Dalam perkembangannya Mchtar Lubis mendirikan surat kabar baru dengan nama Indonesia Raja (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 22-11-1950). Disebutkan editor "Indonesia Raya" (Jakarta), Mochtar Lubis, yang berada di Korea, dalam editorialnya memberikan kesan sehubungan dengan situasi di Korea. Tulisan-tulisan Mochtar Lubis telah menyinggung Soekarno (lihat De nieuwsgier, 02-03-1951). Disebutkan karena ada keluhan oleh Presiden (Soekarno), diperintahkan oleh Jaksa Agung, ex officio, Mochtar Lubis redaktur Indonesia Raya, Senin dipanggil oleh kepala jaksa A. Karim sehubungan dengan tulisan dimana presiden adalah yang bertanggung jawab atas kematian banyak orang Indonesia selama pendudukan. Beberapa waktu kemudian muncul undangan bagi Mochtar Lubis ke Amerika (lihat De nieuwsgier, 17-05-1951). Disebutkan pemimpin redaksi dari koran Indonesia Raya, Mochtar Lubis, Jumat ada undangan dari Deplu Amerika Serikat berangkat cuti untuk ke New Fork. Setelah tur orientasi di AS, Pak Lubis akan mengunjungi beberapa negara di Eropa. De nieuwsgier, 28-05-1951: ‘Editor Indonesia Raya, Mochtar Lubis hari Sabtu dari Djakarta ke New York, AS untuk suatu kunjungan orientasi termasuk negara Eropa. Pak Lubis akan melakukan sekitar empat bulan. Selain Mochtar Lubis yang diundang adalah Sujono Surjotjondro, koresponden asing mingguan Mimbar Indonesia. Surjotjondro, baru saja menyelesaikan studi di Universitas Yale dan sekarang akan membuat studi tiga bulan. Penelitian di Universitas Yale telah memungkinkan mendapat hibah dari Rockefeler Foundation. Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-08-1951: ‘Dua wartawan dari Surabaya, Tan Poh Khwat dari Pewarta dan A Aziz dari Suara Rakyat, hari Minggu dari Jakarta berangkat untuk kunjungan empat bulan ke AS, di mana mereka akan mempelajari publisitas. Mereka termasuk kelompok lima wartawan yang dibayar oleh Departemen Luar Negeri AS ke AS. Beberapa minggu yang lalu, Mochtar Lubis, editor Indonesia Raya meninggalkan Jakarta, BM Diah dari Merdeka dan Sanjoto dari Pedoman akan mengikuti dalam waktu enam minggu, Layanan Informasi AS di Jakarta mengumumkan’. 

Pada tahun 1952 nama Tan Kian Lok terinformasikan di Medan. Ini mengindikasikan Tan Kian Lok sudah lama di Medan. Besar dugaan Tan Kian Lok kembali ke tanah air dengan menumpang kapal dagang yang kemudian singgah di Singapoera atau Medan. Ini akan lebih murah jika menumpang kapal dagang. Tan Kian Lok mungkin tahun diri karena saudara-saudaranya sudah banyak membantu. Anak yatim memang selalu memiliki adab yang tinggi.


Het nieuwsblad voor Sumatra, 05-07-1952: ‘Perkumpulan Pemburu Indonesia. Pada rapat khusus Persatuan Pemburu Indonesia yang diselenggarakan baru-baru ini, susunan pengurus adalah sebagai berikut: Ketua: Mayor I. Adjie; Wakil Ketua: Dr. F.J. Nainggolan; Penasehat hukum: Dr Tan Kian Lok; Sekretaris JO Knuppel; wakil sekretaris J Völke; Bendahara dan Manajer: Choo Kim Soen; Anggota Komite: Jap Njan Tjoen dan Letnan AB Renesse Duivenbode’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pembela dalam Kasus Kebebasan Pers Mochtar Lubis 1957: Ahli Hukum Indonesia Sejak Oei Jan Lee hingga Tan Kian Lok

Tan Kian Lok adalah seorang ahli hukum Indonesia yang focus studinya (disertasi) tentang riba. Lantas mengapa Tan Kian Lok mengambil topik ini? Apakah keluarganya pernah mengalami praktek riba ini sehingga dulu usaha ayahnya (1928) menjadi bangkrut? Seperti halnya Mochtar Lubis (kebebasan pers), tampaknya Tan Kian Lok telah mengusung tema pembelaan terhadap rakyat banyak akibat praktek riba.

