Kamis, 11 Oktober 2018

Sejarah Kota Surabaya (24): Sejarah Gempa Bumi di Madura; Gempa Besar di Pulau Sapudi, Sumenep Pernah Terjadi 1891


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini

Peristiwa gempa bumi kembali terjadi setelah beberapa waktu yang lalu terjadi di Donggala, Sigi dan Palu. Hari ini gempa bumi terjadi di Kabupaten Sumenep, Madura. Goncangan gempa terberat terjadi di pulau Sapudi, Kecamatan Sumenep. Kekuatan gempa yang terjadi 6.3 SR dan telah menyebabkan korban jiwa juga mengalami kerusakan rumah sebanyak 246 unit. Kejadian gempa bumi Sapudi tercatat pernah terjadi pada tahun 1891.

Di pulau Sapoedi, Residentie Madoera, pada tanggal 26 Februari 1891, sebuah gempa bumi yang menakutkan diamati dari arah Barat ke Timur (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-03-1891).

Sejauh ini catatan gempa di Madura sulit ditemukan. Catatan gempa penting untuk melihat riwayat kegempaan di wilayah tersebut. Catatan gempa, vulkanik atau tektonik, di suatu wilayah juga penting untuk bahan dalam memprediksi kemungkinan terjadi (berulang) di masa yang akan datang. Informasi dari catatan gempa dapat berguna untuk tetap menjaga kewaspadaan masyarakat. Untuk itu, mari kita telusuri riwayat gempa di wilayah Madura.

Jumat, 05 Oktober 2018

Sejarah Kota Medan (75): Sejarah Gempa Bumi di Medan dan Deli, Tercatat Sejak 1883; Apakah Kota Medan Langka Gempa?


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Gempa bumi di Medan pernah terjadi pada bulan Oktober 2016 dengan kekuatan 3.5 SR. Laporan terbaru gempa bumi di Medan terjadi pada Januari 2017 dengan kekuatan 5.6 SR. Guncangan gempa ini sempat membuat warga Kota Medan panik. Menurut BMKG pusat gempa berada 26 Km barat daya Deli Serdang pada kedalaman 10 Km. Gambaran ini sudah cukup menjelaskan bahwa Medan dan Deli bukan wilayah bebas gempa.

Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 13-05-1886
Sulit menemukan catatan sejarah gempa di Medan dan Deli. Riwayat gempa di suatu wilayah dapat berguna untuk memahami perilaku kegempaan di wilayah tersebut. Selain untuk peringatan agar tetap waspada, catatan sejarah gempa dapat dijadikan sebagai data pendukung untuk memperkirakan kejadian gempa di masa datang.

Kejadian gempa di Medan dan Deli sudah dilaporkan sejak 1883. Laporan kejadian gempa tahun 1883 menjadi penting karena menjadi informasi awal untuk memahami gempa di Medan dan Deli sudah pernah ada jauh sebelumnya. Lalu gempa bumi juga pernah dilaporkan pada tahun 1886. Catatan inilah yang menginformasikan bahwa gempa bumi pada masa ini (2016 dan 2017) bukan hal yang baru atau langka. Lantas masih adakah kejadian gempa di Medan dan Deli dalam rentang waktu 130 antara tahun 1886 dan 2016? Untuk keperluan pengetahuan, mari kita telusuri.

Sabtu, 29 September 2018

Sejarah Makassar (15): Sejarah Gempa di Sulawesi; Gempa Tsunami Palu Donggala (1927) Kembali Menyeret Korban Banyak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Pada hari Kamis tanggal 1 Desember 1927 pukul 12.45 telah terjadi gempa dahsyat di Donggala. Gempa ini juga cukup keras dirasakan di Palu. Kantor Asisten Residen di Donggala runtuh sebagian. Di Palu dua pasar runtuh dan sebagian bangunan dermaga hancur. Sebuah gelombang pasang (baca: tsunami) di Teluk Paloe menyebabkan kehancuran rumah-rumah di daratan. Sebanyak 14 orang tewas terbunuh dan sekitar lima puluh orang luka. Nilai kerusakan diperkirakan sekitar f50.000. Gubernur Jenderal mendelegasikan wewenang kepada Asisten Residen di Dongala untuk menyelidiki bantuan dimana ia dapat menggunakan uang kas daerah yang tersedia.

Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1927
Berita di atas ditransmisikan oleh dari Manado yang dikutip oleh surat kabar yang terbit di Soerabaija, Soerabaja Handelsblad yang kemudian dilansir oleh surat kabar yang terbit di Batavia yakni Bataviaasch nieuwsblad edisi 03-12-1927.

Peristiwa gempa yang diikuti tsunami kembali terjadi kemarin sore (28-09-2018) di Palu dan Donggala. Gempa yang berkekuatan 7.4 SR dan perkiraan tsunami 1.5-2 meter. Menurut berita terakhir hari ini korban meninggal telah melampaui angka 400 orang. Suatu angka yang sangat besar. Ini adalah suatu bencana nasional. Kita semua bangsa Indonesia sangat prihatin dan turut berduka. Jika dulu tahun 1927 hanya ditangani oleh Asisten Residen dengan anggaran daerah, kini penanganannya haruslah lintas kementerian dengan anggaran pusat.

Sabtu, 08 September 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (8): Lukman Hakim, dari De Javasche Bank hingga Bank Indonesia; Sejarah Awal Bank di Indonesia


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bank Indonesia sejatinya dicatat secara keliru. Sejarah Bank Indonesia seoralh-olah dimulai tanggal 1 Juli 1953 (seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953). Sementara pengakuan (kemerdekaan) Indonesia oleh Belanda sudah berlangsung sejak 27 Desember 1949 (hasil perjanjian KMB di Den Haag). Periode antara 27 Desember 1949 hingga 1 Juli 1953 tidak dicatat Bank Indonesia sebagai bagian sejarahnya Bank Indonesia. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada bagian penjelasan Bab-VIII, Pasal 23 tentang Keuangan dinyatakan akan membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia.

Gedung Bank Indonesia (eks Javasche Bank)
Dalam catatan sejarah Bank Indonesia, eksistensi De Javasche Bank (sejak 1828) dibedakan dengan eksistensi Bank Indonesia (sejak 1953). Dalam hal ini, pimpinan tertinggi De Javasche Bank disebut Presiden (Komisaris) dan pimpinan tertinggi Bank Indonesia disebut Gubernur. Akibatnya nama Sjafroeddin Prawiranegara dicatat dengan dua judul jabatan, yakni sebagai Presiden Javasche Bank antara tahun 1951 hingga 1953 dan sebagai Gubernur Bank Indonesia antara 1953 hingga tahun 1958. Dengan kata lain, Sjafroeddin Prawiranegara adalah Presiden Javasche Bank terakhir dan Gubernur Bank Indonesia yang pertama.

Pertanyaannya: Mengapa pimpinan bank sentral Indonesia Sjafroeddin Prawiranegara seolah-olah baru dimulai tahun 1953 padahal secara defacto Sjafroeddin Prawiranegara sudah bertanggungjawab penuh sejak 1951? Lantas kemudian mengapa fase transisi ini tidak dianggap penting, dan sejarah Bank Indonesia baru dianggap penting sejak diberlakukannya Undang--Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Padahal esensi fase transisi ini justru seharunya lebih penting sebagai bagian sejarah Indonesia jika dibandingkan dengan sejarah fase Javasche Bank dan sejarah fase Bank Indonesia. Akibat keliru dalam mencatat esensi sejarah yang penting, peran Lukman Hakim menjadi tenggelam dan peran Sjafroeddin Prawiranegara seakan segalanya. Padahal, Lukman Hakim adalah orang Indonesia yang paling berperan penting dalam membidani peralihan Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Lukman Hakim adalah pelopor Bank Indonesia. Inilah sejarah Bank Indonesia yang sebenarnya.

Minggu, 26 Agustus 2018

Sejarah Kota Medan (74): Pesawat Pribadi Presiden Indonesia Pertama Bernama Dolok Martimbang; Ir. Soekarno Resmikan USU


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini

Universitas Sumatera Utara (USU) diresmikan sebagai universitas negeri pada tanggal 20 November 1957 oleh Presiden Soekarno. Kedatangan Presiden Soekarno ke Medan menggunakan pesawat pribadi dengan nama Dolok Martimbang. Lantas mengapa nama universitas diberi nama Universitas Sumatera Utara dan mengapa penegeriannya telat dilakukan? Dan, mengapa pula nama pesawat kepresiden Indonesia Ir. Soekarno diberi nama Dolok Martimbang?

Pesawat Kepresidenan Pertama 'Dolok Martimbang' (1957)
Dolok Martimbang, suatu gunung (dolok) yang bernama Martimbang terdapat di Kabupaten Tapanuli (Utara), Provinsi Sumatera Utara. Di kaki gunung ini terdapat lembah (rura) Silindoeng yang subur yang dipenuhi sawah-sawah yang luas.

‘Air Force One’ Dolok Martimbang adalah pesawat hadiah pemberian Presiden Uni Soviet Nikita Kruschev kepada Presiden Soekarno. Saat pesawat jenis IL-14 buatan Uni Soviet mendarat kali pertama di Pangkalan Udara Halim (Tjililitan) tanggal 10 Mei 1957. Presiden Soekarno langsung meninjau ke bandara dan spontan memberi nama Dolok Martimbang. Semua orang yang hadir ‘molohok’.

Rabu, 22 Agustus 2018

Sejarah Kota Padang (56): Sejarah Pendirian Universitas Andalas di Sumatra Tengah; Perguruan Tinggi Pantjasila di Kota Padang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini 

Pada tanggal 13 September 1956 Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta meresmikan pembukaan Universitas Andalas di Bukittinggi. Ini menandai berdirinya universitas negeri (PTN) di Sumatra. Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan tiga PTN yang semuanya berada di Jawa, yakni Universitas Gadjah Mada yang berpusat di Djogjakarta (didirikan tahun 1949), Universitas Indonesia yang berpusat di Djakarta (didirikan tahun 1950) dan Universitas Airlangga di Soerabaja (didirikan tahun 1954). Bersamaan dengan pendirian Universitas Andalas di Bukittinggi juga didirikan PTN baru di Sulawesi yang berpusat di Makassar yang diberi nama Universitas Hasanoeddin.

Prof. Dr. Mohamad Sjaaf, Ph.D (1951)
Gagasan pendirian universitas di Sumatra pada awalnya (1953) mencakup tiga kota dimana di kota-kota tersebut sudah eksis perguruan tinggi yakni di Padang (fakultas hukum, 1951), di Medan (fakultas kedokteran, 1952) dan di Palembang (fakultas ekonomi, 1953). Gagasan ini direspon Kementerian Pendidikan tahun 1954 dengan melakukan reorganisasi pendidikan tinggi. Dari dua universitas negeri (PTN) yang sudah didirikan di Djogjakarta (Universitas Gadjah Mada) dan di Djakarta (Universitas Indonesia) akan ditambah satu PTN di Soerabaja serta dua buah PTN lagi di Sumatra dan di Sulawesi. Nama-nama PTN akan disesuaikan. Selain mempertahankan nama Universitas Gadjah Mada, nama Universitas Indonesia akan diubah menjadi Universitas Poernawarman. Untuk PTN di Soerabaja diberi nama Universitas Airlangga, sementara PTN di Sumatra diberi nama Universitas Adityawarman, sedangkan nama PTN di Sulawesi diberi nama Universitas Hasanoeddin. Foto Prof. Dr. Mohamad Sjaaf, Ph.D (De vrije pers: ochtendbulletin, 31-12-1951)

Lantas mengapa gagasan pendirian universitas di Sumatra yang berbasis tiga kota tidak terlaksana? Lalu mengapa usulan nama universitas di Sumatra dengan nama Universitas Adityawarman tidak terwujud?  Dan, mengapa universitas di Sumatra dipusatkan di Bukittinggi dan kemudian namanya disebut Universitas Andalas? Semua pertanyaan ini sepintas tidaklah terlalu penting, tetapi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini justru menjadi berguna untuk menjelaskan peta awal pembentukan universitas (PTN) di Indonesia, di Sumatra dan di Sumatra Tengah. Universitas Andalas yang berada di Sumatra Tengah inilah kelak yang menjadi cikal bakal Universitas Andalas di Kota Padang yang sekarang.

Sabtu, 18 Agustus 2018

Sejarah Kota Surabaya (23): Universitas Airlangga, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Ketiga; NIAS dan Universitas Indonesia


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini

Universitas Airlangga adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ketiga. PTN yang pertama didirikan oleh Pemerintah RI adalah Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta yang diresmikan pada tanggal 18 Desember 1949 dan Universitas Indonesia di Djakarta pada tanggal 2 Februari 1950. Peresmian Universitas Airlangga sendiri dilakukan di Soerabaja oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1954 tepat pada Hari Pahlawan (lihat De nieuwsgier, 12-11-1954).

De nieuwsgier, 24-12-1954
Pembentukan Universitas Airlangga pada dasarnya merupakan gabungan lembaga-lembaga pendidikan yakni berbagai perguruan tinggi dan institut yang ada di Soerabaja. Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah bagian/cabang dari Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.

Lantas bagaimana proses pembentukan universitas di Soerabaja berlangsung dan mengapa namanya disebut Airlangga? Pertanyaan ini tentu bukan hal yang esensial, tetapi hal itu menjadi penting karena selama ini tidak pernah diceritakan. Untuk itu, artikel ini mendeskripsikan bagaimana Universitas Airlangga terbentuk.

Jumat, 10 Agustus 2018

Sejarah Universitas Indonesia (4): Sejarah Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia; Sarjana Lulusan Pertama Drs. Sie Bing Tat


*Semua artikel Sejarah Universitas Indonesia dalam blog ini Klik Disini 

Fakultas Ekonomi adalah fakultas yang dibentuk baru di Universitas Indonesia yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 September 1950. Pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia pada dasarnya tidak terkait dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Universitas Indonesia. Hal ini berbeda dengan Fakultas Psikologi yang dibentuk dari keberadaan pendidikan (ilmu) psikologi di Fakultas Kedokteran; Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang dibentuk dari keberadaan ilmu-ilmu sosial dan politik di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Indonesia; dan Fakultas Ilmu Komputer yang dibentuk dari Pusat Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.

Java-bode, 26-08-1953
Fakultas Ekonomi di Unversita Indonesia benar-benar dibentuk baru, seperti halnya kemudian dalam pembentukan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Teknik. Ketika Fakultas Ekonomi di Univesitas Indonesia dibentuk pada tahun 1950 sesungguhnya tidak ada yang berubah di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Jusrusan (departemen) Sosial Ekonomi tetap eksis di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial. Sebaliknya, di Fakultas Ekonomi tidak pernah terdapat jurusan (departemen/program studi) Sosial Ekonomi.

Mengapa dalam berbagai tulisan disebutkan Fakultas Ekonomi terkait dengan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Universitas Indonesia? Disebutkan Jurusan Sosial Ekonomi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Indonesia dipisahkan lalu kemudian dibentuk menjadi Fakultas Ekonomi. Padahal kenyataannya tidak demikian. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini mendeskripsikan proses pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (FEUI). Sebagaimana diketahui Fakultas Ekonomi yang dimaksud tersebut adalah fakultas yang kini namanya menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB-UI). Lantas siapa-siapa saja yang menjadi sarjana lulusan pertama di FEUI? Mari kita lacak!

Jumat, 13 Juli 2018

Sejarah Universitas Indonesia (3): Sejarah Panjang Universitas Indonesia; Prof. Mr. Soepomo, Ph.D Doktor Hukum Cum Laude


*Semua artikel Sejarah Universitas Indonesia dalam blog ini Klik Disini
 

Inilah sejarah Universitas Indonesia yang sebenarnya. Satu fase terpenting dalam sejarah Universitas Indonesia adalah masa peralihan dari Universiteit van Indonesie menjadi Universitas Indonesia. Tokoh yang terbilang berperan penting dalam fase peralihan ini adalah Prof. Mr. Soepomo, Ph.D. Sementara itu, universitas negeri Universitas Gadjah Mada sudah terbentuk di Djogjakarta. Dalam proses membentuk universitas nasional (Universitas Indonesia), pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) menginginkan Universitas Gadjah Mada digabung (dilebur) ke Universitas Indonesia. Namun itu tidak terjadi karena ada penolakan termasuk Wakil Perdana Menteri RI di Djogjakarta Abdul Hakim Harahap. Alasannya hanya satu: Universitas Gadjah Mada yang didirikan RI di Djogjakarta 1949 adalah situs penting perjuangan para Republiken. Boleh jadi alasan Abdul Hakim Harahap karena pendirian Universitas Gadjah Mada digagas oleh seniornya Prof. Mr, Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (Menteri Pendidikan RI kedua).

Prof. Soepomo (De Telegraaf, 09-01-1950)
Pada awal tahun 1950, Presiden Ir. Soekarno dan Menteri Pendidikan Dr. Aboe Hanifah menghadiri Kongres Mahasiswa Indonesia (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-01-1950). Presiden mengatakan ‘tujuan kami adalah negara nasional (nationale staat) dan itu belum tercapai’. Sementara Menteri Pendidikan mangatakan ‘niat pemerintah sesegera mungkin untuk membangun Universitas Nasional (Nationale Universiteit). Inilah gagasan awal pembentukan Universitas Indonesia.

Sejarah Universitas Indonesia sendiri adalah sejarah yang sangat panjang. Embrionya bermula ketika sekolah tinggi kedokteran didirikan pada tahun 1851 di Weltevreden (kini Gambir). Proses peralihan Universiteit van Indonesie ke Universitas Indonesia tahun 1951 hanya satu fase di dalam perjalanan panjang sejarah Universitas Indonesia. Dengan kata lain butuh waktu 100 tahun sejak lahir (1851) hingga Universitas Indonesia benar-benar milik pemerintah Indonesia (1951). Tahap berikutnya dalam perkembangan Universitas Indonesia sebagaimana wujud yang sekarang sesungguhnya baru selesai pada tahun 1963 setelah Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dimekarkan menjadi Institut Pertania Bogor.

Selasa, 03 Juli 2018

Sejarah Yogyakarta (1): Dr. Sardjito, Ph.D, Dokter Bergelar Doktor; STOVIA, Boedi Oetomo, Leiden, Pasteur Instituut, UGM


* Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Sardjito, hanya itu namanya: singkat dan padat. Namun kapasitas Sardjito tidak hanya seorang dokter lulusan Stovia, tetapi Dr. Sardjito adalah dokter Indonesia generasi pertama yang berhasil meraih gelar doktor (Ph.D). Tidak hanya itu, Dr. Sardjito, Ph.D juga adalah tokoh penting organisasi kebangsaan Boedi Oetomo. Nama dokter Sardjito juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari Pasteur Instituut dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dr. Sardjito, Ph.D
Dr. Sardjito, Ph.D adalah orang Indonesia kedua yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran (1923). Dr. Sardjito, Ph.D adalah pribumi pertama yang menjabat direktur Pasteur Instituut. Sementara itu, perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran adalah Dr. Ida Loemongga, Ph.D (1931). Sedangkan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D adalah orang pribumi pertama yang menjabat direktur Eijkman Instituut. Ida Loemongga kelahiran Padang dan Achmad Mochtar kelahiran Bondjol adalah sama-sama berasal dari Mandailing dan Angkola (Afdeeling Padang Sidempoean, Tapanoeli). Ida Loemongga adalah anak Dr. Haroen Al Rasjid Nasution dan Achmad Mochtar adalah anak guru Omar Loebis.

Namun sangat disayangkan, riwayat Dr. Sardjito ditulis sangat singkat, padahal Dr. Sardjito catatan karirnya sangat fantastik: Dokter doktor kedua, Direktur Pasteur pertama dan Rektor UGM pertama. Data riwayat Dr. Sardjito, Ph.D yang singkat tersebut ternyata banyak informasinya yang ditulis keliru. Satu hal lain tidak pernah ditulis ternyata Dr. Sardjito juga 'master' dalam permainan catur. Untuk itu, sejarah Dr. Sardjito, Ph.D perlu ditulis kembali (selengkap mungkin dan seakurat mungkin). Mari kita telusuri surat kabar sejaman.