tag:blogger.com,1999:blog-21310069573034372622024-03-18T10:02:28.003+07:00Poestaha DepokMengenal Sejarah Tata Ruang Sosial Ekonomi Depok, Bogor (Buitenzorg), Jakarta (Batavia) dan Bandung (Preanger) serta Wilayah Lainnya di Indonesia (Nederlandsch Indie)Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.comBlogger3273125tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-48054481812174483182024-02-21T21:29:00.055+07:002024-03-03T14:14:47.702+07:00Sejarah Bahasa (313): Bahasa Batak, Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu; Tata Bahasa Batak dan Sejarah Kodifikasi BahasaMelayu<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*</span></span><b style="text-align: left;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pemberitahuan kepada Pembaca Blog Poestaha Depok</span></b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">: Untuk sementara, dari
sekian waktu yang lama, saya menghentikan penulisan serial artikel di blog ini,
untuk menyediakan waktu lebih banyak untuk menulis buku. Semoga semakin banyak
buku yang dapat diterbitkan berdasarkan ribuan artikel dalam blog ini. Sehat
kita selalu. Akhir MH </span><a href="https://deepublishstore.com/shop/buku-sejarah-pers-di-indonesia/" style="font-family: Calibri, sans-serif; font-size: 11pt; text-align: left;">buku SEJARAH PERS</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: center; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: Times New Roman, serif;">***</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kembangkan bahasa Indonesia, pelajari bahasa Inggris
dan lestarikan bahasa daerah. Sebagaimana bahasa Indonesia merujuk bahasa
Melayu dan bahasa Melayu merujuk pada bahasa Austronesia (bahasa Batak).
Bagaimana itu semua berevolusi tentulah menarik diperhatikan. Bahasa dan aksara
sendiri adalah satu hal, siapa yang mengembangkangkan adalah hal lain lagi.<o:p></o:p></span><a href="https://deepublishstore.com/shop/buku-sejarah-mahasiswa/" style="font-family: Calibri, sans-serif; font-size: 11pt; text-align: left;">buku SEJARAH MAHASISWA</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgixA6_SN986ynPE_uacI_nzWdEB52CG7G303IAGDIykKteWHWi5aypbbg9Gv8DytqJtsASIIwH7wWlTQ0nm5uNQqCDEmRVXqLg6vawksoKiOjU2ZtYXHbFqAQHC5r6fGGbuDPiHI_6xUfSnPZkBqtrYqP2INJu_8abRfI0OLRhewryUbnC2jxbd-EIgTWX/s833/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="439" data-original-width="833" height="169" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgixA6_SN986ynPE_uacI_nzWdEB52CG7G303IAGDIykKteWHWi5aypbbg9Gv8DytqJtsASIIwH7wWlTQ0nm5uNQqCDEmRVXqLg6vawksoKiOjU2ZtYXHbFqAQHC5r6fGGbuDPiHI_6xUfSnPZkBqtrYqP2INJu_8abRfI0OLRhewryUbnC2jxbd-EIgTWX/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Dapat
Tugas Kodifikasi Bahasa Melayu, Ada Ahli Belanda Hubungi Raja Ali Haji tetapi
Bukan Van Ophuijsen. Senin, 25 September 2023. <i>Pada 1857 Wall berkenalan Raja
Ali Haji, pujangga kerajaan Riau, yang menyusun Kitab Pengetahuan Bahasa. Wall
mendapat tugas dari GG menyusun kodifikasi bahasa Melayu namun Wall meninggal
1872. Buku pertamanya direvisi HN van der Tuuk, lalu diterbitkan ulang versi ringkas.
Yang disambut penuh adalah hasil pekerjaan CA van Ophuijsen. “Paedah kitab itoe
ialah tempat bertanja, tjarabagaimana tiap-tiap kata jang terseboet, haroes
ditoetoerkan dan bagaimana atoeran toelisannja dengan hoeroef olanda,” tulis
Djamaloedin April 1902 ditujukan untuk kehadiran Kitab Logat Melayu,
Woordenlijst voor de spelling der Maleische taal (buku ejaan bahasa Melayu, terbit
1901). Buku itu sebagai hasil kerja Ophuijsen melanjutkan pekerjaan Wall. Pada
1910, Ophuijsen menerbitkan buku Maleische spraakkunst (buku tata bahasa Melayu).
Karya Ophuijsen ini diputuskan oleh Kongres Bahasa Indonesia 1938 sebagai
panduan pengembangan bahasa Indonesia.</i> (https://oohya.republika.co.id/)</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Batak, bahasa
Sanskerta dan bahasa Melayu? Seperti di sebut di atas bahasa Batak dituturkan di
pedalaman dan bahasa Melayu dituturtkan di wilayah pesisir. Tata bahasa Batak
dan sejarah kodifikasi bahasa Melayu tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah bahasa
Batak dan bahasa Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSalTuFZ1grLleXa9tEb_pICU511P961YTE47IU-h5zge15_iBJ0195cibVdkQKQNMZm05WYMVY1VNJgjbZiv7zTJ-9WAF4wbv3heZApeVPiD9tLXHoL7hwFzQVW1DVEH1iCeXUmmJ5efrM-YLTBPVnE5yLktxOuQvZVjnoR-DRRiYCyBIvgYD-bFDdAL2/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSalTuFZ1grLleXa9tEb_pICU511P961YTE47IU-h5zge15_iBJ0195cibVdkQKQNMZm05WYMVY1VNJgjbZiv7zTJ-9WAF4wbv3heZApeVPiD9tLXHoL7hwFzQVW1DVEH1iCeXUmmJ5efrM-YLTBPVnE5yLktxOuQvZVjnoR-DRRiYCyBIvgYD-bFDdAL2/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Batak, bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu; Tata
Bahasa Batak dan Kodifikasi Bahasa Melayu Tempo Doeloe</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Indonesia merujuk pada bahasa Melayu. Lalu apakah
bahasa Melayu mirip bahasa Sanskerta atau bahasa Melayu mirip bahasa Batak?
Narasi sejarah bahasa masa kini menyebut bahasa Melayu merujuk bahasa Sanskerta.
Bagaimana antara bahasa Batak dan bahasa Jawa? Dalam narasi masa kini bahasa
Jawa merujuk bahasa Sanskerta. Lantas bagaimana dengan bahasa Batak sendiri sebagai
salah satu representasi bahasa-bahasa Austronesia?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSTQd_juINU5oGL8yuP_2dc7_dxVpyCa54di3FAg33i-BimJxXcLKMJFPeMcudH8ZgY6XO2NjE0I53cGEaEhVfsuGxslJjvbh5IQzRixfNG-dcauVoLfIEns2MgQpII75CyKDOAvnIyVDuw75_f_1_kaCfynUUh1IqgzerWF330SxyzmiuA5jEQKj2OU4A/s607/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="441" data-original-width="607" height="232" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSTQd_juINU5oGL8yuP_2dc7_dxVpyCa54di3FAg33i-BimJxXcLKMJFPeMcudH8ZgY6XO2NjE0I53cGEaEhVfsuGxslJjvbh5IQzRixfNG-dcauVoLfIEns2MgQpII75CyKDOAvnIyVDuw75_f_1_kaCfynUUh1IqgzerWF330SxyzmiuA5jEQKj2OU4A/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Dengan menggunakan daftar Swadesh dapat diperbandingkan antara bahasa
Sanskerta dengan bahasa-bahasa di nusantara. Dari 12 kosa kata dalam daftar Swadesh
tidak kesan bahasa Sanskerta mirip bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Sebaliknya yang
terkesan mirip adalah antaraa bahasa Batak dan bahasa Melayu. Bagaimana bisa?
Faktanya memang begitu. Tentu saja bahasa Jawa juga ada kemiripan dengan bahasa
Melayu. Lantas dimana posisi bahasa Sanskerta di dalam bahasa-bahasa nusantara
(Batak, Jawa dan Melayu).</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Salah satu sumber bahasa di nusantara yang terbilang
tua ditemukan dalam prasasti Kedukan Bukit (682). Disebutkan aksara ini ditulis
dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuno. Laly bagaimana dikatakan
menggunakan bahasa Melayu kuno? Jika diperhatikan secara cermat bahasa yang digunakan
kosa kata dan tatabahasanya ditemukan dalam bahasa Sanskerta dan dalam bahasa
Batak. Artinya prasasti menggunakan dua bahasa (dwibahasa). Bagaimana bisa
dapat disebutkan menggunakan bahasa Melayu?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvqlbG2JmT-A_7iNWCrK51AB4rxEJ9Ql3t0yUIzqJEDanFoDBZTHy_8appFgsIq6oP7cplP_XMvQiiagxS8Zn_dZ44CN6bz-pzBeYWsbFmuVmUONYu6p0OkbhTgVvnChQbaBDmREG1nsnLxmQSOYsPPSRVt4YgdxgppS02D32m7f88W5uzWh7mhc6efteG/s691/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="377" data-original-width="691" height="175" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvqlbG2JmT-A_7iNWCrK51AB4rxEJ9Ql3t0yUIzqJEDanFoDBZTHy_8appFgsIq6oP7cplP_XMvQiiagxS8Zn_dZ44CN6bz-pzBeYWsbFmuVmUONYu6p0OkbhTgVvnChQbaBDmREG1nsnLxmQSOYsPPSRVt4YgdxgppS02D32m7f88W5uzWh7mhc6efteG/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sebelum menyebutkan bahasa Melayu mari kita daftar kosa kata bahasa Batak
dalam prasasti: <span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">vulan</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (bulan), </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">di</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">sāmvau</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (sampan?),</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">
maṅalap</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (mangalap), </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">maŕlapas</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dari</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">mamāva</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (mambawa), </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dua</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">,</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> lakşa</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">,</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> daṅan</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">,</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> ko
śa(?)</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">duaratus</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">jālan</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">,</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> sarivu</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (saribu), </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">tlurātus</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (tolurarus),</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> sapulu dua</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">vañakña</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dātaṁ</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">marvuat</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (mambuat),</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> vanua</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">(banua). </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Ada beberapa hal penting
dalam konteks kebahasaaan dalam teks prasasti teresebut yang terkait bahasa
Batak: awalan ‘ma/mar’, pronominal ‘na’ dan sebutan bilangan sapulu dua sebagai
angka dua belas serta suku kata sa pada saribu yang merupakan singkatan dari
sada ribu (bandingkan dengan duaratus dan toluratus). Semua hal itu hanya
ditemukan dalam bahasa Batak (tidak dalam bahasa Jawa maupun dalam bahasa
Melayu). Apakah ini mengindikasikan bahasa Batak terbilang termasuk bahasa yang
sudah tua (kuno)?</span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Salah satu ciri bahasa Austronesia -adalah tentang
kosa kata elementer dalam bahasa-bahasa. Sejumlah kosa kata elementer bahasa
Austronesia adalah ibu=ina, ayah=ama, kakek=ompu, lidah=dila, mata=mata, kepala=ulu,
hidung=igung dan gigi=ipon. Sementara itu kosa kata elementer untuk bahasa Sanskerta
antara lain ibu=mā́tṛ, ayah=pitṛ́, mata=ákṣi, hidung=nā́sā, mulut=múkha, gigi=dánta.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeJINxSNMWJfqlHKLxFj_yH17fNmLfsiiqaAuPdtCKmggoSlyL4GV-KmpqBEd9MJxXVMqYcgINhhs9o7DOTBPtUdgvt9XgsgiFKo3nrxRgYuzWXrk8cujs9R-8pCIRcOHneoIAZp7KqnHC5BYWPI3mwIYsShVkmU1KpK0jLdZ7DE6-c7VRwyP0eZuckr7n/s514/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="437" data-original-width="514" height="272" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeJINxSNMWJfqlHKLxFj_yH17fNmLfsiiqaAuPdtCKmggoSlyL4GV-KmpqBEd9MJxXVMqYcgINhhs9o7DOTBPtUdgvt9XgsgiFKo3nrxRgYuzWXrk8cujs9R-8pCIRcOHneoIAZp7KqnHC5BYWPI3mwIYsShVkmU1KpK0jLdZ7DE6-c7VRwyP0eZuckr7n/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sebutan bilangan bahasa Batak 1=sada, sementara dalam bahasa Sanskerta
adalah 1=eka. Demikian seterusnya 2=dua/dvá, 3=tolu/trí, 4=opat/cátur dan 5=lima/páñcan.
Lalu 6=onom/sat, 7=pitu/sapta, 8=walu/asta, 9=sia/nava, 10=pulu/dasa. Hanya
angka dua yang memiliki kemiripan antara bahasa Austronesia dengan bahasa
Sanskerta. Bagaimana dengan bahasa Sanskerta dengan bahasa lainya. Kosa kata elementer
bahasa Sanskerta ibu=mā́tṛ, ayah=pitṛ́ memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa
ke barat laut hingga ke Eropa yakni mother dan father. Sebaliknya bahasa
Sanskerta ke arah barat daya berbeda seperti bahasa Arab. Dalam hal ini bahasa
Batak memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa ke arah timur hingga Maluku/Filipina.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lalu
bagaimana terjadi dalam teks prasasti Kedukan Bukit yang berasal dari abad ke-7
terdapat dua bahasa (Sanskerta dan Batak)? Boleh jadi saat itu di pantai timur
Sumatra kelompok populasi bersifat dua bahasa (dwibahasa) seperti masa ini
dimanapun di Indonesia dwibahasa (bahasa Indonesia dan bahasa daerah). Bahasa
Sanskerta dalam prasasti diduga adalah salah satu (bahasa) lingua franca suatu
bahasa yang digunakan secara luas mulai dari barat laut India hingga timur
(pulau) Sumatra.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLXuR_b5Bz2cmQFbTxoKORiWPoF_JN5nr46D5h4zVDR0gFK7klHxX1PolsAx7pniIbMpLoy1ejTKOLBvRCf7bxHzBQDIcaA8kQlpfpvjDIm_IR_BfzAjvHNoM70NnwWycKzT-4RaA5x9sDN98mEGNaxbf2dQiVm6oERnmTEs3P90Pz6oXHDBAwWvCLKl9l/s359/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="200" data-original-width="359" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLXuR_b5Bz2cmQFbTxoKORiWPoF_JN5nr46D5h4zVDR0gFK7klHxX1PolsAx7pniIbMpLoy1ejTKOLBvRCf7bxHzBQDIcaA8kQlpfpvjDIm_IR_BfzAjvHNoM70NnwWycKzT-4RaA5x9sDN98mEGNaxbf2dQiVm6oERnmTEs3P90Pz6oXHDBAwWvCLKl9l/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Aksara yang digunakan di
dalam prasasti Kedukan Bukit menggunakan aksara Pallawa. Lantas apakah sudah
ada aksara Batak?<span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Aksara
Batak sudah sangat tua dan mirip dengan aksara Fenisia (lihat A Phoenician Alphabet
on Sumatra by EEW Gs Schröder ini Journal of the American Oriental Society,
Vol. 47, 1927). Demikian juga lambang (pola) bilangan Batak mirip dengan Sumeria
dan Maya.<o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam
sejarah aksara sendiri diyakini bermula di Mesir (hieroglyphic) yang kemudian
terbentuk aksara Abdjad (seperti aksara Fenesia yang menurunkan aksara Sumeria
dan Arab) dan aksara abugida (seperti aksara Devanagari yang menurunkan aksara
Pallawa). Lalu aksara Fenesia/Arab inilah yang menurunkan aksara Alphabet di
Eropa (Greek, Latin). Aksara Batak lebih mirip dengan aksara Abdjad (suku kata)
daripada aksara Devanagari/Pallawa yang bercorak abugida. Jadi sangat masuk
akal kesimpulan Schroder bahasa aksara/lambang bilangan Batak ada kemiripan
dengan aksara Fenesia dan lambang bilangan Sumeria.</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHzT0Utu_Y6h-_fSmsk9-0I8kIyQP9DBq7WnbtW_rJ8XvJ3N3lTKr52rzc-sTSapIVjgEoLkWEyA7xm_XoP5GXibD6Pl1uZUgTmjVJWT609AGjx-9vB3FkwoDXbfPtIXofpcON25PKMr0l1HyNq6HJRQsPonNr66elAgcTLCYcHn1i9o8aQ-hzeOH8v1he/s806/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="484" data-original-width="806" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHzT0Utu_Y6h-_fSmsk9-0I8kIyQP9DBq7WnbtW_rJ8XvJ3N3lTKr52rzc-sTSapIVjgEoLkWEyA7xm_XoP5GXibD6Pl1uZUgTmjVJWT609AGjx-9vB3FkwoDXbfPtIXofpcON25PKMr0l1HyNq6HJRQsPonNr66elAgcTLCYcHn1i9o8aQ-hzeOH8v1he/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Tidak hanya bentuk aksara
Batak (mirip Fenesia) yang khas di nusantara (berbeda dnegan Jawa) juga pola
sebutan bilangan juga memiliki pola yang berbeda. Pola sebutan bilangan Batak
bersifat biner. Dalam bahasa Jawa pola sebutan bilangan belasan berbeda dengan
bahasa Batak. Pola sebutan bilangan Melayu tidak sepenuhnya mirip bahasa Jawa
maupun bahasa Batak, tetapi merupakan kombinasi keduanya. Bagaimana dengan pola
sebutan bahasa Tagalog? Secara umum mirip dengan pola sebutan bahasa Batak
tetapi ada sedikit perbedaan dalam bilangan belasan. Pola sebutan bilangan Jawa
mirip dengan pola sebutan bilangan Hindi, Sanskerta, Arab dan Greek (Yunani),
sementara pola sebutan bilangan Batak mirip dengan pola sebutan bilangan
Armenia, Uzbek, China dan Jepang. Pola sebutan bilang Hebrew dan Romawi ada
beberapa yang memliki ciri tertentu. Pola sebutan bilangan Inggris lebih khas
lagi (sangat beragam). Namun terkesan pola sebutan bilangan Batak dapat dikatakan
terbilang yang paling konsisten. Tidak hanya konsisten dalam sebutan bilangan tetapi
juga konsisten dalam lambang bilangan.<span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Pada abad
ke-7 aksara Abjad Batak seakan terisolasi, dikelilingi oleh ragam aksara Abugida
Devanagari/Pallawa. Apakah ini yang menyebabkan dalam prasasti Kedukan Bukit
tidak popular aksara Batak tetapi bahasa yang digunakan dwibahasa (bahasa
Sanskerta dan bahasa Batak) dengan menggunakan aksara abugida? Dalam hal ini
bahasa Batak adalah representasi bahasa-bahasa Austronesia khususnya di Sumatra
(yang kini jika bahasa Indonesia sebagai lingua franca disandingkan dengan
bahasa daerah). <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bagaimana dengan aksara
Jawa? Terkesan lebih mirip aksara Devanagari/Pallawa. Sementara bahasa Jawa di
satu sisi terutama sebutan bilangan memiliki kemiripan dengan bahasa Batak
(Austronesia). Namun di sisi lain bahasa Jawa memiliki kemiripan dengan bahasa
Sanskerta. Artinya, dalam hal ini dapat dikatakan bahasa Batak lebih murni
sebagai bahasa Austronesia dibandingkan dengan bahasa Jawa. Besar dugaan aksara
Jawa juga telah bertukar dengan aksara Devanagari/Pallawa. Artinya aksara
abdjad Jawa telah ditinggalkan dan diganti dengan aksara baru abugida (mirip
Pallawa), sementara aksara Batak yang bersifat abjad tetap lestari.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Lantas bagaimana dengan bahasa Melayu sendiri? Seperti disebut di atas,
bahasa Melayu diduga merujuk pada bahasa Batak. Tidak hanya kosa kata juga
aspek tata bahasa memiliki kemiripan. Bahasa Melayu berkembang kemudian seiring
dengan penggunaan aksara Arab (aksara Jawi-Arab gundul) yang sejaman dengan
perkembangan aksara alphabet di Eropa (Greek dan Latin). Lantas apakah dalam
hal ini bahasa Melayu berkembang dari bahasa Batak yang kemudian diperkaya
dengan aksara Sanskerta (lingua franca) sebagaimana dalam teks prasasti Kedukan
Bukit abad ke-7 yang kemudian diperkaya lagi dengan bahasa-bahasa Austronesia
seperti bahasa Jawa?</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilRBpPU-3xiFX-eifkG7zduzHCu6D4SmmRGlL3xPJTH6fq7vEBtOvDdyibBcC1l461ZVXVRMMXXmv-bwG0sKuWPDD3Qk4IHXjgI7GWnUKtvpxig811ifOuagpiJC9hcOGUgA4Hk-MmlJeojSyduXdanjFjF2LfUIWe8ao_ajFj0bvEUi1mmFgqmnobG1Ql/s392/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="240" data-original-width="392" height="196" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilRBpPU-3xiFX-eifkG7zduzHCu6D4SmmRGlL3xPJTH6fq7vEBtOvDdyibBcC1l461ZVXVRMMXXmv-bwG0sKuWPDD3Qk4IHXjgI7GWnUKtvpxig811ifOuagpiJC9hcOGUgA4Hk-MmlJeojSyduXdanjFjF2LfUIWe8ao_ajFj0bvEUi1mmFgqmnobG1Ql/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Wujud bahasa Melayu ini sudah hampir mapan pada abad ke-13 sebagaimana
dapat diperhatikan dalam teks Tanjung Tanah (Kerinci) dan teks prasasti
Trengganu. Lalu dalam perkembangannya bahasa Melayu inilah diduga yang menjadi
lingua franca baru (menggantikan bahasa Sanskerta). Ibarat masa kini bahasa Indonesia
sebagai lingua franca baru menggantikan bahasa Melayu.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kehadiran pelaut-pelaut Eropa telah menambah
pemahaman bahwa bahasa yang digunakan di berbagai wilayah di pantai timur
Sumatra (yang kemudian disebut bahasa Melayu) sudah meluas, tidak lagi di
wilayah Sumatra dan Semenanjung Malaya, tetapi juga di bahasa tersebut ditemukan
di wilayah Maluku. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tidak diketahui secara tepat sejak kapan bahasa Melayu terbentuk di
berbagai kota</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">-kota pelabuhan</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> di Hindia </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Timur, namun y</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ang jelas Pigafetta (1522) </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">mendaftarkan kosa kata (semacam
kamus mini) yang digunakan di Maluku dan kosa kata yang digunakan di Maluku
(baca: Ternate). Ada banyak kemiripan tetapi juga ada perbedaan.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pigafetta</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> tidak ada menyebuy bahasa
Melayu (hanya menyebut bahasa yang digunakan di Malaka dan bahasa yang
digunakan di Maluku).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8fXewSkX9QYBsk7dVYx_2SF6kY_FZYyUOIFMBlYzBgM0ZJ5E73JKMdrtB5S1hBHr3laZnpALJoHOsTeFCYtaedvlUPF6FK5UnQh5xq5TxZeZybANDiHc1GMWqn6TzBRSzR3_hp72PBN43fBd0N3wLRoZMa2VMiETRevIq6k7RC3RejbDFW-Wu8Gv4MUtP/s607/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="449" data-original-width="607" height="237" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8fXewSkX9QYBsk7dVYx_2SF6kY_FZYyUOIFMBlYzBgM0ZJ5E73JKMdrtB5S1hBHr3laZnpALJoHOsTeFCYtaedvlUPF6FK5UnQh5xq5TxZeZybANDiHc1GMWqn6TzBRSzR3_hp72PBN43fBd0N3wLRoZMa2VMiETRevIq6k7RC3RejbDFW-Wu8Gv4MUtP/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejak kapan bahasa Melayu menjadi lingua franca di Hindia Timur juga
tidak diketahui secara tepat. Yang jelas bahasa Melayu terus eksis sebagai
lingua franca <span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">sejak era Portugis hingga </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">era VOC</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">/Belanda</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">di Hindia Timur. Dalam pelayaran pertama pelaut Belanda yang dipimpin Cornelis
de Houtman Menyusun kamus kecil di Madagaskar sebagai bekal untuk pelayaran ke
Hindia Timur khususnya Maluku pada tahun 1596 (lihat Journael vande reyse der
Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde
avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt
aengeteeckent, ...1598). Dalam kamus kecil ini juga ditemukan kosa kata beta yang
hanya ditemukan di Amboina. Kamus de Houtman ini dapat dikatakan sebagai kamus
kedua yang berisi bahasa Melayu. Dalam kamus de Houtman dinyatakan sebagai
kamus bahasa Melayu (juga terdapat kamus bahasa Madagaskar). Banyak kemiripan
antara bahasa Madagaskar dengan bahasa Melayu.</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sejak kehadiraan Belanda/VOC kamus bahasa Melayu
semakin diperkaya olejh sejumlah penulis-penulis Belanda. Meski demikian, kamus
de Houtman tetap diterbiitkan terutama setelah Frederik de Houtman menyempurnakannya
di Atjeh yang diterbitkan di Amsterdam pada tahun 1603. Pada masa ini di Jawa teks
Pararaton (kisah para Ratu atau para penguasa) masih disalin dengan penambahan.
Teks Pararaton yang menggunakan bahasa Kawi disebut penulisannya dimulai </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">tahun 1481 dan </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">masih ditambahkan hingga
pada tahun </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">1600</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Teks lainnya yang
ditemukan di Jawa adalah teks Negarakertagama dengan menggunakan bahasa Kawi yang
ditulis tahun 1365. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEil_d_qgufj3TKq1wshSZyTOah10LPD0YHzuLj4M1loTU8bXb-s8SKEhUpL_w9_MLcLwlXGWKROfM2ppEFyHKWNvvkrL5oqoiXqQQ772eYeOAioS9LGqGhdiUwnnlSHkvhTuu89apQT06iWS7B5Mwzmd3CmCxZZwT3C-A8Q67ujEZd8kEtUOpzjJA09aE7s/s646/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="359" data-original-width="646" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEil_d_qgufj3TKq1wshSZyTOah10LPD0YHzuLj4M1loTU8bXb-s8SKEhUpL_w9_MLcLwlXGWKROfM2ppEFyHKWNvvkrL5oqoiXqQQ772eYeOAioS9LGqGhdiUwnnlSHkvhTuu89apQT06iWS7B5Mwzmd3CmCxZZwT3C-A8Q67ujEZd8kEtUOpzjJA09aE7s/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Pada awal kehadiran Belanda di Hindia Timur ditemukan teks dalam bahasa
Melayu <span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sulalatu'l-Salatin
</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang ditulis </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">tahun 1612 oleh Bendahara</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (lihat Wikipedia). </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kemudian juga diketahui bahwa
selepas penaklukan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda atas Johor tahun 1613,
Sultan Johor kemudian ditawan dan dibawa ke Aceh. Pada salah satu bab dari
Bustanus Salatin, Nuruddin al-Raniri menyebutkan bahwa Bendahara Paduka Raja
yang mengarang Sulalatu'l-Salatin merupakan salah satu sumber rujukankannya.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sulalatu'l Salatin menguraikan silsilah dari para
raja di kawasan Melayu, bermula dari kedatangan Sang Sapurba keturunan Iskandar
Zulkarnain di bukit Siguntang, Palembang. Kemudian Sang Sapurba diminta untuk
menjadi Maharajadiraja di Melayu, dan dari tokoh ini raja-raja di kawasan
Melayu diturunkan. Selanjutnya terdapat kisah salah seorang putra Sang Sapurba
dari perkawinannya dengan Wan Sundaria, putri Demang Lebar Daun, penguasa
Palembang, yang bernama Sang Nila Utama bergelar Sri Tri Buana mendirikan
Singapura dan putranya yang lain, Sang Mutiara disebutkan menjadi raja di
Tanjungpura. Sementara gelar Sang Nila Utama tersebut mirip dengan gelar Srimat
Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa dalam Prasasti Padang Roco yang bertarikh 1286,
merupakan Maharaja di Bumi Melayu yang mendapat kiriman hadiah Arca Amoghapasa
dari Kertanagara Maharajadiraja Singhasari</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kemudian pada tahun 1347, Adityawarman menambah
pahatan aksara pada bagian belakang Arca Amoghapasa tersebut, dan menyebutkan
memulihkan kerajaan sebelumnya kemudian dinamainya Malayapura, serta ia sendiri
menyandang gelar maharajadiraja.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sulalatu'l
Salatin juga menceritakan tentang sepeninggal Raja Majapahit, kemudian
kedudukannya digantikan oleh anak perempuannya atas sokongan patihnya. Ratu
Majapahit ini disebutkan menikah dengan putra Raja Tanjungpura</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Secara rinci Sulalatu'l Salatin
memberikan urutan nama-nama raja di Malaka, kemudian terdapat berita kedatangan
Afonso de Albuquerque dari Goa atas perintah Raja Portugal untuk menaklukan
Malaka tahun 1511 pada masa Sultan Mahmud Syah. Perang melawan penaklukan
Portugal ini membuat Sultan Malaka terpaksa berpindah pindah, mulai dari Bintan
terus ke Kampar, kemudian ke Johor. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sementara itu b</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">erdasarkan kronik Tiongkok masa Dinasti Ming disebutkan pendiri Malaka
adalah Pai-li-mi-su-la (Parameswara) yang mengunjungi Kaisar Tiongkok tahun
1405 dan 1409, tetapi nama tersebut tidak dijumpai pada semua versi
Sulalatu'l-Salatin, tetapi nama ini kemudian dirujuk kepada Raja Iskandar Syah.
Kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai sekarang.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Selanjutnya, sebagaimana </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sulalatu'l-Salatin</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, teks Hikayat Raja-raja
Pasai juga ditulis dengan aksara Jawi menggunakan bahasa Melayu. Teks berasal
dari Atjeh yang diduga ditulis pada abad ke-14 atau abad ke-15 menjadi pendahulu
dari teks berbahasa Melayu </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sulalatu'l-Salatin</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Lalu kemudian muncul </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Hikayat Hang Tuah</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> yang menveritakan kisah </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">di Malaka </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang berasal dari</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> abad ke-14 </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang ditulis di Johor </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">antara tahun 1688 dan 1710</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">.</span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tata Bahasa Batak dan Sejarah Kodifikasi Bahasa Melayu
Tempo Doeloe: Asal Usul Bahasa Sanskerta hingga Terbentuknya Bahasa Indonesia</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada saat era Pemerintah Hindia
Belanda (sejak 1800) sejumlah kota tumbuh dan berkembang seperti Semarang,
Soerabaja, Padang dan Palembang serta Koepang dan Manado. Pada saat pertumbuhan
kota-kota ini juga bahasa Melayu sebagai bahasa lingua franca, tetapi juga
diantara penduduk kota yang beragam menggunakan bahasa-bahasanya sendiri
(dwibahasa). Saling meminjam diantara bahasa-bahasa, termasuk bahasa Melayu
terjadi, seperti bahasa Melayu di kota Semarang dan kota Soerabaja dipengaruhi
oleh bahasa Jawa. Tentu saja pengaruh-pengaruh bahasa asing juga terjadi
seperti bahasa Belanda, bahasa Arab dan bahasa Cina. Dalam konteks inilah
kemudian dibedakan bahasa Melayu di wilayah non Melayu sebagai bahasa Melayu
Pasar dengan bahasa Melayu di wilayah Melayu seperti di Riau.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij3FpUYjwG0_VRSi5YDvqihigrwUqYd6bzWdzbwfRRbcpvSZ3Fh5W_oT3VtJ0G8jHSu4dqNrHM2r3DHKHlNVjyji_U5shBXNZc6CQPkP95oOdQWq3yiMgsT_1-TjK34NtkdwcukwpgLn3JWXAlCRIdPwLCcAJHou2t7f14hvTMhTyUcAkIfZdBTcKpUwVM/s851/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="453" data-original-width="851" height="170" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij3FpUYjwG0_VRSi5YDvqihigrwUqYd6bzWdzbwfRRbcpvSZ3Fh5W_oT3VtJ0G8jHSu4dqNrHM2r3DHKHlNVjyji_U5shBXNZc6CQPkP95oOdQWq3yiMgsT_1-TjK34NtkdwcukwpgLn3JWXAlCRIdPwLCcAJHou2t7f14hvTMhTyUcAkIfZdBTcKpUwVM/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Bahasa Melayu di wilayah Melayu dapat dikatakan sebagai patokan untuk membedakan
bahasa Melayu Pasar. Di wilayah Riau umumnya berbahasa Melayu sehingga bahasa
Melayu di Riau dapat dikatakan sebagai bahasa <span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Melayu Murni (</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">lawan bahasa Melayu Pasar</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">)</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Bahasa Melayu Riau </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dalam hal ini </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dapat dikatakan </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">bahasa Melayu yang sudah lama
tidak terpengaruh bahasa-bahasa lain</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, selain </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">karena
tetangganya juga berbahasa Melayu</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> juga pengaruh asing tidak seintens di Jawa, Sumatra, Sulawesi dan
Maluku. Hasl itulah mengapa </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">bahasa Melayu di kota-kota besar seperti Batavia
(</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">sebagai </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">bahasa Melayu Pasar) terus
berkembang</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> yang boleh jadi telah jauh
meninggalkan bahasa-bahasa Melayu yang digunakan di wilayayh Riau. Batavia
adalah pusat perdagangan utama di Indonesia sejak era Hindia Timur hingga Hindia
Belanda (sebelumnya terbentuknya kota Singapoera). <o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam fase perkembangan bahasa Melayu di wilayah Hindia
Belanda (baca: Indonesia), kamus bahasa Melayu semakin tebal dan tata bahasa
Melayu semakin dikembangkan, Dalam hal ini aksara yang digunakan oleh orang
Belanda adalah aksara Latin (sementara di wilayah Melayu aksara yang digunakan
aksara Jawi dan di berbagai daerah lainnya digunakan aksara asli seperti aksara
Batak). Artinya kamus bahasa Melayu, bahkan sejak era </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pigafetta (1522)</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> dan era de Houtman (1596)
hingga era Pemerintah Hindia Belanda, ditulis dalam aksara Latin (dengan terjemahan
bahasa Belanda). Memang ada terjemahan dalam bahasa Inggris seperti karya
William Marsden, tetapi terjemahan bahasa Belanda yang memiliki keberlanjutan
yang dengan demikian dapat dibandingkan perkembangan bahasa Melayu Pasar
tersebut dari waktu ke waktu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhG871UpX84hhChw633NDDuPtLoZpghOv1UTh8v7lpPjkecu_CHJAtMqaOyzVWfKr0nX6aY3Q-QsUUD6RqLAORqffVygnSB8iw3rUlJ7EVeJG6-42W1SIoDcm1Ur2i84qqNmbvIZQm9QJB5Iqc8V9AuhOvUF8jF6Wb9IUsYNvac31JgwGBJhUFdvrBukR39/s374/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="374" data-original-width="348" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhG871UpX84hhChw633NDDuPtLoZpghOv1UTh8v7lpPjkecu_CHJAtMqaOyzVWfKr0nX6aY3Q-QsUUD6RqLAORqffVygnSB8iw3rUlJ7EVeJG6-42W1SIoDcm1Ur2i84qqNmbvIZQm9QJB5Iqc8V9AuhOvUF8jF6Wb9IUsYNvac31JgwGBJhUFdvrBukR39/s320/image002.png" width="298" /></a></span></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sementara kamus bahasa Melayu Pasar sudah lama beredar di Hindia Belanda,
pencatatan bahasa-bahasa daerah mulai dilakukan. Radermarcher dkk setelah
terbentuknya Bataviaasch Genootschap di Batavia tahun 1778 sudah mulai merintisnya
antara lain bahasa Jawa dan bahasa Batak, dan upaya yang serius baru dilakukan setelah
terbitnya jurnal pertama di Hindia Belanda tahun 1838. Satu yang paling serius
adalah pada tahun 1850 yang mana HN van der Tuuk berangkat ke Tanah Batak untuk menyusun kamus
dan tata bahasa Batak; Mattheus di Makassar dan yang lainnya di Jawa. Tata
bahasa Batak yang dihasilkan van der Tuuk ini sangat penting karena kualitasnya
yang memenuhi standar penulisan tata bahasa di Eropa.</span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana soal Wall, sebagaimana yang dikutip
di atas </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Ahli
Belanda Hubungi Raja Ali Haji </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang mana p</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ada
1857 Wall berkenalan Raja Ali Haji, pujangga kerajaan Riau, yang menyusun Kitab
Pengetahuan Bahasa</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> tetapi
</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Wall
meninggal 1872. Buku pertamanya direvisi HN van der Tuuk, lalu diterbitkan
ulang versi ringkas.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Monsieur von de Wall</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> m</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">enulis
hasil studinya tentang bahasa Melayu yang diterbitkan pada jurnal Tijdschrift
voor Indische Taal-, Land-en Volkenkunde, yang kemudian Bataviaasch Genootschap
der Kunsten en Wetenschappen tahun 1852 mengusulkan agar karya itu bisa
dipublikasikan karena sesuai degan studi bahasa Melayu (lihat Javasche courant,
24-06-1864). Disebutkan untuk mempromosikan praktek bahasa Melayu sebanyak
mungkin dengan cara lain, manajemen (Bataviaasch Genootschap der Kunsten en
Wetenschappen) mengarahkan permintaan kepada Monsieur von de Wall, baik untuk
kepentingan masyarakat dan dalam publikasi yang cepat dari pekerjaan, ketika
kamus Melayu dipresentasikan kepada pemerintah, yang sedang disusun olehnya,
sekaligus mengusulkan agar penerbitannya dilakukan melalui perantara
Perhimpunan (Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen). <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Elisa Netsher sebelum menjadi
Residen Riaou (1862), sudah terlebih mengunjungi wilayah Riaow dan memiliki
kesempatan mempelajari bahasa Melayu (Riaouw) dan sastra Riaouw. NH Neubronner
van der Tuuk telah menyelesaikan kamus Bataksch dan tata bahasanya hampir
selesai (lihat Javasche courant, 26-09-1863). </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Menurut </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">HA Klinkert</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> dalam tulisannya </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Het Criterium voor Geschriften
in de Maleische Taal: Iets over de Maleische School en Volksleesboeken, Neubronner
van der Tuuk </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">adalah orang pertama yang
mengkritik sejumlah penulis (termasuk penerjemah Injil dalam bahasa Melayu) yang
</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">kurang</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> memperhatikan </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">kriteria untuk bahasa Melayu</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (termasuk perbedaan dalam
ejaan)</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Mengapa NH Neubronner van der Tuuk kompeten mengomentasri tentang tidak
adanya standar dalam penulisan menggunakan bahasa Melayu? NH Neubronner van der
Tuuk adalah ahli bahasa pertama yang menyusun kamus dan tata bahasa salah satu
bahasa di Hindia Belanda (bahasa Batak). NH Neubronner van der Tuuk telah
membuat standarisasi pada bahasa Batak. Sementara bahasa Melayu yang digunakan
di berbagai daerah di Hindia Belanda ditulis dengan caranya sendiri-sendiri
alias belum ada standarisasi. Komentar van derTuuk dalam artikel berjudul ‘Iets
over de Hoog-Maleisehe bijbelvertaling, door H. Neubronner van der Tuuk yang dimuat
dalam Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie,
1856). </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">NH Neubronner van der Tuuk dan
HC Klinkert dapat dikatakan dua yang pertama, pegiat bahasa di Hindia Belanda
yang sepenuhnya sadar bahwa tidak ada standar dalam bahasa Melayu dan berupaya
mengangkat isu untuk mulai memperhatikan arti penting pembakuan (standarisasi)
bahasa Melayu di Hindia Belanda.</span><span lang="IN"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kebutuhan ini semakin penting di Hindia Belanda yang mana </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">sejak 1848 sekolah-sekolah
pribumi di berbagai tem</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">p</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">at </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">mulai </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">tumbuh dengan cepat, terutama
di Jawa dan wilayah Maluku, Timor dan Manado. Di Sumatra pertumbuhannya hanya
terbatas di Padang (termasuk Minangkabau), Tapanuli (bagian selatan) dan Riau
(kepulauan) serta Bengkulu.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kebutuhan ini juga ada kaitannya dengan </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">mempercepat perluasan
sekolah-sekolah pribumi</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> yang mana </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">pada
tahun 1852 sekolah guru pribumi (kweekschool) </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">pertama </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dibuka di Soerakarta.</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di sekolah guru di Soerakarta
bahasa pengantar dalam bahasa Melayu dan bahasa Jawa</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Sekolah guru yang kedua didirikan di Fort de Kock
tahun 1856 dan sekolah guru yang ketiga di Tapanoeli tahun 1862.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam konteks inilah HC
Klinkert (1864?) melontarkan kritik kepada penulis-penulis bahasa Melayu yang
kemudian menimbulkan polemik bahasa antara Klinkert di satu sisi dengan GRPF
Gonggrijp, JGF Riedel dan N Graafland serta lainnya di sisi lain. Meski tidak
langsung, yang sehaluan dengan Klinkert ini antara lain adalah HN van der Tuuk
(ahli bahasa) dan PJ Veth (ahli geografi).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Karya dan upaya dari Wall juga termasuk yang
dibicarakan dalam polemik. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">HC Klinkert</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> juga mengkritik de Wall.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">M von de Wall bersama E Netcher menulis Lid der Natuurkundige Kommissie
in N. Indie (lihat Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- cn Volkenkunde, 1853).