 

Seperti disebut di atas, Mochtar Lubis tahun 1951 telah mengungkapkan bahwa Soekarno di dalam tulisannya di surat kabar yang dipimpimpin Indonesia Raja adalah yang bertanggung jawab atas kematian banyak orang Indonesia selama pendudukan Jepang. Dalam hal ini dimana banyak romusha meninggal di TKP. Sebagaimana diketahui pada masa pendudukan Jepang, Soekarno sebagai ketua Putera (Pusat Tenaga Rakjat). Mochtar Lubis sndiri pada tahun 1951 ini sudah mempelajarai pers internasional di Amerika dan Eropa.

Dalam perkembangannya Tan Kian Lok terinformasi menjadi salah satu anggota dewan pusat Baperki (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 16-07-1954). Baperki, singkatan dari Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia, adalah organisasi massa yang didirikan pada 13 Maret 1954 di Djakarta oleh orang Tionghoa dengan ketua Siauw Gik Tjhan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-03-1954). Namun tidak terinformasikan Tan Kian Lok berasal dari Baperki cabang mana: Medan Sumatra Utara, Jakarta atau Malang Jawa Timur?


Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-07-1954: ‘Baperki ikut serta Pemilu. Pada rapat umum dari Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) Cabang Jakarta, dukungan diberikan terhadap niat dewan Baperki tersebut untuk berpartisipasi di masa depan pemilihan umum. Selanjutnya, 18 calon untuk Majelis Konstituante dan DPR terpilih dan akan diajukan pada kongres partai, yang akan diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 7 hingga 9 Agustus. Mereka adalah: Tan Kian Lok, Tan Eng Tio, Oei Tjoe Tat, Tan Eng Oen, Yap Thiam Hien, Sudarjo Tjokrosisworo, Siauw Giok Tjhan, Go Gien Tjwan, Tan Po Goan, Liem Koen Seng, Tan Hwie Kiat, Ms. Oey Yang Hwat, Thio Tiam Tjong, Ang Van Gwan, Pouw Ie Gan, S Brata, Pwa Thwan Hian, dan DS Diapari (Siregar). Setelah terpilihnya kedelapan belas calon ini, enam anggota delegasi dari Baperki cabang Jakarta untuk kongres partai pada bulan Agustus ditunjuk. Berikut ini adalah anggota delegasi yang ditunjuk: Tjhio Kiang Han; Tjiong Tjin Sioe, Tong Kwat Teng, Ibu Oey Yang Kwat. Keduanya anggota lainnya akan ditunjuk kemudian’. 

Setelah Kongres Baperki (Agustus 1954) nama Tan Kian Lok termasuk yang menjadi kandidiat (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-03-1955). Dalam daftar kandidat untuk parlemen ini disebut Tan Kian Lok mewakili dapil Djakarta.

 

De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-03-1955: ‘Candidaten van Baperki. Naar we vernemen heeft BAPERKI voor de as verkiezingen de ondervolgende heren op haar candidatenlijst gesteld: Voor het Parlement: Siauw Giok Djan (Djakarta). Drs. Go Gien Tjwan (Djakarta). Mr. Lim Tjong Hian (Palembang), Mr. Oei Tjoc Tat (Djakarta). Mr. Tan Po Goan (Djakarta). S. H. Prodjohartono (Solo), Tan Siang Lian (Tegal). Tan Hong Hie( Semarang), Ir. Tan Hwat Tiang (Bandung), Mr. Tan Tjeng Ling (Makassar) , Mr. Yap Thiam Hien (Djakarta). Prof., Drs. Tan Ing Oen (Djakarta), The Hong Oe (Jogja), Tan SocDjie (Jogja); Peng (Djakarta), Oei Tik Giauw (Jogja), Kwik Kieng San (Wonosobo), Kwik Swie Yam (Wonosobo), Oei Liong Thay (Semarang), Tjioe Tjeng Hok , (Palembang), i Dr. Tan Eng Tic (Djakarta), Dr. Liem Tjae Lce (Pangkalpiriang), Mr. Gouw SoeiTjiang (Semarang). Voor Constituante: Siauw Giok Tjhan (Djakarta), Mr. Auwjong Peng Koen (Djakarta), Mr. Oei Tjoe Tat (Djakarta), Drs. Go Gicn Tjwan (Djakarta), Mr. Lim Tjong Hian (Palembang), Mr. Yap Thiam Hien (Djakarta), Mr. Tan Po Goan (Djakarta), Tan Siang Lian (Tegal). Prof. Drs. Tan Ing Oen (Djakarta) Mr. Tan Tjin Leng (Makassar), Ir. Tan Hwat Tiang (Bandung), Mr. Dr. Tan Kian Lok (Djakarta), S.H. Prodjohartono (Solo), Tan Tek Peng (Djakarta), Tan Hong Hic (Semarang), The Hong Oc (Jogja), Tan SocDjie (Jogja), Lic Djing Go (Jogja), Oei Tik Giauw (Jogja), Kwik Kieng San (Wonosobo); Kwik Swic Yam (Wonosobo), Oei Liong Thay (Semarang), Siauw Giok Bic (Malang). Dr. Liem Twan Djic (Malang).

