Senin, 29 Juli 2019

Sejarah Tangerang (2): Kanal Mookervaart, Jalan Tol Sungai dari Benteng Tangerang ke Fort Angke; Dibangun Cornelis van Mook


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Kanal Mookervaart sejatinya adalah milik Kota Tangerang. Kanal Mookervaart adalah kanal air yang kini dikenal sebagai kanal di sisi selatan sepanjang jalan Daan Mogot Jakarta. Kanal Mookervaat pada masa lampau dibangun sebagai jalan tol sungai dari Tangerang ke Batavia. Rute pelayaran sungai Tjisadane dari Tangerang melalui laut ke Batavia sangat jauh dan melelahkan. Itulah gagasan awal pembangunan Mookervaart. Realisasi pembangunan kanal dipercepat karena meningkatnya suhu politik antara Kesultanan Banteng dan Pemerintah VOC.

Sungai Tjisadane di Tangerang, 1915
Jalan tol sungai, dalam hal ini untuk membedakan dengan pengertian jalan tol (darat) dan jalan tol air atau jalan tol laut. Jalan tol sungai mirip dengan jalan tol darat, tetapi jalan tol sungai melalui air dengan membangun kanal air di darat. Pembangunan jalan tol sungai telah memperpendek waktu tempuh pelayaran dan lebih aman. Jalan tol sungai ini mengutip retribusi bagi setiap perahu/kapal yang melintas. Kanal sungai ini cukup banyak dibangun sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Satu yang terpenting adalah kanal Mookervaart yang dibangun pada masa konflik (perang).  

Dengan adanya kanal Mookervaart pertumbuhan dan perkembangan kota Tagerang semakin pesat. Iulah keutamaan Mookervaat. Tidak hanya itu, lahan-lahan di wilayah sekitar kota (district Tangerang) juga semakin intensif diusahakan, bahkan hingga sampai ke Serpong. Lantas bagaimana itu semua terhubung satu sama lain? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Kanal Mookervaart adalah heritage Kota Tangerang.

Sabtu, 27 Juli 2019

Sejarah Tangerang (1): Kota Tangerang Bermula di Benteng Tangerang; Tjisadane, Tjiliwong dan Tjilengsi Berhulu di Bogor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Setelah benteng Batavia (Casteel Batavia) dibangun (1619), benteng yang dibangun berikutnya adalah benteng (pulau) Onrust. Benteng ini dibangun untuk pertahanan pertama dari kemungkinan serangan dari Banten. Namun celakanya, benteng Onrust ini tidak jauh dari muara sungai besar yakni sungai Tjisadane. Dari muara sungai inilah pelayaran sungai orang-orang bermula hingga ke hulu, bahkan hingga ke Tjiampea. Dari situasi inilah pangkal perkara dimulainya sejarah Tangerang.

Peta 1724
Benteng Batavia yang menjadi awal permulaan kota Batavia berada di muara sungai Tjiliwong. Sungai Tjiliwong adalah rute pelayaran sungai dari dan ke pedalaman. Sungai besar lainnya di sebelah barat adalah sungai Tangerang (Tjisadane), dan di sebelah timur sungai Bekasi (Tjilengsi). Sungai Tjiliwong berhulu di timur gunung Papandayan dan sungai Tjisadane berhulu di barat gunung Papandayan. Titik singgung terdekat dua sungai besar ini berada di Kota Bogor yang sekarang. Sementara sungai Tjilengsi berhulu di sisi sungai Tjiliwong. Sungai Tjikeas yang juga berhulu di sisi sungai Tjiliwong bertemu sungai Tjilengsi di Bantar Gebang yang ke hilir disebut sungai Bekasi (sama seperti sungai Tjisadane di hilir disebut Tangerang). Tiga sungai besar (Tjiliwong plus Bekasi dan Tangerang) inilah kemudian yang menjadi tulang punggung terbentuknya Residentie Batavia. Dalam perkembangannya Residentie Batavia diperluas hingga sungai Tjitaroem di timur dan sungai Tjikande di barat. Diantara batas-batas inilah Tangerang tumbu dan berkembang dari jaman Tome Pires hingga jaman Now.

