Minggu, 16 Desember 2018

Sejarah Kota Ambon (1): Kota Ambon, Bermula di Fort Victoria; Frederik de Houtman di Pulau Ambon, Maluku, 1605


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini 

Membaca keseluruhan sejarah Kota Ambon tidak mudah. Demikian juga meringkas sejarah Kota Ambon juga tidak mudah. Seperti halnya Kota Batavia, sejarah Kota Ambon sangat luar biasa banyaknya. Hanya Kota Batavia dan Kota Ambon yang memiliki detail sejarah paling lengkap dari sudut pandang masa kini. Oleh karena itu, menulis sejarah Kota Ambon tidak akan pernah selesai.

Peta Ambon, 1665
Sumber tertua untuk memulai mempelajari awal sejarah Ambon adalah buku François Valentyn yang terbit tahun 1724 dengan judul Oud en nieuw Oost-Indien (sub judul vervattende een naaukeurige en uitvoerige verhandelinge van Nederlands mogentheyd in die gewesten, benevens eene wydlustige beschryvinge der Moluccos, Amboina, Banda, Timor, en Solor, Java en alle de eylanden onder dezelve landbestieringen behoorende). Sumber ini tela diperkaya oleh JKJ de Jonge dengan bukunya yang terbit tahun 1865 berjudul De Opkomst van Het Nederlandsch Gezag in Oost Indie, 1595-1610. Keutamaan buku François Valentyn karena orang Belanda pertama yang menghubungkan sejarah VOC dengan sejarah Portugis di Hindia. François Valentyn masih menemukan dokomen-dokomen Portugis di Batavia sebagai sumber primer. Sedangkan buku JKJ de Jonge, meski tidak bersentuhan langsung dengan dokumen Portugis dan dokumen VOC/Belanda tetapi cukup berhasil mengakumulasi dokomen sekunder secara detail tentang awal permulaan (orang-orang) VOC/Belanda di Hindia.

Sejarah Kota Ambon tidak ditemukan dalam laporan Cornelis de Houtman karena ekspedisi yang dipimpin Cornelis de Houtman (1595-1597) hanya sampai di Bali. Dalam sumber-sumber Belanda, sejarah Ambon baru dimulai pada saat ekspedisi yang dipimpin oleh Streven van der Hagen (1603-1605). Dua ekspedisi ini kebetulan catatan hariannya telah dibukukan dan dapat dibaca pada masa ini. Orang VOC/Belanda pertama di Ambon adalah Frederik de Houtman. Frederik de Houtman sendiri adalah adik kandung Cornelis de Houtman. Pada tahun 1605 Frederik de Houtman ditempatkan di Ambon.    

Sejarah Kota Depok (53): Cornelis Chastelein Tidak Hanya Tinggalkan Surat Wasiat, Juga Naskah Akademik


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Cornelis Chastelein dikenal karena telah menulis surat wasiat kepada para pekerjanya di Depok. Surat wasiat itu kemudian dipublikasikan oleh seorang pengacara setelah Cornelis Chastelein tutup usia. Surat wasiat tersebut telah dikutip dalam artikel lain dalam seri artikel Depok ini. Namun ternyata, Cornelis Chastelein juga adalah seorang penulis yang andal. Oleh karenanya, Cornelis Chastelein, pandangan selama ini Cornelis Chastelein sebagai seorang pejabat VOC, tetapi juga ternyata seorang akademisi.

Tulisan Cornelis Chastelein (1855)
Tulisan Cornelis Chastelein ini dimuat dalam Jurnal Tijdschrift  voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde yang terbit di Batavia tahun 1855. Tulisan Cornelis Chastelein ini cukup panjang dari halaman 63 hingga 104. Suatu tulisan seorang pejabat yang terbilang komprehensif pada era VOC. Jurnal ini diterbitkan oleh Het Bataviaasch Genootshap van Kunsten en Wetenchappen, onder Redactie Dr. R. Bleeker, J Munich en Elisa Netscher (Deel III), Batavia. Lange en Co, 1855.

Apa yang menjadi isi tulisan Cornelis Chastelein adalah satu hal, bagaimana munculnya upaya penerbitan (jurnal) di Hindia adalah hal lainnya. Dua hal ini tentu saja saling berkaitan. Oleh karena itu para pengelola jurnal yang kali pertama terbit tahun 1853 ini menganggap tulisan Cornelis Chastelein dianggap relevan sebagai salah satu tulisan yang dibuat pada era VOC. Setelah menelusuri semua edisi jurnal pada tahun-tahun awal, ternyata tulisan Cornelis Chastelein dapat digolongkan sebagai tulisan yang unik dan satu-satunya tulisan yang berasal dari era VOC.

Sejarah Kota Depok (52): Zulkarnain Alfisyahrin, DAN-IV Karate, Caleg DPRD Jabar 2019; Partai Nasdem, Dapil Kota Bekasi dan Depok


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini 

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 adalah pemilu yang sangat unik. Untuk kali pertama Pemilu di Indonesia melangsungkan lima kegiatan pemilihan sekaligus, yakni: Presiden/Wakil Presiden; Anggota DPR Tingkat Pusat, Anggota DPD, Anggota DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) ini akan serentak digelar tanggal 17 April 2019. Salah satu Calon Legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat di daerah pemilihan (Dapil) Kota Bekasi dan Kota Depok adalah Zulkarnain Alfisyahrin.

Zulkarnain Alfisyahrin, DAN IV Karate
Pada hari-H Pemilu tanggal 17 April 2019 di Tempat Pemungutan Suara (TPS), kita diberi lima lembar untuk dicoblos. Sangat sulit membayangkan seberapa banyak tanda gambar yang harus dipilih untuk masing-masing lembar yang berbeda. Dalam rangka inilah seorang kawan lama di Bekasi bernama Zulkarnain Alfisyahrin mengabarkan kepada saya bahwa telah resmi menjadi daftar calon tetap (DCT) mewakili Partai Nasdem untuk calon anggota DPRD Provinsi Jawa Barat di Dapil Kota Bekasi dan Kota Depok.

Saya sempat tertegun pencalonan Zulkarnain Alfisyahrin.Dia adalah kawan lama. Ingatan saya kembali ke masa lampau sejak di kampung. Dia adalah kawan saya sejak masih SMA di sebuah kota kecil di pedalaman Sumatra: Kota Padang Sidempuan. Saya baru ingat kembali, dialah yang mengajari saya belajar sampai bisa mengendarai sepeda motor HONDA CB 100. Artikel ini didedikasikan kepadanya tentang riwayat masa lampau hingga dia menjadi warga Kota Bekasi dan saya menjadi warga Kota Depok. Berikut inilah kisahnya.

Sabtu, 15 Desember 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (13): Daftar Panjang Organisasi Kebangsaan Tempo Dulu; Medan Perdamaian di Padang dan Awal Kebangkitan Nasional Indonesia


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disin

Bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, terbentuknya Republik Indonesia sejatinya dibangun di atas fondasi organisasi-organisasi kebangsaan. Dalam hal ini organisasi adalah kumpulan orang-orang Indonesia yang secara sadar untuk berserikat. Mereka mengawali dengan memupuk persatuan dan permufakatan lalu kemudian membentuk perhimpunan atau perserikatan. Dengan menyatukan semua energi para anggota di dalam organisasi akan menciptakan bargaining yang lebih kuat (baik untuk membantu memperkuat anggota maupun untuk melawan penjajah). Organisasi adalah wujud baru yang terbentuk di luar kekuasaan tradisional (aristokrasi/kerajaan yang telah diperalat penjajah).

De locomotief: Samarangsch handels en adv blad, 21-08-1902
Orang pribumi awalnya belajar berorganisasi dari orang-orang Eropa/Belanda yang berada di luar kekuasaan pemerintah (Pemerintah Hindia Belanda). Mereka itu adalah orang swasta, pensiunan pegawai atau militer yang kemudian membentuk organisasi sosial yang disebut societeit. Organisasi orang-orang Eropa/Belanda (societeit) ini lalu juga muncul pada bidang peminatan/profesi. Organisasi sosial (societeit) pertama didirikan di Padang tahun 1834. Organisasi (societeit) ini kemudian didirikan di Batavia (yang disebut Harmonie dan Concordia), di Soerabaja (Harmoni dan Concordia), di Semarang, di Bandoeng (Concordia), di Medan (De Witte) dan kota-kota lainnya. Semua organisasi-organisasi sosial tersebut berbadan hukum (disahkan oleh pemerintah)

Pada tahun 1900 di Padang, Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda menggagas dibentuknya organisasi sosial di kalangan pribumi. Organisasi ini diberinama Medan Perdamaian. Presiden/direktur pertama organisasi Medan Perdamaian adalah Dja Endar Moeda. Organisasi Medan Perdamaian dalam hal ini adalah organisasi kebangsaan Indonesia pertama.

Jumat, 14 Desember 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (12): Daftar Panjang Surat Kabar Indonesia Tempo Dulu; Pertja Barat, Awal Pencerdasan Bangsa


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disin

Surat kabar (koran) di Indonesia bukanlah baru. Sejarah surat kabar di Indonesia sejatinya sudah lama. Surat kabar Indonesia bermula dari surat kabar berbahasa Melayu yang dimiliki oleh investor Eropa/Belanda. Jenis surat kabar inilah kemudian yang diteruskan oleh orang Indonesia menjadi surat kabar nasional baik yang berbahasa Melayu maupun bahasa daerah.

Surat kabar pertama berbahasa Melayu, 1856
Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit tahun 1856 di Surabaya yakni Soerat kabar Bahasa Melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri & Co. Lalu pada tahun 1858 di Batavia terbit Soerat Chabar Batawie yang diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar berbahasa Belanda juga terus bertambah. Surat kabar ketiga berbahasa Melayu terbit tahun 1860 di Batavai bernama Selompret Malajoe, Soerat Kabar Basa Malajoe Rendah yang diterbitkan oleh GCT van Dorp. Sejak itu surat kabar berbahasa Melayu terus bertambah dan berkembang.

Surat kabar berbahasa Melayu pertama yang investornya pribumi dimulai di Padang. Pada tahun 1900 Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda mengakuisi surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat beserta percetakannya. Percetakan Winkeltmaatschappij (sebelumnya Paul Bauner & Co). Saat akuisisi percetakan Pertja Barat ini, Dja Endar yang juga editor Pertja Barat langsung pada tahun itu menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oelie dan majalah (pembangunan dan pertanian) dwimingguan Insulinde. Kedua media ini juga dipimpin editor Dja Endar Moeda. Singkat kata: Dja Endar Moeda adalah investor pertama pribumi di bidang media. Dja Endar Moeda sebelumnya pernah mengatakan sekolah dan pers sama pentingnya. Pers juga dapat mencerdaskan bangsa.

Minggu, 09 Desember 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (11): Liga-1 Indonesia 2018, Liga Paling Kompetitif di Dunia; Menit Terakhir Juara dan Degradasi


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disin

Saat ini anda sedang mengikuti pertandingan terakhir (pertandingan ke-34) Liga-1 Liga Indonesia yang dilakukan secara simultan di lima tempat yang berbeda. Lima pertandingan ini untuk menentukan klub mana yang menjadi juara liga dan klub-klub mana yang harus degradasi (turun ke Liga-2. Pertandingan dimulai sejak pukul 15.30 WIB.

Posisi Klassemen Pertandingan ke-33 Liga-1 Indonesia 2018
Liga-1 Liga Indonesia 2018 boleh dikatakan sebagai liga paling kompetitif di dunia. Hingga pertandingan terakhir liga belum bisa menentukan klub mana yang menjadi juara (The Winner) dan juga belum bisa menentukan tiga klub yang akan terdegradasi. Tidak hanya itu, interval poin tertinggi (kandidat juara) dan poin terendah (kandidat terdegradasi) relatif kecil.

Bagaimana Liga-1 Liga Indonesia 2018 dapat disebut liga paling kompetitif di dunia? Itu yang menjadi pertanyaannya. Liga-1 Liga Indonesia dapat dikatakan sebagai liga yang langka dan dapat dikategorikan sebagai salah satu liga paling kompetitif sepanjang masa. Marik kita simak.

Jumat, 07 Desember 2018

Sejarah Kota Padang (57): Djamaloedin Rasad dan Mahasiswa Asal Sumatra di Belanda, 1905; Peran Dja Endar Moeda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini 

Djamaloedin atau lengkapnya Baginda Djamaloedin bin Mohamad Rasad bukanlah orang biasa, tetapi pemuda luar biasa, mahasiswa pertama asal Kota Padang yang kuliah jauh di negeri Belanda. Djamaloedin tiba di Amsterdam, Belanda pada tahun 1903. Sementara itu mahasiswa pertama Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah Raden Kartono yang tiba di Belanda tahun 1896. Raden Kartono adalah abang dari Raden Adjeng Kartini.

Buku Djamaloedin (1920)
Djamaloedin sebelum berangkat studi ke Belanda adalah asisten redaktur majalah dwimingguan Insulinde yang terbit di Padang (1901-1902). Djamaloedin adalah alumni sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock (kini Bukittinggi). Majalah Insulinde terbit kali pertama tahun 1900.

Nama Djamaloedin kurang dikenal, padahal Djamaloedin adalah mahasiswa pertama asal Kota Padang di Belanda. Soal popularitas adalah masalah lain, tetapi bagaimana Djamaloedin tiba di Belanda dan melanjutkan studi di perguruan tinggi menjadi hal yang penting. Saat Djamaloedin tiba di Belanda jumlah mahasiswa Indonesia di Belanda masih hitungan jari. Untuk menambah pemahaman kita mari kita telusuri siapa dan bagaimana (Who is Who) kiprah Baginda Djamaloedin.

Rabu, 05 Desember 2018

Sejarah Menjadi Indonesia (10): Sejarah Bahasa Melayu dengan Aksara Latin; Buku, Surat Kabar dan Majalah


Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disin

Sejarah persuratkabaran di Indonesia dimulai dari sejarah penggunaan aksara Latin. Sebelum muncul surat kabar, situasi dan kondisi di Hindia Timur hanya ditemukan dalam buku yang merupakan laporan hasil perjalanan.

Joan Nieuhofs, 1682
Sejarah tulisan aksara Latin di Indonesia (baca: Hindia Timur) dimulai dari laporan perjalanan Joan Nieuhofs ke Hindia Timur yang diterbitkan dalam buku tahun 1682.

Lantas kapan buku dan surat kabar beraksara Latin berbahasa Melayu muncul kali pertama. Pertanyaan ini tentu masih perlu dijawab. Sebab, sejauh ini tidak pernah ditulis secara kronologis kapan introduksi aksara Latin dalam bahasa Melayu. Bahasa Melayu dalam hal ini harus dipandang sebagai bahasa pengantar (lingua franca) di Hindia Timur/Hindia Belanda

Sabtu, 01 Desember 2018

Sejarah Kota Depok (51): Sejarah Lenteng Agung dan Asal Usul; Melacak Posisi ‘GPS’ Klenteng Agoeng di Land Tanah Agong


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Lenteng Agung adalah suatu nama terkenal di selatan Jakarta berbatasan dengan Depok. Nama Lenteng Agung sendiri sudah terkenal sejak dulu. Namun namanya baru populer setelah tahun 1873. Ini sehubungan dengan selesainya pembangunan jalur rel kereta api Batavia-Buitenzorg, yang mana salah satu halte/stasion disebut Lenteng Agung.

Peta Lenteng Agung, 1901
Lenteng Agung, adalah suatu kelurahan yang termasuk wilayah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tetangga terdekatnya adalah Kelurahan Serengseng Sawah, yang juga termasuk Kecamatan Jagakarsa. Jika nama Lenteng Agung baru populer sejak 1873, nama Serengseng Sawah dengan nama penanda navigasi kuno ‘Sering Sing’ sudah teridentifikasi sejak tahun 1706. Memahami Lenteng Agung di masa lampau haruslah dikaitkan dengan Sering Sing dan Depok. Hanya dengan begitu dimungkinkan untuk mengetahui sejarah masa lampau di Lenteng Agung. Oleh karenanya, meski Lenteng Agung kemudian masuk wilayah Meester Cornelis (dan pada masa ini wilayah DKI Jakarta), tetapi secara historis, sejarah Lenteng Agung harus dilihat dari sudut Depok (Buitenzorg).

Nama Lenteng Agung bukanlah berasal dari suatu klenteng (lenteng) yang besar (agung). Namun nama Lenteng Agung berasal dari suatu proses (transfomasi) ‘klenteng di Tanah Agong’. Klenteng yang dimaksud terdapat di Tanah Agong. Dengan kata lain wilayah Lenteng Agung dulu namanya Tanah Agong. Yang sering menjadi pertanyaan pada masa ini dimana posisi GPS klenteng yang dulu pernah ada di Tanah Agong (kini Lenteng Agung). Tentu saja, kita tidak bisa melacaknya pada masa kini. Situsnya pada masa ini sudah tidak berbekas. Untuk keperluan pengetahuan masa kini, mari kita lacak dimana posisi ‘gps’ klenteng tersebut di masa lampau.

Minggu, 25 November 2018

Sejarah Bogor (26): Sejarah TPB IPB dan Mahasiswa Tingkat Keragaman Tinggi; Lulus, Bagai 'Air Mangalir Sampai Jauh'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
**Untuk melihat artikel Sejarah Dramaga dalam blog ini Klik Ini 

Di Institut Pertanian Bogor (IPB) tempo dulu sangat dikenal dengan TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Program pendidikan TPB ini sekarang disebut Program Pendidikan Kompetensi Umum (PPKU). Setiap mahasiswa IPB harus memulainya dari TPB, suatu program pendidikan tahun pertama sebagai persiapan untuk memasuki fakultas. Kurikulum pendidikan pada TPB ini bersifat bersama, semua mahasiswa harus mengambil mata kuliah yang seragam. Karena itulah nama program pendidikan IPB tersebut disebut Tingkat Persiapan Bersama, suatu program pendidikan yang dapat dianggap sebagai ‘hub’ antara pendidikan pasca SMA (juruan IPA) dan pendidikan pra-universitas (fakultas).

Kantor TPB-IPB dan mahassiwa (1983)
Program pendidikan TPB adalah pendidikan tahap persiapan dan dilakukan bersama ini dimulai tahun 1973 dan berakhir pada tahun 1993. Program ini dibagi dalam dua semester dengan memikul 12 matakuliah yang secara keseluruhan sebanyak 36 SKS. Untuk bisa lanjut ke fakultas, setiap mahasiswa harus lulus dengan IPK minimal 2.00. Nilai IPK di bawah 2.00 harus mengulang selama satu tahun tetapi mahasiswa yang memiliki IPK kurang dari 1.25 langsung Drop Out (DO). Mahasiswa yang mengulang dan mendapat nilai IPK kurang dari 2.00 juga harus ikhlas DO. Berat memang. Tapi itulah TPB IPB.

Program pendidikan TPB-IPB yang seragam, ternyata mahasiswanya sangat beragam. Mereka diundang setelah seleksi administratif sebagai siswa terbaik di sekolahnya. Mereka datang dari berbagai tempat di seluruh Indonesia, ada yang datang dari dekat tugu Monas di Jakarta ibukota Republik Indonesia, juga ada yang datang dari kota kecil terpencil di pedalaman Sumatra, seperti saya; ada yang lulusan SMA Negeri 8 Jakarta juga ada yang datang dari SMA Negeri 1 Padang Sidempuan, seperti adik kelas saya; ada yang datang dari Sabang dan ada yang datang dari Merauke, serta ada yang datang dari Sekolah Kedutaan di Paris. Tidak hanya itu, keluarga mereka juga sangat beragam, ada anak petani, seperti saya, juga ada anak Menteri dan anak Presiden; tentu saja ada anak seorang guru di pelosok kecamatan dan anak seorang guru besar di IPB. Bhineka tunggal ika di tingkat persiapan bersama. Benar-benar wujud miniatur Indonesia. Saya tahu persis karena saya termasuk di dalamnya dengan nomor identitas diri IP20.0324. Nomor ini menjadi kode navigasi untuk melacak mahasiswa pada angkatan (tahun tertentu) yang berada di Kelompok 2 dan Golongan 6.