Pada bulan Juli 1955 terjadi peristiwa politik dimana Kabinet Ali Sastroamidjojo meletakkan jabatan yang kemudian memberikan mandate kepada Presiden tanggal 24 Juli 1955. Ali Sastroamidjojo berasal dari PNI. Presiden memberikan parlemen untuk memilih kabinet baru. Lalu terbentuk yang diumumkan pada 11 Agustus 1955 dan bertugas sejak 12 Agustus 1955 dimana yang menjadi Perdana Menteri adalah Mr Boerhanudin Harahap.


Boerhanudin Harahap adalah teman kuliah Tan Kian Lok di sekolah tinggi hukum Rechthoogeschool Batavia. Boerhanudin Harahap lulus ujian kandidat kedua tahun 1940 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-10-1940). Yang juga sama-sama lulus adalah Zainal Zainoer, Oen Boen Tien dan Soegiarto. Seperti disebut di atas Tan Kian Lok di Rechthoogeschool) di Batavia pada tahun 1941 lulus ujian kandidat kedua (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-06-1941).

Pemilihan umum dilaksanakan untuk memilih kursi parlemen (DPR) sebanyak 257. Pemilihan diadakan pada 29 September. Hasilnya sebanyak 87,65% pemilih memberikan suara sah dan 91,54% memberikan suara. Hasil menurut partai dengan jumlah kursi sebagai berikut: Partai Nasional Indonesia 8.434.653 (22,32 persen) dengan 57 kursi; Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia 7.903.886 suara (20,92 persen) dengan 57 kursi; Nahdlatul Ulama 6.955.141 suara (18,41 persen) dengan 45 kursi; Partai Komunis Indonesia 6.179.914 suara (16,36 persen) dengan 39 kursi. Empat partai pemenang pemilu ini mengindikasikasikan sangat ketat. Dari komposisi terbuka kemungkinan pembentukan kabinet baru.


Bagaimana hasil pencalonan parlemen Tan Kian Lok dalam pemilihan umum tahun 1955 ini tidak terinformasikan. Apakah terpilih atau tidak? Tampaknya dalam pemilihan ini (partai) Baperki hanya mendapat satu kursi saja untuk parlemen (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-03-1956). Siapa yang terpilih dari Baperki tidak terinformasikan. Yang jelas kabinet baru telah terbentuk yang diresmikan pada 3 Maret 1956 dimana yang menjadi perdana Menteri adalah Ali Sastroamidjojo dari PNI kembali (untuk yang kedua). Yang menjadi anggota parlemen dari Baperki adalah Siauw Gik Thjan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-09-1956). 

Tan Kian Lok meski tidak terpilih menjadi anggota parlemen, namun tetapi sebagai politisi dengan tetap focus dalam bidang hukum yang menjadi kompetensinya. Tan Kian Lok tidak hanya ingin menyuarakan kelompoknya, juga ingin membela keadilan di Indonesia. Dalam kasus Mochtar Lubis, nama Tan Kian Lok terinformasikan sebagai pembela (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-11-1956).


Indonesische documentatie dienst van ANP-Aneta, 1956, no. 50, 17-12-1956: ‘Jakarta, 1 Desember (PIA). Pengadilan Negeri Khusus Jakarta, yang dipimpin oleh Hakim G.A. Maengkom, melanjutkan persidangan kasus terhadap Mochtar Lubis, pemimpin redaksi majalah "Indonesia Raya", pada Sabtu pagi. Jaksa Penuntut Umum diwakili oleh Djaksa Dali Mutiara, sementara terdakwa dibela oleh Lukman Wiriadinata (mantan Menteri Kehakiman) dan Dr. Tan Kian Lok. Dalam persidangan ini, terdakwa menyerahkan 14 halaman fotokopi yang berkaitan, sebagaimana didalilkan terdakwa, dengan dugaan hubungan dekat antara Menteri Luar Negeri Ruslan Abdulgani dengan Lie Hok Thay; hubungan antara Letnan Kolonel Polisi Militer Prajogo dan Lie Hok Thay; penyaluran dana untuk Komisi Pemilihan Umum antara Menteri Abdulgani, Lie Hok Thay, dan Sjamsoeddin Soetan Makmur; dan laporan polisi, yang ditandatangani oleh Wakil Kepala Komisioner Sa'ud Wirtasendjaja, mengenai penyidikan terhadap Lie Hok Thay dan Piet de Queljoe. Lebih lanjut, sebuah laporan polisi dibacakan dari penyidikan terhadap Piet de Queljoe, di mana ia mengakui korupsi yang melibatkan dana dari komisi pemilihan umum. Dana tersebut diduga dibagi antara Menteri Ruslan Abdulgani, Sjamsuddin Sutan Makmur, dan Lie Hok Thay, yang kemudian digunakan untuk membeli rumah, mobil, perabotan, dan barang-barang lainnya’.