Sejarah Tangerang tentu saja sudah banyak ditulis oleh ahli sejarah. Namun sejarah Tangerang tidak hanya itu. Data dan informasi Tangerang sangat berlimpah dan lebih dari apa yang sudah ditulis. Sisa data itulah yang ingin dimaksimalkan untuk melengkapi penulisan Sejarah Tangerang. Meski sisa tetapi yang tertinggal justru inti. Ibarat mengolah kerang, kulitnya diambil untuk hiasan, lalu dagingnya dimakan, tetapi dalamannya yang berisi butir-butir mutiara diabaikan. Sejarah Tangerang juga tidak berdiri sendiri. Uniknya, meski Tangerang masuk wilayah Provinsi Banten, sejarah Tangerang justru terbentuk dari Batavia (Jakarta). Hal ini menyebabkan serial artikel sejarah Tangerang ini akan sendirinya terhubung dengan sejarah Jakarta (Batavia) di pusaran dan sejarah Bekasi di hilir dan sejarah Depok dan sejarah Bogor (Buitenzorg) di hulu. Oleh karenanya, tulisan sejarah Jabodetabek pada masa ini sejatinya sudah terlukis sejak tempoe doeloe. Mari kita mulai Sejarah Tangerang dengan artikel pertama.

Jumat, 26 Juli 2019

Sejarah Bekasi (30): Orang Bekasi Naik Haji, Sejak Kapan? Asrama Haji di Pondok Gede Bekasi dan Sejarah Perjalanan Haji


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Sulit mengetahui sejak kapan warga Bekasi pergi naik haji. Sebab awalnya perjalanan haji hanya bersifat pribadi (perseorang). Sejak era VOC bahkan hingga awal Hindia Belanda, pemerintah kurang peduli untuk urusan pribumi apalagi yang terkait dengan keagamaan. Sementara itu, perjalanan haji ke Mekkah bukanlah pelayaran jarak pendek tetapi jarak jauh yang harus ditempuh berminggu-minggu. Untuk itu, pribumi yang ingin naik haji melakukan upaya perjalanan sendiri dengan menumpang kapal-kapal dagang Arab dan Persia. Pada era VOC embarkasinya berada di kampong Loear Batang, Batavia.

Ka’bah di Masjidil Haram di Mekkah, 1750
Semakin banyaknya pribumi yang berangkat naik haji ke Mekkah, pada awal Pemerintah Hindia Belanda, peluang ini dimanfaatkan oleh kapal-kapal Inggris yang berpusat di Singapoera dan Penang. Pengaruh Belanda yang telah memudar di India (khususnya Coromandel dan Malabar) dan semakin meluasnya pengaruh Inggris di Timur Tengah menjadi faktor penting mengapa kapal-kapal dagang Inggris sebagai moda transportasi haji dari Nusantara (Hindia Belanda, Semenanjung, Patani, Singapoera dan Mindanao). Pelabuhan Colombo di bawah Inggris menjadi pelabuhan transit. Ka’bah di Masjidil Haram di Mekkah, 1750   

Lambat laun Pemerintah Hindia Belanda mulai merasa kecolongan. Pemerintah Hindia Belanda baru sadar ada yang hilang. Yang hilang itu adalah potensi pendapatan dalam hal keuntungan dari pengangkutan jemaah haji dari Hindia Belanda yang justru dinikmati oleh kapal-kapal Inggris. Pemerintah Hindia Belanda secara perlahan-lahan mengambil alih ‘bisnis’ perjalanan haji ini. Dalam hubungan ini, sejak kapan warga Bekasi berangkat naik haji ke Mekkah? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sejarah Bekasi (29): Detik-Detik Terakhir Belanda di Bekasi; Pengakuan Kedaulatan Indonesia, Militer Belanda Pulang Kampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Tanggal 27 Desember 1949 adalah hari pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia setelah berabad-abad lamanya kehadiran mereka. Tanggal ini juga menjadi hari kebebasan Indonesia sebagai negara berdaulat sejak diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun masih ada yang tersisa. Bangsa Indonesia dalam situasi yang terpecah belah. Ada Republik Indonesia dan ada negara-negara federal. Lantas bagaimana di Bekasi. Republiken Bekasi menolak bergabung dengan Federal District Djakarta dan juga menolak klaim Bekasi adalah bagian dari Negara Pasoendan. Bekasi adalah 100 persen Republiken.

Detik terakhir KNIL Ambon berangkat ke Belanda, 2 Maret 1951
Di Negara Sumatra Timur, para Republiken meminta Negara Sumatra Timur dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para Republiken di Sumatra Timur tidak menghendaki ada dua pemerintahan. Hanya ada satu pemerintahan. Kongres Rakyat memutuskan untuk dilakukan Referendum. Hasil referendum yang diadakan bulan Mei 1949 dimenangkan oleh Republiken. Pemerintah RIS di Djakarta yang dipimpin Mohamad Hatta menjadi gamang. Pada pidato perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan RIS dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI). Esoknya, pada tanggal 18 Agustus 1950 NKRI diproklamsikan.  

Lantas bagaimana hari-hari terakhir keberadaan Belanda di Bekasi? Dan bagaimana hari-hari awal kebebasan di Bekasi? Dalam hal ini, Bekasi merasa bukan bagian dari District Djakarta dan juga bukan bagian Negara Pasoendan. Apa saja yang terjadi di Bekasi pada periode 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950? Tentu saja masih menarik untuk dicatat sebagai satu bab dalam sejarah Bekasi.

Sejarah Bekasi (28): Warga Bekasi Melting Pot Sedari Doeloe; Melacak Warga Bekasi Masa Kini Menurut Pola Mukim Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Profil penduduk Bekasi masa kini, heterogen kosmopolitan sejatinya pola yang sudah ada sejak tempo doeloe. Seperti umumnya kota atau wilayah pantai interaksi yang intens antar berbagai pihak (terutama dalam perdagangan) memunculkan pola bertempat tinggal yang beragam tetapi khas. Wilayah Bekasi memiliki pola pemukiman dengan ciri khas tersendiri.   

Warga Bekasi, 1891
Di Batavia, sejak era VOC sudah terdapat kampong Melayu, kampong Jawa, kampong Bali, kampong Makassar, kampong Tambora dan lain sebagainya. Ini merupakan wujud pola pemukiman berdasarkan asal. Pada masa selanjutnya juga pola pemukiman serupa ditemukan di wilayah transmigrasi yang penempatannya berdasarkan asal. Pola pemukiman penduduk urban juga ditemukan pada awal kedatangan VOC/Belanda di Banten. Pemerintah VOC/Hindia Belanda tetap menjalankan kebijakan pola pemukiman di semua kota seperti Semarang, Soerabaja, Palembang, Makassar, Padang, Buitenzorg dan Medan. Pola pemukiman dibedakan antara Eropa/Belanda, Tionghoa dan pribumi. Di wilayah Jawa khususnya, selain tiga area tadi juga kerap ditemukan wilayah kaoem (pemukiman orang-orang Arab). Di kota kecil seperti Bekasi juga dilakukan. Di sebelah barat sungai Bekasi pemukiman orang Eropa/Belanda sementara di sisi timur sungai orang Tionghoa. Penduduk pribumi berada di sebelah utara dan sebelah selatan. Lihat distribusi penduduk  kota/kab Bekasi berdasarkan etnik dari SP 2010

Mengapa wilayah Bekasi memiliki pola pemukiman dengan ciri khas tersendiri memunculkan pertanyaan bagaimana secara historis okupasi penduduk terjadi di wilayah Bekasi. Itu baru terjadi di era VOC, ketika pasukan pendukung VOC ditempatkan (dimasyarakatkan) yang letaknya tidak terlalu dekat kota Batavia tetapi masih mudah dijangkau dari kota Batavia. Mereka ditempatkan serupa itu dengan banyak alasan. Untuk memahaminya, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 Juli 2019

Sejarah Bekasi (27): Warga Rawagede dan Masdoelhak Nasution di Jogja; Korban Sipil Pembunuhan Brutal Militer NICA/Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Ada dua kejadian mengerikan di seputar perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda yang mendapat perhatian Dewan Keamanan PBB. Pertama, pembunuhan penduduk Rawagede, Krawang pada tanggal 9 Desember 1947. Pada masa ini diketahui sebanyak 431 penduduk menjadi korban pembantaian. Kedua, Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D penasehat hukum Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta dilepas di ladang  jagung di Pakem, Jogjakarta lalu diburu. Dor.dor.dor. Pembunuhan brutal ini terjadi pada tanggal 21 Desember 1948.

Taman Makam Pahlawan Rawagede (Masdoelhak Nasution)
Pemerintah Republik Indonesia tanpa henti terus meminta pengusutan kasus Rawagede. Akhirnya pangadilan di Den Haag tanggal 14 September 2011 memutuskan Pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar kompensasi bagi korban dan keluarganya. Sementara itu, kasus Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D membuat Dewan Kemanan PBB sangat geram dan meminta Kerajaan Belanda segera menggelar pengadilan. Desakan itu dituruti. Pengadilan yang digelar bulan Februari 1949 memutuskan pemerintah bersalah (lihat De waarheid, 25-02-1949). Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D pada tahun 2006 ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional.   

Pembunuhan brutal terhadap penduduk Rawagede dan Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D sangat khusus. Dua peristiwa tersebut memakan korban warga sipil dan mendapat perhatian Dewan Keamanan PBB. Pers Belanda mencemooh Pemerintah Belanda: ‘pembunuhan oleh pegecut, sebagai metode teror fasis’. Lantas bagaimana dua kejadian pembunuhan brutal ini terjadi? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bekasi (26): Keju Bekasi Terkenal Tempo Doeloe; Sejarah Peternakan dan Epidemik Ternak Besar di Bekasi (1882)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe, di Bekasi ada produsen keju (fabriek kaas). Itu ada alasannya. Negeri Belanda adalah negeri produsen keju di Eropa. Tentu saja tidak sulit bagi orang Belanda untuk membuat keju, bahkan di Bekasi sekali pun. Produksi keju Bekasi dijual ke Batavia, tempat dimana terdapat banyak orang Eropa/Belanda. Jadi, keju dan orang Belanda tidak terpisahkan. Penduduk lokal (pribumi) boleh jadi tidak terlalu mengenal keju.

Pedati penumpang tempo doeloe, 1870
Negeri Belanda dan Bekasi jaraknya ribuan kilometer, jarak tempuh pelayaran (masih melalui Afrika Selatan) dilakukan dua setengah bulan. Orang-orang Belanda tetap melakukan kebiasaan sperti makan roti gandum dan keju. Gandum tidak diproduksi di Bekasi karena tidak cocok, karena itu mereka mendatangkan gandum. Sementara untuk produksi keju dapat dilakukan di Bekasi, karena ternak penghasil susu sebagai bahan dapat diusahakan di Bekasi. Itulah sebab mengapa ada produksi keju di Bekasi. Satu hal lagi, soal mentega. Orang Belanda tidak perlu mengimpor mentega dari Belanda. Mentega (boter) yang berbahan minyak kelapa diproduksi di Pondok Laboe. Mentega Pondok Laboe cukup terkenal di Batavia. Demikian juga susu segar (melk) dari Dapok terkenal di Batavia.

Penduduk pribumi sangat akrab dengan ternak dan dunia peternakan dalam menghasilkan susu. Keju dengan bahan dasar susu menyebabkan orang Belanda dan orang pribumi terhubung. Susu yang sehat menghasilkan keju yang baik dan sehat. Atas dasar inilah pemerintah Hindia Belanda cukup peduli terhadap lapangan usaha pribumi ini. Tentu saja tidak hanya itu. Ternak juga digunakan pribumi untuk banyak hal: membajak sawah, menarik gerobak (pedati) untuk membawa batang dan tentu saja untuk kebutuhan daging dalam pesta besar. Ini juga menyebabkan pemerintah Hindia Belanda cukup peduli terhadap ternak pribumi ini.

Jumat, 19 Juli 2019

Sejarah Bekasi (25): Bekasi Eksportir Beras Terbanyak ke Batavia Sejak Era VOC; Kini Kota Bekasi Alami Krisis Menjadi Importir


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Satu yang terpenting dari kebanggaan Bekasi pada masa lampau (sejak era VOC) adalah sentra beras, pemasok beras terbanyak ke Batavia. Ini bukan semata-mata soal kedekatan geografis, tetapi karena Bekasi benar-benar selalu surplus beras sepanjang tahun. Faktor kedekatan menyebabkan biaya angkut menjadi murah.

Ekspor beras dari Bekasi, 1854/1855 (Peta Bekasi 1900)
Bagi pedagang-pedagang VOC komoditi perdagangan tidak hanya hasil hutan dan perkebunan seperti kamper, kemenyan, lada, pala, kopi dan sejenis, tetapi juga hasil pertanian pangan seperti beras. Dalam hal ini, beras memang tidak diekspor ke Eropa/Belanda, tetapi beras menjadi salah satu alat tukar yang ampuh untuk mendapatkan komoditi ekspor dari berbagai wilayah. Kapal-kapal dagang pergi berlayar bawa beras, pulang bawa kopi.

Namun semua itu telah lama berakhir. Kota Bekasi kini justru krisis lahan. Kabupaten Bekasi juga akan segera menyusul. Untung masih ada tetangga seperti Karawang dan Purwakarta. Tetapi yang tidak menguntungkan, Bekasi telah kehilangan kebanggaan masa lampau. Lalu seperti apa sejarah perberasan di Bekasi tempo doeloe? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 17 Juli 2019

Sejarah Bekasi (24): Sejarah Rawalumbu, Apakah Ada Sejarahnya? Rawa Panjang, Bojong Menteng dan Kanal Rawalumbu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Rawalumbu sangat terkenal di Bekasi. Lantas apakah ada sejarah Rawalumbu? Nah, itu dia yang ditanyakan banyak orang. Mungkin sulit menemukan nama Rawalumbu dalam arsip narasi berbahasa Belanda. Tapi jangan khawatir, masih ada peta. Jika pun tidak ada peta, sejarah Rawalumbu masih bisa didekati dari tetangganya: Bantar Gebang, Rawa Panjang, Pengasinan dan Bojong Menteng. Dalam hal ini bukan mengikuti pepatah ‘tidak ada akar, rotan pun jadi’. Metodologi sejarah tidak hanya satu, dua cara, tetapi tiga cara. Cara yang ketiga yang akan kita gunakan.

Kanal Rawaloemboe di Bekasi (Peta 1901)
Rawalumbu pasti nama rawa. Suatu area yang bermetamorfosis menjadi nama kawasan perumuhan lalu terbentuk desa/kelurahan. Kini, Rawalumbu telah ditabalkan menjadi nama kecamatan. Suatu kecamatan yang berada sangat dekat dengan pusat Kota Bekasi. Kecamatan Rawalumbu yang dibentuk pada tahun 2000 terdiri dari empat desa/kelurahan, yakni: Pengasinan, Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng dan Sepanjang Jaya.

Lalu, apa hebatnya Rawalumbu? Nah, itu dia! Rawalumbu adalah tempat pertama kali pertama yang pernah saya berkunjungi ke Bekasi: Melihat rumah baru teman saya. Itu sudah lama, sekitar tahun 1993. Lantas mengapa sejarah Rawalumbu harus ditulis? Nah, itu dia! Sudah tentu saya masih hapal setiap sudut jalan-jalannya di perumahan tersebut. Tetapi bukan itu yang penting. Bagian terpenting dari sejarah Rawalumbu adalah kanalnya. Kanal Rawalumbu sudah ada sejak lampau. Kanall inilah yang yang ditingkatkan oleh pengembang Perumahan Rawalumbu menjadi saluran drainase utama yang di dua sisi dibangun jalan yang menjadi boulevard Perumahan Elit Rawalumbu. Untuk memahami sejarah awal Rawalumbu ini, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.