Keduanya kebetulan pada tahun 1862 berada di tempat yang sama. E Netscher
sebagai Resident di Riouw en H von de Wall, di Riouw bertindak sebagai vermits
de beoefening van de Maleische taal hier te lande nog steeds gebrekkig is,
vooral door de weinige kennis van de eigenlijke spreektaal, te willen bezorgen
eenige gesprekken in de aldaar gebruikelijke echt Maleische spreektaal, met
vertalingen in het Hollandsch (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en
volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 7, 1864). Dalam Bijdragen tot de
taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel, 1864) dinyatakan: ‘H
van de Wall, di Riouw, bertanggal. tanggal 16 April yang lalu, menyatakan
dirinya siap untuk memenuhi permintaan Pemerintah untuk melakukan beberapa
pembahasan dalam bahasa Melayu yang sebenarnya, sejauh yang digunakan di Riouw,
dan daftar pangkat dan gelar kepala-kepala Melayu dengan uraian yang akurat dan
khas, sejauh ini. seperti halnya bekas kerajaan Djohorsche dan negara-negara sekitarnya’.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Ambtenaren en personen, in slands dienst werkzaam,
doch bij geen vast dienstvak ingedeeld: (1) untuk menyusun kamus bahasa Jawa bahasa
Belanda JA Wilkens, 19 Januari 1844; (2) untuk bahasa dan sastra Jawa. AB Cohen
Stnart, 9 Desember 1851; (3) untuk penyusunan kamus Melayu-Belanda dan
Belanda-Melayu, serta tata bahasa Melayu. H von de Wall, 2 November. 1855 (lihat
Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1865).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada tahun 1865 mulai ada kesadaran untuk kodifikasi
bahasa Melayu di Hindia di lingkungan Bataviaasch Genootschap di Batavia. Upaya
pertama yang dilakukan adalah melakukan studi perbandingan bahasa-bahasa yang
ada di Hindia Belanda atas usul KF Holle dari Bandoeng. Pengurus kemudian
membuat daftar kosa kata (dalam bahasa Belanda) yang kemudian diminta kepada sejumlah
anggotanya di berbagai daerah termasuk H von de Wall di Riau dalam bahasa
Melayu (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indië, 1865).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Juga disebutkan antara lain Dr W. Palmer van den Broek, untuk bahasa Jawa
di Soerakatya; HN van der Tuuk, untuk bahasa Batak dan bahasa terkait; Dr BF
Matthes untuk bahasa Bugis, Makasar dan bahasa Sulawesi lainnya yang
dikenalnya; JGF Riedel, untuk bahasa Alfurian dan bahasa Minahasa lain yang
dikenalnya. Namun van der Tuuk sedang berangkat ke Belanda karena sakit, Lalu Dr
Matthes telah mengirimkan hasilnya ke Batavia yang telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Makassar, Bugis, Bima, Boetonsch, Turidjenese dan Torodjahs, sedangkan Riedel
telah mengiorimkan dalam bahasa Sangirsch, Tuoenboeloesch, Bantiksch,
Mangondooesch, Bolaangukisch, Kaidipansch dan Molontaloosch. Juga telah menerima
dari asisten residen Boeleling AHG BJokzeijl yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Bali tingkat tinggi dan rendah. Juga telah diterima dari Pruijs van der Hoeven,
asisten residen Angkola en Mandhéling dalam terjemahan bahasa Angkola
Mandailing yang dibuat oleh Sati Nasoetion alias W Iskander, guru di sekolah guru
pribumi di Tanobato. Upaya tersebut di atas juga termasuk, juga atas usulan KF Holle
tentang aksara-aksara yang digunakan di berbagai daerah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Meski aksara Latin dan bahasa Melayu telah menjadi
umum di Hindia Belanda, dan diajarkan di sekolah-sekolah pribumi, pengetahuan
bahasa dan aksara-aksara daerah diperlukan yang di satu sisi untuk pelestarian
bahasa dan aksara daerah dan di sisi lain dimaksudkan untuk memperkaya bahasa
Melayu yang akan digunakan dan mengembangkan aksara Latin dalam hubungannya
dengan ejaan yang digunakan. Upaya dari Bataviaasch Genootschap diduga juga,
selain usulan dari KF Holle juga karena kririkan dari HN van der Tuuk tentang
penulisan berbafai teks yang menggunakan bahasa Melayu yang belum memiliki
kriteria (standarisasi). Tentu saja dalam hal ini yang belum lama berselang
Klinkert melakukan kritikan sebagaimana van der Tuuk satu dasa warsa yang lalu.
Seperti disebut di atas, Klinkert juga mengkritik upaya H von de Wall yang
justru masih berada di Riau.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK4Wc7gQhqXTSkIu1KNlLKbv_RJsMuEEXPsqci87-72X9k8ppQWHKwyb9Ei2GHo_aefD3vtpCq4L6tvzdqAeoKTJxc6pK9i714d4cPQc0UQEE7F0RsX1zC1wJVBlqCMlef1WZU_LLKEyRIJtUXz9HBoNeM_xF37zhRzVCiJ1D4hFVLiEoDrJdLWYojYCh3/s486/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="303" data-original-width="486" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK4Wc7gQhqXTSkIu1KNlLKbv_RJsMuEEXPsqci87-72X9k8ppQWHKwyb9Ei2GHo_aefD3vtpCq4L6tvzdqAeoKTJxc6pK9i714d4cPQc0UQEE7F0RsX1zC1wJVBlqCMlef1WZU_LLKEyRIJtUXz9HBoNeM_xF37zhRzVCiJ1D4hFVLiEoDrJdLWYojYCh3/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Pada tahun 1847 Radja Ali Hadji di Riouw telah mengirimkan karyanya yang
ditulis dengan bahasa Melayu dalam aksara Jawi yang kemudian dimuat dalam Tijdschrift
voor Neerland's Indië, 1865. Yang menjadi perhatian para editor tentang tulisan
Radja Ali Hadji bukan pada isinya tetapi sejumlah kosa kata yang digunakan
termasuk soal ejaannya yang berbeda dengan yang dipahami para penulis Belanda
selama ini, misalnya ditulis lagham sementara yang dipahami selama ini adalah
ragam. Kosa kata yang digunakan tidak dapat dikatakan murni karena Rajda Ali Hadji
juga menggunakan kosa kata yang berasal dari Portugis dan Minangkabau, Persia
dan Sanskerta serta cukup banyak yang berasal dari bahasa Arab yang tidak umum
diantara orang Belanda. Catatan: yang menjadi residen Riuow adalah AL
Andriesse. Dua tahun setelah tulisan Radja Ali Hadji diterbitkan pada tahun 1849
Elisa Netscher berkunjung ke Riouw tahun 1849 seorang pegawai kantor secretariat
di Batavia yang belum lama diangkat pemerintah. E Netscher dengan kapal ss
Batavia dari Batavia berangkat dengan tujuan akhir Singapoera (lihat Javasche
courant, 01-08-1849). Apa yang menjadi tujuan Netscher ke Riouw tidak diketahui
secara pasti. Yang jelas E Netscher diberitakan telah diangkat sebagai PNS di
kantor secretariat yang telah memulai pekerjaan di kantor itu pada tahun 1848
(lihat Javasche courantm 26-01-1850). Satu yang penting hasil terjemahan E Netscher
dari bahasa Melayu ke bahasa Belanda diterbitkan pada bulan April dengan judul Verzameling
van overleveringen van het rijk van Manangkubou (lihat Javasche courant, 13-04-1850).
Sebagaimana diketahui seorang sarjana baru bergelar doctor (PhD) dalam bidang linguistic
baru tiba dari Belanda dan memulai tugas linguistic ke Tanah Batak. </blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apa yang menjadi isu linguistic bagi Klinkert dan HN
van der Tuuk tentu saja tidak sepenuhnya dialamatkan kepada penulis-penulis
Belanda. Dalam hubungannya dengan bahasa Melayu tampaknya Radja Ali Hadji juga
termasuk yang menjadi sasaran perhatian, Sebagaimana disebut di atas Radja Ali
Hadji dari wilayah Melayu juga belum memiliki kriteria penulisan bahasa Melayu
sendiri. Sebagaimana diketahui sejauh ini kamus bahasa Melayu yang terbaru di
Hindia Belanda disusun oleh Prof PP Rooda van Eysinga dengan judul Nederduitsch-Maleisch
Woordenboek yang diterbitkan tahun 1856. Lantas apakah dalam hal ini pengurus Bataviaasch
Genootschap pada tahun 1865 memandang perlu untuk mengirimkan daftar kosa kata
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dikirim ke H van der Wall yang tengah
bekerja untuk bahasa di Riouw?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam upaya kodifikasi bahasa Melayu yang dilakukan oleh Bataviaasch
Genootschap yang memberikan kontribusi semuanya Belanda termasuk H von de Wall
di Riouw kecuali satu orang pribumi yakni Willem Iskander. Bagaimana dengan
Radja Ali Hadji di Riouw? Apakah lebih mumpuni H van der Wall dibandingkan
dengan Radja Ali Hadji? Yang jelas di Angkola Mandailing Pruijs van der Hoevwel
yang tidak terlalu mengerti bahasa-bahasa asli telah meminta Willem Iskander
untuk menerjemahkannya. Willem Iskander memiliki kemampuan yang mumpuni dalam
bahasa Belanda. Sati Nasution alias Willem Iskandar pada tahun 1857 berangkat
studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru. Pada tahun 1860 Willem Iskander
lulus di Haarlem dan kemudian pada tahun 1861 kembali ke tanah air. Pada tahun
1962 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di kampongnya di Tanobato,
afdeeling Angkola Mandailing residentie Tapanoeli. Pada tahun 1864 Inspektur
Pendidikan Pribumi Mr CA van der Chjis mengunjungi sekolah guru di Tanobato dan
menyatakan kepuasannya, sebagai sekolah guru terbaik di Hindia Belanda (mengalahkan
sekolah guru di Soerakarta dan di Fort de Kock). Willem Iskander pada tahun
1865 diketahui sudah menjadi anggota Bataviaasch Genootschap. Catatan: Radja
Ali Hadji berdasarkan keterangan E Netscher adalah putra Radja Ahmad dan cucu
Radja Hadji (Raja Muda Riouw). Raja Muda saat ini merupakan anak dari Raja Muda
Radja Djafar dan juga cucu dari Radja Hadji (lihat Bijdragen tot de taal-,
land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856). <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam narasi sejarah bahasa masa kini disebut Radja
Ali Hadji </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">terkenal
sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman
Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar (juga
disebut bahasa Melayu baku) itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28
Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Narasi ini sebenarnya
sangat berlebihan.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Radja Ali Hadji adalah satu hal, kongres pemuda adalah hal lain dan soal
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia adalah hal lain lagi. Radja Ali Hadji dapat
dikatakan sastrawan Melayu di Riouw. Radja Ali Hadji bukan </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">pencatat pertama dasar-dasar
tata bahasa Melayu</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Kegiatan
sastra dan penulisan tata bahasa adalah dua hal yang berbeda. Radja Ali Hadji belum
memiliki kemampuan pemahaman tata bahasa, yang sudah ada sejak lama bahkan sejak
era VOC sudah dilakukan orang-orang Belanda sendiri. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam hal ini proses kodifikasi bahasa Melayu (tata
bahasa) sendiri sudah lama berlangsung. Dalam hubungan ini karya sastra adalah
salah satu sumber bahasa bagi penulis tatabahasa (ahli linguistic). Sumber
lainnya adalah hasil observasi para penulis bahasa apakah di pasar, di
perkantoran maupun di dalam suatu komunitas tertentu sekalipun itu jauh terpencil.
Sumber-sumber bahasa juga ditemukan dalam arsip pemerintah sebagai surat-surat
para pemimpin local di berbagai wilayah di Hindia Belanda yang diterima di Batavia.
Dengan demikian proses kodifikasi bahasa Melayu sejauh ini tidak pernah
berhenti, karena tergantung situasi dan kondisi setiap masanya. Yang jelas polemik
bahasa yang terjadi tahun1865 dapat dikatakan sebagai polemik bahasa yang
sangat serius tentang kodifikasi bahasa diantara para pegiat bahasa terutama
bahasa Melayu seperti Klinkert dan tentu saja dapat ditambahkan di sini nama NH
van der Tuuk.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam soal kebahasaan di Hindia Belanda, nama NH van der Tuuk adalah
sangat unik. Nama Dr Rooda van Eysinga sudah lama malang melintang di Hindia
Belanda terkait kebahasaan, sementara van der Tuuk doctor linguistic yang
memiliki dasar-dasar pemahaman bahasa yang sangat kuat yang kebetulan tugas
pertamanya di Hindia Belanda melakukan penyelidikan bahasa dan sastra di Tanah
Batak. Buku kamus dan buku tata bahasa Batak karya van der Tuuk adalah karya
paling berkualitas di Hindia Belanda. Tentu saja itu tidak mengagetkan semua
koleganya dalam bidang kebahasaam baik di Belanda maupun di Hindia. Hal itulah
sebabnya van der Tuuk sejak 1856 melakukan kritik terhadap pekerjaan para
pegiat bahasa Melayu. Seperti kita lihat nanti kapasitas van der Tuuk dan hasil
daro Tanah Batak memberinya jalan yang ditugaskan pemerintah dalam penyelidkan
bahasa Lampung. Dalam studinya tentang bahasa Bali memberi kontribusi besar bagi
Prog Kern yang selama ini kesulitan dalam penerjemahan teks Jawa kuno (bahsa
Kawi) termasuk teks Negarakertgama (1365).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Polemik kodifikasi bahasa yang dimaksud adalah kodifikasi
bahasa Melayu, bahasa Melayu di Hindia Belanda. Mengapa? Karena bahasa daerah
seperti bahasa Batak dan bahasa Jawa bukan lingua franca di Hindia Belanda.
Yang menjadi lingua franca sejak jaman kuno adalah bahasa Melayu itu sendiri.
Oleh karena itu dalam polemic kodifikasi bahasa ini semua pegiat dan ahli
bahasa terlibat termasuk ahli bahasa daerah seperti HN van der Tuuk. Artinya
dalam urusan bahasa Melayu yang menjadi sebab timbulnya polemik karena semata-mata
dasar kepentingan bersama sebagai warga Hindia Belanda dimana bahasa Melayu
sebagai lingua franca.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Mengapa bahasa Melayu di Hindia Belanda? Tentu saja itu karena terkait
urusan negara, urusan yang terkait dengan Pemerintah Hindia Belanda.
Sebagaimana diketahui sejak 1824 (traktat London) wilayah yurisdiksi Belanda
dan wilayah yurisdiksi Inggris sudah dipisahkan dengan menarik batas-batas
negara. Artinya wewenang negara dalam konteks wilayah sudah jelas yang mana
pulau Singapoera dan pulau Bintan (Riau) sudah tidak terhubung lagi secara
ketatanegaraan, termasuk ketatanegaraan dalam urusan bahasa. Hal itulah yang
menyebabkan dalam polemic kodifikasi bahasa Melayu yang dibicarakan di atas
hanya terbatas wilayah-wilayah bahasa, yang fokusnya wilayah bahasa Melayu di
wilayah Hindia Belanda. Jadi dalam polemic kodifikasi bahasa Melayu tersebut
tidak menyertakan pegiat dan ahli bahasa Melayu di wilayah yurisdiksi Inggris
seperti di Singapoera dan Penang. Ini dengan sendirinya ke depan, soal kamus
dan tata bahasa Melayu sudah terpisah perkembangan kebahasaannya sejak lama
antara Indonesia dan Malaysia sehingga kita bisa bedakan pada masa kini.
Polemik bahasa Melayu tahun 1865 di Hindia Belanda dapat dikatakan awal dari
kesadaran para pegiat bahasa Melayu di Hindia Belanda untuk membangun dan mengembangkan
kebahasaan di Hindia Belanda, yakni bahasa Melayu sebagai lingua franca (yang
kini bahasa Indonesia menjadi lingua franca).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana selanjutnya setelah terjadi polemic
kodifikasi bahasa Melayu yang memakan waktu hampir tiga tahun? Yang jelas para pegiat
bahasa dan ahli bahasa di wilayah Hindia Belanda terus bekerja yang jumlahnya
semakin bertambah dari waktu ke waktu. Penyelidikan bahasa-bahasa adalah satu
hal, soal kebutuhan kodifikasi bahasa khususnya bahasa Melayu adalah hal lain.
Para ahli lain yang bekerja di Hindia Belanda seperti ahli geologi, atropologi dan
sebagainya termasuk yang bekerja di bidang pendidikan juga membutuhkan
pengetahuan bahasa. Pers berbahasa Melayu juga semakin merasakan perlunya
pengetahuan bahasa.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Menteri Koloni di Belanda secara periodic mengangkat pegawai baru (PNS)
untuk dikirim ke Hindi Belanda. Salah satu yang diangkat pada tahun 1848 adalah
Elisa Netscher (lahir di Rotterdam Desember 1825). Netscher ditempatkan GG di
kantor sekretaruat umum di Batavia. Pada tahun 1849 Netscher melakukan
kunjungan daerah ke Riorw, Pada tahun 1849 ini salah satu diantara yang
diangkat Menteri Koloni adalah JAW van Ophuijsen yang kemudian ditempatkan di
Solok. Pada tahun 1852 JAW van Opuijsen diangkat sebagai controleur di Natal
(Tapanoeli). Belum genap dua tahun di Natal, JAW van Opuijsen dipromosikan
sebagai assiten residen di Solok pada tahun 1854. Pada tahun ini juga dua siswa
asal Angkola Mandailing bernama Si Asta dan Si Angan diterima di sekolah
kedokteran di Batavia (dua siswa pertama dari luar Jawa). Pada akhir tahun ini anak
kedua JAW van Ophuisen lahir di Solok (lihat Javasche courant, 21-02-1855). Anak
kedua van Ophuijsen ini kemudian dikenal sebagai Charles Adrian van Ophuijsen.
Pada tahun 1856 JAW dipindahkan sebagai asisren residen Agam di Fort de Kock.
Selain kesehatan program utamanya juga di bidang Pendidikan yang pada tahun ini
JAW van Ophuijsen mendirikan sekolah gutu (kweekschool) di Fort de Kock. Pada
tahun 1857 teman satu angkatan Si Asta dan Si Angan bernama Si Sati berangkat
studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru. Pada tahun 1860 Su Sati Nasution alias
Willem Iskander lulus ujian akta guru di Haarlem dan kembali ke tanah air pada
tahun 1861. Pada tahun ini Elisa Netscher dipromosikan menjadi Resident Riouw. Sementara
JA van Ophuijsen sebagai asisten residen Bengkoelen dipindahkan sebagai asisten
residen Lampoeng. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di
Tanobato (antara Panjaboengan dan Natal). Pada tahun ini JAW dipromosikan sebagai
Residen Palembang. Salah satu program van Ophuijsen di Palembang adalah
mendirikan sekolah pribumi (bandingkan dengan di Fort de Kock dan di Tanobato
bahkan sudah eksis sekolah guru). Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi
CA van der Chjis meninjau sekolah guru di Tanobato. Dari kunjungan ini van der
Chijs menilai sekolah guru Tanobato terbaik jauh mengungguli sekolah yang sama
di Soerakarta dan di Fort de Kock. Pada tahun 1870 E Netscher dipromosikan
menjadi gubernur di province Sumatra’s Wesrkust di Padang (sementara JAW van Ophuijsen
masih sebagai Reisden Palembang). CA van Ophuijsen, putra JAW van Ophuijsen setelah
lulus ELS di Palembang disekolahkan ke Belanda. Pada tahun 1872 lulus HBS di
Utrecht bagian Litterasch (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 12-09-1872).
CA van Ophuijsen tidak lekas kembali ke tanah air di Sumatra tetapi meengikuti
program pendidikan Indologi. Pada tahun ini juga Willem Iskander diminta untuk
mendampingi tiga guri muda untuk sekolah guru ke Belanda dalam rangka program
pemerintah untuk meningkatkan kulaitas guru pribumi, sementara Willem Iskander
diberi beasiswa untuk meningkatkan pendidikannya di Belanda (akta setara LO).
Itu berarti sekolah guru Tanobato akan ditutup dan sebagai gantinya akan dibuka
sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean tahun 1879. Pada bulan April
1874 Willem Iskander melapor ke Residen Tapanoeli di Sibolga dan Gibernur
Netscher di Padang. Lalu dari Padang Willem Iskander berangkat ke Batavia untuk
berangkat dengan tiga guru muda yakni Raden Soerono dari Soerakarta dan Raden
Sasmita dari Bandoeng serta Barnas Lubis dari Tapanoeli. Sehubungan dengan
wisuda CA van Ophuijsen, JAW van Ophuijsen dan istri berangkat ke Belanda
(lihat Java Bode, 20-01-1875). Pada bulan Maret diketahui JAW van Ophuijsen dan
istri kembali dan tiba di Batavia (lihat Dagblad van Zuidholland en 's
Gravenhage, 09-03-1875). Dalam pelayaran ini turut CA van Ophuijsen. Lantas
bagaimana dengan CA van Ophuijsen sementara sang ayah belum lama pensiun
sebagai Residen Lampong? CA van Ophuijsen memulai dari bawah mengikuti jejak
sang ayah dengan mengikuti ujian klein-ambtenaar di Padang (lihat Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 26-07-1876). CA van Ophuijsen lulus dengan nilai
terbaik. CA van Ophuijsen kemudian ditempatkan di Panjaboengan (dulu ayahnya
pertama kali ditempatkan di Solok). Sementara itu Elisa Netscher pada tahun 1878
dibebaskan dari Gubernur karena sakit dan memilih istirahat di Fort de Kock
yang berhawa sejuk.</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana dengan perkembangan kodifikasi
bahasa Melayu di Hindia Belanda? Yang jelas seorang pemuda yang memulai karir
di pemerintahan, CA van Ophuijsen yang ditempatkan di Panjaboengan (afdeeling
Angkola Mandailing residentie Tapanoeli). CA van Ophuijsen di Panjaboengan
mendapat kabar bahasa Willem Iskander telah meninggal di Amsterdam beberapa waktu
lalu 8 Mei 1876 pada umur 36 tahun. Penduduk Mandailing tampakanya masih
berkabung karena seorang guru terkenal telah tiada.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tampaknya Charles tidak terlalu senang dengan pekerjaannya, tetapi karena
minatnya. Charles justru lebih bersemangat mempelajari bahasa Batak dialek
Mandailing ketimbang menjiwai tugas-tugas utamanya. Di sela-sela berdinas,
Charles banyak mempelajari cerita rakyat dan menuliskannya dalam bahasa Batak
atau bahasa Melayu. Charles adalah orang Belanda kedua yang fasih berbahasa
Batak (setelah N. van der Tuuk). Mengapa hal ini terjadi? Dengan latar belakang
bahasa dan sastra di Belanda, besar kemungkinan Charles terbius dengan kegiatan
sastra lokal di Mandailing (kampong halaman Willem Iskander). Seperti disebut
di atas dulu Willem Iskander tidak lama setelah guru didirikannya menjadi anggota
Bataviaasch Genootschap (suatu yang langka seorang guru apalagi seorang pribumi
menjadi perhimpunan ilmu pengetahuan).</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Rupanya perilaku dan kemampuan belajar otodidak
Charles ini diketahui oleh Menteri Buijs yang tengah berkunjung ke Panjaboengan
lalu menawarkan apakah Charles dengan bakat dan kemampuannya itu bersedia untuk
menjadi guru di sekolah guru kweekschool. Sekolah yang dimaksud Pak Menteri
membutuhkan guru Eropa yang akrab dengan satu atau lebih bahasa asli dan
etnologi di Hindia Belanda. Profesi ini sangat jarang dan Charles tidak
keberatan, malah sangat bersemangat. Jalan hidup Charles yang sebenarnya kini
muncul ke permukaan di daerah terpencil di Ankola Mandheling. Meski Charles
sudah fasih berbahasa Batak dan berbahasa Melayu, namun untuk menjadi guru
harus melalui pelatihan. Charles berhasil mendapat diploma guru di Padang pada
Mei 1879. Pada bulan ini juga, Kweekschool Padang Sidempoean dibuka
(menggantikan Kweekschool Tanobato yang ditutup 1874, karena Willem Iskander
melanjutkan pendidikan ke Belanda. Charles tampaknya kecele, ingin ke Padang
Sidempoean, malah pada bulan Desember tahun itu juga justru ditempatkan ke
Kweekschool Probolinggo untuk mengajar bahasa Melayu. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pemahaman Charles tentang bahasa Melayu dan fasih menggunakannya
diperoleh di Mandailing. Tulisannya yang berjudul 'Kijkjes in Het Huiselijk
Leven Volkdicht (Pengamatan Kehidupan Kekeluargaan Orang Batak) dipublikasikan
pada tahun 1879. Catatan: Elisa Netscher dikabarkan telah meninggal di Batavia
pada tanggal 2 April 1880 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 03-04-1880).</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Walau begitu Charles tetap respek, malah pada Mei
1880 Charles diangkat sebagai anggota Bataviaasch Genootschap di Batavia.
Lembaga ini menemukan seorang yang berprofesi guru sebagai peneliti muda yang
paling menjanjikan. Sementara sebagai guru permanen, baru diperolehnya pada
bulan Oktober 1881 setelah mengikuti dan lulus ujian di Djawa pada bulan Mei
sebelumnya. Sejak November 1881, Charles atas pertimbangan karena bakat yang
luar biasa, dia dibebaskan dari uang iuran anggota Bataviaasch Genootschap.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Setelah bertugas di Kweekschool Probolinggo selama dua tahun, kemudian
Charles dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidempoean (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 02-12-1881). Padang Sidempoean adalah
ibukota Afdeeling Mandheling en Ankola. Ini berarti, Charles akan kembali ke
daerah dimana dia pertama kali bekerja sebagai PNS selama tiga tahun di kantor
Controleur di Panjaboengan, Groot Mandheling—situs dimana dia pertama kali
melakukan studi bahasa dan masyarakat dan tempat dimana Charles menjadi fasih
berbahasa Batak dan bahasa Melayu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apa pentingnya wilayah (afdeeling) Angkola Mandailing
bagi Charles Adrian van Ophuijsen? Pertanyaan yang sama juga bahwa tempo hari,
tiga dekade yang lalu: Apa pentingnya bagi Dr HN van der Tuuk wilayah Angkola
Mandailing? Apakah keduanya hanya kebetulan saja? Lantas mengapa mereka berdua
dalam masa yang berbeda tertarik dengan sastra dan bahasa Batak? Dalam konteks itu,
apakah penduduk Batak di pedalaman Sumatra buta terhadap bahasa Melayu? Yang
jelas penduduk Batak memiliki bahasa, aksara dan lambang bilangan sendiri.
Artinya orang Batak bisa berbicara (baca: mengkobar), menulis dan berhitung.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Secara geografis wilayah Angkola Mandailing tepat berada di ‘tanah
genting’ Sumatra, wilayah yang terpendek jarak antara pantai barat dan pantai
timur Sumatra. Di pantai barat pelabuhan terletak di Barus dan pelabuhan di
timur terletak di Binanga. Nama Barus sudah disebut dalam catatan Ptolomeus
pada abad ke-2 dan nama Barus disebut dalam catatan Eropa pada abad ke-5 sebagai
tempat kamper (baca: kapur barus) diimpor. Lalu nama Binanga apakah nama yang
sama dengan yang disebut di dalam teks prasasti Kedukan Bukit pada abad ke-7? Seperti
disebut di atas, teks prasasti menggunakan aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa
Sanskerta dan bahasa Batak (dwi bahasa). Di tengah dua pelabuhan barat dan
timur itu terdapat candi kuno di Simangambat (candi yang sejaman dengan candi
Sewu di selatan Jawa). Pada masa kini di Barus masih eksis batu nisan orang Arab
yang berasal dari abad ke-7 dan di Binanga masih eksis puluhan candi yang
berasal dari abad ke-11 (wilayah percandian terluas di Indonesia setelah di
Jawa). Apakah prakondisi ini kemudian, seperti disebut di atas yang menyebabkan
bahasa Melayu mirip bahasa Batak? Sebagaimana umumnya orang Batak mudah mengenal
bahasa Melayu, tetapi tidak sebaliknya (orang Melayu sulit mengenal bahasa
Batak). Charles Miller, seorang botanis Inggris pada tahun 1772 ketika berada
di wilayah Angkola merasa kaget karena hampir semua orang bisa menulis, yang
membuatnya lebih kaget karena angka literasi orang Batak (baca dan tulis) jauh
lebih tinggi dibandingkan semua bangsa-bangsa di Eropa. Apakah situasi dan
kondisi serupa ini kemudian menyebabkan HN van der Tuuk dengan nyaman dan tanpa
kesulitan mempelajari bahasa Batak dalam rangka menulis kamus dan tatabahasa
Batak? Salah satu, jika tidak dapat dikatakan yang pertama, narasumber utama
van der Tuuk adalah Sati Nasution. Mengapa?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Wilayah Angkola Mandailing termasuk salah satu
wilayah di Hindia Belanda introduksi pendidikan modern (dengan menggunakan
aksara Latin) diberlakukan. Siswa-siswa sekolah dasar di Angkola Mandailing cepat
beradaptasi dengan aksara Latin. Boleh jadi itu karena adanya kebiasaan menulis
(dalam aksara Batak) yang berlaku umum di masyarakat (tidak hanya terbatas di
kalangan atas/elit). Pada tahun 1854 dua siswa lulusan sekolah di Angkola
Mandailing (Si Asta/Nasution) dan Si Angan/Harahap) diterima di sekolah
kedokteran di Batavia (siswa pertama yang diterima dari luar Jawa). Pada tahun
1856 dua siswa lagi dari Angkola Mandailing di sekolah kedokteran di Batavia.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebagaimana di Jawa, untuk memperluas pendidikan di Sumatra, pada tahun 1856
didirikan sekolah guru di Fort de Kock. Sekolah guru ini merupakan yang kedua
setelah yang pertama didirikan di Soerakarta pada tahun 1851. Pada tahun 1856
ini salah satu lulusan sekolah di Mandailing, Si Sati bersiap-siap untuk
melanjutkan pendidikan ke Belanda. Si Sati pada pertengahan tahun 1857 berangkat
studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru. Seperti rekannya ke sekolah
kedokteran di Batavia, Si Sati dalam hal ini adalah pribumi pertama yang studi
ke Belanda. Seperti halnya Si Asta dan Si Angan berhasil meraih gelar dokter
pribumi di Batavia, Si Sati alias Willem Iskander juga terbukti berhasil dan
lulus mendapat akta guru di Haarlem pada tahun 1860. Setelah mempelahari banyak
hal di Belanda seperti percetakan dan persuratkabaran, pada tahun 1861 Willem
Iskander kembali ke tanah air. Sebagai guru, Willem Iskander mendirikan sekolah
guru di Tanobato, afdeeling Angkola Mandailing pada tahun 1862. Sekolah guru
Tanobato menjadi sekolah guru ketiga di Hindia Belanda. Di sekolah ini Willem
Iskander menulis buku pelajaran sendiri, menulis buku umum dan demikian juga
para lulusan sekolah guru Tanobato menulis buku. Buku-buku tersebut semua
ditulis dalam aksara Latin. Apakah ini telah membuktikan tradisi baca tulis sejak
lama di wilayah Tanah Batak masih tetap berlanjut? Bandingkan dengan di Riouw yang
mana Radja Ali Handji telah mempublikasikan karya sastranya pada tahun 1847 dalam
aksara Jawi dengan menggunakan bahasa Melayu. Fakta bahwa pada tahun 1862 di (residentie)
Riouw belum ada sekolah yang didirikan sementara di (afdeeling) Angkola
Mandailing sudah ada empat sekolah pemerintah (dari mana Willem Iskander merekrut
para lulusan untuk mengikuti pendidikan guru di sekolah guru Tanobato).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebagai pionir, apakah Si Asta, Si Angan dan Si Sati
dari wilayah pedalaman di Sumatra serba kebetulan dalam dunia pendidikan mampu
menjangkau tempat yang jauh dalam urusan pendidikan bahkan hingga ke Belanda?
Dalam konteks inilah kemudian Charles Adrian van Ophuijsen pada tahun 1876 tepat
berada diantara penduduk yang memiliki angka literasi tinggi. Charles Adrian
van Ophuijsen di sela-sela tugas dan fungsinya mulai menulis tentang kehidupan
penduduk Angkola Mandailing. Lalu Charles Adrian van Ophuijsen di Panjaboengan dengan
sadar meninggalkan jabatannya di pemerintahan dan lebih memilih untuk menjadi
guru. Calon guru berada diantara murid-murid yang sangat banyak. Lalu setelah
mendapat akta guru tahun 1879, pada tahun 1881 Charles Adrian van Ophuijsen
menjadi guru di sekolah guru di Padang Sidempoean (ibu kota afdeeling Angkola
Mandailing). Guru bahasa Melayu di wilayah penduduk non Melayu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyoBZvKT5Gi-b7mgphKyMsSr578aS6AZA33jVbZFt3oA_N93RvWAIpsfVeZVZi-sgTKoJ03jnqAAsCwvNZmOZyhEllgzAQ4wHe8Ubwu8cDmOq5YT2D1ym7ZdN1Oaojbyv-lYGeLa46RWGuW3wUy5Ly1n24wZyJAJMFlqlTGRVY9jGMQLvt_i676bER27SD/s615/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="363" data-original-width="615" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyoBZvKT5Gi-b7mgphKyMsSr578aS6AZA33jVbZFt3oA_N93RvWAIpsfVeZVZi-sgTKoJ03jnqAAsCwvNZmOZyhEllgzAQ4wHe8Ubwu8cDmOq5YT2D1ym7ZdN1Oaojbyv-lYGeLa46RWGuW3wUy5Ly1n24wZyJAJMFlqlTGRVY9jGMQLvt_i676bER27SD/s320/image001.png" width="320" /></a></span></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebagai guru bahasa Melayu di sekolah guru Padang Sidempoean, Charles
Adrian van Ophuijsen semakin intens mempelajari sastra dan bahasa Batak. Tentu
saja Charles Adrian van Ophuijsen tidak kekurangan bahan. Penduduk Batak
adalah bagai laboratorium bahasa bagi Charles Adrian van Ophuijsen (sebab siswa
dan masyarakat umum aktif baca tulis), dan buku kamus bahasa dan tata bahasa
Batak yang telah disusun oleh Dr NH van der Tuuk sebagai panduan yang sangat
tepat (sebagai kamus dan tata bahasa terbaik di Hindia Belanda). Charles Adrian
van Ophuijsen yang menyelesaikan pendidikan bahasa dan sastra di Belanda seolah-olah
kini berada di tempat yang tepat. Sebagai anggota Bataviashe Genootschap di
Batavia, produktivitas karya Charles Adrian van Ophuijsen di kota Padang
Sidempoean terbilang tinggi. Bagi Charles Adrian van Ophuijsen pendidikan (pengajaran
bahasa dan sastra) adalah sejalan dengan riset bahasa dan sastra.</span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Banyak karya sastra dan bahasa yang dihasilkan Charles
Adrian van Ophuijsen di Padang Sidempoean yang dipublikasikan. Charles Adrian
van Ophuijsen berada di sekolah guru Padang Sidempoean selama delapan tahun
yang mana lima tahun terakhir sebagai direktur sekolah. Diantara mantan-mantan
siswanya lulusan sekolah guru Padang Sidempoean adalah Saleh Harahap gelar Dja
Endar Moeda, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, Hasan Nasoetion gekar Mangaradja
Salamboewe dan Si Julius gelar Soetan Martoea Radja.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Charles Adrian van Ophuijsen semasa di sekolah guru Padang Sidempoean,
sebagai guru bahasa Melayu terus mengembangkan metodologi pengajarannya, dan
sebagai peneliti terus melakukan penelitian tentang sastra dan bahasa Batak,
Tentu saja Charles Adrian van Ophuijsen tidak akan membuat buku kamus dan tatabahasa
Batak karena itu sudah selesai dilakukan NH van der Tuuk, tetapi untuk membuat
kamus dan tata bahasa Melayu menjadi visi misinya. Riset dan penulisan bahasa
Batak dan bahasa Melayu, Charles Adrian van Ophuijsen melibatkan para
siswa-siswanya sebagai asisten.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Charles Adrian van Ophuijsen mengundurkan diri dari
sekolah guru Padang Sidempoean karena telah dipromosiklan sebagai Inspektur
Pendidikan Pribumi di province Sumatra’s Westkust (Provinsi Pantai Barat
Sumatra) yang berkedukan di Padang. Province Sumatra’s Westkust terdiri tiga
residentie: Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang), Padangsche Bovenlanden
(ibu kota di Fort de Kock) dan Tapanoeli (ibu kota di Padang Sidempoean).
Sementara itu, Dja Endar Moeda setelah mengajar di berbagai tempat dan pensiun
di Singkil lalu berangkat menuaikan haji ke Mekah. Sepulang dari Mekah, Dja
Endar Moeda memilih domisili di ibu kota provinsi di Padang pada tahun 1894 untuk
mendirikan sekolah swasta (sebab banyak anak usia sekolah tidak tertampung di
sekolah pemerintah di Padang). Pada tahun inilah Dja Endar Moeda bertemu
kembali mantan gurunya Charles Adrian van Ophuijsen di Padang. Keduanya di
Padang berposisi sebagai kepala sekolah swasta dan sebagai Inspektur Pendidukan
Pribumi. Sudah barang tentu keduanya tidak hanya saling kenal juga tentu saja
akrab (ingat bahwa Charles Adrian van Ophuijsen adalah ahli sastra dan bahasa
Batak). Pada tahun 1895 Dja Endar Moeda menjadi editor surat kabar berbahasa
Melayu yang baru Pertja Barat di Padang. Dja Endar Moeda dalam hal ini menjadi
editor pribumi dalam bidang persuratkabaran (pers).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Surat kabar berbahasa Melayu sudah sejak 1850an muncul. Para editornya
adalah jurnalis-jurnalis Eropa/Belanda. Dalam perkembangannya direkrut editor
dari kalangan Cina. Lalu kemudian muncul yang pertama dari kalangan pribumi
yakni Dja Endar Moeda di Padang sejak tahun 1895. Bagaimana dengan Charles
Adrian van Ophuijsen? Setelah menjadi Inspektur Pendidikan Pribumi apakah masih
mendalami bahasa Melayu? Tentu saja Charles Adrian van Ophuijsen tidak kekurangan
kolega untuk membahas dan membicarakannya, misalnya seperti Dja Endar Moeda yang
berperan sebagai pengaran maupun penulis di surat kabar berbahasa Melayu di
Padang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat
kabar Pertja Barat sekaligus percertakannya. Ini satu lompatan diantara para
jurnalis pribumi. Pada tahun 1900 ini juga Dja Endar Moeda menerbitkan satu
surat kabar baru berbahasa Melayu dan Batak di Padang yang diberi nama Tapian
Na Oeli. Surat kabar ini diidarkan di wilayah (residentie) Tapanoeli. Pada
tahun ini juga Dja Endar Moeda menggagas organisasi kebangsaan di Padang yang
diberi nama Medan Perdamaian. Sebagai organisasi kebangsaan pribumi pertama, Dja
Endar Moeda ingin mempersatukan berbagai bangsa (pribumi) untuk bangkit dan
maju. Pada tahun 1901 dengan percetakannya, menerbitkan majalah bulanan yang
diberi nama Insulinde.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dja Endar Moeda di Padang adalah pemilik portofolio tertinggi diantara
orang-orang pribumi di Padang. Dja Endar banyak peran: kepala sekolah swasta,
pemilik percetakan, penulis, pengarang, editor surat kabar Pertja Barat dan
Tapian Na Oeli dan presiden organisasi kebangsaan Medan Perdamaian. Dja Endar
Moeda juga sebagai editor majalah Insulinde. Yang menjadi asisten editor
Insulinde adalah Djamaloedin Rasad seorang guru muda lulusan sekolah guru di
Fort de Kock.</span><span lang="EN-US"> <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana dengan katya-karya Charles Adrian
van Ophuijsen? Sejatinya, meski sudah menjadi Inspektur Pendidikan Pribumi,
Charles Adrian van Ophuijsen tidak pernah berhenti meneliti dan menulis tentang
bahasa dan sastra Batak maupun bahasa Melayu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sejumlah artikel dan buku yang ditulis Charles Adrian van Ophuijsen
adalah: Bataksche raadsels. (TTLV Deel XXVIII, bl. 201-15, 1883, en Deel XXX,
bl. 459-472, 1885); De Loeboe's. (Deel XXIX, bl. 88-100 en 526-554, 1884); De
poezie in het Bataksche volksleven. (Volgr. 5, I, bl. 402-32, 1886); Over de
afleiding en beteekenis van sapala-pala (Volgr. 5, I, bl. 98-100, 1886).
Bataksche spreekwoorden en spreekwijzen (1890); Maleische taalstudiën:
Verbaalstammen en hunne derivation (TBG. XLVI); Bataksche spreekwoorden en
spreekwijzen. (TTLV Deel XXXIV, bl. 72-99, 1891, en Deel XXXV, bl. 613-638,
1892).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Buku Charles Adrian van Ophuijsen yang terbit tahun
1901 berjudul Kitab Logat Melajoe: Woordenlijst voor de spelling der Maleische
taal met Latijnsch karakter menjadi segera menjadi perhatian umum, lebih-lebih
para pegiat bahasa-bahasa khususnya bahasa Melayu. Ini seakan mengingatkan kita
tentang polemic kodifikasi bahasa Melayu yang terjadi pada tahun 1865. Setelah
polemic tersebut, tidak ada buku tentang bahasa Melayu yang terkait kodifikasi.
Polemik juga mereda setelah berlangsung tiga tahun. Lantas apakah buku Charles
Adrian van Ophuijsen akan mengundang polemic?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dja Endar Moeda telah melihat jauh ke depan sebagai anak bangsa. Dja
Endar Moeda ingin mendorong bangsa pribumi terutama dalam pendidikan. Pers
sendiri juga bagi Dja Endar Moeda upaya untuk mencerdaskan bangsa. Sebagai
presiden Medan Perdamaian, Dja Endar Moeda pada tahun 1902 membantu peningkatan
pendidikan di Semarang sebesar f14.000. Sumbangan ini oleh Dja Endar Moeda
disampaikan melalui Inspektur Pendidikan Pribumi Charles Adrian van Ophuijsen.
Murid dan guru tetaplah sama-sama guru, yang sama-sama untuk meningkatkan mutu pendidikan
orang pribumi. Charles Adrian van Ophuijsen dan Dja Endar Moeda tiadalah
duanya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti dikutip di atas, disebut salah satu yang menyambut
buku hasil pekerjaan CA van Ophuijsen adalah Djamaloedin (April 1902) sebagai
berikut: “Paedah kitab itoe ialah tempat bertanja, tjara bagaimana tiap-tiap
kata jang terseboet, haroes ditoetoerkan dan bagaimana atoeran toelisannja
dengan hoeroef olanda”.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dari mana kutipan ini tidak disebutkan. Boleh jadi Djamaloedin Rasad di
Padang telah membacanya yang kemudian menulis artikel berjudul Kitab Logat
Melajoe dan Kawan Sedjolinja yang dimuat dalam majalah bulanan Insulinde tahun
1902 di Padang. Seperti disebut di atas, Djamaloedin Rasad adalah asisten
editor majalah bulanan Insulinde di Padang yang dipimpin oleh Dja Endar Moeda.
Dalam hal ini Djamaloedin Rasad juga adalah pendukung karya-karya Charles Adrian
van Ophuijsen.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Buku Kitab Logat Melajoe karya Charles Adrian van
Ophuijsen yang diterbitkan pada tahun 1901 kemudian diakui pemerintah pada
tahun 1902.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-10-1902: ‘Bahasa Malayu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Berdasarkan surat edaran dari Direktur O.E. dan N. tanggal 20 September yang
lalu No. 16951b, mulai sekarang di sekolah-sekolah pribumi (negeri dan swasta),
pendidikan bahasa Melayu harus mengikuti ejaan yang tertera pada daftar kata
yang dibuat oleh Inspektur Pendidikan Pribumi di Afdeeling 4. Ch. A van Ophujsen
yang berjudul Kitab Logat Melajoe, yang karyanya tersedia di depot bahan
pembelajaran pemerintah di Weltevreden’</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Karya-karya Charles Adrian van Ophuijsen terus
bermunculan. Buku baru Charles Adrian van Ophuijsen ada berjudul Handleiding
bij de beoefening van het Maleische letterschrift (1902). <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Fakta bahwa buku berjudul Kitab
logat melajoe: Woordenlijst voor de spelling der Maleische taal met Latijnsch
karakter kembali diterbitkan sebagai cetakan kedua (1903).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kehadiran buku Charles Adrian van Ophuijsen berjudul
Kitab Logat Melajoe dipandang positif. Charles Adrian van Ophuijsen tampaknya
telah mengadirkan sesuatu yang belum ada selama ini dan sekaligus menyelesaikan
sesuatu yang dulu menjadi topik polemic (tentang kriteria bahasa Melayu).
Beberapa pegiat bahasa yang menanggapi buku Charles Adrian van Ophuijsen adalah
sebagai berikut:</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Eenige opmerkingen over
de Maleische taalstudiën van den Heer Ch. A. van Ophüijsen. T. B. G. XLVIII,
57; Kiliaan (HN.). Eene nieuwe theorie omtrent ’t Maleisch besproken. (Naar
aanleiding vaneen artikel van Ch. A. van Ophuijsen over verbaalstammen en hunne
derivatiën). I. G. 1904.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sementara itu, Charles Adrian van Ophuijsen tetap melakukan riset dan
penulisan. Sebagai guru bahasa Melayu dan peneliti sastra dan bahasa Batak,
Charles Adrian van Ophuijsen terus menghasilkan karya antara lain: Het
Maleische volksdicht (1904); Eenige dagen inde Bataklanden (Buil. Kol. Museum.
Np, 40);</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Toloe Sampagoel (leesboekje
voor de Bataksche scholen in drie stukjes). Leiden, P.W.M. Trap, 1904.
Sebelumnya Charles Adrian van Ophuijsen juga menulis buku berjudul Handleiding
bij de beoefening van het Maleische letterschrift (terbit 1902). Buku ini
membahas tentang standarisasi aksara Jawi dalam bahasa Melayu (bandingkan
dengan buku terbaru Kitab Logat Melajoe tentang standarisasi bahasa Melayu yang
terkait dengan kosa kata dalam penulisan dengan menggunakan aksara Latin).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Setelah terbitnya buku Kitab Logat Melajoe, Charles
Adrian van Ophuijsen sendiri tidak ada lagi tandingannya diantara para pegiat
dan penulis bahasa Melayu di Hindia Belanda. Charles Adrian van Ophuijsen telah
mempelopori kodifikasi bahasa Melayu yang sebenarnya. Apakah Charles Adrian van
Ophuijsen akan melompot tinggi ke atas? Yang jelas, mantan muridnya di Padang,
Dja Endar Moeda mengirim dua guru untuk melanjutkan studi ke Belanda pada tahun
1903. Kedua guru tersebut adalah Soetan Casajangan, guru di Padang Sidempoean
yang juga sebagai adik kelas Dja Endar Moeda dulu di sekolah giuru Padang Sidempoean.
Sebagaimana Dja Endar Moeda, dalam gal ini Soetan Casajangan juga adalah mantan
murid dari Charles Adrian van Ophuijsen; dan guru Djamaloedin Rasad di Padang
(asisten editor Insulinde). Tidak lama kemudian pada tahun 1904 Charles Adrian
van Ophuijsen di Padang diangkat sebagai guru besar bahasa Melayu di Fuculteit
der Letteren en Wijsbergeerte, Universiteit te Leiden. Ini berarti Charles
Adrian van Ophuijsen akan melepaskan posisinya sebagai Inspektur Pendidikan
Pribumi diu Padang dan juga akan meninggalkan murid kesangannnya Dja Endar
Moeda. Tapi toch, bagi Dja Endar Moeda sudah terwakili di Belanda melalui
Soetan Casajangan dan Djamaloedin Rasad.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di Belanda, Soetan Casajangan melanjutkan sekolah keguruan di Haarlem
sementara Djamaloedin Rasad melanjutkan sekolah pertanian di Wageningen. Soetan
Casajangan menjadi asisten dosen untuk membantu Prof Charles Adrian van
Ophuijsen dalam pengajaran bahasa Melayu di Univ. Leiden. Soetan Casajangan
adalah satu-satu mahasiswa asal Hindia di Belanda yang mengambil program
Pendidikan (keguruan). Pada tahun 1908 saat jumlah mahasiswa pribumi sekitar
20an, Soetan Casajangan menggagas pendirian organisaasi mahasiswa sebagai
organisasi kebangsaan yang diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan
Hindia). <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Soetan Casajangan dan Charles Adrian van Ophuijsen
saling mendukung untuk suksesnya para mahasiswa asal Hindia baik yang baru
maupun yang baru datang. Soetan Casajangan lulus akta LO (setara akademi) pada
tahun 1909 dan kemudian melajutkan studinya untuk menadapatkan akta MO (setara
sarjana). Pada tahun 1910 buku Charles Adrian van Ophuijsen diterbitkan dengan
judul Maleische spraakkunst, suatu buku tata bahasa Melayu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti juga dikutip di atas disebukan Kitab Logat Melayu (buku ejaan
bahasa Melayu) sebagai hasil kerja Ophuijsen melanjutkan pekerjaan Wall. Pada
1910, Ophuijsen menerbitkan buku Maleische spraakkunst (buku tata bahasa Melayu).
Kutipan itu tampaknya terkesan mengada-ada, Fakta bahwa tidak ada kaitan antara
Wall dan Charles Adrian van Ophuijsen. Mereka hidup di dua zaman yang berbeda.
Antara zaman itu banyak buku yang ditulis dengan topik bahasa Melayu oleh
berbagai penulis. Di dalam dua buku Charles Adrian van Ophuijsen tidak ada
disebutkan nama M von de Wall.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Soetan Casajangan dan Charles Adrian van Ophuijsen
tetap berinteraksi satu sama lain di Belanda. Soetan Casajangan lulus studi
dengan mendapat akta guru MO pada tahun 1911. Sudah barang tentu Charles Adrian
van Ophuijsen sumringah mendengar kabar itu. Soetan Casajangan dan Charles
Adrian van Ophuijsen dari Padang Sidempoean sudah mencapai mimpi masing-masing.
Charles Adrian van Ophuijsen menjadi guru besar dan Soetan Casajangan menjadi
sarjana pendidikan pertama pribumi.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Kedekatan Soetan Casajangan dan
Charles Adrian van Ophuijsen tidak hanya karena hubungan lama antara murid dan
guru di sekolah guru di Padang Sidempoean, juga karena kedekatan Charles Adrian
van Ophuijsen dalam sastra dan bahasa Batak yang terus menjadi perhatiannya di
Belanda. Prof Charles Adrian van Ophuijsen di Belanda adalah salah satu
pengurus inti Batak Instituut.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di Leiden, pada tahun 1908 Charles van Ophuijsen bersama Dr CW Janssen
dan kawan-kawan mendirikan Batak Institute. Pada tahun ini juga di Belanda
Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa pribumi (Indische
Vereeniging).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Oleh karena Soetan Casajangan bukan mahasiswa lagi,
pada tahun 1911 kepengurusan Indische Vereeniging digantikan oleh Noto Soeroto.
Soetan Casajangan tidak segera kembali ke tanah air, sementara Djamaloedin
Rasad telah kembali ke tanah air. Di Belanda Soetan Casajangan mengajar di
berbagai sekolah menengah perdagangan (Handelschool). Sambil mengajar, Soetan
Casajangan membentul dana pendidikan (Studiefond) untuk membantu para mahasiswa
yang kesulitan keuangan dan juga membantu para siswa yang hendak kuliah ke
Belanda tetapi kesulitan dana.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Charles Adrian van Ophuijsen meski sudah jauh di Belanda dan tak pernah
kembali lagi ke Sumatra, tetapi kajiannya tentang bahasa Melayu dan
sastra/bahasa Batak tidak pernah berhenti. Beberapa karya Charles Adrian van
Ophuijsen di Belanada adalah: Kijkjes in het huiselijk leven der Bataks.
Uitgaven van het Bataksch Instituut, No. 4. Leiden, S.C. Van Doesburgh, 1910; Der
Bataksche Zauberstab. (Band XX, S. 82-103, 1911); Internationales Archiv für
Ethnographie Der Bataksche Zauberstab. (Band XX, S. 82-103, 1911).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada tahun 1913 Soetan Casajangan kembali ke tanah
air. Sebelum pulang dalam rapat tahunan Indische Vereeniging, Soetan Casajangan
meminta Studiefond yang didirikannya bersama Abdoel Firman Siregar gelar
Mangaradja Soangkoepon untuk diintegrasikan ke Indische Vereeniging. Gayung
bersambut dari pengurus Indische Vereeniging yang dipimpin oleh Noto Soeroto.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sementara itu Charles Adrian van Ophuijsen masih menghasilkan karya-karya
antara lain Bataksche teksten (Mandailingsch dialect). Eerste reeks. Leiden,
S.C. Van Doesburgh, 1914 dan (edisi kedua buku) Maleische spraakkunst. 2e dr.
Leid. 1915.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Hasil-hasil karya Charles Adriaan van Ophuijsen
telah diakui oleh pemerintah menjadi pedoman tata bahasa Melayu di Hindia
Belanda. Ejaan yang digunakan dalam buku-bukunya kemudian dikenal sebagai ejaan
van Ophuijsen. Para guru-guru juga, yang mengajar bahasa Melayu mengikuti ejaan
van Ophuijsen seperti guru D Iken dan guru Emir Harahap di Depok sebagaimana
buku yang mereka terbitkan dengan judul Kitab Arti Logat Melajoe (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">31-01-1916).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Hasil manis buku tata bahasa Melayu van Ophuijsen itu, dalam hal ini
semua bermula dari kamampuan otodidak Charles Adriaan van Ophuijsen yang
mempelajari bahasa Batak dan bahasa Melayu pertamakali di Mandheling en Ankola
(Panjaboengan dan Padang Sidempoean).</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Padang Sidempoean, ibukota Afdeeling Angkola Mandailing, suatu daerah
yang menurut C Snouck Hurgronje yang paling dicintai oleh Charles Adrian van
Ophuijsen. Snouck Hurgronje sendiri adalah ahli pribumi, juga seperti van
Ophuijsen telah menjadi professor di Leiden. Snouck Hurgronje kerap berkorespondensi
dengan Dja Endar Moeda, seorang mantan guru yang menjadi editor surat kabar
Pertja Barat di Padang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Charles Adrian van Ophuijsen</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">tidak berumur panjang. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada pagi hari 15 Februari 1917
di Leiden, setelah tiga belas tahun menjadi professor, Charles Adrian van
Ophuijsen menutup matanya untuk selamanya. Dia adalah seorang guru sepenuh
hati, sebagaimana murid-muridnya di Padang Sidempoean membantunya sepenuh hati.
Di Leiden, Prof. Charles Adrian van Ophuijsen ketika mengajar Bahasa Melayu
juga dibantu seorang asisten yang dulu mantan muridnya di Padang Sidempoean
yang tengah kuliah di Negeri Belanda. Mantan murid dan asisten itu adalah
Radjiun Harahap gelar Soetan Casajangan Soripada (pendiri perhimpunan mahasiswa
Indonesia di Eropa, Indische Vereneeging).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Prof. Charles Adrian van Ophuijsen adalah salah satu akademisi terbaik </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">di Hindia </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Belanda </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">(kelahiran Hindia) </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang memulai karir </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dari bawah </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dan minat bahasa dan sastra </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang terbentuk </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">di </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Angkola </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Mand</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ai</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ling dan
menjadi guru teladan di Padang Sidempoean</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Seperti dikatakan Snouck Hurgronje, wilayah (afdeeling)
Angkola Mandailing adalah suatu daerah yang paling dicintai oleh Charles Adrian
van Ophuijsen. Dimana dulunya </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Charles Adrian van Ophuijsen</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> sebagai guru bahasa Melayu
dan meneliti sastra dan bahasa Batak, perhatikan foto bangunan sekolah guru
Padang Sidempoean. Wujud bangunan tua yang pertama kali digunakan tahun 1879 ini
hingga kini masih eksis sebagai bagian depan SMA N 1 Padang Sidempoean. Di
tempat inilah Dja Endar Moeda dan Soetan Casajangan pernah sekolah, di tempat
inilah ayah Sanoesi Pane pernah bersekolah, di tempat inilah Emir Harahap, Sorip
Tagor dan Soetan Goenoeng Moelia pernah bersekolah, di tempat inilah Madong
Loebis pernah bersekolah, di tempat ini pula Ashadi Siregar pernah bersekolah. Last
but not least: di tempat inilah saya pernah bersekolah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-29763040436097895252024-02-21T21:25:00.005+07:002024-02-21T21:26:25.521+07:00Sejarah Bahasa (312): Bahasa Kenyam di Kabupaten Nduga di Papua Pegunungan; Bahasa di Papua Terbanyak di Indonesia <p><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt; text-align: justify;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt; text-align: justify;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">Bahasa Nduga adalah sebuah bahasa yang termasuk ke
dalam rumpun bahasa-bahasa Papua dari Pegunungan Tengah. Bahasa Nduga Niknene dituturkan
di kampong Taima distrik Kenyam kabupaten Nduga. Jugu dituturkan di kampong
Kenyam, kampong Mamufu 2. Bahasa Nduga berbeda dengan bahasa Dani dan bahasa
Lani.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-collapsed-heading: yes; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-collapsed-heading: yes; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-83fHBPkM7jCA5e2DxGvoZyEyPma3kCPRlVVgW_CJXIDbRZkkTVIaN2qoxnT6UMLKTjexbptbPa8Ow9q5vpOzcYplGg8LR_tVf3x5YfIF1Pe5uCJQCORWor-Ii4kpJY61Do96wqNSlGj6APBEQ8x5t4uuC76leeyRQaFV5aTQYgfYK6B5aPmG8c9Q6Eih/s833/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="439" data-original-width="833" height="169" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-83fHBPkM7jCA5e2DxGvoZyEyPma3kCPRlVVgW_CJXIDbRZkkTVIaN2qoxnT6UMLKTjexbptbPa8Ow9q5vpOzcYplGg8LR_tVf3x5YfIF1Pe5uCJQCORWor-Ii4kpJY61Do96wqNSlGj6APBEQ8x5t4uuC76leeyRQaFV5aTQYgfYK6B5aPmG8c9Q6Eih/s320/image001.png" width="320" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Kabupaten Nduga adalah
sebuah kabupaten berada di provinsi Papua Pegunungan, ibu kota kabupaten berada
di distrik Kenyam. Pemekaran wilayah Kabupaten Jayawijaya 2008. Pada tanggal 31
Desember 2015 Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi Desa Kenyam, Kabupaten
Nduga untuk meninjau pembangunan jalan yang akan menghubungkan Nduga dan
Wamena. Perjalanan Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersama rombongan
dari Wamena menuju Desa Kenyam, ditempuh selama 2 jam dengan berganti moda
transportasi udara. Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi juga menyampaikan,
selain dibangun jalan tembus menuju Wamena, di wilayah Nduga juga akan dibuka
pelabuhan besar Mumugu. Dengan dibukanya pelabuhan besar ini, maka logistik dan
material dari dan ke Mumugu ini dapat didistribusikan menggunakan jalur darat
yang telah menembus semua kabupaten di Papua. Bentang alam Kabupaten Nduga
berada di hamparan Lembah Baliem, dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya.</i><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"> (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Kenyam di kabupaten
Nduga di Papua Pegunungan? Seperti disebut di atas bahasa Karnyam di kabupaten
Nduga.Bahasa di Papua terbanyak di Indonesia. Lalu bagaimana sejarah bahasa
Kenyam di kabupaten Nduga di Papua Pegunungan? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"><o:p><span></span></o:p></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8hUFiPLFPmvCjD-ZTrO2IYA4S2HiecAVH8bkhwVRNsGsQDBI7PtmSQY7cZciSAbfLb3cq0nA1kJy87RsvFCXHJa-qNG0FCMinMMRlY-TSuw9kY_Eby1n5WhJAMS9Ni6rNQTxFVJEQNuCp6v7asWWdVh7e8uJ16FyeHRqXokUOYUC38m_nf0RGkEbo1J-U/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8hUFiPLFPmvCjD-ZTrO2IYA4S2HiecAVH8bkhwVRNsGsQDBI7PtmSQY7cZciSAbfLb3cq0nA1kJy87RsvFCXHJa-qNG0FCMinMMRlY-TSuw9kY_Eby1n5WhJAMS9Ni6rNQTxFVJEQNuCp6v7asWWdVh7e8uJ16FyeHRqXokUOYUC38m_nf0RGkEbo1J-U/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Kenyam di Kabupaten Nduga di Papua Pegunungan;
Bahasa di Papua Terbanyak di Indonesia</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa di Papua Terbanyak di Indonesia: Bahasa-Bahasa
di Pedalaman Papua</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"> </span><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span style="mso-bookmark: _Hlk130593275;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"> </span></span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span style="mso-bookmark: _Hlk130593275;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></span></a><span style="mso-bookmark: _Hlk130593275;"></span><span class="MsoHyperlink"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></span></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-57234565559623187312024-02-20T19:11:00.009+07:002024-02-21T00:23:30.869+07:00Sejarah Bahasa (311):Bahasa Permainan dan Musik di Nusantara; Peradaban Nusantara versus Sejarah India-Tiongkok di Nusantara<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apakah kebudayaan nusantara (baca: Indonesia) dipengaruhi
India dan Tiongkok? Mungkin iya mungkin tidak. Lalu apakah kebudayaan nusantara
mempengaruhi kebudayaan Tiongkok dan India? Mungkin tidak mungkin iya. Fakta bahwa
awalnya bahasa-bahasa Austronesia tidak terkait dengan baha-bahasa di India dan
Tiongkok. Bagiamana dengan music dan berbagai bentuk permainan? Yang jelas music
gamelan disahkan Unesco sebagai warisan nusantara dari Jawa. Bagaimana dengan
permainan catur? Link buku baru terbit: <a href="https://deepublishstore.com/shop/buku-sejarah-mahasiswa/">https://deepublishstore.com/shop/buku-sejarah-mahasiswa/</a><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdnfDm0-nplyf1VW-TvvWTqocsGWyAxRKA14Rywe-7-cHbw6TUn5Gq9hx2E4xg4Ioy3AX3ApqU1Fke2P3Hrfa75921IX17c6myRWPpDEBJ0tXLuEKbMkJWf4GgA4uqtfa0fgjiIKliKut7hFiNsR3bRHlfVUMR37Ent-7tbBYa6lyxox1W70sinHIjW220/s833/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="439" data-original-width="833" height="169" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdnfDm0-nplyf1VW-TvvWTqocsGWyAxRKA14Rywe-7-cHbw6TUn5Gq9hx2E4xg4Ioy3AX3ApqU1Fke2P3Hrfa75921IX17c6myRWPpDEBJ0tXLuEKbMkJWf4GgA4uqtfa0fgjiIKliKut7hFiNsR3bRHlfVUMR37Ent-7tbBYa6lyxox1W70sinHIjW220/s320/image001.png" width="320" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Gamelan
adalah musik ansambel tradisional Jawa dan Bali memiliki tangga nada pentatonis
dalam sistem tangga nada (laras) slendro dan pelog. Terdiri dari perkusi yang
digunakan pada seni musik karawitan. Instrumen yang paling umum digunakan
adalah metalofon antara lain gangsa, gender, bonang, gong, saron, slenthem
dimainkan oleh wiyaga menggunakan palu (pemukul) dan membranofon berupa kendang
yang dimainkan dengan tangan. Juga idiofon berupa kemanak dan metalofon lain
adalah beberapa di antara instrumen gamelan yang umum digunakan. Instrumen lain
termasuk xilofon berupa gambang, aerofon berupa seruling, kordofon berupa
rebab, dan kelompok vokal disebut sinden. Seperangkat gamelan dikelompokkan
menjadi dua, yakni gangsa pakurmatan dan gangsa ageng. Gangsa pakurmatan
dimainkan untuk mengiringi hajad dalem (upacara adat karaton). Gangsa ageng
dimainkan sebagai pengiring pergelaran seni budaya umumnya seni tari, wayang. Kata
gamelan berasal dari bahasa Jawa gamêl berarti 'memukul' atau 'menabuh'.</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa permainan dan nahasa
musik di Nusantara? Seperti disebut di atas bahasa-bahasa di nusantara (bahasa
Austronesia dan bahasa Melanesia) berbeda dengan bahasa-bahasa di Tiongkok dan
di India. Sejarah peradaban nusantara versus sejarah India-Tiongkok di
nusantara. Lalu bagaimana sejarah bahasa permainan dan nahasa musik di
Nusantara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.<o:p></o:p></span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK41mtwcYdbtv5sul0DzZvU6FUTvqmGKVI12ONvf3o1nxMbqNEj8-PKD22g0cgMpImJ7lnwmBev_dZ7PdhZN0XMabujC9FqVSvvBTE_sFpqBavKJVF06stWHoGPSPNU72ZT9Y4-pkBRhYCPwPFAXkdy3CuZWGjjJnw2dhH_XvbOl2L0yjvbTfD7bhRiX4d/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK41mtwcYdbtv5sul0DzZvU6FUTvqmGKVI12ONvf3o1nxMbqNEj8-PKD22g0cgMpImJ7lnwmBev_dZ7PdhZN0XMabujC9FqVSvvBTE_sFpqBavKJVF06stWHoGPSPNU72ZT9Y4-pkBRhYCPwPFAXkdy3CuZWGjjJnw2dhH_XvbOl2L0yjvbTfD7bhRiX4d/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Permainan dan Musik di Nusantara; Peradaban
Nusantara versus Sejarah India-Tiongkok di Nusantara</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam relief candi Borobudur tidak terindentifikasi bentuk
permainan. Yang jelas teridentifikasi adalah berbagai instrumen musik. Tidak
ada yang menggambarkan instrument yang terbuat dari metal. Namun ada instrument
perkusi (kendang), alat musik petik, alat music gesek dan alat music tiup. Oleh
karena itu keberadaan musik di nusantara sudah lama adanya. Lantas bagaimana
dengan music gamelan?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Relief Borobudur yang dibangun abad ke-9 dapat dikatakan adalah suatu
perpustakaan zaman kuno, yang diwariskan dan masih eksis dan dapat diperhatikan
pada masa ini. Candi Boronudur sendiri adalah hasil dari seni arsitektur tinggi
saat itu. Membangun monument secanggih itu, sudah barang tentu masyarakat di
sekitar candi pada saat itu tidak buta dengan seni-seni lainnya seperti seni musik.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sumber tertua lainnya tentang music di nusantara
adalah teks Negarakertagama (1365). Jarak waktu antara teks pada abad ke-14 dan
relief di Borobudur abad ke-9 selama lima abad. Ini ibarat rentang waktu sejak abad
ke-16 era Portugis dengan era masa kini. Dalam teks Negarakertagam yang
terindentifikasi (bunyi) alat music tabuh yang sangat kuat dan alat ,music tiup
yang menggema seperti suara alat music horn.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sejarah Peradaban Nusantara versus Sejarah
India-Tiongkok: Identifikasi Peradaban Asli Nusantara</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-66442505985559108522024-02-20T18:34:00.009+07:002024-02-20T18:36:50.155+07:00Sejarah Bahasa (310): Bahasa di Kabupaten Keerom dan Bahasa Daikat di Distrik Arso; Keragaman Populasi dan Bahasa di Keerom<p><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt; text-align: justify;"><br /></span></p><p><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt; text-align: justify;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt; text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">Bahasa Daikat (Taikat) dituturkan di oleh suku
Brotian di kampong kampong Arso Kota di distrik Arso provinsi Papua. Bahasa
Daikat juga ditururkan di kampong Kwimi, Wor, Bate dan Bagia. Di sebelah timur
kampong Arso ditururtkan bahasa Manem (di kampong Wambes) dan disebelah barat
dituturkan bahasa Beyaboa (di kampong Ubiyau), di sebelah utara dituturkan
bahasa Melwap (di kampong Koya). Bahasa Daikat berbeda dengan bahasa Marap, bahasa
Mnanggi, dan bahasa Abrap. Link buku baru terbit: <o:p></o:p></span><a href="https://deepublishstore.com/shop/buku-sejarah-mahasiswa/" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">https://deepublishstore.com/shop/buku-sejarah-mahasiswa/</a></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrBFip2XAZ4VRNDOo5K85aYxPbFFQVc1URhfzvY_o5PREENj0YGYoBPu0BcwFrBE4yLWGn3HCvNw67aCzvwbuRL-g6QpITuKtSPwBd3yjiSixYq-E40Uv-O6GRKEILCE1uMFtDasEwc3dHrS0jjyLsV_e8GDF8T9Evsvga1-w_Tu7Gkr-V6HrHT8xXVFzR/s833/image001.png" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="439" data-original-width="833" height="169" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrBFip2XAZ4VRNDOo5K85aYxPbFFQVc1URhfzvY_o5PREENj0YGYoBPu0BcwFrBE4yLWGn3HCvNw67aCzvwbuRL-g6QpITuKtSPwBd3yjiSixYq-E40Uv-O6GRKEILCE1uMFtDasEwc3dHrS0jjyLsV_e8GDF8T9Evsvga1-w_Tu7Gkr-V6HrHT8xXVFzR/s320/image001.png" width="320" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Arso
(atau Arso Kota) adalah sebuah distrik sekaligus menjadi ibu kota kabupaten
Keerom, provinsi Papua. Kantor pemerintahan Kabupaten Keerom berada di Kampung
Arso Kota. Distrik ini berada di perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Penduduk
distrik ini berjumlah 16.030 (2021), dengan luas wilayah 1.431,82 km², dengan
kepadatan penduduk 11 jiwa/km². Di distrik ini terdapat bermacam-macam kantor
pemerintahan, dan juga berbagai fasilitas umum lainnnya, seperti kantor Bupati,
kantor Kecamatan, Rumah Sakit, dan lainnya. Sementara itu, keberagaman agama
dan budaya menjadi bagian dari masyarakat Arso. Berdasarkan data Kementerian
Dalam Negeri tahun 2021, penduduk menurut agama yang dianut yakni Kekristenan
sebanyak 58,41%, dimana Protestan 32,95% dan Katolik 25,30% serta agama Islam
berjumlah 41,59%, Hindu 0,12% dan Buddha 0,04%. </i><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">(Wikipedia).</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa di kabupaten
Keerom, bahasa Daikat di distrik Arso? Seperti disebut di atas bahasa Daikat
dituturkan di kabupaten Keerom. Keragaman populasi di Keerom. Lalu bagaimana sejarah
bahasa-bahasa di kabupaten Keerom, bahasa Daikat di distrik Arso? Seperti kata
ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"><o:p><span></span></o:p></span></p><a name='more'></a><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-j8p_T8_0mKleyr0iwyqlL9u-0OOxGV3aD_ZqJsN18efqxD6zdQmnFdtQBpC3uSdA5sHNcBLyIQPy15TWHcvQcj8ya4ysXY_zYLVZN-KjXQB-XG6giu7W1Fu7_meB6ag_L0y1Hy-tpdq6FM7dknQLJjyJXSSkvgFnJ5GREcVFvMJBiaf_uVdSYMik1K5R/s802/image001.png" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-j8p_T8_0mKleyr0iwyqlL9u-0OOxGV3aD_ZqJsN18efqxD6zdQmnFdtQBpC3uSdA5sHNcBLyIQPy15TWHcvQcj8ya4ysXY_zYLVZN-KjXQB-XG6giu7W1Fu7_meB6ag_L0y1Hy-tpdq6FM7dknQLJjyJXSSkvgFnJ5GREcVFvMJBiaf_uVdSYMik1K5R/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa-Bahasa di Kabupaten Keerom, Bahasa Daikat di
Distrik Arso; Keragaman Populasi di Keerom</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Keragaman Populasi di Keerom: Bhinneka Tunggal Ika</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><v:shapetype coordsize="21600,21600" filled="f" id="_x0000_t75" o:preferrelative="t" o:spt="75" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" stroked="f">
<v:stroke joinstyle="miter">
<v:formulas>
<v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0">
<v:f eqn="sum @0 1 0">
<v:f eqn="sum 0 0 @1">
<v:f eqn="prod @2 1 2">
<v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth">
<v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight">
<v:f eqn="sum @0 0 1">
<v:f eqn="prod @6 1 2">
<v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth">
<v:f eqn="sum @8 21600 0">
<v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight">
<v:f eqn="sum @10 21600 0">
</v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:formulas>
<v:path gradientshapeok="t" o:connecttype="rect" o:extrusionok="f">
<o:lock aspectratio="t" v:ext="edit">
</o:lock></v:path></v:stroke></v:shapetype><v:shape id="Picture_x0020_1" o:spid="_x0000_s1026" style="height: 264.3pt; left: 0; margin-left: 416.8pt; margin-top: 136.1pt; mso-position-horizontal-relative: margin; mso-position-horizontal: right; mso-position-vertical-relative: text; mso-position-vertical: absolute; mso-wrap-distance-bottom: 0; mso-wrap-distance-left: 9pt; mso-wrap-distance-right: 9pt; mso-wrap-distance-top: 0; mso-wrap-style: square; position: absolute; text-align: left; visibility: visible; width: 468pt; z-index: 251659264;" type="#_x0000_t75">
<v:imagedata o:title="" src="file:///C:/Users/WIN10P~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.png">
<w:wrap anchorx="margin" type="tight">
</w:wrap></v:imagedata></v:shape><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">*<b>Akhir
Matua Harahap</b>, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur.</span><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"> </span><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;">Saya
sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek
sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah
dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span style="mso-bookmark: _Hlk130593275;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt; mso-themecolor: text1;"> </span></span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span style="mso-bookmark: _Hlk130593275;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></span></a><span style="mso-bookmark: _Hlk130593275;"></span><span class="MsoHyperlink"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></span></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-20968367211681145602024-02-19T20:57:00.024+07:002024-03-15T16:12:54.347+07:00Sejarah Bahasa (309): Lambang Geometri Bilangan dan Waktu di Nusantara; Sejarah Aksara Batak Versus Evolusi Aksara Eropa<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sejauh ini tidak ada yang membahas asal usul lambang
bilangan dalam aksara Batak. Tidak ada, sama sekali tidak ada. Yang ada adalah
India, Tiongkok, Arab dan Eropa. Bagaimana dengan lambang bilangan Mesir dan
lambang bilangan Batak. Di nusantara juga ada lambang bilangan lainnya seperti
lambang bilangan Jawa. Sejarah asal usul aksara dan lambang bilangan Batak
tidak </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuVUzD_4XYcwx5wiIkMVLplWeelrVTbyMNwCGt8mOMs5UOYmb9AYyi3suczji_87fgFY120qT9zFTDQgdQW2yivpMbaQCt0HL6xCN-eh7lmTIkDCQOem21d37Asj3aSckY2W6u-CiUvSSC-p7Xp1D2cpprLUeu7iK742uWe6x2dV9-UsqmTRBUPEYs-2u2/s747/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="747" data-original-width="642" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuVUzD_4XYcwx5wiIkMVLplWeelrVTbyMNwCGt8mOMs5UOYmb9AYyi3suczji_87fgFY120qT9zFTDQgdQW2yivpMbaQCt0HL6xCN-eh7lmTIkDCQOem21d37Asj3aSckY2W6u-CiUvSSC-p7Xp1D2cpprLUeu7iK742uWe6x2dV9-UsqmTRBUPEYs-2u2/s320/image001.png" width="275" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Aksara
Latin, dikenal sebagai Aksara Romawi, sistem penulisan alfabet berdasarkan
huruf-huruf alfabet Latin klasik, berasal dari bentuk alfabet Yunani yang
digunakan di kota Cumae, Yunani kuno, di Italia selatan (Magna Graecia).
Alfabet Yunani diubah bangsa Etruria, dan selanjutnya diubah lagi bangsa Romawi.
Ada beberapa alfabet aksara Latin, yang berbeda dalam grafem, susunan, dan
nilai fonetik dari alfabet Latin klasik. Aksara Latin merupakan sistem
penulisan yang paling banyak diadopsi di dunia, sebagai metode penulisan
standar bahasa-bahasa di Eropa Barat dan Tengah, serta banyak bahasa di belahan
dunia lain. Disebut aksara Latin atau Romawi, mengacu pada asal usulnya di Roma
kuno (meskipun beberapa huruf kapital berasal dari bahasa Yunani). Dalam
konteks transliterasi, istilah "romanisasi" sering ditemukan. Sistem
bilangan disebut sistem bilangan romawi, dan kumpulan unsur-unsurnya disebut
dengan bilangan romawi. Angka 1, 2, 3 ... adalah angka aksara Latin/Romawi
untuk sistem angka Hindu–Arab</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagamaimana sejarah lambang geometri, bilangan
dan waktu di Nusantara? Seperti disebut di atas aksara yang banyak digunakan
adalah aksara Latin. Bagaimana dengan bahasanya sendiri dan lambanga bilangan? Sejarah
aksara Batak versus evolusi aksara di Eropa. Lalu bagamaimana sejarah bahasa geometri
dan bahasa waktu di Nusantara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLocoKVqVbhZ4Qqp913E6J977J6HNbZtRQRtgn4ZVuQ43wFHTUveljBvgmVP-79dEFf-Nt01qiiNVhoarBloyuPN-LKvYbPlu9URraV42IbfknM4o-pACCMTvCDwaMxv_ysnwf2QI12bib-3qgyZTwsXg3B2_WCzunIX1xHNQdZ2IeLDdqB-TppfbIQK1N/s602/image002.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="384" data-original-width="602" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLocoKVqVbhZ4Qqp913E6J977J6HNbZtRQRtgn4ZVuQ43wFHTUveljBvgmVP-79dEFf-Nt01qiiNVhoarBloyuPN-LKvYbPlu9URraV42IbfknM4o-pACCMTvCDwaMxv_ysnwf2QI12bib-3qgyZTwsXg3B2_WCzunIX1xHNQdZ2IeLDdqB-TppfbIQK1N/s320/image002.jpg" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lambang Geometri Bilangan dan Waktu di Nusantara;
Sejarah Aksara Batak Versus Evolusi Aksara di Eropa</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di wilayah India begitu banyak macam aksara bahkan
ada sekitar 50 jenis aksara. Sementara di nusantara jumlah aksara dapat diringkas
menjadi aksara mirip aksara Jawa (Jawa) dan aksara mirip aksara Batak (Sumatra).
Aksara Jawa ada kemiripan dengan aksara-aksara di India, tetapi aksara Batak berbeda.
Aksara Batak lebih mirip aksara Fenisia (Syria). Bagaimana bisa? Penjelasannya dapat
dibaca dalam: A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder in Journal of
the American Oriental Society, Vol. 47, 1927.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU4xZR8Ep2Vwm78bq5TqzDHubdBzyA4A-dfHBJRFyPwXmuTYi0tPjiCcCgrpPml__CAR2Bw-YBiHK9zZuu9-cHzNh4Krye8trVH3x3WnKgrXvDpnnyfPEie362Nu55t_MSZ5xYLznQYy0JrEx_8FX0cq8iMGizTdWYWt5EOfpFa1MPj1ODI9SCa1cvD31C/s689/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="430" data-original-width="689" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU4xZR8Ep2Vwm78bq5TqzDHubdBzyA4A-dfHBJRFyPwXmuTYi0tPjiCcCgrpPml__CAR2Bw-YBiHK9zZuu9-cHzNh4Krye8trVH3x3WnKgrXvDpnnyfPEie362Nu55t_MSZ5xYLznQYy0JrEx_8FX0cq8iMGizTdWYWt5EOfpFa1MPj1ODI9SCa1cvD31C/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Abjad Fenisia berasal dari kira-kira tahun 1000 SM dan merupakan turunan
langsung Abjad Proto-Sinai dengan origin Mesir Kuno. Huruf Fenisia digunakan
oleh orang Fenisia untuk menulis bahasa Fenisia, sebuah bahasa Semit Utara.
Abjad-abjad modern yang merupakan turunan huruf Fenisia adalah alfabet Yunani,
abjad Latin, abjad Arab, dan abjad Ibrani. Huruf Fenisia termasuk sebuah abjad.
Huruf Fenisia adalah sebuah abjad "gundul". Dalam huruf Fenisia,
vokal tidak dituliskan (Wikipedia). Sementara aksara Batak vocal (a) dituliskan.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Schröder menunjukkan asakara Batak lebih mirip
aksara Fenisia daripada aksara-akasara di India. Lantas bagaimana itu terjadi?
Selama ini yang dinarasikan bahwa peradabaan nusantara (termasuk Jawa dan
Batak) merujuk pada peradabaan India. Seperti ditunjukkan Schröder justri
sebaliknya bahwa aksara Batak berbeda dengan aksara India tetapi lebih mendekati
aksara Fenisia.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwinE2I3pe2PGstJPNRXDxzlLoaQAYqp3Fe742tM_18iQQicbHE3vz30zSTXyTc7NYOLMWjl8xhJ2ZiA2cgZ4kKezYBepT7XAE2gMAmw8qmHaH83aAe-QQz2bajcG2wecNOSJHEzfO2TFowGGLrc-kB8rODlMi2-N8BhygamVJqnqvZCZ9ya8lJarp13qu/s439/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="219" data-original-width="439" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwinE2I3pe2PGstJPNRXDxzlLoaQAYqp3Fe742tM_18iQQicbHE3vz30zSTXyTc7NYOLMWjl8xhJ2ZiA2cgZ4kKezYBepT7XAE2gMAmw8qmHaH83aAe-QQz2bajcG2wecNOSJHEzfO2TFowGGLrc-kB8rODlMi2-N8BhygamVJqnqvZCZ9ya8lJarp13qu/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Aksara Fenisia sudah lama mati, tetapi tidak demikian dengan aksara Batak.
Hingga ini hari aksara Batak masih eksis. Ada perbedaan waktu yang lama antara
era Fenisia di zaman kuno dengan era masa kini (aksara Batak). Aksara Batak
kini seakan warisan aksara tua dunia yang masih lestari dalam askara Barak.
Suksesi aksara Fenesia di wilayah Laut Mediterai yang eksis masa kini adalah aksara
Latin dan aksara Arab.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">Bagaimana dengan lambang bilangan? Lambang bilangan aksara Batak tidak mirip
dengan lambang bilangan dalam aksara Jawa maupun aksara-aksara di India.
Lambang bilangan dalam aksara Batak lebih mirip dengan lambang-lambang bilangan
di Laut Mediternia. Apa yang sama antara aksara Batak dan aksara Jawa? Sebutan
bilangan bahasa Jawa ada yang mirip sebutan bilangan Batak: 1=sada (sidji):
2=dua (loro), 3=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">tolu (telu)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 4=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">opat
(papat)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 5=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">lima (lima)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 6=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">onom
(enem)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 7=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">pitu (pitu)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 8=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">walu
(wolu)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 9=sia (sanga)=10=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">sapulu (sepuluh)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">; 11=sapulu sada (sebelas),
12=sapulu dua (dua belas), 100=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">saratus (seratus)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">, 1000=</span><b style="text-align: left;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">saribu
(seribu)</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: left;">. Sebutan bilangan Batak konsisten bersifat biner.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmYhvkw-Jj7X9hlHeFzKQAubVWU7gN8QkZQOm3ZqlBLepK3Xmu3moJjzAA79RfhoDkVOrwRjvoolAUvbsaTxoFRDeZVFyEjJJIWMTqiyV8N4QjnZIQFz1B9p1jgzZ29IdXDIR0xK2ptJhLdh1bFplxscDlusZE_pkCnLYmprORB_ggktXKsH1LuH5-rkLg/s493/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="225" data-original-width="493" height="146" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmYhvkw-Jj7X9hlHeFzKQAubVWU7gN8QkZQOm3ZqlBLepK3Xmu3moJjzAA79RfhoDkVOrwRjvoolAUvbsaTxoFRDeZVFyEjJJIWMTqiyV8N4QjnZIQFz1B9p1jgzZ29IdXDIR0xK2ptJhLdh1bFplxscDlusZE_pkCnLYmprORB_ggktXKsH1LuH5-rkLg/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Seperti disebut di atas aksara bermula di Mesir lalu kemudian mengalami
transformasi di Fenisia. Bagaimana dengan lambang bilangan? Tidak ada yang melaporkan
keberadaan lambang bilangan Fenisia. Lambang bilangan tua yang ada antara lain
lambang bilangan Sumeria, lambang bilangan Maya. Lambang bilangan dari peradaban
kuno ini berbeda dengan lambang bilangan Mesir Kuno. Sedangkan lambang bilangan
Romawi, Arab dan Latin adalah lambang bilangan pada era-era terakhir masa
kini. Bagaimana dengan lambang bilangan Batak? Seperti disebut di atas lambang
bilangan Batak berbeda dengan lambang bilangan Jawa.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebelum membicarakan lambang bilangan Romawi (sebelum
terbentuknya lambang bilangan Latin), lambang bilangan awal antara lain Sumeria
(Babilonia/Irak) dan Maya (Amerika). Keduanya secara umum memiliki pola yang mirip
yakni semacam urutan/penjumlahan. Lambang bilangan Maya merujuk pada titik dan
garis, sedangkan lambang bilangan Sumeria pada paku. Untuk Maya pada bilangan
lima membuat lambang baru (garis). Sedangkan lambang bilangan Sumeria baru membuat
lambang baru pada bilangan 10. Bagaimana lambang bilangan Batak? </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Lambang bilangan Batak mirip lambang bilangan Sumeria dan Maya, tetapi
hanya sampai bilangan ketiga namun pada bilangan lima kembali ke pola
sebelumnya (garis).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgONFhxXI62opEFwY-gjxxFDwMlZX911bK1eRiHOp74arnUxr5imMl96oCiZ-NbwlNPHgSETbrt0ejzqY7Nkk3_l7ilrRHe6_jtwMVl3b4L3ugDo_diLjfKILYQXv-FzUE5iRT4kWCj1mHEcwZmkem2aRgY4GzVg3vTUP1QSHAipzvY8qgyxZ_BQRwRWvud/s658/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="519" data-original-width="658" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgONFhxXI62opEFwY-gjxxFDwMlZX911bK1eRiHOp74arnUxr5imMl96oCiZ-NbwlNPHgSETbrt0ejzqY7Nkk3_l7ilrRHe6_jtwMVl3b4L3ugDo_diLjfKILYQXv-FzUE5iRT4kWCj1mHEcwZmkem2aRgY4GzVg3vTUP1QSHAipzvY8qgyxZ_BQRwRWvud/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Mengapa lambang bilangan Batak untuk 4 dibuat lambang baru (bidang)
segitiga? Lambang bidang segitiga ini haruslah dibaca sebagai ruang segitiga
(limas) yang memiliki empat bidang. Jadi secara umum sebenarnya masih memimiliki
pola umum urutan/penjumlahan seperti Sumeria dan Maya. Bagaimana dengan lambang
bilangan 6 berupa segi empat/kubus? Seperti halnya segitiga, lambang bidang kubus
dibaca sebagai ruang kubus (kotak) yang jumlah bidangnya sebanyak enam bidang.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Untuk </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">angka 7 adalah lambang baru tetapi dipinjam
dari lambang bilangan lima. Sementara lambang bilangan delapan dipinjam dari
lambang 4 (segitiga) tetapi dengan menggandakannya dua buah (2 kali empat).
Sedangkan lambang bilangan sembilan dipinjang dari angka 7 tetapi dengan
menambah guratam kecil. Dengan demikian lambang bilangan Batak lebih beragam
symbol/lambang yang digunakan tetapi berurutan mulai dari 1 sampai 9.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lambang bilangan sembilan Batak juga mirip dengan aksara Fenesia yakni B (Bet).
Sebagaimana disebut di atas, Schroder (1927) menyatakan aksara Batak mirip
aksara Fenesia. Aksara Fenesia menjadi akar dari aksara Yunani dan kemudian Romawi
(Latin). Lambang angka 7 Batak juga mirip dengan aksara C Fenesia. Lantas
apakah dalam hal ini aksara Batak yang mirip aksara Fenesia, juga mengembangkan
lambang bilangan sendiri dari aksara Fenesia? Proses serupa ini kelak diketahui
apa yang terjadi dalam lambang bilangan Romawi mengambil dari aksara sendiri (I
V X L D C M). Hanya aksara Fenesia yang diketahui, sementara lambang bilangan
Fenesia tidak pernah terinformasikan/ Lantas apakah lambang bilangan Fenesia
mirip dengan lambang bilangan Batak?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana dengan lambang bilangan 10? Seperti
halnya Sumeria dan Maya, dalam sebutan bilangan Batak juga tidak memiliki angka
nol (kosong). Angka sepuluh Batak adalah lambang bilangan tunggal yang disebut
pulu (10). Oleh karena bilangan sepuluh dilambangkan dengan satu garis dan
diamond (- 0) maka penyebutannnya dalam aksara Batak sada-pulu (satu puluh) atau
disingkat sapulu (sepuluh).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Angka 10 Batak adalah lambang bilangan tunggal yang dapat dibandingkan
dengan lambang bilangan 10 Sumeria (topi/kepala dari paku) dan lambang bilangan
10 Maya (dua garis, penggandaan lambang bilangan lima). Jadi, ketiganya
memiliki pola yang sama, pola lambang yang mirip dan pola sebutan bilangan yang
mirip.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Untuk lambang bilangan
‘belasan’ dan sebutan ketiganya (Batak, Sumeria dan Maya) memilili pola yang
sama yang bersifat biner. Sebutan bilangan Batak untuk 11=sapulu sada;
12=sapulu dua. Sifat biner ini berlaku untuk sebutan bilangan selanjutnya untuk
20an, 30an dast. Dalam hal ini secara umum dapat dikatan lambang dan sebutan
bilangan Batak, Maya dan Simeria sejaman.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh59tRRIRo_6pHa7QnU80729FbHAS0q_CZM2jec5BrhDNzPuDOLAI3IC5zZMkDfbbSlFyY8XD6b9gmemuH1_OG-CHI49vKvc9XqCP5XaW1wfkV_HagyNeHJnS2PiQ4D15ZflURlIlO1RRl68vXxa-2Peo6GfYto8JbUEMMDjD9eDTIMngDBw_FF8JJnteI4/s506/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="413" data-original-width="506" height="261" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh59tRRIRo_6pHa7QnU80729FbHAS0q_CZM2jec5BrhDNzPuDOLAI3IC5zZMkDfbbSlFyY8XD6b9gmemuH1_OG-CHI49vKvc9XqCP5XaW1wfkV_HagyNeHJnS2PiQ4D15ZflURlIlO1RRl68vXxa-2Peo6GfYto8JbUEMMDjD9eDTIMngDBw_FF8JJnteI4/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Seperti kita lihat nanti berbeda dengan sebutan bilangan belasan dalam
bahasa Jawa, bahasa Inggris (Eropa). Dalam bahasa Jawa 11=sebelas, 12=rolas;
dalam bahasa Inggris 11=eleven, 12=twelve. Masih dalam sebutan bilangan Jawa
juga bersifat unik misalnya untuk sebutan bilangan 21=selikur, 22=rolikur, dst
tetapi untuk 25=selawe, 50=skeet, 60=sewidak dan kemudian 100=satus dan 1000=sewu.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bagaimana dengan lambang bilangan Romawi? Sebelum
terbentuknya lambang bilangan Latin (1,2,3,4 dst), lambang bilangan yang digunakan
di Eropa adalah lambang bilangan Yunani/Romawi. Idem dito dengan lambang
bilangan Arab.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTkez_TYzSy0jXViQLSYZ1YqBtZqizY0nvtrIi6HQcw3MzJlH9KllNuPcMg_wGKjzUX113cNkioM9fG45XPY5gpX0XsIdsgD1NLkIPlc9hmW39OohVmaTUpktO3UCB6Mk0Zws8nrw9itZyE24qPef_kVmiL3TD9ScBELNxI-ERru0FyCBbRq_7HlnCmE8X/s551/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="351" data-original-width="551" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTkez_TYzSy0jXViQLSYZ1YqBtZqizY0nvtrIi6HQcw3MzJlH9KllNuPcMg_wGKjzUX113cNkioM9fG45XPY5gpX0XsIdsgD1NLkIPlc9hmW39OohVmaTUpktO3UCB6Mk0Zws8nrw9itZyE24qPef_kVmiL3TD9ScBELNxI-ERru0FyCBbRq_7HlnCmE8X/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Dalam silsilah aksara yang dinarasikan pada masa ini setelah Mesir Kuno
lalu muncul Semit Kuno yang melahirkan dua turunan aksara yang berbeda: Aramea
dan Fenisia. Salah satu cabang Arame aini adalah aksara Brahmi yang ke bawahnya
termasuk aksara Batak (anak dari Pallawa/Kawi). Seperti disebut di atas, ada
jemiripan aksara Batak dengan asakara Fenesia. Artinya dalam silsilah aksara
tersebut aksara Batak masuk dalam silsilah Fenesia (bukan Bradmi). Fakta bahwa
aksara Batak dan aksara Jawa yang sekarang jelas berbeda. Bukankah aksara Batak
setua aksara Fenesia dan lambang bilangan Batak setua lambang bilangan Sumeria/Maya?</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lambang bilangan Romawi diduga seusia dengan aksara Romawi
sendiri. Lambang bilangan Romawi lebih sederhana, yakni hanya meminjam dari
aksara Romawi sendiri: I, V, X. L, C, D dan M. Untuk lambang bilangan Romawi satu,
dua dan tiga mirip dengan pola lambang Sumeria, Batak dan Maya yakni dengan
aturan berurutan/penjumlahan (I, II dan III). Untuk angka 4 dilambangkan dengan
IV dan baru kemudian V (lima), Ini bertentantangan dengan pola pembentukan
lambang bilangan Batak, Sumeria dan Maya yang bersifat maju (forward). Lambang
bilangan Romawi 4 (IV) bersifat mundur, artinya ditetapkan dulu lambang
bilangan lima baru dibentuk lammbang bilangan empat. Demikian seterusnya seperti
9=IX; 40=XL dst.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimtIB6JxUh7Xz0C1q-jsqtbnjTJYlNrlkMxgnPig1JYZ2Q38qCDoQpBkP5rl5wBTwMgVRkVee1fX-jFp6beyZ2FVdfgNrdhtXHWqvqx0kAaNDuPbc398QMY_1pQoArf7dBPu0jQqnsYfvDE9c8Hgf2co-0FSb-gdkbj1-zhSbH6nJfJaA-IqxDVw-7pazG/s605/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="367" data-original-width="605" height="194" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimtIB6JxUh7Xz0C1q-jsqtbnjTJYlNrlkMxgnPig1JYZ2Q38qCDoQpBkP5rl5wBTwMgVRkVee1fX-jFp6beyZ2FVdfgNrdhtXHWqvqx0kAaNDuPbc398QMY_1pQoArf7dBPu0jQqnsYfvDE9c8Hgf2co-0FSb-gdkbj1-zhSbH6nJfJaA-IqxDVw-7pazG/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Seperti disebut di atas, pendahulu aksara dan lambang bilangan Romawi/Latin
adalah aksara dan lambang bilangan Yunani. Aksara Yunani merujuk ke aksara Fenesia.
Dalam hal ini harus diingat kembali seperti disebut di atas aksara Fenisia mirip
aksara Batak. Perhatikan aksara Yunani A kapital mirip aksara A Fenisia dan
aksara A kecil mirip aksara Batak. Untuk aksara B Yunani kapital dan kecil mirip
aksara Fenesia dan aksara Batak. Demikian seterusnya. Lantas bagaimana lambang
bilangan Yunani? Lambang bilangan Yunani dipinjam dari aksara Yunani huruf kecil.
Hal serupa inilah kemudian yang berlaku dalam lambang bilangan Romawi yang meminjam
dari aksara Roamwi. </blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti disebut di atas, tidak ditemukan lambang
bilangan Fenesia, namun lambang bilangan Batak hingga kini masih eksis. Aksara
Batak berbeda dengan lambang bilangan Batak (tidak saling terkait, tidak saling
meminjam. Bandingkan dengan lambang bilangan Yunani dan lambang bilangan Romawi
yang meminjam dari aksaranya. Seperti disebut di atas, hal yang unik dalam
lambang bilangan Batak adalah berurutan/penjumlahan, konsisten bersfat biner
dan juga lambangnya bersifat geometrik.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEN3_s146JpKHOtKYonsUhMri_uTmii-ukdX8t0wFlzBH8VAMtOjrr2cVLtYNuqxsNc2ndYzwVWYkYsStHKJEh52RH0Fbf8DG6LUf89PLE3zGVR1ikzg7W5VQyODriJd8Qm236q3fDYdqGpj0TpqRKElroF_LVy5VXy8C2zG753Ugc5lue8Zu-WVmmnpVM/s819/image001.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="462" data-original-width="819" height="181" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEN3_s146JpKHOtKYonsUhMri_uTmii-ukdX8t0wFlzBH8VAMtOjrr2cVLtYNuqxsNc2ndYzwVWYkYsStHKJEh52RH0Fbf8DG6LUf89PLE3zGVR1ikzg7W5VQyODriJd8Qm236q3fDYdqGpj0TpqRKElroF_LVy5VXy8C2zG753Ugc5lue8Zu-WVmmnpVM/s320/image001.jpg" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Lambang bilangan Batak yang mirip dengan lambang bilangan Arab adalah
angka/nomor 1, 9 dan 10. Seperti disebut di atas dalam aksara Batak tidak
mengenal lambang bilangan nol (kosong). Yang ada adalah lambang bilangan pulu
(10). Lantas apakah lambang bilangan Arab 10 sama dengan lambang bilangan Batak
10? Perhatikan bentuk lambang bilang pulu Batak (diamond) yang mirip dengan
lambang bilangan 10 dalam aksara Arab. Lantas sejak kapan muncul lambang
bilangan nol (0)? Lambang bilangan nol baru ditemukan dalam lambangan bilangan
Latin. Dalam hal ini lambang bilangan Latin diturunkan dari lambang bilangan
Arab.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lambang aksara Batak berbeda dengan lambang aksara Arab.
Lambang aksara/lambangan bilangan Batak juga berbeda dengan lambang aksara dan
lambang bilangan di berbagai aksara yang ditemukan di India. Dalam silsilah
aksara yang dinarasikan pada masa ini terdapat dua cabang aksara yakni Aramea
dan Fenesia. Jalur turunan aksara Aramea adalah Arab dan Brahmi dan yang
selanjutnya cabang Brahmi ke India dan lalu ke Jawa. Lantas mengapa dalam
narasi masa kini aksara Batak disebut satu rumpun dengan aksara Jawa? </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Fakta bahwa aksara dan
lambang bilangan Batak justru lebih mirip dengan aksara dan lambang bilangan
zaman kuno di Laut Mediterania seperti Fenisia, Sumeria Mesir dan Maya di
Amerika.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Sejarah
Aksara Batak Versus Evolusi Aksara dan Lambang Bilangan di Eropa: Lambang dan
Makna Bilangan di Nusantara</span></b><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti di
Eropa, soal lambang dan sebutan bilangan di nusantara juga memiliki pemaknaan
dan memiliki makna yang penting. Disebutkan di (pulau) Jawa angka 3 adalah angka
kramat karena lambang kesempurnaan yang dikaitkan dengan bumi (tanah), air
(laut), dan api (matahari).</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Angka 4
melambangkan ketetapan dan keteguhan yang dikaitkan empat penjuru mata angin
yaitu utara (lor), selatan (kidul), timur (wetan), dan barat (kulon). Demikian
seterusnya. Di daerah Toba sekitar danau purba angka 7 adalah angka penting. Lantas
apakah angka 9 menjadi sangat penting dalam peradaban di Angkola Mandailing?</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtvNZ58i360V8Umol50LIMV8-0q0Lf89BT3ML10WW3J7NNcJlvZ6I4QRIpW4EvEoRYjbSZUaOU84xAmTyVImppRgHXcW-1cHvF7XzCZSpcK6WaANz4mm6Zbmp7u9mqXHnFTUSf9AJL4XH_l3UwNNkrZl4mVbaUOCiiE_V7zJ2myuDD4FioCJAXnVCsQ0MY/s633/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="374" data-original-width="633" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtvNZ58i360V8Umol50LIMV8-0q0Lf89BT3ML10WW3J7NNcJlvZ6I4QRIpW4EvEoRYjbSZUaOU84xAmTyVImppRgHXcW-1cHvF7XzCZSpcK6WaANz4mm6Zbmp7u9mqXHnFTUSf9AJL4XH_l3UwNNkrZl4mVbaUOCiiE_V7zJ2myuDD4FioCJAXnVCsQ0MY/s320/image001.png" width="320" /></a></span></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Yang jelas jumlah satuan bilangan
Batak sebanyak 9 (tidak mengenal angka nol). Pulu adalah sebutan bilangan yang
dilambangkan tersendiri bukan nol tetapi diartikan bulat dalam pengambilan keputusan.
Oleh karena itu 10 dibaca sada pulu atau disingkan sapulu. Untukl seterusnya
hanya dianggap sebagai pengulangan. Sembilan angka satua ini tidak hanya
sebutannya yang berbeda, juga lambang yang diberikan berbeda-beda secara berurutan.
Lambang bilangan Batak tidak mengikuti huruf seperti Romawi, tetapi dengan
lambang geometris (titik, garis, bidang dan ruang): 1=satu garis; 4=satu bidang
terkecil (segitigas) dan satu ruang terkecil (limas) yang memiliki empat
bidang; 6=satu bidang kedua terkecil (empat persegi dan satu ruang kesdua terkecil
yang memiliki enam bidang. 8=dua bidang terkecil (dua kali empat); pulu=kebalikan
lambang bilangan bilangan 8 sebagai diamond yang merupakan dua segitiga (bidang/ruang
terkecil). Sementara itu dalam system social orang Batak yang menjadi angka dasar
(internal) adalah bilangan tiga (dalihan na tolu). Secara eksternal membentuk angka
9 yakni tiga kali tiga). Salah satu alat musik di Angkola Mandailing yang
bersifat sakral adalah gondang sambilan, sementara itu dalam bentuk permainan
orang Batak yang disebut kusir merupakan gabungan dua segitiga dan satu kubus.
Kata pulu dalam bahasa Batak adalah kata sacral karena bulat, satu kata, satahi
dalam dalihan na tolu. Lambang bilangan pulu ini digambatkan gabungan dua segitiga
(bidang terkecil) yang kampak (berbeda dengan lambang bilangan delapan). </span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam system
perlambangan biilangan Batak yang merujuk pada bentuk geometric (titik, garis,
bidang dan ruang). Hanya ada dua yang bersifat bidang yakni segitiga dan segiempat.
Angka delapan (wolu) dan angka pulu adalah gabungan dua segitiga. Nah, dua
segitiga inilah yang menjadi dasar perhitungan waktu bagi orang Batak: mulai
dari satuan waktu terkecil detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun,</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdKB5-wLgVnYIdg1USCWQC3mqoN9zexByWbKVWyS06kjjZ8KFncy4kEDheDzNaJWDJWF27boYhin0VMr8HH5v4fzManbpPBCYBN-DSX1QR5RJUZf0eFgZT9SKS96l97bi2p_4la7oytsvEuZ9uO_1genZrKRbfBCp-CSrhtHdQt685zDhBJBFLylaR-AC-/s569/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="510" data-original-width="569" height="287" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdKB5-wLgVnYIdg1USCWQC3mqoN9zexByWbKVWyS06kjjZ8KFncy4kEDheDzNaJWDJWF27boYhin0VMr8HH5v4fzManbpPBCYBN-DSX1QR5RJUZf0eFgZT9SKS96l97bi2p_4la7oytsvEuZ9uO_1genZrKRbfBCp-CSrhtHdQt685zDhBJBFLylaR-AC-/s320/image001.png" width="320" /></a></span></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Dua segitiga (delapan dan
pulu) besarnya sudut yang ada adalah 360 derajat (baca:3+6+0=9. Satu segitiga
(angka empat) memiliki sudut keseluruhan 180 derajat (baca: 1+8+0=9) yang merupakan
3 kali 60 derajat (baca: 3+6+0=9). Oleh karena orang Batak tidak mengenal angka
nol maka dasar yang digunakan (proksi) untuk menghitung besarnya sudut lingkaran
(bidang paling sempurna, paling kompak dan pulu) adalah bentuk geometric angka delapan
dan angka pulu yakni sebesar 360 derajat. Oleh katena itu besarnya sudut lingkaran
adalah 360 derajat. Angka unik sembilan lainnya adalah dari penjumlah bilangan
1sampai 8 yakni 1+2+3+4+5+6+7+8=36 (baca: 3+6=9).</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Begitu
pentingnya bilangan bagi orang Batak, demikian juga denngan pentingnya waktu
dalam peradaban sejak awal. Seperti disebut di atas nama-nama bilangan Batak,
demikin juga di dalam peradaban awal orang Batak sudah memiliki penamaan waktu.
Seperti bilangan nol tidak dikenal orang Batak, satu waktu detik dan menit juga
tidak ada dalam perhitungan waktu dalam peradaban awal orang Batak. Yang ada
adalah perhitungan hari (perputaran matahari) yang mana satu hari adalah 24 jam
(satu hari sebagai satu putran waktu). Orang Batak memiliki sebutan (bilangan)
setiap jamnya yang jumlahnya sebanyak 24 nama berbeda (tidak ada di tempat
manapun di muka bumi ini yang melakukan serupa itu). Lalu tujuh hari disebut
satu minggu yang mana setiap nama hari sebanyak tujuh nama berbeda (bandingkan
dengan di Jawa dengan lima sebutan). Nama hari menjadi dasar dalam menentukan nama
pekan (satu pekan=satu minggu). Kemudian empat minggu (empat putran minggu)
disebut satu bulan dan 12 bulan disebut satu tahun. Tidak ada sebutan nama
pekan/minggu (hanya didasarkan pada nama tempat; tempat dimana diadakan pasar secara
berulang pada hari apa). Nama bulan memiliki nama yang berbeda diantara 12
bulan. <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Orang Batak memiliki 24 nama
berbeda untuk satu hari (24 jam). Bandingkan dengan di Eropa hanya mengenal
nama dawn (pukul 6 pagi); morning (pukul 8); 12=noon (pukul 12); afternoon (pukul
15 mereka menyebut pukul 3 pm); dusk (pukul 5); evening (puku; 6); dan night
(pukul 9 pm). Meski demikian, dalam perkembangan peradaban Eropa mulai dipekemallam
satu waktu menit dan detik, yang mana satu jam adalah 60 menit dan satu menit
adalah 60 detik. Lalu satu jam adalah 360 detik (60 menit kali 60 detik). Angka
360 detik (satuan waktu) di Eropa dikenal sebagai satuan derajat yang mana
dalam system geometric (tempat) orang Batak besarnya sudut dua segitiga pada
angka 8 dan 10 adalah 360 derajat. Lantas pertanyaannya dimana pertama kali
dikenal angka 360? Di Eropa atau di nusantara (Batak)? Di Eropa disebut 360
detik di nusantara disebut 360 derajat. Dalam navigasi pelayaran kuno, orang
Batak sudah mengenal satuan waktu (jam) dan juga satuan besarnya sudut (elevasi)
yang sangat diperlukan untuk menentukan letak asal dan letak tujuan. Dalam
konteks ini dalam navigasi pelayaran orang Batak tidak memerlukan satuan waktu
menit dan detik tetapi lebih membutuhkan satuan besarnya sudut.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span color="windowtext" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam navigasi pelayaran orang Batak menyebut pulo. Apakah kata pulo ini
merujuk pada nama bilangan pulu, suatu nama bilangan bukan nol tetapi bilangan
sepuluh yang bulat. Dalam navigasi semua pulau yang dapat digambarkan sebagai
suatu yang bentuk yangan utuh, suatu daratan di depan mata yang utuh sepertti
angka pulu. Sebutan pulu dan pulo inilah yang diduga menjadi asal usul sebutan
pulau dalam bahasa Melayu. Seperti disebut dalam artikel sebelumnya, diduga
kuat bahasa Melayu terbentuk (asal-usulnya) dari bahasa Batak.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span class="MsoHyperlink"><span color="windowtext" lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span class="MsoHyperlink"><span color="windowtext" lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Dalam bahasa Batak
angka 4 disebut opat, angkan 6 disebut onom dan angka 8 disebut walu dan angka
9 disebut sia dan 10 disebut pulu. Semua bilangan tersebut dilambangkan dengan
bentuk geometric (bidang) kecuali angka 9 (yang merupakan bentuk garis).
Sebutan opat ini menjadi papat dalam bahasa Jawa dan empat dalam bahasa Melayu;
onom (enem, enam), walu (wolu, delapan), sia (sanga, sembilan). Mengapa angka 8
dalam bahasa Melayu tidak merujuk pada sebutan walu tetapi menyebutnya delapan.
Apakah dalam bahasa Melayu sebutan delapan berasal dari dua lapan (2 lapan)
yang digambarkan angka 8 dalam aksara Batak dengan bentuk dua segitiga?
Bagaimana dengan angka 9 dalam bahasa Melayu disebut sembilan? Apakah merujuk pada
sada ambilan atau sa-ambilan (satu-ambilan) dalam konstruksi bilangan Romawi?
Dalam bahasa Sunda angka 8 disebut dalapan atau dualapan (2-lapan) dan angka 9
disebut salapan (sa-lapan atau 1-lapan). <o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span color="windowtext" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dari semua yang dibicarakan di atas, lantas apakah hanya sekadar
mengada-ada membandingkan peradaban awal nusantara (Batak) dengan peradaban di barat
(Mesir, Mediterania, Eropa, Arab dan India)? Pemahaman terjadap aspek (aksara) linguistic
dan (lambang) bilangan tidak cukup. Banyak aspek lain yang dapat ditambahka
seperti aspek navigasi, aspek permainan, aspek muzik, aspek sisten social,
aspek system pemerintahan dan lain sebagainya termasuk aspek perdagangan komoditi.
Wilayah Batak yang sekarang pada masa lampau terkenal dengan sumber tambang (emas)
dan sumber kehutanan (kapur/kamper, kemenyan, damar dan sebagainya). Kamper
adalah komoditi kuno yang paling terkenal dari tanah Batak, karena satu-satunya
sumber pemasok yang dikenal sejak zaman Mesir Kuno.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-64272553808160742612024-02-19T20:51:00.009+07:002024-02-19T20:54:00.245+07:00Sejarah Bahasa (308): Bahasa Eipumek di Kabupaten Pegunungan Bintang; Bahasa-Bahasa Batas Papua - Negara Papua Nugini<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Eipumek dituturkan oleh mayoritas etnik
Eipumek di kampung Eipumek, distrik Eipumek, kabupaten Pegunungan Bintang,
Papua. Bahasa ini juga dituturkan di kampong Marigia, Inde, Lumdagna dan Baric.
Bahasa tetatangga adalah bahasa Telepe dan bahasa Perub. Bahasa Eipumek
berbedan dengan bahasa Afiaup, bahasa Tangko dan bahasa Jelako.</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcwhQvTwoZdbpj73zm7096K9V8OdCxa5NUI13E-ynTiuvMWWQyEFiFyejN8Dj0MyaapV4kIo0XlO1_fPZN5jNsSvXqQXSdcyli1eaf2_9nvrFJ1WPocC1uBhUkLsNfNbcS0qBI_pwYy_zikaYmT0bKMSO1EbXKWxqRVGaxwroFDJIFt06M0JigR28ALy8b/s633/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="633" data-original-width="508" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcwhQvTwoZdbpj73zm7096K9V8OdCxa5NUI13E-ynTiuvMWWQyEFiFyejN8Dj0MyaapV4kIo0XlO1_fPZN5jNsSvXqQXSdcyli1eaf2_9nvrFJ1WPocC1uBhUkLsNfNbcS0qBI_pwYy_zikaYmT0bKMSO1EbXKWxqRVGaxwroFDJIFt06M0JigR28ALy8b/s320/image001.png" width="257" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Kabupaten
Pegunungan Bintang adalah sebuah kabupaten yang terletak di kawasan Pegunungan
Tengah, provinsi Papua Pegunungan berbatasan langsung negara Papua Nugini. Nama
kabupaten ini diambil dari kata Steren Geberte berarti Gunung Bintang, merujuk pada
kumpulan salju abadi di Puncak Mandala yang jika diamati berbentuk seperti
bintang. Secara adat, berada di wilayah adat La Pago berbatasan kabupaten
Jayapura dan kabupaten Keerom, di sebelah utara, Kabupaten Boven Digoel, di
sebelah selatan, kabupaten Yahukimo di sebelah barat dan Negara Papua Nugini di
sebelah timur. Kondisi geografis khas, sebagian besar wilayahnya pegunungan
terutama di bagian barat, penduduk bermukim di lereng gunung terjal dan
lembah-lembah kecil dalam kelompok-kelompok kecil, terpencar dan terisolir;
dataran rendah hanya terdapat di bagian utara dan selatan sulit dijangkau bila
dibandingkan dengan wilayah lainnya di tanah Papua. Hingga saat ini seluruh
pelayanan di wilayah ini hanya dilakukan dengan transportasi udara. </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">(Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Eipumek di kabupaten
Pegunungan Bintang?</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti disebut di atas
bahasa Eipumek adalah salah satu bahasa di kabupaten Pegunungan Bintang.
Bahasa-bahasa di perbatasan Papua dan negara Papua Nugini. Lalu bagaimana sejarah
bahasa Eipumek di kabupaten Pegunungan Bintang? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiofmSL4Ll1N8drsvw3mdQ-2_CxvIF0HOvzJ5G-oq3bOwmPgN4X64kKv9VlVk4aaUb1ixGgvk5GPpVPCBVJUQx6zH1oY7okTC-v6s3L_R1NPcoiVY5rvsVMtZE58z3C6MDmdCbLwNKXJnZiFiwEaBX1jzFiFZi7Q0mtKeuNaBeUNTBDtlicHkzkx8_c9Yzt/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiofmSL4Ll1N8drsvw3mdQ-2_CxvIF0HOvzJ5G-oq3bOwmPgN4X64kKv9VlVk4aaUb1ixGgvk5GPpVPCBVJUQx6zH1oY7okTC-v6s3L_R1NPcoiVY5rvsVMtZE58z3C6MDmdCbLwNKXJnZiFiwEaBX1jzFiFZi7Q0mtKeuNaBeUNTBDtlicHkzkx8_c9Yzt/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Eipumek di Kabupaten Pegunungan Bintang;
Bahasa-Bahasa di Perbatasan Papua dan Negara Papua Nugini</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa-Bahasa di Perbatasan Papua dan Negara Papua
Nugini: Terisolasi Secara Geografis Terisolasi Secara Linguistik</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-30471849145389400432024-02-18T20:39:00.009+07:002024-02-18T20:41:09.979+07:00Sejarah Bahasa (307): Bahasa, Penyelidikan Sejarah di Pulau Papua;Sejarah di Nusantara Antara Sejarah Mitos dan Bukti Sejarah <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebagaimana dikatakan berulang-ulang, s</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ejarah seharusnya memiliki
permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang
bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Demikian juga dalam
penyelidikan sejarah bahasa. Di nusantara (baca: Indonesia) mulai dari Sumatra
hingga Papua sejarah bahasa penuh dengan mitos. Satu-satunya bukti sejarah yang
ada bahasa itu sendiri yang masih dituturkan.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCu8iG0VtcckZLAuBv58l3kS78L7xojHUIEjRPXW9uvjGKEE-ayMUc1PN_zn6kYanzmUl0A5yigUFY9ZHriSUsm3e2kvmC3PKfb8jAijeH5TVr0xYYAtBIswPoWapWjfMYyEkRnMKXIdOHN-Amim6Fi2Bc8EiNqze2tPJ_v8Yxml8qQi7ziKaCDP0qeysd/s751/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="751" data-original-width="606" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCu8iG0VtcckZLAuBv58l3kS78L7xojHUIEjRPXW9uvjGKEE-ayMUc1PN_zn6kYanzmUl0A5yigUFY9ZHriSUsm3e2kvmC3PKfb8jAijeH5TVr0xYYAtBIswPoWapWjfMYyEkRnMKXIdOHN-Amim6Fi2Bc8EiNqze2tPJ_v8Yxml8qQi7ziKaCDP0qeysd/s320/image001.png" width="258" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sastra
dan Sejarah Abad Pertengahan Dipenuhi dengan Mitos dan Takhayul. Ricky
Jenihansen - Jumat, 13 Oktober 2023. Nationalgeographic.co.id—<i>Abad
Pertengahan sering kali dicitrakan sebagai periode zaman kegelapan di Eropa
yang ditandai dengan kemunduran peradaban. Citra tersebut tentu bukan tanpa
alasan, seperti misalnya sastra dan sejarah Abad Pertengahan yang dipenuhi
dengan mitos, dongeng dan takhayul yang sulit dibedakan. Cerita-cerita yang
ditulis awalnya merupakan cerita rakyat (floklore) abad pertengahan. Itu adalah
cerita-cerita yang disampaikan secara lisan, dan karena sebagian besar
penduduknya buta huruf, buku-buku terus dibacakan dengan suara keras kepada
penonton. Tingkat melek huruf meningkat pada abad ke-15, dan seiring dengan
berkembangnya mesin cetak, semakin banyak buku yang tersedia. Tindakan membaca
sendiri untuk kesenangan pribadi menjadi lebih umum dan ini mengubah cara
penulis menulis. Awalnya, penulis dalam sejarah abad pertengahan adalah juru
tulis anonim yang menuliskan cerita yang mereka dengar. Tulisan mereka sering
kali dianggap sebagai sejarah Abad Pertengahan, meski cerita tersebut bisa jadi
hanya mitos atau dongeng.</i> (https://nationalgeographic.grid.id/)</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa dan penyelidikan
sejarah di pulau Papua? Seperti disebut di atas; ada hubungan bahasa di satu
sisi dan mitos dalam sejarah di sisi lain. Namun sejarah bahasa haruslah mencerminkan
bahasa yang benar-benar terjadi. Sejarah di Nusantara antara sejarah mitos dan bukti
sejarah. Lalu bagaimana sejarah bahasa dan penyelidikan sejarah di pulau Papua?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxxgb_ZTJeIE2kRSzVVbPFIVLqwJ0NpPVVGEaWs85PRXt7HcTW2tAeUZc1L39B2hoXs1xv3i8T7CiIEOWUNi_ZiUVAbhOrPOqnAj2HByGidM72s5Tv8xIgieqMb36Y3TWLFWxy746eFP6PVWjj7lVQr5JC6G068Dlm1auNtbmYQFabFfbxK4KafuZhoZTC/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxxgb_ZTJeIE2kRSzVVbPFIVLqwJ0NpPVVGEaWs85PRXt7HcTW2tAeUZc1L39B2hoXs1xv3i8T7CiIEOWUNi_ZiUVAbhOrPOqnAj2HByGidM72s5Tv8xIgieqMb36Y3TWLFWxy746eFP6PVWjj7lVQr5JC6G068Dlm1auNtbmYQFabFfbxK4KafuZhoZTC/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa dan Penyelidikan Sejarah di Pulau Papua;
Sejarah di Nusantara Antara Sejarah Mitos dan Bukti Sejarah </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sejarah di Nusantara Antara Sejarah Mitos dan Bukti
Sejarah: Mitos Bahasa di Wilayah Papua</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-14511903316463018982024-02-18T20:33:00.010+07:002024-02-18T20:36:20.299+07:00Sejarah Bahasa (306):Bahasa Sentani Danau Sentan -- Bahasa di Jayapura Masa ke Masa; Teluk Humboldt Kota Hollandia TempoDulu <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa Sentani
(Buyaka) adalah sebuah bahasa dari rumpun bahasa Papua yang dituturkan di
sekitar Danau Sentani. Bahasa
Sentani dituturkan oleh masyarakat kampung Nendali, distrik Sentani Timur,
Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Berdasarkan hasil penghitungan
dialektometri, isolek Sentani merupakan sebuah bahasa dengan persentase
perbedaan berkisar 99,25%--100% jika dibandingkan dengan bahasa di sekitarnya,
yaitu Bahasa Tabla dan Bahasa Ormu.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFn-9MTHMwQcBvZbK9AGEUAnguKJWs_1iYUGJEA4xcOLxNXbNLTvIBqiQNI5ztdFyXOFKl-SuGMNAO1i_sfiGpRc6CM45Mj1x2maSVCtqv1EfAHVxt0-R-8CWnjjeyuBlkifJyedfzrqihg6BHFEJvHSspc-oGz5qKad96RwbLASVnZc6Dk_x-qHEp7tQ-/s691/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="691" data-original-width="516" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFn-9MTHMwQcBvZbK9AGEUAnguKJWs_1iYUGJEA4xcOLxNXbNLTvIBqiQNI5ztdFyXOFKl-SuGMNAO1i_sfiGpRc6CM45Mj1x2maSVCtqv1EfAHVxt0-R-8CWnjjeyuBlkifJyedfzrqihg6BHFEJvHSspc-oGz5qKad96RwbLASVnZc6Dk_x-qHEp7tQ-/s320/image001.png" width="239" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Bahasa
Daerah di Kota Jayapura Dikhawatirkan Punah. Jumat, 5 Oktober 2018. Jayapura (Antara News)
- <i>Sejumlah bahasa di wilayah adat tanah Tabi, Provinsi Papua yakni di Kota
Jayapura dikhawatirkan akan punah jika tidak segera dilestarikan. Demikian disampaikan
oleh Suharyanto, dari Balai Bahasa Papua dan Papua Barat di Kota Jayapura. "Bahasa-bahasa
asli di tanah Tabi diantaranya ada bahasa Sentani, bahasa Nafri, Tobati
Enggros, Kayu Pulo dan bahasa Skouw, secara umum kecuali bahasa Sentani,
kondisi vitalitas bahasa yang ada di tanah Tabi ini cukup memprihatinkan
keberadaannya,". Terancam punahnya ketiga bahasa bisa disebabkan karena
beberapa hal, diantaranya terkait jumlah penutur yang berkurang, lokasi suatu
daerah, kebutuhan serta asimilasi yang terjadi. "Ketika berbicara soal
kebutuhan hidup maka akan menggunakan bahasa pengantar yang dipahami bersama, mau
tidak mau pasti para penuturnya akan menggunakan bahasa Indoensia sebagai
bahasa pengantar, maka secara langsung atau tidak langsung bahasa seperti Kayu
Pulo ini akan terdesak, tergerus oleh pemakaian bahasa Indonesia".</i> (https://www.antaranews.com/)</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Sentani di danau
Sentani dan bahasa di Jayapura masa ke masa? Seperti disebut di atas bahasa di
wilayah Jayapura yang sekarang terdapat sejumlah bahasa antara lain bahasa
Sentani. Teluk Humboldt dan kota Hollandia tempo dulu. Lalu bagaimana sejarah bahasa
Sentani di danau Sentani dan bahasa di Jayapura masa ke masa? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJMZanyEDBj6ouot3mE7WqWY17zYmp4YDqzVz06rpKao2r4RUqO7CgBlIBEhbruC7rFnyM1lY7bkftXJjPF1ThE1zDKqJkvbcNjOcKGiWEgrCUUEbjoM7pXZjPXM37qrTgfbZ2JnWvGy9XIPTbZjSFElx_zApDV-WFzosIZI-cpDrv4HlXuINi3zLz4mQg/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJMZanyEDBj6ouot3mE7WqWY17zYmp4YDqzVz06rpKao2r4RUqO7CgBlIBEhbruC7rFnyM1lY7bkftXJjPF1ThE1zDKqJkvbcNjOcKGiWEgrCUUEbjoM7pXZjPXM37qrTgfbZ2JnWvGy9XIPTbZjSFElx_zApDV-WFzosIZI-cpDrv4HlXuINi3zLz4mQg/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Sentani di Danau Sentani dan Bahasa di Jayapura
Masa ke Masa; Teluk Humboldt Kota Hollandia Tempo Dulu </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Teluk Humboldt Kota Hollandia Tempo Dulu: Jaya Pura
Tempo Doeloe, Bahasa Indonesia Masa Kini</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-43440412323842891072024-02-17T18:51:00.015+07:002024-02-18T01:29:51.704+07:00Sejarah Bahasa (305): Bahasa Sarmi Banyak Suku Banyak Bahasa; SARMI adalah Sobei, Armati, Rumbuai, Manirem dan Isirawa<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Sobei adalah sebuah bahasa dari rumpun bahasa Austronesia yang dipertuturkan di
daerah sekitar Kabupaten Sarmi, Papua. Bonggo, juga dikenal sebagai Armopa,
adalah sebuah bahasa Austronesia yang dituturkan di distrik Bonggo, kabupaten
Sarmi di pesisir utara provinsi Papua, <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi2oGvcvXtFok-4ECJv08t1WbaZOWd_u2ESZGL-nCwR1GbEaRPWtsCzHF9jmYKtREHZeu8-yZZ2FkEg8YfUIKTcPQPT-I_kqqZXrOuz7EBAiDFEunRobxaOLEacX-ATpRhv_W_t5-EiYrPeFBgjU8vkRdvROaCGqJMcQ9h_bpbOXdxcEXdoNTYWFj6arOS/s439/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="439" data-original-width="387" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi2oGvcvXtFok-4ECJv08t1WbaZOWd_u2ESZGL-nCwR1GbEaRPWtsCzHF9jmYKtREHZeu8-yZZ2FkEg8YfUIKTcPQPT-I_kqqZXrOuz7EBAiDFEunRobxaOLEacX-ATpRhv_W_t5-EiYrPeFBgjU8vkRdvROaCGqJMcQ9h_bpbOXdxcEXdoNTYWFj6arOS/s320/image002.png" width="282" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Kabupaten
Sarmi adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Papua. Ibu kota
kabupaten ini terletak di Kota Sarmi. Kabupaten Sarmi terletak di bagian Utara
Pulau Papua. Nama Sarmi adalah singkatan dari nama suku-suku besar yang
terdapat di wilayah ini, yakni Sobei, Armati, Rumbuai, Manirem, dan Isirawa.
Keberadaan mereka telah lama menjadi perhatian antropolog Belanda, Van
Kouwenhoven, yang kemudian memberikan nama Sarmi. Singkatan Sarmi sebenarnya
belum mencerminkan suku-suku di sana mengingat di wilayah ini terdapat banyak
kelompok lain. Dari bahasa yang ada, paling tidak bisa disimpulkan terdapat 87
suku, dan setiap suku mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Kabupaten Sarmi secara
geografis di utara Samudra Pasifik, di
timur kabupaten Jayapura, di selatan provinsi Papua Pegunungan dan di barat kabupaten
Mamberamo Raya. Kabupaten Sarmi terdiri dari wilayah pesisir, dataran rendah,
dataran tinggi hingga pegunungan. Wilayah pesisir dataran rendah di bagian
selatan merupakan dataran aluvial Sungai Mamberamo. </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">(Wikipedia)</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa di Sarmi, banyak
suku banyak bahasa? Seperti disebut di atas di wilayah Sarmi banyak suku banyak
bahasa. Sarmi adalah singkatan dari nama-nama suku besar Sobei, Armati,
Rumbuai, Manirem, dan Isirawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa di Sarmi, banyak suku
banyak bahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.<o:p></o:p></span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLlfwppjuJNaoi6LF3WdET3nAsrgJ3xYYuQgDHeRLfVu_80yT8KnZgEH5cJ60kn7PVGH1HMKS0qaEY5t3qFHbiGfxwJEj_7emySfczcriWR4mPT0it8JZNomfQey67CyTuCZc_pjPFXQzKvdHGtWC6225zh2IQGo3QN1KUuw3NbX6w9p5JxPOeTUtV9B2e/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLlfwppjuJNaoi6LF3WdET3nAsrgJ3xYYuQgDHeRLfVu_80yT8KnZgEH5cJ60kn7PVGH1HMKS0qaEY5t3qFHbiGfxwJEj_7emySfczcriWR4mPT0it8JZNomfQey67CyTuCZc_pjPFXQzKvdHGtWC6225zh2IQGo3QN1KUuw3NbX6w9p5JxPOeTUtV9B2e/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa di Sarmi, Banyak Suku Banyak Bahasa; Sarmi
adalah Sobei, Armati, Rumbuai, Manirem, dan Isirawa</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apakah nama Sarmi merupakan nama singkatan? Seperti
yang dikutip di atas, begitu yang disebut di Wikipedia. Yang jelas nama Sarmi
sudah lama dikenal tetapi bukan nama orang yang umum ditemukan di Jawa. Nama Sarmi
disebut sebagai nama sebuah pulau di Papua di sebelah barat laut dari teluk
Humboldt (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1879).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_MmTAQwmEkpjZx0PECdnbWANus2irf3Jeh2o7SBealypaD5u946jtjmOWtfE1JM6xGkO7pOd-MFsf6w62RHgIlgsfaM6zdeqj3Y0B04f5lGAYHWpOxIR46jZObg4UyM-OaJcCh4-kWVxArcis_5mksduXBal7MkbiAGK-7UwX-21IN-i5z-DhVKU8z2rv/s614/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="403" data-original-width="614" height="210" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_MmTAQwmEkpjZx0PECdnbWANus2irf3Jeh2o7SBealypaD5u946jtjmOWtfE1JM6xGkO7pOd-MFsf6w62RHgIlgsfaM6zdeqj3Y0B04f5lGAYHWpOxIR46jZObg4UyM-OaJcCh4-kWVxArcis_5mksduXBal7MkbiAGK-7UwX-21IN-i5z-DhVKU8z2rv/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">‘Dalam perjalanan ke teluk Humboldts, bagian pesisir diambil sebanyak
mungkin, terutama menggunakan peta Prancis: Carte Particulière de la Nouvelle
Guinée, deuxième feuille Aoüt 1827. Sudut
barat teluk Humboldts, menurut pengamatan, terletak di Z.Br. 2° 39' dan LE 140°
49'; Setelah berbagai pengamatan memetakan pelosok Wari dan Jawar, pulau Sarmi,
puncak tertinggi pegunungan Basbassi dan pegunungan Wakseri atau Sakweri, dan
Sadipi, serta teluk dengan nama tersebut, bagian pantai dipindahkan dari kata
peta Perancis’.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nama Sarmi juga adalah nama kampong (lihat Jaarboek
van de Koninklijke Nederlandsche Zeemagt, 1903). Besar dugaan nama kampong Sarmi
ini yang menjadi nama pulau. Pada masa ini di kabupaten Sarmi terdapat sejumlah
pulau: Armo, Kosng, Liki, Sawar, Masimasi, Wakde Besar, Wakde Kecil, Yamna Besar,
Yamna Kecil, Anus, Kaycebo, Mengge, Podena, Yersun dan Sarmi. Pulau Sarmi tidak
jauh dari kota Sarmi yang sekarang.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcjn61GYO_aE6iODhzTdxd7XtdTw1h7u4HRCK5BzDpjiRU8yn3eV0EI4RKtQMbSSsGMdeisqtdSQZ0unlx_rq8W2OCuqA4CsLngNuMNprHiprNDmbKTHUtzHvlMy_mTsBDbmrTQ3C9_Ij5QAd7nZu_K7vsDZ-nUghxvZMhazMl3rXRAreafJbdB9zCarfk/s893/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="507" data-original-width="893" height="182" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcjn61GYO_aE6iODhzTdxd7XtdTw1h7u4HRCK5BzDpjiRU8yn3eV0EI4RKtQMbSSsGMdeisqtdSQZ0unlx_rq8W2OCuqA4CsLngNuMNprHiprNDmbKTHUtzHvlMy_mTsBDbmrTQ3C9_Ij5QAd7nZu_K7vsDZ-nUghxvZMhazMl3rXRAreafJbdB9zCarfk/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sarmi tidak hanya nama kampong dan nama pulau. Nama Sarmi juga disebut
sebagai nama semenanjung (lihat E Gejellerup). Dalam laporan tersebut juga
menyajikan tentang legenda di semenanjung tersebut. Kampong Sarmi berada dimana,
apakah di pulau Sarmi atau di semenanjung Sarmi? Lantas mengapa Namanya Sarmi?
Apakah awalnya perkampongan orang Jawa?</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada tahun 1912 disebutkan satu Detasemen Marinir tetap
ditugaskan untuk melakukan eksplorasi di kawasan delta Memberano, untuk
ekskursi darat, sementara untuk eksplorasi jalur pantai antara Sarmi dan Cape
d'Urville, dibantu oleh rombongan dari detasemen eksplorasi (lihat C Lulofs, Nota
nopens Noord-Nieuw-Guinea n.a.v. een van 20 April - 12 Mei 1912). Pada tahun
1913 seorang misionaris van Hasselt mengunjungi wilayah Sarmi (lihat Kort
overzicht van de geschiedenis der zending op Nederlandsch Nieuw-Guinea, 1913).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">‘Ke arah timur, sepanjang pantai sampai ke muara sungai Mamberemoe yang
dimasuki agak jauh. Beberapa penduduk asli ditemui disana, tetapi tidak ada
rincian penting yang terjadi. Dari sana menyusuri pantai, yang tidak ada bekas
rumah atau taman, dilanjutkan ke muara sungai Varkami. Disini orang-orang
memberi isyarat. Ketika van Hasselt mendekati mereka, semua kecuali satu warga
mengundurkan diri. Hasselt bertanya kepada mereka apakah mereka ingin
memindahkan muatan yang dia dan teman-temannya bawa dalam pirogue mereka. Hal
ini dilakukan dengan sukarela dan sekarang yang lainnya juga bermunculan.
Perjalanan dilanjutkan menuju Sarmi bersama seorang pedagang dari Manado yang
datang untuk menemui Van Hasselt.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di Sarmi menurut Hasselt
diperlukan seorang guru dan berjanji akan memenuhinya; Hasselt juga membagikan
obat-obatan, setelah itu Hasselt menyeberang bersama para pendayungnya ke kepulauan
Wakde’.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sarmi adalah Sobei, Armati, Rumbuai, Manirem, dan
Isirawa: Geomorfologis Wilayah Kabupatenn Sarmi</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-45807688710868435592024-02-17T18:44:00.007+07:002024-02-17T20:11:02.687+07:00Sejarah Bahasa (304): Bahasa Dani Lembah Baliem Pedalaman Papua; Wamena Daerah Hulu Sungai Memberamo di Jayawijaya <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Dani terdiri beberapa bahasa diantaranya Bahasa Dani Hubula dituturkan oleh
seku Mukoko di kampong Wesapot distrik Wamena Kota kabupaten Jayawijaya provinsi
Papua. Di sebelah utara kampong Waseput dituturkan bahasa Yali Pass dan di sebalah
barat dituturkan bahasa Lani. Bahasa Dani berbeda dengan bahasa Yali Pass,
bahasa Lani, bahasa Dani Atas, bahasa Dani Bawah, bahasa DaniBokondini dan
bahasa Dani Tengah (Dani Baliem),<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX7NpvjoXqwOr8LtXznX2RzOvje-LRxKvlewG4Tcfw9gnfAPS8RWxteF3oXbcwgU_9uJn5fkkRuHU4w-JNv6Y6LfckVrqmZf2kdyKn_yDhJC9egivDev-ozLs48DD4W0ik9K1P5oj68XnrfrZlVV5k-TrO_bo4iilp3A2CGQcbatsQiQcIPBCq2S_atcig/s758/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="758" data-original-width="641" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX7NpvjoXqwOr8LtXznX2RzOvje-LRxKvlewG4Tcfw9gnfAPS8RWxteF3oXbcwgU_9uJn5fkkRuHU4w-JNv6Y6LfckVrqmZf2kdyKn_yDhJC9egivDev-ozLs48DD4W0ik9K1P5oj68XnrfrZlVV5k-TrO_bo4iilp3A2CGQcbatsQiQcIPBCq2S_atcig/s320/image001.png" width="271" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Suku
Dani atau Hubula adalah sekelompok suku yang mendiami wilayah Lembah Baliem di
Pegunungan Tengah, Papua Pegunungan. Pemukiman mereka berada di antara Bukit
Ersberg dan Grasberg di Kabupaten Jayawijaya serta sebagian Kabupaten Puncak
Jaya. Suku-suku di pegunungan pertama kali diketahui bermigrasi ke Lembah
Baliem diperkirakan sekitar ratusan tahun yang lalu. Banyak eksplorasi di
dataran tinggi pedalaman Papua yang dilakukan. Salah satu diantaranya yang
pertama adalah Expedisi Lorentz pada tahun 1909-1910 (Netherlands), yang
berhasil bertemu dengan representatif dari Horip dan Pesegem tetapi mereka
tidak sampai ke Lembah Baliem. Kemudian penyidik asal Amerika Serikat yang
bernama Richard Archold anggota timnya adalah orang dari luar negeri pertama
yang mengadakan kontak dengan penduduk asli yang belum pernah mengadakan kontak
dengan negara lain sebelumnya. Peristiwa ini terjadi secara kebetulan pada 23
Juni 1938 saat sedang melakukan penerbangan di atas Lembah Baliem</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)</span><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Dani di Lembah
Baliem pedalaman Papua? Seperti disebut di atas bahasa Dani terdiri beberapa
bahasa; Wamena daerah hulu sungai Memberamo di kabupaten Jayawijaya. Lalu bagaimana
sejarah bahasa Dani di Lembah Baliem pedalaman Papua? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.<o:p></o:p></span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht0VzPwRNbjXqZFhp-bmnfoEXU5sVi3GNzBM4LxZEjooGR7DJYczYU8cP5N8wkAmaeSRhJ9rd4PidfgjIepWzv_M9ulp_xHtlKU_KKqN9J8ll1upMcd7x7-LmjN1HcUk-0_bICyapyBA6L4wp4h0d5moetEhoe_dBxco1dveD1q1B_a7ww_GlgRj6cjckU/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht0VzPwRNbjXqZFhp-bmnfoEXU5sVi3GNzBM4LxZEjooGR7DJYczYU8cP5N8wkAmaeSRhJ9rd4PidfgjIepWzv_M9ulp_xHtlKU_KKqN9J8ll1upMcd7x7-LmjN1HcUk-0_bICyapyBA6L4wp4h0d5moetEhoe_dBxco1dveD1q1B_a7ww_GlgRj6cjckU/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Dani di Lembah Baliem Pedalaman Papua; Wamena
Daerah Hulu Sungai Memberamo di Kabupaten Jayawijaya </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apakah hubungannya lembah Baliem dengan (hulu)
sungai Membramo yang bermuara ke pantai utara Papua? Sebenarnya secara
geografis tidak ada. Lembah Baliem terisolasi dari daerah aliran sungai Membramo.
Sungai yang berhulu di lereng gunung Puncak Jaya (wilayaj Lani) yang mengalir
melalui Lembah Baliem (disebut sungai Baliem) tidak bermuara ke sungai Membramo,
tetapi bermuara ke pantai barat Papua (di wilayah Asmat). Lantas apakah orang
Dani memiliki hubungan dengan orang Asmat?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Di lembah Baliem dimana sungai Baliem mengalir dari utara ke selatan
melalui kampong Wamena.</span><span lang="EN-US"> </span></i><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Wamena (kini menjadi ibu kota kabupaten) kabupaten
Jayawijaya. Wamena juga merupakan sebuah distrik. Wamena adalah pusat kota di
daerah pedesaan yang menampung dataran tinggi dengan konsentrasi populasi
tertinggi di Lembah Baliem dan daerah sekitarnya. Penduduk Wamena memiliki
sejumlah kelompok etnis, yang paling dominan adalah suku Dani, Lani dan Yali. Wilayah
lembah yang dilintasi sungai Baliem ini awalnya dikenal dengan nama Ahgamua.
Sedangkan nama Wamena berasal dari bahasa Dani yang terdiri dari dua kata
"Wam" yang berarti babi dan "Ena" yang berarti anak
peliharaan. Nama ini berasal dari ketidakpahaman bahasa antara orang Belanda
dan gadis lokal. Karena ketika menanyakan nama tempat ini, gadis tersebut ingin
memberitahu bahwa ada anak babi peliharaannya yang lepas.</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Wamena Daerah Hulu Sungai Memberamo di Kabupaten
Jayawijaya: Ragam Bahasa Suku Dani</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-10369651142212162562024-02-16T17:31:00.026+07:002024-02-17T18:46:05.366+07:00Sejarah Bahasa (303):Aksara Jawi dan Bukti Pertama di Trenggano, Aksara Orang Moor? Pantai Timur Sumatra-Pantai Barat Papua <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Abjad
Jawi alias huruf Jawi, aksara Jawi, abjad Arab-Melayu, abjad Yawi, tulisan
Jawi, atau tulisan Melayu adalah kumpulan huruf berbasis abjad Arab yang
umumnya digunakan untuk menuliskan teks dalam bahasa Melayu (dialek Malaysia,
Brunei, Siak, Pahang, Terengganu, Johor, Deli, Kelantan, Songkhla, Riau,
Pontianak, Palembang, Jambi, Sarawak, Musi dan dialek lainnya) dan
bahasa-bahasa lainnya; seperti bahasa Aceh, Betawi, Banjar, Kerinci,
Minangkabau maupun Tausug.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgV-S0KzerF18qpZ0ea4PvsnRGFJecUVg4XwylssafdvUr8mDz88x00RAE1PMaIjfwTLbPzf1P3uazvpuaFgWfU-FYIJ7nkihGrxJVFRMUkCsajr8nEd7MXaUWSu0TzQZed22aKEPqGNA7hy7ApVnybdeKjPML3fQ2Q456gV4s1hjUqNI0N44RReTgpo_t0/s446/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="446" data-original-width="398" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgV-S0KzerF18qpZ0ea4PvsnRGFJecUVg4XwylssafdvUr8mDz88x00RAE1PMaIjfwTLbPzf1P3uazvpuaFgWfU-FYIJ7nkihGrxJVFRMUkCsajr8nEd7MXaUWSu0TzQZed22aKEPqGNA7hy7ApVnybdeKjPML3fQ2Q456gV4s1hjUqNI0N44RReTgpo_t0/s320/image002.png" width="286" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Istilah
Moor adalah sebuah eksonim pertama kali digunakan oleh orang Kristen Eropa
untuk menunjuk populasi Muslim di Maghreb, al-Andalus (Semenanjung Iberia),
Sisilia dan Malta selama Abad Pertengahan. Bangsa Moor bukanlah bangsa yang
tunggal, berbeda, atau memiliki definisi sendiri. Orang-orang Eropa abad pertengahan
dan periode modern awal menerapkan nama ini secara beragam pada orang Arab,
Berber dan Muslim Eropa. Istilah dalam arti lebih luas untuk merujuk pada umat
Islam pada umumnya, khususnya keturunan Arab atau Berber, di Andalusia atau
Afrika Utara. Pada masa kolonial, Portugis memperkenalkan nama "Ceylon
Moor" dan "Indian Moors" di Asia Selatan dan Sri Lanka, dan umat
Islam Bengali juga disebut Moor. Di Filipina, komunitas Muslim yang sudah lama
berdiri, sebelum kedatangan Spanyol, kini mengidentifikasi diri mereka sebagai
"orang Moro", sebuah nama samaran yang diperkenalkan oleh penjajah
Spanyol karena keyakinan Muslim</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia) <o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah aksara Jawi bukti pertama
di Trenggano, aksara Orang Moor? Seperti disebut di atas aksara Jawa diduga
dipopulerkan oleh orang-orang Moor. Pantai Timur Sumatra-Pantai Barat Papua. Lalu
bagaimana sejarah aksara Jawi bukti pertama di Trenggano, aksara Orang Moor? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHY1v1A0p6q4um0g7-3RtQEZovkKxyF6XOge5zc0z-BPrrkFzkMPkIGh4ZfKXROSbf1vSat33cuTHc7w5zeaLCcw0AQO0rzMedi_Y9hOdy2O4GycYiHNtoTcg9XUzYbPsIqbR8eC_iU8Vleq4pCXZFttozlekYK6GBHNtpv7rm0zE-2cqZJywnqKL6HRTt/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHY1v1A0p6q4um0g7-3RtQEZovkKxyF6XOge5zc0z-BPrrkFzkMPkIGh4ZfKXROSbf1vSat33cuTHc7w5zeaLCcw0AQO0rzMedi_Y9hOdy2O4GycYiHNtoTcg9XUzYbPsIqbR8eC_iU8Vleq4pCXZFttozlekYK6GBHNtpv7rm0zE-2cqZJywnqKL6HRTt/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Aksara Jawi Bukti Pertama di Trenggano, Aksara Orang
Moor? Pantai Timur Sumatra-Pantai Barat Papua </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Siapa yang mengintroduksi aksara Jawi (aksara Arab
gundul)? Yang jelas berbeda dengan aksara Batak, aksara Jawi lebih mirip aksara
Arab. Kehadiran orang-orang Arab di pantai barat Sumatra (Barus) diduga sudah
mulai pada abad ke-7. Selain di Barus (sesuai prasati pada nisan di Barus), sesuai
catatan Tiongkok pada tahun 628 sudah ada kampong-kampong orang Arab di Canton
(pantai timur Tiongkok). Lantas apakah dengan demikian orang Arab yang mengintrodusir
aksara Jawi di nusantara?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4ZAwcmBFPla5RxMZdWDlHxYaPj07QtKXrP2NbdvnC9BB69DWqinHwcceXmMNY6F8UAbbJMqttZEOONM_zzgFiD0B_NklsgcqxgLMHuHO9bQ_LeGUMDuIFzCSgHycwHtxto9gPtTzv6zK5vGy6cjxdoaNQVPla7pgVwnI_rVV8YUC4D8fKItADG0s9rwlf/s782/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="513" data-original-width="782" height="210" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4ZAwcmBFPla5RxMZdWDlHxYaPj07QtKXrP2NbdvnC9BB69DWqinHwcceXmMNY6F8UAbbJMqttZEOONM_zzgFiD0B_NklsgcqxgLMHuHO9bQ_LeGUMDuIFzCSgHycwHtxto9gPtTzv6zK5vGy6cjxdoaNQVPla7pgVwnI_rVV8YUC4D8fKItADG0s9rwlf/s320/image001.png" width="320" /></a></span></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Secara etimologinya, kata jawi adalah kependekan
dari istilah Arab: Al-Jaza'ir Al-Jawi (terj. 'kepulauan Jawa') yang merupakan
sebuah pengistilahan oleh bangsa Arab untuk kepulauan Indonesia. Kata jawi yang
digunakan oleh bangsa Arab tersebut merupakan sebuah kata serapan langsung yang
berakar dari Jawa: jawi yang merupakan istilah krama dalam bahasa Jawa yang
digunakan untuk merujuk pulau Jawa maupun etnis Jawa. Kata 'Jawi' digunakan
karena pada masa lampau, kepulauan Indonesia secara umum berada dibawah
kekuasaan kemaharajaan yang berasal dari pulau Jawa.</span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Penyebutan Jawi juga berasal dari sebutan Pulau
Sumatra sebagai Al-Jawah dalam buku Al-Rihlah yang ditulis oleh Ibnu Batutah.</span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sementara itu, menurut Abdul Hadi WM, asal-usul
penyebutan huruf Jawi sebab huruf ini disusun oleh Syekh Jawini. Syekh Jawini
adalah guru bahasa yang hidup pada akhir abad ke-13 di Samudra Pasai, Aceh.
Beliau lah yang mempelopori penggunaan huruf Jawi dalam tulisan-tulisan
berbahasa Melayu.</span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bukti
awal kemunculan tulisan Jawi bisa ditemukan pada Prasasti Terengganu. Museum
Negara Malaysia.</span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kemunculan Jawi berkaitan
dengan kedatangan agama Islam ke Nusantara. Abjad ini didasarkan pada abjad
Arab dan digunakan untuk menuliskan ucapan Melayu. Dengan demikian, tidak
terhindarkan adanya tambahan atau modifikasi beberapa huruf untuk mengakomodasi
bunyi yang tidak ada dalam bahasa Arab (misalnya ucapan /o/, /p/, atau /ŋ/).</span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></i><i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Penggunaan alfabet Romawi pertama kali ditemukan
pada akhir abad ke-19</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti disebut di atas, aksara Jawa sedikit berbeda
dengan aksara Arab. Aksara Arab ditemukan di Barus yang berasal dari abad ke-7,
sementara aksara Jawi pertama yang ditemukan berada di Trenggano yang diduga
berasal dari abad ke-14. Terkait dengan prasasti banyak pertanyaan yang muncul:
mengapa di Trengganu, mengapa satu-satunya prasasti beraksara Jawi; siapa dan
darimana yang memberi titah sebagaimana dalam teks; siapa yang menelis
(memahat) teks dan sebagainya yang akan ditanyakan selanjutnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWGiKq5lWhfHASy8q9GxH_YhRf8NVSMqbHAuBR6QzFfMPiG_ryEI30pbJ7lZBdJhWqohtmnH1VluoR8PrtZrxb3xKgTiF9RbBsSXQ6YrLYQqb4dsrmNB1GLUoOVAsAakGpFN-d-BdmDZipL4H-NrRmXn_DcDlrfgTWFJ8yRPiY5l2efxmP4CvgkCTgQZp4/s608/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="392" data-original-width="608" height="206" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWGiKq5lWhfHASy8q9GxH_YhRf8NVSMqbHAuBR6QzFfMPiG_ryEI30pbJ7lZBdJhWqohtmnH1VluoR8PrtZrxb3xKgTiF9RbBsSXQ6YrLYQqb4dsrmNB1GLUoOVAsAakGpFN-d-BdmDZipL4H-NrRmXn_DcDlrfgTWFJ8yRPiY5l2efxmP4CvgkCTgQZp4/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Nama Trengganu paling tidak sudah terinformasikan pada era Majapahit
sebagaimana di dalam teks Negarakertagama (1365). Nama-nama lain yang disebut
di wilayah Semenanjung Malaya yang sekarang adalah Kelantan, Tumasik, Pakan
Muar, Kelang dan Kedah (tampanya belum muncul nama Malaka). Orang-orang Moor
pada masa ini sudah tersebar di nusantara yang didufa menjadi sebab utusan Moor
Ibnu Batutah yang berkunjung ke pantai timur Sumatra (Samudra Pasai) dan
Tiongkok pada tahun 1345.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Teks prasasti Trengganu sudah banyak yang membaca, termasuk
yang ada di Wikipedia yang sekarang, Prof Ahmad Adam telah membaca ulang (lihat
Youtube). Untuk aksara Jawi saya masih bisa membaca, namun saya memiliki
pembacaan yang berbeda untuk beberapa perkataan. Sayang sekali banyak teks yang
hilang (terhapus). Jelas sulit membaca isu keseluruhan teks, selain banyak teks
terhapus, juga bahasa yang digunakan saat itu sulit menentukan pembandingnya.
Namun secara umu keseluruhan teks mengindikasikan peraturan perundang-undangan
(seperti halnya dalam teks Tanjung Tanah (Kerinci). Intinya dalam teks prasasti
ini harus dengan cermat mengartikan teks yang hilang, membaca teks dan bahasa
(perkataan) yang ditulis.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Selain teks Tanjung Tanah, sumber semasa yang dapat dibandingkan adalah
prasasti Batugana di Padang Lawas (Tapanuli). Prasasti Batugana I disebut juga
Prasasti Panai, disebut aksara Kawi berbahasa Melayu Kuno. Teks prasasti
sebanyak 10 baris, yang diguratkan mengelilingi batu mulai dari atas ke bawah.
Satu yang penting dalam teks Batugana ini ada penggunaan kosa kata ‘haji’. Catatan:
saya ragu apakah aksara yang digunakan aksara Kawi. Pembacaan teksnya saya agak
ragu apakah sudah benar. Teks lainnya semasa adalah Prasasti Sitopayan I di Padang
Lawas (Tapanuli) disebut aksara Batak berbahasa Melayu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Teks prasasti Trengganu memang mirip bahasa Melayu,
tetapi apakah itu hanya bahasa yang berlaku di Trengganu saja? Bahasa Melayu
sendiri sudah sangat luas terutama di pantai timur Sumatra. Dalam hubungannya
dengan aksara Jawi di Trengganu dan yang terkait (agama) Islam, selain nama
Samudra Pasai di utara Sumatra, adalah posisi geografis Padang Lawas. Dalam
prasasti Batugana ditemukan kosa kata Haji. Apa maknanya? Apakah (kerajaan di)
Padang Lawas yang memberi titah pada teks prasasti Trengganu?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti disebut di atas, utusan Moor, Ibu Natutah dalam risalahnya
disebutkan setelah menunaikan haji di Mekkah (mendapat gelar haji), melanjutkan
perjalanan ke timur. Dalam hal ini orang-orang yang telah berhaji disebut haji.
Apakah dalam teks Batugana ada orang Moor atau Arab yang telah bergelar haji
sudah berada di Padang Lawas? Dalam risalah Ibu Batutag disebut seorang raja
pribumi Sumatra. Siapakah itu? Selain itu dalam risah Ibnu Batutah pada tahun 1345
singgah di Kesultanan Pasai yang juga disebut Al Jawa. Ibnu Batutah menyebut sultan
Samudara rajin beribadah dengan tingkat ketekunan yang tinggi, dan kerap
memerangi kaum penyembah berhala di kawasan itu. Ibnu Batutah meriwayatkan
bahwa Pulau Sumatra kaya akan kapur barus. Siapa raja pribumi Sumatra yang
diduga penyembah berhala? Seperti kita lihat nanti Mendes Pinto (1537) menyebutkan
kerajaan Aru Batak di pantai timur Sumatrta memiliki pasukan yang kuat dengan
para pelatih orang-orang Moor. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam pelayaran Ibnu Batutah dari Samudra Pasai ke
Tingkok, sudah ada kota-kota yang disinggahi yang mana sudah ada yang beragama
Islam. Di Conton, Ibnu Batutah menemukan perkampongan orang Islam yang mana
juga Ibnu Batutah dapat menemui orang senegaranya di Laut Mediterania. Meski
demikian, kesultanan (kerajaan Islam) terjauh di timur menurut Ibnu Batutah
hanya di Samudra Pasai. Di Tiongkok, termasuk Canton berada di bawah kekuasaan
orang Mongol (bangsa yang sama juga sebelumnya pernah menduduki Persia hingga
Irak). Sementara itu menurut Ibnu Batutah yang pernah ke Delhi (itara India)
adalah sisa kesultanan Islam yang masih tersisa yang luput dari serangan
Mongol.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam gambaran yang diperoleh dari perjalanan Ibnu Batutah sebagaimana di
dalam risalahnya, sangat masuk akal aksara Jawi sudah eksis sebagaimana ditemukan
dalam prasasti Trengganu. Jika di Jawa masih beragam Hindu (sebagaimana risalah Ibnu
Batutah yang pernah berkunjung) dan di Tiongkok hanya ada pekampongan Islam,
lantas apakah yang memberi titah di Trengganu sebagaimana pada teks Prasasti
Trengganu, adalah kesultanan Samudara Pasai? Sementara radja pribumi Sumatra masih
menyembah berhala. Sekali lagi: siapa itu Radja Sumatra?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pantai Timur Sumatra-Pantai Barat Papua: Orang-Orang Moor
di Nusantara</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Keberadaan a</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ksara Jawi </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dengan b</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ukti </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">p</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ertama
di Trenggano</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">yang diduga berasal dari abad ke-14 menimbulkan
banyak pertanyaan. Pertanyaan pertama yang diajukan adalah apakah a</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ksara </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Jawi diintroduksi oleh orang-orang </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Moor? </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tentu saja belum ada yang menjawabnya karena belum
ada orang yang menanyakannya. Lantas mengapa orang Moor?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOh8HyGxHKmbR1sDlzZ2CQ-uDoyWg8pmkcQ7ejuO9tb9XdSpwreeGRGUEN_Lk4cEPRDiVRI2xfkvhAZmcXFVODbaAvU-ug2BzX-U902R4oxCtrUmfQyxECN-T653QCHyTRlvggw49F0fTBX5E8mxJZIefeSsqdHP2gSmCUI_dckarWq0b-Hgmhg0AE-kOx/s429/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="429" data-original-width="375" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOh8HyGxHKmbR1sDlzZ2CQ-uDoyWg8pmkcQ7ejuO9tb9XdSpwreeGRGUEN_Lk4cEPRDiVRI2xfkvhAZmcXFVODbaAvU-ug2BzX-U902R4oxCtrUmfQyxECN-T653QCHyTRlvggw49F0fTBX5E8mxJZIefeSsqdHP2gSmCUI_dckarWq0b-Hgmhg0AE-kOx/s320/image002.png" width="280" /></a></span></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Ada dua sumber pertama yang komprehensif tentang orang Moor. Pertama
adalah risalah Ibnu Batutah dalam karyanya berjudul al-Rislah yang ditulis
setelah menyelesaikan perjalanannya ke berbagai wilayah selama 30 tahun
termasuk ke Sumatra dan Canton. Ibnu Batutah tiba di Sumatra pada tahun 1345. Keberadaan
orang-orang Moor sudah ada di Ethiopia (lihat Bible in duytsche, 1477). Kedua,
laporan ekspedesi Mendes Pinto mulai dari Goa (pantai barat India), selat Malaka
(Sumatra dan Semenanjung), pantai utara Jawa dan Indochina dan pantai timur
Tiongkok (Canton). Mendes Pinto di pantai timur Sumatra pada tahun 1537. Sejak
abad ke-16 banyak buku, majalah dan surat kabar yang isinya dimana nama/orang
Moor disebut. Orang Moor juga banyak di Turki (lihat Geestelijke minnevlammen
door Matthijs van der Merwede (1653). Peran orang-orang Moor dalam perdagangan
di Hindia Timur cukup penting semasa era Portugis dan era VOC. Tentang sejarah
Moor juga disebut dalam buku Historie der waereld (1780).</span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti dikutip di atas, terminology Moor adalah sebutan
orang Eropa terhadap orang-orang Islam yang bukan Arab di sekitar laut
Mediterania. Orang-orang Moor inilah yang menjadi pembentukan peradaban modern fi
Eropa khususnya di Eropa selatan terutama di wilayah semenanjung Spanyol.
Kota-kota peninggalan era pemerintahan Islam di Spanyol (Andalusia) antara lain
Cordoba, Granada, Sevilla, Madrid dan Toledo. Orang-orang Moor dalam navigasi
pelayaran perdagangan di nusantara sudah sejak lama.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sejak terjadinya perang di Eropa dimana orang Romawi melawan orang Islam
(Perang Saling) tahun 1000an, orang-orang Moor terusir dari Spanyol dan menyebar
ke berbagai penjuru. Pada waktu yang bersamaan Kerajaan Chola di India
melakukan invasi hingga selat Malaka terutama di pantai timur Sumatra sebagaimana
dinyatakan dalam prasasti Tanjore (1030). Kehadiran orang-orang Moor di pantai
barat India (seperti Goa daam Gijarat) diduga kuat yang melemahkan pengaruh
kerajaan Chola di pantai timur India. Pada masa ini di pedalaman India yang
memiliki kuasaan adalah orang-orang Islam, yang mana salah satu kesultanan
terdapat di Delhi. Gabungan pengaruh Arab, Moor dan Persia (serta Mesir) di
Asia Selatan lambat laun menggantikan kekuatan perdagangan orang-orang India di
nusantara. Orang-orang Moor yang tidak memiliki negara (stateless) dengan
sendirinya mudah beradaptasi (berbaur) dengan orang-orang pribumi di Sumatra maupun
di semenanjung Malaya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada abad ke-14 sudah banyak orang Moor mulai dari
India hingga Tiongkok. Gambaran ini dapat ditemukan dalam buku al-Rislah karya
Ibnu Batutah. Disebutkan dalam awal perjalanan Ibnu Batutah pada tahun 1326 bertemu
dengan seorang ahli agama Sjeh Burhanudin di Aleksandria mengatakan kepada Ibnu
Batutah bahwa kelak engkau bertemu dengan saudaraku Faridudin di India,
Rukanudin di Sindi, dan Burhanudin di Tiongkok. Besar dugaan orang-orang Moor
inilah yang memberi pengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan Islam di
nusantara. Ibnu Batutah juga menyebut bahwa orang-orang Islam di pantai barat
India dari golongan mazhab Maliki sebagaimana juga di kesultanan Samudra Pasai.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Orang Moor berbeda dengan bangsa Arab dan baangsa Persia. Ketiga bangs
aini beragama Islam dengan aksara yang kurang lebih sama (aksara Arab). Orang
Moor dapat dikatakan adalah mix-populatin yang merupakan campuran ras Arab, ras
Afrika dan ras Eropa. Namun secara sosiologis lebih mudah berinterakasi antara
orang Moor dengan orang Arab jika dibandingkan dengan orang Persia yang
bermahzab berbeda. Oleh karena orang Moor sebagai stateless di wilayah-wilayah
rantau lebih mudah beradaptasi dan berbaur. Orang-orang yang beragama Islam dan
sedikit berwajah Eropa ini dimanapun orang Eropa menyebutnya sebagai orang Moor
(yang dibedakan dengan orang Arab dan orang Persia). <span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam buku Historie der waereld (1780) disebut orang Moor berkulit sawo
matang. Dengan </span>percampuran dengan
penduduk pribumi di India dan nusantara, orang-orang Moor ini kemudian wajah
Eropanya semakin luntur seperti halnya kelompok populasi Moor ditemukan di
Pakistan, India, Bangladesh dan nusantara. Nama-nama Djamaludin, Burhanudin, Hasanudin antara lain berakhiran udin adalah nama-nama khas orang-orang Moor.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Orang-orang Moor di nusantara yang melebur dengan penduduk
pribumi (berbahasa Melayu) diduga menjadi sebab musabab terbentuknya kerajaan Islam
di pantai timur Sumatra sebagai kerajaan Islam pertama di nusantara (Kesultanan
Samudra Pasai). Dalam konteks inilah kita berbicara tentang ditemukannnya
prasasti Trenggano yang beraksara Jawi (huruf Arab gundul) dengan berbahasa
Melayu.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas mengapa tidak ditemukan jenis prasasti yang sama di tempat lain yang
berasal dari zaman itu. Ini seakan-akan hanya ada di Trengganu. Sementara itu
jenis prasasti-prasasti lainnya dalam aksara Batak berbahasa Batak/Melayu,
aksara Pallawa berbahasa Sanskerta/Jawa dan lainnya eksis di berbagai tempat.
Besar dugaan pada era itu pengaruh kesultanan Samudra Pasai masih terbatas, sementara
pengaruh kerajaan-kerajaan di Sumatra cukup kuat di Sumatra (kerajaan Batak di
utara Sumatra) dan pengaruh kerajaan-kerajaan Jawa di Jawa. Namun pengaruh
kerajaan di Jawa sudah merambah ke Sumatra (bagian selatan). Dalam konteks
inilah mungkin dapat dihubungkan terusirnya raja-raja Melayu di Sumatra bagian
selatan (Palembang) berpindah ke Semenanjung Malaya (kerajaan Malaka).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti disebut di atas, dalam risalah Ibnu Batutah
menyebut ada raja pribumi Sumatra yang kuat yang selalu bersitegang dengan
Kesultanan Samudra Pasai (golongan Islam versus golongan penyembah berhala—Hindu.Budha).
Schnitger, seorang arkeolog dalam studinya pada candi-candi Padang Lawas yang
berasal dari abad ke-14 yang dipublikasikan tahun 1936 menyebutkan kerajaan di
Padang Lawas memiliki kepercayaan sekte tersendiri dari Budha yang disebutnya sebagai
sekte Bhairawa (agama Batak kuno). Masih menurut Schnitger, dua raja terkenal
yang menjadi pendukung fanatic agama Budha Batak ini adalah raja Kertanegara (di
Singosari-Jawa) dan raja Adityawarman (di Dharmasraya-Sumatra bagian tengah).
Dalam konteks inilah diduga yang menyebabkan ruang ekspansi Kesultanan Samudara
Pasai terbatas. Lantas bagaimana dengan Malaka yang telah menjadi kesultanan?
Besar dugaan itu terkait dengan Kesultanan Samudra Pasai di pantai timur
Sumatra. Kesultanan Malaka selalu berada di bawah bayang-bayang ketakutan dari
Kerajaan Batak Kingdom di pantai timur Sumatra (lihat Mendes Pinto, 1537).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-35043302704119404972024-02-16T17:25:00.009+07:002024-02-16T17:27:49.493+07:00Sejarah Bahasa (302): Bahasa Lani Bahasa di Pedalaman Papua; Jayawijaya, Lanijaya, Puncak Jaya, Membramo Tengah, Tolikara<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Lani dituturkan oleh etnik Lani di kampong Ninabua distrik Rom kabupaten Lanny
Jaya provinsi Papua. Bahasa Lani juga dituturkan di kampong Wesaput, di kampong
Abenaho dan lainnya. Bahasa Lanny berbeda dengan bahasa Dani (Hubula), Dani
Atas dan Nggem. Catatan: distrik Yiginua di kabupaten Lanny Jaya terdiri
kampong-kampong Abua, Golikme, Gumagame, Ninabua, Ninengwa, Tepogi dan Weri.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJiPrw0rqMiMHGb9Agu4eKE2UH3XFwHXN5j_0WzpXy40alO9oA2WCb4tQd_oHQpzMI4fGlYlv86Ednc8N8tdt3gJ4nNXMaB2T-gqeyGV3E8_AVlQ6oRi19MLKwB1tKtlmWSdmQzJLP04Ay2vsjHv52LGoXS-CwNbslwqbF7Drs0gvtjZJ0ryjNOErqhcvl/s803/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="803" data-original-width="648" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJiPrw0rqMiMHGb9Agu4eKE2UH3XFwHXN5j_0WzpXy40alO9oA2WCb4tQd_oHQpzMI4fGlYlv86Ednc8N8tdt3gJ4nNXMaB2T-gqeyGV3E8_AVlQ6oRi19MLKwB1tKtlmWSdmQzJLP04Ay2vsjHv52LGoXS-CwNbslwqbF7Drs0gvtjZJ0ryjNOErqhcvl/s320/image001.png" width="258" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Lani Wone: Kamus Bahasa Lani-Indonesia Karya
Anak Asli Lani. Jayapura, Selasa 31 Agustus 2021.Humas Papua. <i>Withen Kolago
pria Asli Lanijaya bersama isteri hari ini menyambangi Kantor Wilayah (Kanwil)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Papua. Withen Kolago datang dengan
menenteng tas nokennya yang berisi beberapa buku didampingi isteri tercinta.
Kehadiran Withen dan Isterinya untuk mendaftarkan karya ciptanya berupa Lani
Wone Kamus Bahasa Lani – Indonesia yang ditulisnya sejak 6 tahun lamanya.
Kakanwil dan Jajaran menerima setiap data dukungnya dan segera memproses
Sertifikat Hak Ciptanya. Withen mengatakan saya menulis Bahasa Lani, karena
Bahasa Lani merupakan suku yang paling besar di Pegunungan Tengah Papua,
mencakup hampir 6 kabupaten, diantaranya Jayawijaya, Lanijaya, Puncak Jaya,
Membramo Tengah, Tolikara merupakan basisnya orang Lani, dan Bahasa Lani paling
besar di atas</i>. (https://papua.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/)</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Lani di pedalaman
pulau Papua? Seperti disebut di atas bahasa Lani dituturkan di wilayah bahasa
Lani. Bahasa Lani tersebar di wilayah Jayawijaya, Lanijaya, Puncak Jaya,
Membramo Tengah dan Tolikara. Lalu bagaimana sejarah bahasa Lani di pedalaman pulau
Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><div class="post-body entry-content" id="post-body-7582891580839961553" itemprop="description articleBody" style="background-color: white; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 13.2px; line-height: 1.4; position: relative; width: 540px;"><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div style="clear: both;"></div></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFFTpGaW3YT66mYjndWidLQLbtUiOTeOAf0lD6uva8ajq_mEzOmN_mBvR6KUjo8Dsxf-5NvKFQ0XzzkwJIqv45gBzmkZi-m2iXOxLAy-0UmUDsabSTB5es09zksR0ObY0jzA8iDJzXNi1mskdPESkImLqxyzYJ6j28GdZOlTbCYgfpUfEdayAmk0jU13Q9/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFFTpGaW3YT66mYjndWidLQLbtUiOTeOAf0lD6uva8ajq_mEzOmN_mBvR6KUjo8Dsxf-5NvKFQ0XzzkwJIqv45gBzmkZi-m2iXOxLAy-0UmUDsabSTB5es09zksR0ObY0jzA8iDJzXNi1mskdPESkImLqxyzYJ6j28GdZOlTbCYgfpUfEdayAmk0jU13Q9/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Lani di Pedalaman Pulau Papua; Jayawijaya,
Lanijaya, Puncak Jaya, Membramo Tengah dan Tolikara</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Jayawijaya, Lanijaya, Puncak Jaya, Membramo Tengah dan
Tolikara: Populasi Besar Penutur Bahasa Lani</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-75828915808399615532024-02-15T18:43:00.011+07:002024-02-16T13:40:34.102+07:00Sejarah Bahasa (301):Penamaan Bahasa dan Pergantian Nama Bahasa di Indonesia Sejak Tempo Dulu; Geografi, Linguistik, Politik <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Indonesia awalnya Bernama bahasa Melayu di Indonesia. Lalu apa nama bahasa
tersebut di masa lampau sebelum disebut bahasa Melayu. Apakah bahasa
Austronesia. Seperti nama bahasa Batak? Demikian juga dengan nama-nama bahasa
daerah di Indonesia pada masa ini, apakah namanya berbeda dengan nama masa
lampau?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwjOyT-7vRT_ALCyUKiNWBB2AhWmQz-kzbltkM0_Xzrpa_OIdZRTjRBpFpl-Tggdwo_U_viswkRGfWCyFbCd0CuJAoPW23gXOgoxbrU1uBBgg32N_wpQfOY9wgNnf6BgN1lzwp6_MZ09IXzRvdkiTe0_Nx1foVErSjlQa1v8Tn6oKTuidrGiDrztEkcxXf/s795/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="795" data-original-width="625" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwjOyT-7vRT_ALCyUKiNWBB2AhWmQz-kzbltkM0_Xzrpa_OIdZRTjRBpFpl-Tggdwo_U_viswkRGfWCyFbCd0CuJAoPW23gXOgoxbrU1uBBgg32N_wpQfOY9wgNnf6BgN1lzwp6_MZ09IXzRvdkiTe0_Nx1foVErSjlQa1v8Tn6oKTuidrGiDrztEkcxXf/s320/image001.png" width="252" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Keunikan
Nama-Nama Geografi Indonesia: Dari Nama Generik ke Spesifik. Abdul Gaffar
Ruskhan. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan, 17(3). Abstrak. <i>Nama-nama geografi di Indonesia memiliki bentuk
yang bermacam-macam, baik yang berasal dari bahasa Indonesia maupun yang
berasal dari bahasa daerah masing-masing. Keberbagaian itu merupakan keunikan
nama geografi yang kaya dengan budaya termasuk bahasanya dan bahwa terdapat
pula nama geografi yang berasal bahasa asing. Namun, penggunaan bahasa daerah
dan bahasa Indonesia sebagai nama geografi merupakan pilihan yang tidak dapat
diabaikan. Dalam nama geografi, ada unsur generik dan unsur spesifik yang
menjadi hal yang penting. Unsur generik itu merupakan unsur yang mengandung
makna umum berupa kenampakan alam, seperti daratan dan perairan, serta. kawasan
khusus, buatan, dan administratif. Sementara itu, nama spesifiknya adalah nama
yang membatasi unsur generiknya. Unsur spesifik itu muncul dari penamaan
masyarakatnya, yang tidak lepas dari nama generiknya</i>.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah penamaan bahasa dan pergantian
nama bahasa di Indonesia sejak rempoe doeloe? Seperti disebut di atas ada nama
bahasa berbeda antara masa kini dengan masa lalo. Geografi, linguistic dan politik.
Lalu bagaimana sejarah penamaan bahasa dan pergantian nama bahasa di Indonesia sejak
rempoe doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhux0R9iUX6kQw8XFugnYKYo8RiDE8gSPT5WquindQEqQFeXrrRgIpvu3ZwsHxOPcgA9GcGHdS0TQ9gbG8fOXZTQjkA3o2Se2fRmcCibb9YmTZ-daO3T_4HFqm1INQ5Ym1oasGWSvgTRPKQPwNMDnVlIO-l5j7BiwZKuQ8lCffS2So_GWq-uQ-KwTH8mtrr/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhux0R9iUX6kQw8XFugnYKYo8RiDE8gSPT5WquindQEqQFeXrrRgIpvu3ZwsHxOPcgA9GcGHdS0TQ9gbG8fOXZTQjkA3o2Se2fRmcCibb9YmTZ-daO3T_4HFqm1INQ5Ym1oasGWSvgTRPKQPwNMDnVlIO-l5j7BiwZKuQ8lCffS2So_GWq-uQ-KwTH8mtrr/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Penamaan Bahasa dan Pergantian Nama Bahasa di
Indonesia Sejak Tempoe Doeloe; Geografi, Linguistik, Politik</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pada dasarnya nama bahasa tidak menunjukkan nama
bangsa. Tempo doeloe nama bahasa merujuk pada nama geografi, lalu dari nama
bahasa diturunkan pada nama suku (bangsa). Nama geografi adalah penanda navigasi
terpenting dalam hubungannya antara satu tempat dengan tempat lain, antara satu
bangsa dengan bangsa lain. Nama geografi kemudian diidentifikasi pada peta-peta
laut (antara lain pada peta navigasi pelayaran perdagangan).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nama bahasa apa yang pertama kali dicatat di Indonesia? Tidak ditemukan
pada prasastip-prasti kuno. Juga tidak ditemukan dalam teks Negarakertagama (1365).
Dalam laporan-laporan perjalanan terawal dari musafir Tiongkok, Arab dan Eropa
juga tidak ditemukan. Orang pertama Eropa yang menyusun kamus kecil (daftar
kosa kata) bahasa di Indonesia adalah</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pigafetta (1522). Dalam
daftar kosa kata bahasa tersebut Pigafetta hanya menyebut bahasa yang digunakan
di Maluku, Filipinan dan di Malacca. Nama Melayu sebagai bahasa belum
terindentifikasi hingga baru ditemukan dalam catatan pelayaran Cornelis de Houtman
(1595-1597).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Seperti kita lihat nanti nama-nama bahasa merujuk
pada nama geografi, tetapi nama bahasa Melayu menjadi menarik karena sulit
menemukan bukti awal sebagai nama geografi. Dalam catatan Pigafetta (1522)
tidak menyebut nama bahasa Melayu, tetapi menyebut bahasa yang digunakan di
Maluku dan bahasa yang digunakan di Malacca. Dalam daftar kosa kata (kamus) Pigafetta
itu terkesan ada kemiripan, kemiripan yang kemudian dikenal sebagai (kamus)
bahasa Melayu. Nah, kapan nama Melayu ini muncul sebagai nama bahasa? Seperti
disebut di atas, nama bahasa Melayu kemudian disebut dalam catatan Cornelis de
Houtman (1597).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Istilah "Melayu" dan pelafalan serupa sejak abad ke-15
merupakan sebuah toponim kuno yang pada umumnya mengacu pada daerah-daerah di
selat Malaka. Malaya Dwipa, "Malaya Dwipa", seperti yang tertera
dalam bab 48 Vayu Purana, wilayah Malaka merupakan sebuah provinsi di laut
timur yang sangat kaya akan emas dan perak. Beberapa ahli juga memasukkan
daerah Sumatra ke dalam istilah tersebut. Akan tetapi, para ahli dari India
menyakini bahwa istilah ini hanya merujuk pada semenanjung Melayu yang terdiri
atas banyak pegunungan, sementara Sumatra lebih merujuk kepada penggambaran di
dalam Suvarnadvipa. Maleu-kolon – sebuah lokasi di Semenanjung Emas, yang
tertera di dalam karya Klaudius Ptolemaeus (90–68 M), Geographia mencatat
sebuah tanjung di Aurea Chersonesus (Semenanjung Melayu) yang bernama
Maleu-kolon, yang diyakini berasal dari Bahasa Sanskerta, malayakolam atau
malaikurram. Mo-lo-yu – seperti yang disebutkan oleh Yijing, seorang biarawan
Buddha aliran Tiongkok dari dinasti Tang yang berkunjung ke Asia tenggara pada
tahun 688–695. Menurut Yijing, kerajaan "Mo-Lo-Yu" berjarak 15 hari
pelayaran dari Bogha (Palembang), ibu kota Sribhoga (Sriwijaya). Kerajaan
tersebut juga berjarak 15 hari pelayaran dari Ka-Cha (Kedah), sehingga dapat
dikarakan bahwa kerajaan Mo-Lo-Yu terletak di tengah-tengah jarak antara
keduannya. Pasukan Rajendra Chola dari Koromandel, India sekitar tahun 1025, dicatat
dalam Prasasti Tanyore disebut nama Malayur. Diantara masa akhir dinasti Yuan
(1271–1368) dengan masa awal dinasti Ming (1368–1644), kata Ma-La-Yu seringkali
disebut di dalam teks-teks kuno Tiongkok untuk menyebutkan wilayah yang
terletak di laut selatan. Meskipun begitu, ejaan untuk menyebutkan
"Ma-La-Yu" berbeda-beda karena adanya pergantian dinasti ataupun
intervensi pengguna bahasa-bahasa Tionghoa, akan tetapi "Bôk-lá-yù",
"Mók-là-yū", Má-lì-yù-er, Oō-laì-yu merupakan istilah yang sering
digunakan menurut catatan tertulis dari biarawan Xuanzang) dan Wú-laī-yû. Pada
Bab 48 teks agama Hindu Vuya Purana yang berbahasa Sanskerta, kata Malayadvipa
merujuk kepada sebuah provinsi di pulau yang kaya emas dan perak. Di sana berdiri
bukit yang disebut dengan Malaya yang artinya sebuah gunung besar (Mahamalaya).
Meskipun begitu banyak sarjana Barat, antara lain Sir Roland Braddell
menyamakan Malayadvipa dengan Sumatra. Sedangkan para sarjana India percaya
bahwa itu merujuk pada beberapa gunung di Semenanjung Malaya. Berdasarkan
Prasasti Padang Roco (1286) di Sumatera Barat, ditemukan kata-kata bhumi malayu
dengan ibu kotanya di Dharmasraya. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari
Kerajaan Malayu dan Sriwijaya yang telah ada di Sumatra sejak abad ke-7.
Kemudian Adityawarman memindahkan ibu kota kerajaan ini ke wilayah pedalaman di
Pagaruyung. Petualang Venesia yang terkenal, Marco Polo dalam bukunya Travels
of Marco Polo menyebutkan tentang Malauir yang berlokasi di bagian selatan
Semenanjung Melayu. Catatan dari Dinasti Ming pada tahun 1377 menyebut tentara
Jawa menghancurkan pemberontakan San-fo-tsi. Dengan kata lain, San-fo-tsi
adalah sebutan bangsa Cina untuk pulau Sumatra, sebagaimana mereka menyebut
Jawa dengan istilah Cho-po. Hikayat Aceh (sekitar 1625, manuskrip yang ada
sekitar 1675) menghubungkan etnis Melayu dengan Johor, tapi tidak menyebut Aceh
atau Deli sebagai Melayu. Pararaton (1600an) menyebutkan bahwa pasukan Pamalayu
yang berangkat tahun 1275 akhirnya pulang ke Jawa sepuluh hari setelah
kepergian bangsa Mongol tahun 1294</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Berdasarkan catatan-catatan
terdahulu sejak zaman kuno, nama Melayu merujuk pada wilayah yang berada di
(pulau) Sumatra.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Geografi, Linguistik, Politik: Perubahan-Perubahan
Nama Bahasa Daerah di Indonesia</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan
aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel
sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-42113164493859082382024-02-15T18:38:00.004+07:002024-02-15T18:39:54.731+07:00Sejarah Bahasa (300): Bahasa Tebako di Daerah Aliran Sungai Membramo; Sungai Besar Sejak Era Portugis Hulu Sangat Jauh<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Tebako dituturkan oleh masyarakat kampung Bareri, distrik Rufaer, kabupaten
Mamberamo Raya, provinsi Papua. Bahasa itu juga dituturkan di kampung Tayai,
Fauwi, Kordesi, Dofo, dan Foitau. Di sebelah barat kampung Bareri, yaitu kampung
Taroure dan sebelah utara, yaitu kampung Pona dituturkan bahasa Biri. Di
sebelah selatan kampung Bareri, yaitu lampung Obokui, dituturkan bahasa
Obokuitai.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8yg_a3xih1VIS44l-RgLjskwKxwhFTGLGFPSVFMeGdCLgyDWwbpfk2ZWr4iDl7x0r3Ny8pGyM3IMkPzt1NYPc3Dsye1blRm3ao7EEtNvrBhc6c8ZgfPz_wl1ey6P62VrCXZ3AasThDvQMYXTafqnlTbW-yHvJxQ2ZJvKeSr73WPsVxN_rUqAVXmDUicqy/s486/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="486" data-original-width="356" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8yg_a3xih1VIS44l-RgLjskwKxwhFTGLGFPSVFMeGdCLgyDWwbpfk2ZWr4iDl7x0r3Ny8pGyM3IMkPzt1NYPc3Dsye1blRm3ao7EEtNvrBhc6c8ZgfPz_wl1ey6P62VrCXZ3AasThDvQMYXTafqnlTbW-yHvJxQ2ZJvKeSr73WPsVxN_rUqAVXmDUicqy/s320/image002.png" width="234" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Rufaer
adalah sebuah distrik di kabupaten Mamberamo Raya, Papua. </i><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Distrik Rufaer di daerah
aliran sungai Memberamo terdiri kampong-kampong Bareri, Fona, Kai, Sikari, Taria,
Tayai. Sungai Mamberamo adalah sebuah sungai sepanjang 1.102 km berhulu di
Pegunungan Jayawijaya dan bermuara ke Samudera Pasifik. Nama
"Mamberamo" berasal dari bahasa Dani — mambe berarti 'besar' dan ramo
berarti 'air'. Beberapa suku terasing bermukim di lembah sungai. Lanskap di
sekitar sungai ini bervariasi. Di daerah hulu berupa Pegunungan Jayawijaya yang
curam, dan di bagian tengah berupa cekungan dataran tinggi yang luas. Sedangkan
di daerah hilir terdapat dataran yang berawa-rawa. Pada 1545, seorang pelayar
bernama Yñigo Ortiz de Retez menelusuri daerah di sepanjang pesisir utara pulau
hingga mulut sungai Mamberamo. Di lokasi ini, ia mengklaim pulau tersebut
sebagai milik Kerajaan Spanyol dan menamakannya Nueva Guinea ('Nugini' dalam
bahasa Spanyol) yang dikenal hingga kini</span></i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Tebako di daerah
aliran sungai Membramo? Seperti disebut di atas bahasa Tebako di bagian tengah
daerah aliran sungai Membramo. Sungai besar sejak era Portugis fulu sangat jauh
di pedalaman. Lalu bagaimana sejarah bahasa Tebako di daerah aliran sungai
Membramo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC-qJXgvwMjfbUm7mr-uMNyBUr124yTLQOeXrgT9XSOrEMkC-5bRUg2GHj0B03bczjYRKlo4ZXiInJUoOzb7_LgMA9bs7tljjms0pwJapiB15lqJaaO2973jmNwtf22vqbr3-xL3DO7qHJRCVV2McP3HRuiA9cy9N_ldK8uNM0PtNBy8qnDBR60fhpQF4i/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhC-qJXgvwMjfbUm7mr-uMNyBUr124yTLQOeXrgT9XSOrEMkC-5bRUg2GHj0B03bczjYRKlo4ZXiInJUoOzb7_LgMA9bs7tljjms0pwJapiB15lqJaaO2973jmNwtf22vqbr3-xL3DO7qHJRCVV2McP3HRuiA9cy9N_ldK8uNM0PtNBy8qnDBR60fhpQF4i/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Tebako di Daerah Aliran Sungai Membramo; Sungai
Besar Sejak Era Portugis Hulu Sangat Jauh di Pedalaman</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sungai Besar Sejak Era Portugis Hulu Sangat Jauh di
Pedalaman: Bahasa di Hilir Bahasa di Hulu</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-65814642222099581132024-02-14T20:16:00.006+07:002024-02-14T20:17:12.716+07:00Sejarah Bahasa (299): Bahasa-Bahasa Punah dan Ragam Bahasa di Pulau Papua; Lingua Franca Tempo Doeloe Lingua Franca Kini <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Konon
wilayah Papua punya 395 bahasa daerah. Artinya hampir 60% bahasa daerah yang
dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia, punya Papua. Sebaliknya di wilayah
pantai timur Sumatra dan kepulauan Riau semua berbasa Melayu dengan variasi
dialeknya. Bagaimana dengan di Jawa? Di luar bahsa Sunda, bahasa Jawa yang meluas.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqaVI6oYdhOzpRQx0EXF1mJwjwJ6sgiYpX0lcrb4FhthYcVI5xVeBSrGet5rcsBSaetUWlTsS5YZ1eUIwMbdFn0V0JTTXlKgO4bw593u_i-ZNtB_QLXjwvPVKM0U6NB1sV2XPfcBNS9FYZZMWa5Uhyphenhyphen4TV_FAeYJHwqPAlrLklVhPAQa0NflHJZL7giPsUM/s751/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="751" data-original-width="580" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqaVI6oYdhOzpRQx0EXF1mJwjwJ6sgiYpX0lcrb4FhthYcVI5xVeBSrGet5rcsBSaetUWlTsS5YZ1eUIwMbdFn0V0JTTXlKgO4bw593u_i-ZNtB_QLXjwvPVKM0U6NB1sV2XPfcBNS9FYZZMWa5Uhyphenhyphen4TV_FAeYJHwqPAlrLklVhPAQa0NflHJZL7giPsUM/s320/image001.png" width="247" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Kepunahan
Bahasa-Bahasa Daerah: Faktor Penyebab dan Implikasi Etnolinguistis. Fanny Henry
Tondo. Abstract. <i>This article tries to explain the language extinction phenomena
in Indonesia particularly in accordance with factors that can cause the
language extinction and its ethnolinguistic implications. There are some factors
that can be identified as the reasons so that many languages are in the threshold
of extinction. Those are the effects of major language, bilingual or
multilingual community, globalization, migration, intermarriage, natural
disaster, lack of appreciation towards ethnic language, lack of communication intensity
using ethnic language in many domains, economic, and bahasa. Meanwhile, the
language extinction can ethnolinguistically bring some implications. By the
extinction of a language it could be the loss of knowledge on the internal aspects
of it, that is, its structure. On the other side, it can bring implications to
a loss of local knowledge and other cultural wealth of a certain ethnic using
the language because they can only be known through the language used by its community,
unless the language has been documented and revitalized</i> (Jurnal Masyarakat
& Budaya, Volume 11 No. 2 Tahun 2009<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">).</span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa punah
dan ragam bahasa di pulau Papua? Seperti disebut di atas ada anggapan sejumlah
bahasa di Papua terancam punah. Lingua franca tempo doeloe lingua franca masa kini.
Lalu bagaimana sejarah bahasa-bahasa punah dan ragam bahasa di pulau Papua? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixJVj54pxehejGGnF9wl5OnjOv8TF7yEGdWvhrJ6XAnpe0nZvCjT05z19UUk9Sf0pqGACxNBM2P7TdKa3ya2ilzv3dYBR7cwG611MnOgL1_BQJPRUWE_Uohx1Ej-V3uFDQBw0kszKSyYh0gQBIC9QbOBdiZfNMD_M7pCTWepxc6NOCgSPV3BwR9LcwfG9Q/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixJVj54pxehejGGnF9wl5OnjOv8TF7yEGdWvhrJ6XAnpe0nZvCjT05z19UUk9Sf0pqGACxNBM2P7TdKa3ya2ilzv3dYBR7cwG611MnOgL1_BQJPRUWE_Uohx1Ej-V3uFDQBw0kszKSyYh0gQBIC9QbOBdiZfNMD_M7pCTWepxc6NOCgSPV3BwR9LcwfG9Q/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa-Bahasa Punah dan Ragam Bahasa di Pulau Papua;
Lingua Franca Tempo Doeloe Lingua Franca Masa Kini </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lingua Franca Tempo Doeloe Lingua Franca Masa Kini:
Bahasda Tunggal Awalnya Ragam Bahasa?</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-15748638923112691682024-02-14T20:11:00.006+07:002024-02-14T20:12:20.322+07:00Sejarah Bahasa (298): Bahasa Yawa Bahasa Yava di Pulau Japen Pulau Yapen di Teluk Gelvink Teluk Cendrawasih; Bahasa Isolat <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Yawa
(Yava) adalah bahasa Papua di pulau Yapen tengah di Teluk Geelvink
(Cenderawasih). Nama alternatifnya adalah Iau (tidak sama dengan bahasa Iau),
Mantembu, Mora, Turu, dan Yapanani. Nama Yawa mirip nama Jawa. Mengapa?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk8x5Jr-Tj4sLXgyv4xew3pQKxffwcrSmfWbOatJu6ZH1faERBKo_HziYsdOVJvFhdL8fyMCh5JLBr9mS4Z1kREfg6tsPbZuz-AvPosuwx9XtOlfpP_4ZDqtol3sa-Xq_eDpj3pvojjZfHWK4t2IWkFQ2qnoD82-0q6YSaURW1pkRnUCdA_b1YS1whV1xY/s747/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="747" data-original-width="609" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk8x5Jr-Tj4sLXgyv4xew3pQKxffwcrSmfWbOatJu6ZH1faERBKo_HziYsdOVJvFhdL8fyMCh5JLBr9mS4Z1kREfg6tsPbZuz-AvPosuwx9XtOlfpP_4ZDqtol3sa-Xq_eDpj3pvojjZfHWK4t2IWkFQ2qnoD82-0q6YSaURW1pkRnUCdA_b1YS1whV1xY/s320/image001.png" width="261" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Yava
Stock-Level Isolate: Yava (Mantembu, Yapanani, Mora, Turu). Population 4500. Dialects:
There are fifteen dialects, spoken in the following villages: Ariobu, Rasbori,
Artanen, Dore, Tindaret, Kiriow; Sambarawai, Yobi; Ambaidiru, Mombon; Ariepi; Tatui,
Abukarei, Aromarea; Sarawandori; Mariadei; Mantembu; Taraum, Kampong Baru, Woru;
Tutu; Kabuaena; Yapanani-Borai; Konti-Unai, Kainui; Wadapi Darat; Saweru</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. (</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">CL Voorhoeve. Languanges of Irian Jaya Checklist
Preliminary Classification, Languange Maps, Wordlists (1976).</span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Yawa bahasa
Yava di pulau Japen pulau Yapen di teluk Gelvink teluk Cendrawasih? Seperti
disebut di atas bahasa Yawa dituturkan di pulau Yapen di teluk Cendrawasih.
Bahasa isolat. Lalu bagaimana sejarah bahasa Yawa bahasa Yava di pulau Japen pulau
Yapen di teluk Gelvink teluk Cendrawasih? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjK3GMd_shniWBRoJd90mQU9zYXf0sTnQRjrdGbDoSOZi5jbKVOlyrmnL45j57qnhrGjPXIFnHYcxwWZXXyAVQUlX11xpOjYNhsvz8JVKGaiNtmRVviRirlN9LWidMJ01LjHs0orcdDjVaffcY6VMftejA9_qnrLJXlNZC31MZp0O3sttsK1sXLeVVI1Kx2/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjK3GMd_shniWBRoJd90mQU9zYXf0sTnQRjrdGbDoSOZi5jbKVOlyrmnL45j57qnhrGjPXIFnHYcxwWZXXyAVQUlX11xpOjYNhsvz8JVKGaiNtmRVviRirlN9LWidMJ01LjHs0orcdDjVaffcY6VMftejA9_qnrLJXlNZC31MZp0O3sttsK1sXLeVVI1Kx2/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Yawa Bahasa Yava di Pulau Japen Pulau Yapen di
Teluk Gelvink Teluk Cendrawasih; Bahasa Isolat </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Isolat: Terisolasi di Jalur Navigasi
Perdagangan? </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel
sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-62188635318798276692024-02-13T19:59:00.012+07:002024-02-13T20:02:18.958+07:00Sejarah Bahasa (297): Bahasa Serui Orang Serui di Pulau Yapen di Teluk Cendrawasih; Pulau Japen - Teluk Gelvink Tempo Doeloe <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Serui
Laut, atau Arui, adalah bahasa Austronesia yang dituturkan di pulau Yapen, dan pulau
Serui di kepulauan Ambai. Pulau Serui terletak di teluk Cenderawasih (dulu
teluk Gelvink). Bahasa Serui adalah salah satu dari bahasa Yapen, dalam
kelompok bahasa Halmahera Selatan–Bahasa Nugini Barat. Pulau Yapen adalah salah
satu pulau di wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen terletak di selatan pulau Biak.
Pulau-pulau sekitar: Biak, Num, Numfor dan Supiori.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCTMcznR0Btmlo41-CVA4zB-FABd40AzmhdhvAljBBuY95ceRa_VxXaml6cr0HqFkiKgHNk-fY0D26jgFWU9XzmGpBgxxmbrNQa8zX6OzTDV5VIQ2wAwrgKxauZkvJi3nVglgtC4284FSkOZdnewUQLQSmJ9enqbPvQxi9IlNyB70fHCjPBqMHottV2UKH/s691/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="691" data-original-width="633" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCTMcznR0Btmlo41-CVA4zB-FABd40AzmhdhvAljBBuY95ceRa_VxXaml6cr0HqFkiKgHNk-fY0D26jgFWU9XzmGpBgxxmbrNQa8zX6OzTDV5VIQ2wAwrgKxauZkvJi3nVglgtC4284FSkOZdnewUQLQSmJ9enqbPvQxi9IlNyB70fHCjPBqMHottV2UKH/s320/image001.png" width="293" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Orang
Serui (dikenal juga sebagai Serui Laut atau Arui) adalah kelompok etnis yang
berdiam di pulau Yapen bagian tengah, pulau Nau di selatan pulau Yapen, Teluk
Cendrawasih, Yapen Selatan, Yapen Barat, dan kepulauan Ambai. Daerah tersebut
termasuk dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen dan Kabupaten Waropen, Jumlah
populasinya sekitar 1.300 jiwa. Dari segi bahasa, bahasa suku Serui termasuk
dalam rumpun bahasa Austronesia, Melayu-Polinesia Timur. Kata "Serui"
berasal dari kata Arui-Sai yang dalam bahasa Serui Laut yang berarti "di
atas laut", urutan penyebutan yang lebih sering adalah Sai-Arui yang
kemudian pelafalannya berubah menjadi Serui.</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Serui orang
Serui di pulau Yapen teluk Cendrawasih? Seperti disebut di atas, bahasa Serui
di pulau Yapen. Nama pulau Japen dan nama teluk Gelvink tempo doeloe. Lalu bagaimana
sejarah bahasa Serui orang Serui di pulau Yapen teluk Cendrawasih? Seperti kata
ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGNBB0zH3ai5SU_Xcr7dtOu4W1MHSqqf7xQY3o5PDBCp68L2o_FCf7Jb8tsmW4VE2tEa6Sf-hTqW6NPGm9TcxC81IGbnmqwUEx6V55W-bSKscijwtjo6ZNa3yq5zv1IeEU_Yl4-VRH44YLKf5xin160eagyrWvaom5kBJhX7KGferMPDlp_ErinE5lNhtC/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGNBB0zH3ai5SU_Xcr7dtOu4W1MHSqqf7xQY3o5PDBCp68L2o_FCf7Jb8tsmW4VE2tEa6Sf-hTqW6NPGm9TcxC81IGbnmqwUEx6V55W-bSKscijwtjo6ZNa3yq5zv1IeEU_Yl4-VRH44YLKf5xin160eagyrWvaom5kBJhX7KGferMPDlp_ErinE5lNhtC/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Serui Orang Serui di Pulau Yapen Teluk
Cendrawasih; Nama Pulau Japen dan Teluk Gelvink Tempo Doeloe</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Nama Pulau Japen dan Teluk Gelvink Tempo Doeloe:
Bahasa-Bahasa Austronesia di Teluk Gelvink</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-4731543343083302592024-02-13T19:53:00.012+07:002024-02-13T22:57:40.146+07:00Sejarah Bahasa (296): Bahasa Biak Orang Biak Pulau Biak; Garis Navigasi Pelayaran Perdagangan Tempo Doeloe di Pulau Papua <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Suku
Biak berasal dari kepulauan Biak di Teluk Cenderawasih. Orang Biak terdiri beberapa
sub-suku, seperti Aimando, Betew, Kafdaron, Karon, Usba, dan Wardo yang
kebanyakan telah bermigrasi dan menetap di Kepulauan Raja Ampat sejak abad
ke-15. Penamaan Biak sendiri diawali zaman pemerintahan kolonial Belanda pada
abad ke-17, orang Belanda memberi nama kepulauan Biak-Numfor dengan sebutan
Schouten Eilanden. Ada juga yang menyebutnya Numfor, Mafor, Wiak, atau Vyak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUa0BjbQ2XoilgduNtSMEYEGhUaLryRV9O0p74VW6LuNtGEo-FLT6MU_-ELtTVpaDEEGcV4Kqn9ikZfF43eRglezCCWSxU1xQtNUKZskV-LWkonV5iKCNy547vq_pzwAiQu_dOE8SVqVB3SmeyTLrNSyluDcHuRS1tMpHeQ4qkNLmZD231Grypx75dcpkR/s733/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="733" data-original-width="648" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUa0BjbQ2XoilgduNtSMEYEGhUaLryRV9O0p74VW6LuNtGEo-FLT6MU_-ELtTVpaDEEGcV4Kqn9ikZfF43eRglezCCWSxU1xQtNUKZskV-LWkonV5iKCNy547vq_pzwAiQu_dOE8SVqVB3SmeyTLrNSyluDcHuRS1tMpHeQ4qkNLmZD231Grypx75dcpkR/s320/image001.png" width="283" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Bahasa
Biak (Wós Vyak) adalah salah satu bahasa Austronesia yang dituturkan di
Provinsi Papua terutama di pulau Biak, pulau Numfor, dan sekitarnya. Penutur
bahasa ini pada tahun 2000 berjumlah 30.000 orang. Bahasa Biak mempunyai
beberapa dialek, antara lain: Ariom, Bo’o, Dwar, Fairi, Jenures, Korem, Kaipuri,
Manduser, Mofu, Opiaref, Padoa, Penasifu, Samberi, Sampori (Mokmer), Sor, Sorendidori,
Sundei, Wari, Wadibu, Sorido, Bosnik, Korido, Warsa, Wardo, Kamer, Mapia, Mios,
Num, Rumberpon, Monoarfu, V7ogelkop (Kepala Burung). Bahasa Biak berbeda dengan
bahasa Serui Laut, Yawa Onare dan Waran Onate </i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">(Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Biak orang
Biak di pulau Biak? Seperti disebut di atas bahasa Biak dituturkan di pulau Biak
dan sekitar. Garis navigasi pelayaran perdagangan tempo doeloe di Papua. Lalu bagaimana
sejarah bahasa Biak orang Biak di pulau Biak? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUY1R16u4SLSb9k-UA6vxD9MMpujH8p8GTHuW_gDmW7eP9YLPzQpFLxBj3ZAIz_z5CmUhooMg0jCtALxB_yrMYca6fAP9kvREgBBusXrYX5hh25tGI2Dv3glMdPZn_vmTnj_gu0u-Cfrt5jaN1ashj9XNmR6JsGCkMbHpciTAORgmDpHXSRirWCfj4MCJ7/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUY1R16u4SLSb9k-UA6vxD9MMpujH8p8GTHuW_gDmW7eP9YLPzQpFLxBj3ZAIz_z5CmUhooMg0jCtALxB_yrMYca6fAP9kvREgBBusXrYX5hh25tGI2Dv3glMdPZn_vmTnj_gu0u-Cfrt5jaN1ashj9XNmR6JsGCkMbHpciTAORgmDpHXSRirWCfj4MCJ7/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Biak Orang Biak di Pulau Biak; Garis Navigasi
Pelayaran Perdagangan Tempo Doeloe di Papua</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Kepulauan Biak ialah kepulauan
yang terletak di Teluk Cenderawasih, lepas pesisir utara Pulau Papua</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Kepulauan ini terdiri atas </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">p</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">ulau Biak, Supiori dan Numfor,
dan sejumlah pulau yang lebih kecil. Kepulauan Biak </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dulu </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">disebut pula </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">k</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">epulauan Schouten, yang dinamai menurut
penjelajah Willem Schouten</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pulau
ini memiliki banyak avifauna endemik dari daerah tunggal manapun di kawasan </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">pantai utara Papua.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQsuswvoQvwa8QnXS1imyQrJhPMMflruID2sivDN7eM2blI_c4oUrAFOsc8Gp1e4xDIvtVcL2OSNiZslpwloRP1bdKe31Jl3r2uZShH-VOAkv3_n2jwql_mRCcIpDUgiAW0qWXIYYoQhIjkQIzy6bAWz9mKIQ46V6EZ_tRQkh_Gu-rKENkU4fnVgn1lLXF/s546/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="370" data-original-width="546" height="217" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQsuswvoQvwa8QnXS1imyQrJhPMMflruID2sivDN7eM2blI_c4oUrAFOsc8Gp1e4xDIvtVcL2OSNiZslpwloRP1bdKe31Jl3r2uZShH-VOAkv3_n2jwql_mRCcIpDUgiAW0qWXIYYoQhIjkQIzy6bAWz9mKIQ46V6EZ_tRQkh_Gu-rKENkU4fnVgn1lLXF/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">BIAK (Biak-Nufor, Nufoorsch, Noefoorsch, Noemfoorsch,<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Mafoorsch, Myfoorsch) ± 40. 000</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dialects: At leas t two main
dialects: Nufor, and Biak</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Villages:
Kanaki, Karawi, Sorma sen (on Yapen Island); Manokwari;</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">further all villages on the is lands Biak,
Supiori, Nufor.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Comments: The Biak language has
long been the lingua franca</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">along
the nort h coast of Irian Jaya from Yapen Island to</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">the Raja Empat Islands</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (CL Voorhoeve. Languanges of Irian Jaya Checklist
Preliminary Classification, Languange Maps, Wordlists (1976).<o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Garis Navigasi Pelayaran Perdagangan Tempo Doeloe di
Papua: Teluk Gelvink</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-57565465546495193742024-02-12T18:30:00.018+07:002024-02-14T01:14:55.422+07:00Sejarah Bahasa (295): Melacak Asal Bahasa Melalui Sebutan Bilangan Bahasa-Bahasa di Indonesia; Aksara dan Lambang Bilangan<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
merujuk pada bahasa yang mendahuluinya. Bahasa berkembang karena adanya interaksi
antar bahasa. Bagaimana dengan sebutan bilangan. Yang jelas dalam perkembangan
lebih lanjut bahasa termasuk sebutan bilangan, terbentuknya aksara (huruf) dan
lambang bilangan (angka). Bagaimana dengan di Papua? Ada baiknya dimulai dari
barat (Sumatra dan Jawa). Mengapa?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggitdKuaTFFiH8hSxHHKG0Vu8EUcsLYVnBqq5n0-vuXCn_0mAe3gb-CUhbcVB8RKKp46ayQO0x48CTd7tJiJ6xny2OuEVm0Ywfmp3iHjPyF1ihFOhCoegs_oAwYlDlGX9NFzUCCBKU85_FO6NOLbCvzVk2xoa9KFdLxu17COahEBymh5VQRP327KgBDcuP/s737/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="737" data-original-width="633" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggitdKuaTFFiH8hSxHHKG0Vu8EUcsLYVnBqq5n0-vuXCn_0mAe3gb-CUhbcVB8RKKp46ayQO0x48CTd7tJiJ6xny2OuEVm0Ywfmp3iHjPyF1ihFOhCoegs_oAwYlDlGX9NFzUCCBKU85_FO6NOLbCvzVk2xoa9KFdLxu17COahEBymh5VQRP327KgBDcuP/s320/image001.png" width="275" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Jejak
Kata Bilangan dalam Prasasti Berbahasa Bali Kuno: Hubungan Kekerabatannya dalam
Rumpun Bahasa Melayu Polinesia. I Ketut Paramarta; I.B. Putrayasa; dan I.B.
Putra. November 2019. Forum Arkeologi
32(2):95. Abstrak. <i>Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendeskripsikan
beragam kata bilangan bahasa Bali Kuno yang terekam dalam jejak prasasti
berbahasa Bali Kuno dan mengungkapkan hubungan kekerabatanya dalam jenjang
kekerabatan Proto-Malayo Polynesian. Kata bilangan dalam salinan prasasti
berbahasa Bali Kuno dan kata bilangan pembanding dalam rumpun Proto-Austronesia
dan Proto-Malayo Polinesian dikumpulkan. Jejak kata bilangan bahasa Bali Kuno
yang ditemukan dalam tinggalan prasasti berbahasa Bali Kuno adalah kata
bilangan desimal utuh, kata bilangan inovasi leksikal yang tidak memiliki
konsekuensi struktur tetapi memiliki keterkaitan dengan makna-makna budaya, dan
kata bilangan tinggi.Bahasa Bali Kuno menyimpan jejak verbal dalam bentuk kata
bilangan sebagai ekspresi budaya menghitung yang terbukti memiliki relasi
kekerabatan dengan bahasa-bahasa dalam rumpun Melayu Polinesia.</i></blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah melacak asal usul bahasa
melalui sebutan bilangan dalam bahasa-bahasa di Indonesia? Seperti disebut di
atas bahasa dan aksara adalah satu hal, sebutan bilangan dan lambang bilangan
adalah hal lain lagi. Aksara dan lambang bilangan di wilayah bahasa Papua. Lalu
bagaimana sejarah melacak asal usul bahasa melalui sebutan bilangan dalam bahasa-bahasa
di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7uwAQ0Bm43CyBLQwCoLUuaK3bKOon08LKBfzbCOrdbqgBuDlhXH09lzXkJpzLMPqgi1aLkgJLjeEvI2JtyISypT3QesmZG52unEv0RWmE5HVZtu3jk2nwJcmdIhN0DGR5anR22HmEFwsNAcfIKadq9wRDGQmLecqUBeMBjGGcHLU2Zo-OvyaVCc-KPwNb/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7uwAQ0Bm43CyBLQwCoLUuaK3bKOon08LKBfzbCOrdbqgBuDlhXH09lzXkJpzLMPqgi1aLkgJLjeEvI2JtyISypT3QesmZG52unEv0RWmE5HVZtu3jk2nwJcmdIhN0DGR5anR22HmEFwsNAcfIKadq9wRDGQmLecqUBeMBjGGcHLU2Zo-OvyaVCc-KPwNb/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Melacak Asal Usul Bahasa Melalui Sebutan Bilangan
dalam Bahasa-Bahasa di Indonesia; Aksara dan Lambang Bilangan</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebutan bilangan dalam bahasa Bali adalah sebagai berikut:
1</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">=sa, 2=dua</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">kalih</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">)</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, 3=telu</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (tiga)</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, 4=</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">em</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">pat, 5=lima, 6=enem, 7=pitu, 8=</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">a</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">kutus, 9=</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">a</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">sia</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">sanga</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">),</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> 10=</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">a</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">dasa</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, 11</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">=solas</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">, 12=</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">roras</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Untuk sebutan bilangan
21=salikur, 22=dualikur, 50=sket, 100=satus, 1000=siu, 10000=alaksa. Sebutan
bilangan bahasa Bali lebih mirip bahasa Jawa daripada sebutan bilangan bahasa
Batak.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9cnOXUcG3AoHF9OoYhAwcrVG5RxiHfv2kTDONFzocVs7ki9I_Q7e7cjfY1ALbuJHGUUlNLQ_C28JfOrZkXUjNOB-uhFi_iU6-CBS0CyM-4_1d4W6jIGZp6DoTnd6uHY8CEPMqEnrJFbodK1daEUfVw_jy5asl38RAioZiwgoKIwKOR5jRMC8ke0TBwWNp/s366/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="202" data-original-width="366" height="177" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9cnOXUcG3AoHF9OoYhAwcrVG5RxiHfv2kTDONFzocVs7ki9I_Q7e7cjfY1ALbuJHGUUlNLQ_C28JfOrZkXUjNOB-uhFi_iU6-CBS0CyM-4_1d4W6jIGZp6DoTnd6uHY8CEPMqEnrJFbodK1daEUfVw_jy5asl38RAioZiwgoKIwKOR5jRMC8ke0TBwWNp/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara dalam
bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua (loro), 3=tolu (telu), 4=opat (papat), 5=lima (lima), 6=onom (enem),
7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu (sepuluh); 11=sapulu sada
(se<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">w</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">elas), 12=sapulu dua (</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">rolas</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">), 100=saratus (seratus),
1000=saribu (seribu).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Sebutan bilangan belasan bahasa Batak besifat biner (1-0) dan konsisten
seterusnya.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> <o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Untuk sebutam bilangan satuan yang memiliki kemiripan
antara bahasa Batak dan bahasa Jawa adalah </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">3=tolu (telu), 4=opat (papat),
5=lima (lima), 6=onom (enem), 7=pitu (pitu), 8=walu (wolu)</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">,</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">10=sapulu (sepuluh)</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Sebutan bilangan bahasa
Bali lebih bervariasi dari sebutan bilangan Jawa. Ini dapat diperhatikan
sebutan bilangan enam dan digunakannya sebutan bilangan tiga (mirip bahasa
Melayu).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebutan bilangan dalam bahasa Bali 1</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">=sa</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> berbeda dengan bahasa Jawa (1=siji). Penggunaan sa
ini dalam sebutan bilangan bahasa Bali yakni 21=salukur dan 100-satus.
Bandingkan dengan dalam bahasa Batak dan bahasa Jawa </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">100=saratus (seratus),
1000=saribu (seribu).</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Sa dalam hal ini di dalam bahasa Batak adalah singkatan dari sebutan
bilangan sada (dalam bahasa Melayu).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Untuk sekadar keperluan praktis, untuk memahami asal-usul
bahasa di Indonesia melalui sebutan bilangan, selanjutnya untuk dijadikan
sebagai pembanding awal (rujukan) digunakan sebutan bilangan bahasa Batak dan
bahasa Jawa. Seperti disebut di atas, sebutan bilangan di Jawa ada kemiripan
dengan sebutan bilangan di Bali. Bagaimana dengan sebutan bilangan dalam bahasa
Sunda?</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">
Sebutan bilangan 1=sidji (Djawa) mirip 1=hidji (Soenda), Seperti halnya Bali,
dalam bahasa Sunda juga ada beberapa perbedaan, misalnya 6=genap, </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">8=dalapan dan 9=salapan
(sementara dalam bahasa Melayu 9=sembilan). Seperti sebutan 1=sa dalam bahasa
Bali, diduga sa dalam bahasa Sunda untuk 9=salapan (sa-lapan) sementara dalapan
diduga merujuk pada dua-lapan. Bagaimana terbentuknya sebutan bilangan 8=dalapan
dan 9=salapan?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br />
</span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0uBwfq573mV5ioEQwe8sANvunM4iAnHRAjl-et2824tRQBEf5Pjhf51M5VBQ-55kBokJIhDhNWnYewpGsz1ODsWBxJNHF3IGjFNhDJyhuhWMfVFuc8SDu5ZkLemxkNWs7Ge29458BCJkvso244Y3ieco9bWsMjEIKtE4187N9slW_uajlZXuifLWqqioI/s346/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="274" data-original-width="346" height="253" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0uBwfq573mV5ioEQwe8sANvunM4iAnHRAjl-et2824tRQBEf5Pjhf51M5VBQ-55kBokJIhDhNWnYewpGsz1ODsWBxJNHF3IGjFNhDJyhuhWMfVFuc8SDu5ZkLemxkNWs7Ge29458BCJkvso244Y3ieco9bWsMjEIKtE4187N9slW_uajlZXuifLWqqioI/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Secara umum bahasa-bahasa di nusantara paling tidak dalam struktur
sebutan bilangan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk: bahasa Batak
terutama sapulu sada; bahasa Jawa terutama sebelas dan seperti kita lihat nanti
bahasa Ende yang mirip Romawi (penambahan/pengurangan). Dalam hal ini lambang dasar
bilangan Romawi terdiri dari I=1, V=5, X=10, L=50, C=100, D=500, M= 000,
sementara untuk bilangan lainnya merupakan kombinasinya. Lambang bilangan/angka
Romawi sejatinya berbentuk huruf/aksaranya sendiri (I, V, X. L, C, D dan M).
Sangat simple. Dasarnya hanya dengan mengetahui aksara Romawi akan mengetahui
lambang angka Romawi. Berbeda dengan
lambang/angka Jawa yang cukup rumit. Bagaimana dengan lambang bilangan Batak?
Bukan lambang huruf tetapi ditentukan dengan bentuk yang berbeda dari
aksaranya. Bentuk bilangan Batak adalah bentuk geometris (garis dan bidang;
titik dan ruang implisit). Tampaknya dari lambang bilangan dari berbagai aksara
yang ada hanya lambang bilangan bahasa Batak yang berbentuk geometris. Mengapa?
Yang dimaksud geomotrik dalam hal ini titik. garis, bidang dan ruang, yang mana
kumpulan titik adalah garis (dimensis atu); hubungan garis adalah bidang
(dimensi dua); hubungan bidang adalah ruang (dimensi tiga). Pada masa ini
operasi bilangan adalah system aritmatika dan operasi geometric adalah system
kalkulus. Dalam nomor/angka bilangan Batak, angka 1, 2, 3 adalah garis (mirip
angka 1, 2 3 Romawi). Bagaimana dengan angka 4? Yang jelas berbeda dengan angka
Romawi. Angka 4 Batak eksplisit adalah bentuk bidang segitiga (kumpulan tiga
garis) tetapi dihitung secara ruang. Artinya segi tiga adalah bidang paling
sedikit sisinya (hanya tiga). Jika dibuat menjadi ruang, jumlah bidangnya
menjadi empat. Oleh karena itu ditulis bidang segitiga tetapi dihitung ruang
segitiga (diamond). Bagaimana dengan angka 5? Empat garis yang dicoret sehingga
jumlahnya lima garis. Angka 6 dilambangkan dengan bentuk empat persegi (kubus).
Seperti segitiga untuk angka 4, bidang kubus dalam hal ini dihitung ada enam
bidang pada ruang. Sementara angka 7
dilambangkan dengan cara meminjam dari sebagian lambang angka 5 (dua garis; garis
lurus dan garis diagonal). Bagaimana dengan angka 8? Dua gabungan segitiga yang
jumlah bidangnya adalah 2 kali empat bidang sebanyak 8 (delapan) bidang.
Sedangkan angka 9 adalah angka 7 yang ditambahi garis pendek (yang tampak
sebagian dari bentuk angka 8). Bagaimana dengan angka 10? Yang jelas dalam
aksara Batak tidak ada angka nol (kosong).
Lambang angka 10 dibuat dalam bentuk satu garis yang menyatakan satu dan
di depannya lambang bilangan puluh (berbentuk ketupat/jajaran genjang) sehingga
dibaca sada pulu yang disingkat menjadi sapulu. Bagaimana dengan angka 11? Yang
jelas tidak ada kosa kata belas dalam bahasa Batak. Dalam bahasa Batak angka 11
dibaca sapuluh sada, 12-sapulu dua, dst. 20 (dua puluh), 21-duapuluh sada.
Penulisan dan pembacaan (lisan) sebutan bilangan bahasa Batak bersifat biner
(1-0; sada ketupat/jajaran genjang). Last but not least. Bagaimana dengan 100?
Dua ketupat/jajaran genjang dibaca ratus (misalnya saratus, dua ratus); tiga
ketupat dibaca ribu (misalnya saribu, dua ribu). Demikian seterusnya bersifat
biner. Lalu bagaimana dengan lambang bilangan Yunani? Seperti lambang bilangan
Batak untuk 1-3 mirip dengan lambang bilangan Romawi. Akan tetapi lambang
bilangan 4 Batak mirip dengan lambang bilangan 10 Yunani. Apakah ini
mengindikasikan lambang bilangan Romawi dan Yunani terispirasi dari lambang
bilangan Batak? Yang jelas lambang bilangan Batak 1, 9 dan 10 mirip dengan
lambang bilangan Arab. Dalam perkembangan masa selanjutnya, apakah lambang
bilangan Latin merujuk pada lambang bilangan Arab? Yang jelas aksara-aksara
sudah lama adanya. KF Holle tahun 1880 mendokumentasi daftar semua aksara yang
terdapat di nusantara (lihat Tabel Oud en Nieuw Indisch Alphabetten: Bijdrage
tot de Palaeographi van Nederlandsch Indie (Bruining en Co, 1882). Aksara-aksara
inilah kemudian yang digunakan oleh para ahli untuk mempelajari aksara-aksara
di Indonesia. Pada tahun 1927 Schröder, seorang Jerman menemukan ada kemiripan
aksara Funisia dengan aksara Batak (lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by
EEW Gs Schröder ini Journal of the American Oriental Society, Vol. 47, 1927).
Sebagaimana diketahui bangsa Fenisia atau Funisia (Phoenices) adalah bangsa
kuno yang pernah menguasai pesisir Laut Tengah. Mereka berasal dari wilayah
Timur Tengah, atau sekarang di Lebanon dan Suriah. Penemuan aksara oleh
Schröder tentulah menarik perhatian dunia internasional di bidang linguistic
dan aksara. Jarak antara Laut Tengah dan pantai barat Sumatra sangat berjauhan.
Selama ini dipahami bahwa dari dua kelompok aksara Semit Utara yang terdiri
dari aksara Aramee dan aksara Fenesia. Aksara Aramea diduga menurunkan aksara
Jawa melalui aksara Pallawa dan ke atas aksara Brahmi. Sedangkan aksara Fenesia
(silabis) menurunkan aksara Yunani (alfabet) hingga ke aksara Latin. Jika
aksara Batak setua aksara Fenesia, lalu apakah lambang bilangan Batak yang
menjadi inspirasi dalam terbentuknya lambang bilangan Yunani, Romawi, Arab dan
Latin?</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ini sangat tergantung pada tingkat pemahaman kita, apakah peradaban
modern bermula di barat (Eropa) atau peradaban modern bermula di timur
(nusantara). Yang jelas, s</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">ejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan
gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya
sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">.</span></blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam hal ini penting diperhatikan dalam sebutan
bilangan bahasa Batak dan bahasa Jawa yang mirip satu sama lain, yakni
munculnya sebutan bilangan 6=genap, 8=dalapan dan 9=salapan dalam bahasa Sunda.
Dalam hal ini untuk 9=salapan (sa-lapan) sementara dalapan diduga merujuk pada
dua-lapan. Bagaimana dengan sebutan bilangan 6=genap? Sebagaimana diketahu,
sebutan bilangan-bilangan tersebut dalam bahasa Melayu adalah 6=enam, 8=delapan
dan 9=sembilan. Sejauh ini disebut bahasa Batak, bahasa Jawa dan bahasa Sunda
adalah bahasa-bahasa Austronesia dan bahasa Melayu sendiri terbentuk dari
bahasa-bahasa Austronesia.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Aksara dan Lambang Bilangan: Bahasa-Bahasa di Wilayah
Papua</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-6095481648218816702024-02-12T18:23:00.005+07:002024-02-12T18:24:39.061+07:00Sejarah Bahasa (294): Bahasa Arui-Moor di Pulau Rutomorja dan Pulau Ratewo di Teluk Gelvink; Nama Nabire Teluk Cendrawasih <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
merujuk pada bahasa yang mendahuluinya. Bahasa berkembang karena adanya interaksi
antar bahasa. Bagaimana dengan sebutan bilangan. Yang jelas dalam perkembangan
lebih lanjut bahasa termasuk sebutan bilangan, terbentuknya aksara (huruf) dan
lambang bilangan (angka). Bagaimana dengan di Papua? Ada baiknya dimulai dari
barat (Sumatra dan Jawa). Mengapa?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNCPqdQGMSoUXolTSWmjOKY_6gUf__tY1kDf2aOWWqu-cM4TUz8BvVo6cGsFaLn5aDhlrdZ1pccvQGApHyJIGvfA11KAxJCcLJ2LeAaYrTvVTSTVQMbf7lEpqSERuLuHk7WDz0mUdo5CvOvLD0MUHy9ioytapefi49hfvpyje5yXuNlGGXS_RCdye0vPTQ/s749/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="749" data-original-width="599" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNCPqdQGMSoUXolTSWmjOKY_6gUf__tY1kDf2aOWWqu-cM4TUz8BvVo6cGsFaLn5aDhlrdZ1pccvQGApHyJIGvfA11KAxJCcLJ2LeAaYrTvVTSTVQMbf7lEpqSERuLuHk7WDz0mUdo5CvOvLD0MUHy9ioytapefi49hfvpyje5yXuNlGGXS_RCdye0vPTQ/s320/image001.png" width="256" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Jejak
Kata Bilangan dalam Prasasti Berbahasa Bali Kuno: Hubungan Kekerabatannya dalam
Rumpun Bahasa Melayu Polinesia. I Ketut Paramarta; I.B. Putrayasa; dan I.B.
Putra. November 2019. Forum Arkeologi
32(2):95. Abstrak. <i>Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendeskripsikan
beragam kata bilangan bahasa Bali Kuno yang terekam dalam jejak prasasti
berbahasa Bali Kuno dan mengungkapkan hubungan kekerabatanya dalam jenjang
kekerabatan Proto-Malayo Polynesian. Kata bilangan dalam salinan prasasti
berbahasa Bali Kuno dan kata bilangan pembanding dalam rumpun Proto-Austronesia
dan Proto-Malayo Polinesian dikumpulkan. Jejak kata bilangan bahasa Bali Kuno
yang ditemukan dalam tinggalan prasasti berbahasa Bali Kuno adalah kata
bilangan desimal utuh, kata bilangan inovasi leksikal yang tidak memiliki
konsekuensi struktur tetapi memiliki keterkaitan dengan makna-makna budaya, dan
kata bilangan tinggi.Bahasa Bali Kuno menyimpan jejak verbal dalam bentuk kata
bilangan sebagai ekspresi budaya menghitung yang terbukti memiliki relasi
kekerabatan dengan bahasa-bahasa dalam rumpun Melayu Polinesia.</i></blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah melacak asal usul bahasa
melalui sebutan bilangan dalam bahasa-bahasa di Indonesia? Seperti disebut di
atas bahasa dan aksara adalah satu hal, sebutan bilangan dan lambang bilangan
adalah hal lain lagi. Aksara dan lambang bilangan di wilayah bahasa Papua. Lalu
bagaimana sejarah melacak asal usul bahasa melalui sebutan bilangan dalam bahasa-bahasa
di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiexVwcPRGAeYCM4WpQ5rLGvblZf1ojaPq1DCg92cq17-t0jKQjeTMLtahyphenhyphenwU5eIZ1wvBKDiixsk6U0lx3P92vOQm9OCD6jCM0bxBpjHndc3j2VBpVl0TTqMxV1DwahjDpo5bsuT1ypCfnoLDBD63FWF6UP09MrDBZLycVC48gUcBfAnsEVBGrh3eO5j7py/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiexVwcPRGAeYCM4WpQ5rLGvblZf1ojaPq1DCg92cq17-t0jKQjeTMLtahyphenhyphenwU5eIZ1wvBKDiixsk6U0lx3P92vOQm9OCD6jCM0bxBpjHndc3j2VBpVl0TTqMxV1DwahjDpo5bsuT1ypCfnoLDBD63FWF6UP09MrDBZLycVC48gUcBfAnsEVBGrh3eO5j7py/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Melacak Asal Usul Bahasa Melalui Sebutan Bilangan
dalam Bahasa-Bahasa di Indonesia; Aksara dan Lambang Bilangan</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Aksara dan Lambang Bilangan: Bahasa-Bahasa di Wilayah
Papua</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-52202300460340022772024-02-11T19:22:00.016+07:002024-02-12T15:54:55.392+07:00Sejarah Bahasa (293): Bahasa Papua, Ragam Bahasa Papua, Papua Beragam Bahasa; Pada Mulanya di Tanah Papua Berbahasa Satu? <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Tentang
bahasa-bahasa. Bahasa adalah salah satu warisan masa lampau yang masih tersisa
pada masa kini. Sungai secara fisik adalah warisan, tetap ada dan berada di
tempatnya sejak masa lampau, tetapi tidak dengan airnya. Sebaliknya, bahasa
tetap lestari meski secara fisik para penuturnya telah berganti (misalnya kakek
diteruskan anak dan kemudian diteruskan oleh cucu). Yang menjadi pertanyaan:
mengapa bahasa-bahasa di Papua sangat beragam dan jumlahnya sangat banyak?
Apakah karena penuturnya berganti atau bahasanya berganti? <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh28YsDtumUbiFhzOnCER-c4llK3BO9McDXtGvLfNehSbpfNLT1b5Fmmj2NrCp-AChA_EtgaDk-6WENuyHC7kVtS7ljSHN_4e2L2JQL77tsxWq-8XeCUCUFXvbHnabaXHrhTxx8nsbB50vCreZ_Mfir2k7B_IeY3Z4w7qzS9Gv7vVVYCww_f79Abl3LCDXy/s747/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="747" data-original-width="581" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh28YsDtumUbiFhzOnCER-c4llK3BO9McDXtGvLfNehSbpfNLT1b5Fmmj2NrCp-AChA_EtgaDk-6WENuyHC7kVtS7ljSHN_4e2L2JQL77tsxWq-8XeCUCUFXvbHnabaXHrhTxx8nsbB50vCreZ_Mfir2k7B_IeY3Z4w7qzS9Gv7vVVYCww_f79Abl3LCDXy/s320/image001.png" width="249" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Pulau
Papua, Pulau 1000 Bahasa. <i>Wilayah Papua sampai Papua Nugini, terdapat 1000
bahasa, yang menjadi sebuah misteri, kapan munculnya keberagaman tersebut. Setiap
suku memiliki bahasanya sendiri. Masa kini, ada banyak penelitian yang
dilakukan tentang bahasa-bahasa Papua, yang telah diteliti oleh pakar
linguistik sejak tahun 1700-an. Dalam berbagai penelitian di pulau Papua bahwa
setiap bahasa saling berkaitan satu sama lain. Bahkan dalam beberapa bahasa ada
bahasa yang sama sekali berbeda. 'Mengapa pulau Papua memiliki beragam bahasa?'
Bagaimana awal mula bahasa yang begitu banyak? Pertanyaan-pertanyaan ini, bukan
baru ditanyakan pada generasi masa kini? Tetapi sejak lampau pertanyaan ini
juga menjadi perbincangan orang Papua. Pada masa lampau, orang Papua tidak
mengenal sistem aksara dalam bentuk tulisan. "Mengapa ada begitu banyak
bahasa di Papua?", Setiap kampung, setiap suku, setiap wilayah ada
bahasanya sendiri</i>. (https://www.pustakapapua.com/2022/)</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa di Papua, ragam
bahasa Papua, Papua beragam bahasa? Seperti disebut di atas bahasa-bahasa di
Papua sangat beragam dan sangat banyak jumlahnya. Apakah di Papua bahasa pada awalnya
berbahasa satu? Lalu bagaimana sejarah bahasa di Papua, ragam bahasa Papua,
Papua beragam bahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW8WFG6S2w3saYKZe8uBQNbE35wY2yg5ZkS4_C7IW82ZSqJGwI6q4KM4k2OF-Ku2jY6TCoZc2QhKeysbVyqQPhNvk4m2_F0C9qBJmOfaIoX6rDSe-2PZlLva_5I-JAZG-R2aVHfVgFRCqwtXrsJ-cxYG9E8V25zHQTW2b9ZHj9cEFB4lUXBK_4bwjGFOwK/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhW8WFG6S2w3saYKZe8uBQNbE35wY2yg5ZkS4_C7IW82ZSqJGwI6q4KM4k2OF-Ku2jY6TCoZc2QhKeysbVyqQPhNvk4m2_F0C9qBJmOfaIoX6rDSe-2PZlLva_5I-JAZG-R2aVHfVgFRCqwtXrsJ-cxYG9E8V25zHQTW2b9ZHj9cEFB4lUXBK_4bwjGFOwK/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa di Papua, Ragam Bahasa Papua, Papua Beragam
Bahasa; Apakah di Papua Bahasa Awalnya Berbahasa Satu </span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">CL Voorhoeve</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> telah mencatat 191 bahasa
di Papua. Catatan bahasa-bahasa Papua ini dapat dibaca dalam monografnya
berjudul Languanges of Irian Jaya Checklist Preliminary Classification,
Languange Maps, Wordlists (1976). </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">CL Voorhoeve</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> membuat klassifikasi berdasarkan proporsi
linguistic ke dalam 100 buah. Dalam daftar yang disajikan juga dibedakan rumpun
bahasa non-Austronesia dan rumpun Austronesia (termasuk dialek-dialek yang ada)
dengan perkiraan jumlah populasi dan nama-nama kampongnya.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiljRqKvHML0qfKyZrxj2H-Mt-kzmPe6y1lG4w8HmV2ENouvIrSqyuLMUbNyrdvjAa_U33k0oTyjrHrdbWrwTefDgdbDFh4kE6KPJBUdVrNBt6Y4v7A-ECghJYhDXe5K7CCTPLzb69TC6pzfaUgJpcG_W9mXV4dB_F9_4UX2QVkpgRGMplxXX8dDSKOHzRf/s558/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="390" data-original-width="558" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiljRqKvHML0qfKyZrxj2H-Mt-kzmPe6y1lG4w8HmV2ENouvIrSqyuLMUbNyrdvjAa_U33k0oTyjrHrdbWrwTefDgdbDFh4kE6KPJBUdVrNBt6Y4v7A-ECghJYhDXe5K7CCTPLzb69TC6pzfaUgJpcG_W9mXV4dB_F9_4UX2QVkpgRGMplxXX8dDSKOHzRf/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Yang masuk klassifikasi rumpun bahasa Austronesia adalah Aibondeni, <span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID;">Ambai, Ansus, Arguni, Bedoanas, Biak, Bongo, Busami, Dusner, Erokwanas, Irahutu,
Iresim, Kaiwai, Kurudu, Marau, Meoswar,</span> <span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID;">Mor, Munggui, Nabi,
Onin, Ormu, Papuma, Pom, Ron, Salawati, Sekar, Serui Laut, Sobei, Tandia,
Tarpia, Uruangnirin, Wabo. Wadapi Laut, Wandanem, Waropen, Woi, Yaur, Yeretuar,
Yotafa. Oleh karena keterbatasan data, ada beberapa bahasa yang tidak
terklassifikasi, yakni: Sauri, Kofei, Siromi, Bonefa, Nisa, Bafu, Massep dan
Wares. Catatan: pencatatan ini dipublikasikan pada tahun 1976, boleh jadi pada
masa ini situasi dan kondisinya telah berubah.</span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Maybrat adalah salah satu bahasa yang
paling banyak penduduknya di Papua. Bahasa ini bertetangga di semenanjung
kepala burung dengan bahasa Meyah dan bahasa Mantion di bagian timur. Populasi
Meyah sekitar 4.000 jiwa dan populasi Mantion sebanyak 12.000 jiwa. Bahasa
Mantion dianggap sebagai bahasa isolat.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF8Hn40ZLAAv93md0m-Y0jCUbJty0PC5Q9KnfxMSspkk6QqDeOB7s8mtvBkNEWrVSLStfjzla1TNpQfXXbyVFDFfruxJ_6oKaJT3Ac2ucBoG9LuU3b_IHLmLDT386Ub4ZdFpFUxjoxjsacM_pMEn4sdNPrtx_scObE3o02TgfQS-SH45zjrDap1b-LqIGw/s360/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="213" data-original-width="360" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF8Hn40ZLAAv93md0m-Y0jCUbJty0PC5Q9KnfxMSspkk6QqDeOB7s8mtvBkNEWrVSLStfjzla1TNpQfXXbyVFDFfruxJ_6oKaJT3Ac2ucBoG9LuU3b_IHLmLDT386Ub4ZdFpFUxjoxjsacM_pMEn4sdNPrtx_scObE3o02TgfQS-SH45zjrDap1b-LqIGw/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Seperti tampak dalam table, ketiga bahasa di semenanjung kepala burung
tersebut tidak memiliki kemiripan. Ketiga bahasa ini oleh <span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">CL Voorhoeve</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> diklaasifikasi sebagai
rumpun bahasa non-Austronesia.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dua rumpun bahasa memiliki sifat-sifat gramatika
yang sangat beragam mulai dari sistem bunyi, struktur kata, struktur frasa,
struktur kalimat, kata ganti orang, struktur makna sampai pada keragaman
pragmatis dalam penggunaan bahasa. Keragaman ini juga dipengaruhi oleh sejarah
kontak bahasa yang telah berlangsung berabad-abad di wilayah Jayapura dan di wilayah
Kepala Burung Papua (lihat Yusuf Sawaki: “Meneropong Tipologi Bahasa-Bahasa di
Papua: Suatu Tinjauan Singkat”. Linguistik Indonesia, Agustus 2018.<o:p></o:p></span></blockquote><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Apakah di Papua Bahasa Awalnya Berbahasa Satu: Apakah
Ragam Bahasa Papua Suatu Misteri?</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-68590855169173323952024-02-11T19:14:00.012+07:002024-02-11T19:18:27.496+07:00Sejarah Bahasa (292):Bahasa di Manokwari, Pintu Masuk Teluk "Gelvink" Cendrawasih; Bahasa Mantion dan Bahasa Meyah<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Mantion
(Manikion), juga dikenal dengan nama Sougb atau Sogh, adalah bahasa Papua dari
rumpun bahasa Doberai Timur yang dituturkan di wilayah Doberai Timur, sebelah
timur Meyah, selatan Manokwari. Bahasa ini terdiri dari empat dialek dan
dituturkan oleh kurang lebih 12.000 orang.</span> <span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Meyah atau Meyakh adalah sebuah bahasa yang dituturkan di kampong Meyah di distrik
Manokwari Utara.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGbFOzaN_w6QL0QaFhOWrJiwqxajlXt9_At1018UCrnsw2VrrXSNMBwmnPZ2mpHoUc79zEcrw93Y0byiWHghejNh_6BBoC3dkvCmkDK-ZGkccT2_gbJ7j9CQVVQhCBC6VnYaBxZMgeZ4vD0fZiN6akpHc2ojKifXOsJJfggnJzq57tqjghpXoEX1wvG1uK/s756/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="756" data-original-width="569" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGbFOzaN_w6QL0QaFhOWrJiwqxajlXt9_At1018UCrnsw2VrrXSNMBwmnPZ2mpHoUc79zEcrw93Y0byiWHghejNh_6BBoC3dkvCmkDK-ZGkccT2_gbJ7j9CQVVQhCBC6VnYaBxZMgeZ4vD0fZiN6akpHc2ojKifXOsJJfggnJzq57tqjghpXoEX1wvG1uK/s320/image001.png" width="241" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Kabupaten
Manokwari adalah sebuah kabupaten dan sebagai ibu kota dari provinsi Papua
Barat. Kabupaten Manokwari tepatnya di Pulau Mansinam adalah titik masuknya
Agama Kristen ke Pulau Papua di tahun 1855 oleh pendeta Carl Wilhelm Ottow dan
Johann Gottlob Geissler. Sekarang 5 Februari diperingati sebagai Hari Pekabaran
Injil di Pulau Papua. Hari jadi Manokwari yang jatuh pada tanggal 8 November
1898 di latar belakangi oleh peristiwa terbentuknya pos pemerintahan pertama di
Manokwari oleh Pemerintah Hindia Belanda, ketika Residen Ternate Dr DW Horst
atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda melantik Tn. L. A. Van Oosterzee
pada hari Selasa tanggal 8 November 1898 sebagai Controleer Afdeling Noord New
Guinea (Pengawas Wilayah Irian Jaya Bagian Utara) yang waktu itu masih termasuk
wilayah keresidenan Ternate. Tanggal 8 November inilah yang selanjutnya
ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Manokwari melalui Peraturan Daerah Nomor
16 Tahun 1995</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa di Manokwari, gerbang
masuk ke teluk Gelvink Cendrawasih? Seperti disebut di atas ada beberapa bahasa
di seputar kota Manokwari. Bahasa Mantion dan Bahasa Meyah. Lalu bagaimana sejarah
bahasa di Manokwari, gerbang masuk ke teluk Gelvink Cendrawasih? Seperti kata
ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRLVcyWJvSDwmz4kohci0GM016-UqjaFbJbhDgW56QPwp9jltmT8abRVIX5ONziWMnajGlbdMBOVPLsA6pKTr3KDmzA2fPHKkuA32ywr_91-DP71_ocxhO_1enuX4hTgCgQAY3TVE7VWRqj7qt7V1asxAxTwO3CWlajBBprANWvymPAHplYhPtqPBcufb6/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRLVcyWJvSDwmz4kohci0GM016-UqjaFbJbhDgW56QPwp9jltmT8abRVIX5ONziWMnajGlbdMBOVPLsA6pKTr3KDmzA2fPHKkuA32ywr_91-DP71_ocxhO_1enuX4hTgCgQAY3TVE7VWRqj7qt7V1asxAxTwO3CWlajBBprANWvymPAHplYhPtqPBcufb6/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa di Manokwari, Gerbang Masuk ke Teluk Gelvink
Cendrawasih; Bahasa Mantion dan Bahasa Meyah</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Mantion dan Bahasa Meyah: Bahasa Lingua Franca
di Manokwari Tempo Doeloe</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999).
Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-59393099333861634232024-02-10T20:42:00.014+07:002024-02-11T13:43:50.667+07:00Sejarah Bahasa (291): Bahasa Abun Bahasa Isolat Kabupaten Tambrau; Ragam Sebutan Bilangan Berbilang Ragam Bilangan <p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Abun
(juga dikenal dengan nama Yimbun, A Nden, Manif, Karon Pantai) adalah salah
satu bahasa Papua Barat di kabupaten Tambrau. (ibu kota di Sausapor) Bahasa
Abun di kampong Jokte, kampong Baun, kampong Subun, kampong Bamusbama di
distrik Sausapor. Bahasa ini tidak berkerabat dekat dengan bahasa lain. Penutur
bahasa Abun mulanya di kamponmg Abun kemudian pindah ke Sausapor. Ethnologue
dan Glottolog mengelompokkannya sebagai bahasa isolat berdasarkan kesamaan kata
ganti.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxmyDt5EMzILfxPul6UNqqEeHq2t1bwLtNwO148299POnab-aB7Ppfah6BbVBgN7U90IeR7AyXTKtY7SBQdGckXZcyd6czdLZPmYCWS0EoAjShEuPZQV6cV6DcwuEk097yP5biwntzDSEc-ySwVJQ6CZX8iZiXBd-wMWLbvMFmcQEedczOXKvCuV0KN0gw/s686/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="686" data-original-width="601" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxmyDt5EMzILfxPul6UNqqEeHq2t1bwLtNwO148299POnab-aB7Ppfah6BbVBgN7U90IeR7AyXTKtY7SBQdGckXZcyd6czdLZPmYCWS0EoAjShEuPZQV6cV6DcwuEk097yP5biwntzDSEc-ySwVJQ6CZX8iZiXBd-wMWLbvMFmcQEedczOXKvCuV0KN0gw/s320/image001.png" width="280" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Analisis
Kata Bilangan Bahasa Abun Ragam Abun Ta Dusreuj Bikar Kabupaten Tambrauw. Irwan
Soulisa, Frenny S. Pormes, Peter Manuputty (Dosen Universitas Victory Sorong). 2020.
Abstrak. <i>Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kata bilangan
bahasa Abun Ragam Abun Ta di Distrik Kibar Kabupaten Tambrau. Bentuk penelitian
ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah penulis sendiri. Hasil
yang diperoleh bahwa kata bilangan pada bahasa Abun memiliki pengertian
mengartikan arti maksud sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari,
juga pada adjektiva bahasa Abun memiliki bentuk numeralia, yang terdiri atas
(1) Numeralia pokok, (2) Numeralia Tingkat. Dari makna Numeralia bahasa Abun
dapat diidentifikasi (1) numeralia pokok tentu, (2) numeralia pokok taktentu,
(3) numeralia ukuran</i>. (Jurnal Akrab Juara)</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Abun bahasa isolat
di kabupaten Tambrau? Seperti disebut di atas bahasa Abun di Sausapor, Tambrau.
Ragam sebutan bilangan berbilang ragam bilangan. Lalu bagaimana sejarah bahasa
Abun bahasa isolat di kabupaten Tambrau? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMdXbqL2oaC0ZbFQFZi_WTxwjnTpRbQ_BarXFMHYP0zVFB3TtNsUcxB_yz-OyCog0yDjOr2Q7uOJRf6YipJIUJSiuiRc31z6sBWLeOvatnEGEtK1iISsiSiOiLV5YQFQZ2_QRLm5mjp5guVOIMqiyvSc8ed0wUZeGKNG2lLDcxVhFy9QyrMx8F08POg0et/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMdXbqL2oaC0ZbFQFZi_WTxwjnTpRbQ_BarXFMHYP0zVFB3TtNsUcxB_yz-OyCog0yDjOr2Q7uOJRf6YipJIUJSiuiRc31z6sBWLeOvatnEGEtK1iISsiSiOiLV5YQFQZ2_QRLm5mjp5guVOIMqiyvSc8ed0wUZeGKNG2lLDcxVhFy9QyrMx8F08POg0et/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Abun Bahasa Isolat di Kabupaten Tambrau; Ragam
Sebutan Bilangan Berbilang Ragam Bilangan</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;">Sebutan bilangan, aksara dan lambang bilangan adalah tiga hal yang
berbeda tetapi tidak terpisahkan satu sama lain. Sebutan bilangan adalah ucapan
(lisan), aksara adalah koding (tulisan) dan lambang bilangan adalah tanda
(lukisan). Sebutan bilangan dikoding (huruf) dengan lambang bilangan
(angka/nomor). Apakah aksara dan lambang bilangan bahasa Abun?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht-ft4W11-7P5lfAZNYmmyciMojqD7T3lAs7JpJvpr2MdiYM4OmJol1kUlrPbO3Vq56PPBj8GJDd85SfWXttPi9BR7wJ0HW3N16rrD8WmYTIuLWqTaRV6lrqadFoCR7vNEiCDP6x5znwe0tXdj4aBoZkNnUJf5Eg3znZKP3CClHEDK7NjITTmu5x_hMqMh/s527/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="440" data-original-width="527" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht-ft4W11-7P5lfAZNYmmyciMojqD7T3lAs7JpJvpr2MdiYM4OmJol1kUlrPbO3Vq56PPBj8GJDd85SfWXttPi9BR7wJ0HW3N16rrD8WmYTIuLWqTaRV6lrqadFoCR7vNEiCDP6x5znwe0tXdj4aBoZkNnUJf5Eg3znZKP3CClHEDK7NjITTmu5x_hMqMh/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Bahasa Jawa dan bahasa Batak
memiliki aksara dan lambang bilangan berbeda. Namun sebutan bilangan Batak dan Jawa
mirip satu sama lain. Bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut sada,
sementara dalam bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua (loro), 3=tolu (telu), 4=opat
(papat), 5=lima (lima), 6=onom (enem), 7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia
(sanga)=10=sapulu (sepuluh); 11=sapulu sada (sebelas), 12=sapulu dua (dua
belas). Lambang bilangan Batak mirip dengan lambang bilangan Arab (1 9 dan 10)
dan lambang bilangan Romawi (1,2 dan 3). Lantas bagaimana dengan lambang
bilangan Latin? Yang jelas tidak mirip dengan Romawi. Lambang bilangan Romawi
diambil dari aksara. Lalu bagaimana lambang bilangan Latin? Mirip dengan
lambang bilangan Batak (1, 7. 8, 9, 10) dan lambang bilangan Arab (1, 3, 9, 10).
</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebutan bilangan bahasa Abun (1-10) berbeda dengan
sebutan bilangan bahasa Jawa dan bahasa Batak. Sebutan bilangan bahasa Abun
(belasan) berbeda dengan sebutan bilangan bahasa Jawa dan bahasa Batak. Namun
pola bilangan belasan bahasa Abun lebih mirip dengan bahasa Batak dari pada
bahasa Jawa. Perhatikan: 11=sop dikm 12=sop we yang dalam bahasa Batak 11=sapulu
sada, 12=sapulu dua. Akan tetapi untuk sebutan bilangan 20 dst berbeda antara
bahasa Abun dan bahasa Batak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwCHD2k4sgedpJr8fFaWXKADtchZqWDn7CZDVSbj47Av8vHLbcUxJ3Wcc3HZuKQYL4L4Wjzt3MCf-xsOT8V-gXQPpPdQQvuRFgK2jz6HgxUyeFUeatO-EAc7h4sOEZHtx1K74CSDqKZ9aejwR3OZ62uF8b2-_kcfhp5JuBnYWimQPSTqvisholMjYzWeRW/s390/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="202" data-original-width="390" height="166" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwCHD2k4sgedpJr8fFaWXKADtchZqWDn7CZDVSbj47Av8vHLbcUxJ3Wcc3HZuKQYL4L4Wjzt3MCf-xsOT8V-gXQPpPdQQvuRFgK2jz6HgxUyeFUeatO-EAc7h4sOEZHtx1K74CSDqKZ9aejwR3OZ62uF8b2-_kcfhp5JuBnYWimQPSTqvisholMjYzWeRW/s320/image002.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Bagaimana perbandingan sebutan bilangan bahasa Abun dengan bahasa-bahasa
di wilayah Papua dan Maluku? Dari table yang ditampilkanm bahasa Abun berbeda
dengan bahasa-bahasa di sekitar, tidak hanya di wilayah barat (Maluku) juga berbeda dengan di wilayah timur (Papua). Sebutan bilangan bahhasa Abun dan
bahasa Maybrat di daratan kepala burung bersifat unik dari angka satu hingga sepuluh
(bersifat isolat). Sebutan bilangan bahasa Waropen lebih sederhana, hanya
memiliki sebutan bilangan 1-5. Bagaimana dengan sebutan bilangan bahasa Tidore?
Sebagaimana diketahui orang Tidore sudah sejak lama memperluas perdagangan ke
pantai barat dan pantai utara Papua. Sebutan bilangan Tidore juga secara khsusu
bersifat unik (isolat). </blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebagaimana sebutan bilangan bahasa Tidore (termasuk
bahasa-bahasa di pulau Halmahera), sebutan bilangan bahasa Abun juga terkesan
bersifat isolat (unik). Namun sebutan bilangan di pulau-pulau kecil di sekitar
pulau Papua terkesan ada kemiripan satu sama lain, seperti antara bahasa (pulau)
Salawati dan bahasa (pulau) Biak. Sebutan bilangan bahasa Salawati tampak lebih
mirip ke bahasa-bahasa di bagian barat (hingga yang terjauh bahasa Batak).
Dalam hal ini sebutan bilangan di Salawati yang secara geografis denganpulau Seram
dimana sebutan bilangan dalam bahasa-bahasa di Seram lebih mirip dengan bahasa
Jawa dan bahasa Batak.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Meski secara umum sebutan bilangan bahasa-bahasa Tidore, Maybrat, Abun
dan Waropen, tetapi tampaknya ada satu dua sebutan bilangan yang diadopsi
(dipinjam) dari bahasa-bahasa di bagian barat (Austrinesia) seperti sebutan
bilangan 9=sio dalam bahasa Tidore; Peminjaman juga terjadi dalam bahasa Maybrat
untuk sebutan bilangan 1=sau; bahasa Abun 7=fit; bahasa Waropen 5-rimo dan
10=sangoero. Penyebutan sebutan bilangan belasan bahasa-bahasa isolat tersebut
memiliki pola yang seragam dengan bahasa Batak (tetapi berbeda dengan bahasa
Jawa). Sebutan bilangan di Waropen yang hanya 1-5 dan kemudian dilakukan
pengulangan tidak unik, juga terdapat dalam beberapa bahasa seperti di Flores (Ende)
yakni enam adalah rimaasa (6=5 dan1) dan tujuh adalah rimarua (7=5 dan 2). <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Ragam Sebutan Bilangan Berbilang Ragam Bilangan:
Austronesia dan Melanesia</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa dan bilangan adalah dua hal yang berbeda.
Bahasa dikoding dalam bentuk huruf (aksara) dan bilangan dilambangkan dengan
anga (nomor)). Namun bahasa dan bilangan dapat digabungkan dalam struktur
tulisan (sintaksis) adalah dua hal yang berbeda. Sejauh ini belum/tidak
ditemukan aksara dan lambang bilangan dalam bahasa Abun. Oleh karena itu sumber
yang ada untuk memahami sejarah bahasa Abun adalah bahasa Abun itu sendiri.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Satu diantara studi bahasa Abun adalah studi yang dilakukan oleh </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Antonius Maturbongs</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> dan</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> Asmabuasappe</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">. Hasil studi mereka berjudul
Fonologi Bahasa Abun di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat yang dimuat
dalam </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra UPI</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (2016). Catatan: Studi-studi bahasa serupa ini ada baiknya dilakukan
untuk semua bahasa-bahasa di wilayah Papua dan wilayah lainnya. Secara khusus
di wilayah Papua begitu banyak bahasa-bahasa dengan jumlah penutur populasi
kecil. Hasil-hasil laporan yang dipiblikasikan adalah salah satu cara untuk melestarikan
bahasa-bahasa sekalipun suatu saat bahasa itu punah.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel
sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or
perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-51699532625215041712024-02-10T20:36:00.002+07:002024-02-10T20:36:57.863+07:00Sejarah Bahasa (290): Bahasa Mpur Bahasa Isolat di Pedalaman Kabupaten Tambrau; Pantai Utara Semenanjung Kepala Burung<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Mpur dituturkan di kampong Kebar, distrik Kebar, kabupatren Tambraw, provinsi
Papua Barat. Bahasa Mpur berbatasan dengan bahasa Meyah di sebelah timur dan
bahasa Abun di sebelah barat serta bahasa Maibrat di sebelah selatan. Bahasa
Mpur berbeda dengan bahasa Meyah, bahasa Abun dan bahasa Maibrat.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3lniEKvh0VSwO72TJfjPS-zFJepc6yIMMQNt794QcKZ4mhOPEkTmn851y_XZPMLKPC4tM2y0WkHgCl69x_ZLyPwPQfRCCohvpobkGOij_ziICqsKzgw4yE3zy5NfSsvzsYgPVH-hwq7783TQFxuGkYMizA65sGYjhiu5T36Xq1RaOaN1nyGvWrFLf0I9N/s684/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="684" data-original-width="564" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3lniEKvh0VSwO72TJfjPS-zFJepc6yIMMQNt794QcKZ4mhOPEkTmn851y_XZPMLKPC4tM2y0WkHgCl69x_ZLyPwPQfRCCohvpobkGOij_ziICqsKzgw4yE3zy5NfSsvzsYgPVH-hwq7783TQFxuGkYMizA65sGYjhiu5T36Xq1RaOaN1nyGvWrFLf0I9N/s320/image001.png" width="264" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Mpur atau Amberbaken (juga dikenal dengan nama
Kebar, Ekware, dan Dekwambre), adalah salah satu bahasa di Papua Barat. Bahasa
ini tidak berkerabat dekat dengan bahasa apa pun. Meski Ross (2005)
mengelompokkannya ke dalam rumpun bahasa Papua Barat berdasarkan kesamaan kata
gantinya. Ethnologue dan Glottolog mengelompokkannya sebagai bahasa isolat. Kebar
adalah sebuah distrik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya jumlah penduduk sebanyak
1.228 jiwa, Kebar terdiri dari kampong Anarum, Apoki, Injai, Jafai, Jambuani, Manaria,
Matatun, Wabanek, Wasanggon</i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">. (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bahasa Mpur bahasa
Isolat di pedalaman kabupaten Tambrau? Seperti disebut di atas bahasa Mpur
adalah bahasa isolate. Pantai utara Semenanjung Kepala Burung. Lalu bagaimana sejarah
bahasa Mpur bahasa Isolat di pedalaman kabupaten Tambrau? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWQbKVLbqW8uTOzK84F7yU9Q8RnhvkxeYINoMLuTj42XbO2B3-vM2PRKNRWDwtWuimRCO_DSFYVwJdViY0S3M3bt6ZHQ3xoWR_cUiC0INpISmS58tY9zoyoqc-uEMB4mraXHsQqrjcFhrLlsYnqTChV28XgT2hhOwVeMBftgqkAvvbck3XbMtfEmHWmsbA/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWQbKVLbqW8uTOzK84F7yU9Q8RnhvkxeYINoMLuTj42XbO2B3-vM2PRKNRWDwtWuimRCO_DSFYVwJdViY0S3M3bt6ZHQ3xoWR_cUiC0INpISmS58tY9zoyoqc-uEMB4mraXHsQqrjcFhrLlsYnqTChV28XgT2hhOwVeMBftgqkAvvbck3XbMtfEmHWmsbA/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa Mpur Bahasa Isolat Pedalaman Kabupaten Tambrau;
Pantai Utara Semenanjung Kepala Burung</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Pantai Utara Semenanjung Kepala Burung: Bahasa-Bahasa
Isolat</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2131006957303437262.post-30036741191614677172024-02-09T20:13:00.010+07:002024-02-09T23:34:21.758+07:00Sejarah Bahasa (289): Polarisasi Bahasa-Bahasa di Nusantara, Bahasa Etnik, Bahasa Lingua Franca; Austronesia dan Melanesia<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;">*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini </span><span class="MsoHyperlink" style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", "serif"; font-size: 12pt;"><span lang="EN-ID" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><a href="https://poestahadepok.blogspot.com/search/label/Sejarah%20BAHASA" style="color: #1f24ad; text-decoration-line: none;">Klik Disini</a></span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; mso-ansi-language: EN-ID; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-font-kerning: 18.0pt;">Bahasa
Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia sebagai lingua franca. Siapa
pemiliknya adalah seluruh bangsa Indonesia. Lantas bagaimana dengan bahasa
Jawa? Bahasa Jawa sebagai bagian terbesar populasu Indonesia pemiliknya adalah
orang Jawa. Demikian halnya bahasa-bahasa di pulau lainnya. Satu yang jelas
bahasa Jawa seakan satu-satunya bahasa di pulau Jawa. Berbeda dengan di Maluku
dan Papua yang sangat beragam dengan populasi-populasi kecil. Apakah gambaran
serupa itu yang terjadi di masa lampau di pulau Jawa? <o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></i></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVXcOWoFPuZCalGyWtiEBlRl1fFHI-nSjATs3C33pa-HJyDK2wraNP8Fx9P-YqaM8gtnpKMX2RDkG9vQ7oHOpCqm39JNEBB16YUx5QRVx_oDw_nkDVkg99rdGOneGLPJRC-J1I8UtKrxM9Am1Tn0yYAjJ8poVaqPy3jzzUu27zjtQ4Mb_10YwrSD161Rtq/s478/image002.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="478" data-original-width="404" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVXcOWoFPuZCalGyWtiEBlRl1fFHI-nSjATs3C33pa-HJyDK2wraNP8Fx9P-YqaM8gtnpKMX2RDkG9vQ7oHOpCqm39JNEBB16YUx5QRVx_oDw_nkDVkg99rdGOneGLPJRC-J1I8UtKrxM9Am1Tn0yYAjJ8poVaqPy3jzzUu27zjtQ4Mb_10YwrSD161Rtq/s320/image002.png" width="270" /></a></i></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;"><i>Dalam
ilmu linguistik, Melanesia adalah istilah usang yang mengacu pada bahasa-bahasa
Austronesia di Melanesia: yaitu bahasa-bahasa Oseanik, Melayu-Polinesia Timur,
atau Melayu-Polinesia Tengah-Timur. Dalam hal ini bahasa Melanesia (termasuk
Fiji) dibedakan dengan bahasa Polinesia dan Mikronesia. Kini diketahui bahwa
bahasa-bahasa Melanesia tidak membentuk suatu simpul silsilah: bahasa-bahasa
tersebut dianggap bersifat parafiletik dan kemungkinan besar bersifat
polifiletik; seperti bahasa Papua, istilah ini sekarang digunakan untuk
kemudahan. Dalam kaitannya dengan afiliasi filogenetik, “bahasa Melanesia”
mengacu pada kumpulan rumpun bahasa yang heterogen: beberapa bahasa Austronesia,
seperti cabang Halmahera Selatan – Papua Barat. Semua bahasa non-Austronesia di
wilayah tersebut, yaitu bahasa-bahasa Papua (yang merupakan kumpulan heterogen).
Sebagian besar bahasa Melanesia merupakan anggota rumpun bahasa Austronesia
atau salah satu dari sekian banyak rumpun bahasa Papua.</i><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> (Wikipedia)<o:p></o:p></span></blockquote><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Lantas bagaimana sejarah bolarisasi bahasa-bahasa
di Nusantara, bahasa etnik dan lingua franca? Seperti disebut di atas di
nusantara (menurut pulau-pulau) ada bahasa dengan populasi besar dan ada
populasi kecil. Bahasa-bahasa Austronesia dan Melanesia. Lalu bagaimana sejarah
bolarisasi bahasa-bahasa di Nusantara, bahasa etnik dan lingua franca? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.</span><span style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left;"><b>Link </b> </span><a href="https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982" style="background-color: white; color: #1f24ad; font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; text-align: left; text-decoration-line: none;">https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982</a></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><span></span></span></p><a name='more'></a><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMJn1F0TycuF-ebGGJCWVIGi8qzwzFZVHM-u3RX8bt7ElbvFFrNjxQWmnJ7xO5wzzM_aeBDNTrTuLgyFLWwjCheSEElq0RTqUSB5EKZw__Wn_ARgtDaw9lbspjukg_m2F9vGkeBflP-vuBjHB52RkIXNS-Pa-16c03MeQUm13K6TSBaKUY5kXrqAxSbu5j/s802/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="802" height="204" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMJn1F0TycuF-ebGGJCWVIGi8qzwzFZVHM-u3RX8bt7ElbvFFrNjxQWmnJ7xO5wzzM_aeBDNTrTuLgyFLWwjCheSEElq0RTqUSB5EKZw__Wn_ARgtDaw9lbspjukg_m2F9vGkeBflP-vuBjHB52RkIXNS-Pa-16c03MeQUm13K6TSBaKUY5kXrqAxSbu5j/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.</blockquote><o:p></o:p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Polarisasi Bahasa-Bahasa di Nusantara, Bahasa Etnik
dan Lingua Franca; Bahasa-Bahasa Austronesia dan Melanesia</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebelum memahami polarisasi
bahasa-bahasa di Nusantara (baca: Indonesia) ada baiknya kita perbandingkan
sebutan bilangan dari beberapa bahasa yang dimuat dalam artikel Sri Winarti
dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berjudul Sistem Bilangan
Beberapa Bahasa di Papua, </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">NTT</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> dan Maluku Utara yang dimuat adalam Ranah: Jurnal Kajian Bahasa (2017).
Bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa Tarfia (Papua), bahasa Marind (Papua),
bahasa Lamaholot (NTT), bahasa Adang (NTT), bahasa Makian Timur (Maluku Utara),
dan bahasa Ternate (Maluku Utara).</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu8UNyF4JI2YePW4um5ZffJv2zsOh8t7jWmBH7j1c6WblBqmPd9VUVqJXUpOx6TZ_hRBp7XHDGNx5z7514rtI5lyXOtbXcUoLreujeIdGNeADr39vujikNW2VlQPVI0WNEO_WubomemBd2CPRmwLBGUrxCmQWM6le9agvUjD40HmIqd5V8s3pGd3rKcD5s/s591/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="367" data-original-width="591" height="199" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu8UNyF4JI2YePW4um5ZffJv2zsOh8t7jWmBH7j1c6WblBqmPd9VUVqJXUpOx6TZ_hRBp7XHDGNx5z7514rtI5lyXOtbXcUoLreujeIdGNeADr39vujikNW2VlQPVI0WNEO_WubomemBd2CPRmwLBGUrxCmQWM6le9agvUjD40HmIqd5V8s3pGd3rKcD5s/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Dalam perbandingan bahasa-bahasa pada masa untuk jumlah yang cukup banyak
menggunakan daftar Swadesh, tetapi untuk jumlah yang sedikit dapat digunakan
kosa kata elementer atau sebutan bilangan hingga belasan. Untuk kosa kata
elementer adalah kosa kata yang digunakan di dalam keluarga atau komunitas yang
kecil seperti ibu, ayah, kakak, hidung, mata, gigi, perut, kaki dan sebagainya.
Keutamaan sebutan bilangan sangat berguna jika ada interaksi dengan pihak lain,
yang di masa lampau dalam hubungannya pertukaran (perdagangan).</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Dalam perbandingan bahasa-bahasa, sebagai rujukan
dapat misalnya dipilih sebutan bilangan dalam bahasa Batak dan bahasa Jawa:</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bilangan/angka satu dalam
bahasa Batak disebut sada, sementara dalam bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua
(loro), 3=tolu (telu), 4=opat (papat),
5=lima (lima), 6=onom (enem), 7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu
(sepuluh); 11=sapulu sada (sebelas), 12=sapulu dua (dua belas), Kedua bahasa
ini dalam sebutan bilangan lebih banyak persamaan dari pada perbedaan.Dalam table
bahasa di atas, bahasa Lamaholot di NTT lebih mirip dengan bahasa Batak dibanding
lainnya. Bahasa Adang di Alor yang berdekatan Lamholot di Solor tampak lebih
mirip dengan bahasa-bahasa di Papua.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioQF2P1_OY0lewb8sqmSiPh_RQUf1l-3s_kQLvEn_z8cWm82TPPcvtjY1_0s_H2KToOdba5aG5aHf62L-xB-cQe1jz4ys1VdyUT3_xm9aB7t3X73-oqenyKb2MP2Dvr8sazRBijQVcDfJaqnMRkSlSVojYwdfH5fWIlLlkGTwNjQmzgHq0n8yI3wGM8Ltc/s576/image001.png" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" data-original-height="425" data-original-width="576" height="236" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioQF2P1_OY0lewb8sqmSiPh_RQUf1l-3s_kQLvEn_z8cWm82TPPcvtjY1_0s_H2KToOdba5aG5aHf62L-xB-cQe1jz4ys1VdyUT3_xm9aB7t3X73-oqenyKb2MP2Dvr8sazRBijQVcDfJaqnMRkSlSVojYwdfH5fWIlLlkGTwNjQmzgHq0n8yI3wGM8Ltc/s320/image001.png" width="320" /></a></div><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: justify;">Sebutan bilangan di Ternate berbeda dengan bahasa Batak, sebaliknya
bahasa Makian lebih mirip. Fakta bahasa Ternarte dan Makian adalah dua pulau di
Maluku utara yang terbilang berdekatan. Sebutan bilangan di Makin lebih mirip
dengan bahasa-bahasa di pulau Seram. Sebutan bilangan di Ternate dan di Papua (Tarfia
dan Marind) sama sekali berbeda dengan bahasa Batak. Jika bahasa Batak dan
bahasa Jawa di bagian barat, tampak semakin timur berbeda sebutan bilangan.
Kemiripan dalam hal ini mengindikasikan adanya kekerabatan.</blockquote><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebutan bilangan di Ternate pada dasanya kurang lebih
sama dengan di Tidore. Sebutan bilangan di dua pulau ini lebih mirip dengan
sebutan bilangan dengan bahasa-bahasa di Halmahera. Dalam hal ini sebutan
bilangan di pulau Halmahera berbeda dengan sebutan bilangan di pulau Seram.
Oleh karena sebutan bilangan di Kei (selatan) dan di Sangir (utara) ada kemiripan
dengan di Seram (dan juga bahasa Batak dan bahasa Jawa), lantas apakah sebutan
bilangan bahasa-bahasa di Halmahera lebih mirip dengan bahasa-bahasa di Papua?</span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 36pt; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Sebutan bilangan dalam bahasa Ambel di pulau Waigeo (Radja Ampat) adalah
sebagai berikut: 1=kitem, 2=low, 3=tul, 4=fat, 5=lim, 6=wanom, 7=fit, 8=wal, 9=siw,
10=lafe. Sebutan bilangan di Waigeo lebih mirip di pulau Seram daripada di
pulau Halmahera.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><b><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Bahasa-Bahasa Austronesia dan Melanesia: Populasu
Besar vs Populasi Kecil</span></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;">Tunggu deskripsi lengkapnya</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-outline-level: 1; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt;"> </span></p><p>
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<b>Akhir Matua Harahap</b>,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). K<a name="_Hlk130593275">orespondensi:</a></span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><a href="mailto:akhirmh@yahoo.com"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-font-kerning: 18.0pt;">akhirmh@yahoo.com</span></a></p>Akhir Matua Harahaphttp://www.blogger.com/profile/15240016115691372927noreply@blogger.com0