Dalam pembelaan kasus Mochtar Lubis ini, Dr Mr Tan Kian Lok bersama dengan Mr Lukman Wiriadinata (mantan Menteri Kehakiman pada Kabinet Boerhanoedin Harahap). Seperti disebut di atas, Tan Kian Lok sudah kenal lama dengan Boerhanoedin Harahap semasa kuliah di Rechthoogeschool Batavia. Dalam hal ini Lukman Wiriadinata juga pernah kuliah di Rechthoogeschool Batavia.


Loekman Wiriadinata lulus ujian kandidat pertama tahun 1931 di sekolah tinggi hukum Rechthoogeschool Batavia (lihat De locomotief, 11-11-1931). Lulus ujian kandidat kedua tahun 1933 (lihat De koerier, 24-07-1933). Namun sejak itu tidak terinformasikan. Loekman Wiriadinata lulus ujian doctoral dalam bidang hukum pada tahun 1938 di Leiden (lihat Algemeen Handelsblad, 30-11-1938). Besar dugaan Loekman Wiriadinata melanjutkan studi ke Leiden. Hal serupa ini juga kemudian yang dilakukan oleh Tan Kian Lok melanjutkan studi hukumnya ke Leiden. Loekman Wiriadinata adalah orang Banten anak dari Patih Bandoeng.

Dr Mr Tan Kian Lok adalah salah satu orang Tionghoa yang menjadi ahli hukum Indonesia. Dalam daftar kandidat Baperki di pemilu tahun 1955 paling tidak terdapat lima ahli hukum lainnya, yakni: Mr. Lim Tjong Hian (Palembang), Mr. Oei Tjoc Tat (Djakarta). Mr. Tan Po Goan (Djakarta, Mr. Tan Tjeng Ling (Makassar), Mr. Yap Thiam Hien (Djakarta).


Dr Mr Tan Kian Lok adalah ahli hukum orang Cina yang telah mencapai level tertinggi (doktor) di bidang hukum. Ini mengingatkan pencapaian Oei Jan Lee yang meraihkan gelar doctor hukum di Leiden pada tahun 1889. Satu lagi yang pernah meraih gelar doktor di bidang hukum adalah Han Swie Tian pada tahun 1936 di Utrecht dengan disertasi berjudul Bijdrage tor de kennis van het Familie en erfrecht der Chineezen ini Nederlandsch-Indie.

Dr Mr Tan Kian Lok kini menjadi ahli hukum Indonesia yang terpandang. Tidak hanya aktif di dalam dunia politik, juga sebagai ahli hukum turut memberi pembelaan terhadap kasus delik pers Mochtar Lubis (kasus korupsi). Lalu bagaimana dengan Dr Mr Oei Jan Lee dan Dr Mr Han Swie Tian?  Dr Mr Oei Jan Lee sudah lama tiada (meninggal tahun 1918). Dr Mr Han Swie Tian kini sedang memiliki masalah hukum.


De nieuwsgier, 31-08-1956: ‘Dr. Han Swie Tian, dihukum 1,5 tahun penjara. Jaksa Agung Soeprapto memberi tahu pers kemarin pagi bahwa Mahkamah Agung telah menerima permohonan banding dalam kasus Bapak Han Swie Tian dan menguatkan putusan pengadilan negeri di Surabaya yang menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara kepada terdakwa pada tahun 1951. Terdakwa dihukum karena menerima mobil curian. Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini menuntut hukuman penjara 3 tahun dan mengajukan banding atas putusan ini ke Pengadilan Tinggi di Surabaya. Pada tahun 1954, Pengadilan Tinggi membatalkan putusan tersebut karena tidak cukup bukti untuk mendukung dakwaan tersebut. Jaksa Agung kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada tahun 1955’.

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar