Sabtu, 22 Februari 2020

Sejarah Jakarta (91): Jacatra Tidak Pernah Diubah Menjadi Batavia; Nama [D]jakarta Digunakan Untuk Gantikan Nama Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sering, jika tidak dikatakan selalu, disebut nama Batavia tempo doeloe adalah [D]jakarta (baca: Jacatra). Pernyataan itu keliru. Kenyataannya tidak pernah Jacatra digantikan dengan Batavia. Keduanya, Batavia dan Jacatra sama-sama eksis. Tentu saja dalam hal ini, nama Jacarta lebih dulu eksis jika dibandingkan dengan Batavia. Nama Jacatra sudah ada sebelum kedatangan orang-orang VOC/Belanda mendirikan Kasteel Batavia.

Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 15-06-1630
Bagaimana persepsi Batavia menggantikan Jacatra mungkin kurang disadari. Dalam bahasa akademik kurang teliti. Lantas bagaimana persepsi itu muncul adalah satu hal. Satu hal yang lain yang juga penting adalah mengapa nama ibu kota Republik Indonesia yang dipilih adalah [D]jakarta. Dua pertanyaan ini sejatinya menjadi dua pertanyaan untuk menjawab Sejarah Jakarta secara keseluruhan, mulai sejak tahun 1619 hingga tahun 1950. Setelah tahun 1950 bukan lagi Sejarah Jakarta, tetapi Sejarah Ibu Kota Republik Indonesia.  

Kesalahan persepsi kerap terjadi dalam sejarah. Kekeliruan terjadi bukan kurang andalnya analisis tetapi kurang tersedianya yang valid atau kurang termanfaatkannya data secara maksimal. Satu lagi sebab munculnya kekeliruan, analisis sejarah cenderung linier (garis lurus dimensi satu). Analisis sejarah dengan pendekatan dua dimensi (bidang integral) dan tiga dimensi (ruang) sangat membantu memahami sejarah keseluruhan. Pendekatan dimensi dua (spasial) dan dimensi tiga sangat berguna untuk meluruskan sejarah yang bengkok. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe dengan menerapkan analisis non sejarah.    

Jumat, 21 Februari 2020

Sejarah Jakarta (90): Sejarah Rawa BangkE, Diubah Rawa Bening dan Kini Rawa Bunga; Tempo Doeloe Namanya Rawa BangkA


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Penamaan suatu tempat geografis adakalanya membuat kita sedikit bingung. Tempo doeloe tidak dikenal nama Rawa Bunga, Yang dikenal adalah Rawa Bangke. Lalu pada masa kini karena namanya kurang enak di telinga penduduk, lalu diubah namanya menjadi Rawa Bening dan kemudian (yang terakhir) diubah lagi menjadi Rawa Bunga. Dimana letak Rawa Boenga pada peta-peta lama tidak ditemukan. Tragis, bukan? Dimana letak nama tempat Jakarta (baca: Jacatra) dan dan dimana letak nama tempat Bogor bisa ditemukan dengan mudah pada peta-peta lama. Jadi, perubahan nama Rawa Bangke menjadi Rawa Bunga telah menimbulkan masalah (bukannya memecahkah masalah!).

Rawa Bangkai (Peta 1890 dan Bunga Bangkai (Now)
Perubahan nama tempat tidak lazim. Sebab dapat membingungkan. Nama tempat adalah salah satu penanda navigasi dalam penelusuran sejarah. Sejauh yang diketahui sejak era VOC tidak pernah terjadi penggantian nama. Penggantian nama harus berdasarkan aturan hukum, seperti halnya juga diterapkan pada perubahan nama seseorang. Jakarta (baca: Jacatra) tidak pernah diubah menjadi Batavia. Yang benar adalah nama Jacatra/Djakarta digunakan untuk menggantikan nama Batavia. Setali tiga uang nama Bogor tidak pernah diubah menjadi Buitenzorg, tetapi sebaliknya nama Bogor digunakan untuk menggantikan nama Buitenzorg. Anda bingung? Yang lebih membingungkan nama Rawa Bangka yang bergeser menjadi Rawa Bangke telah dihilangkan dari muka bumi dan digantikan dengan Rawa Bunga. Tempo doeloe, Samarang bergeser menjadi Semarang (perubahan a menjai e juga), juga Japara menjadi Jepara, Tagal menjadi Tegal namun tiga nama yang disebut terakhir tidak dipersoalkan sehingga selamat dari permasalahan perubahan nama. Hanya Rawa Bangka (nama pulau) yang mengalaminya (korban dari pergeseran dialek/aksen). Rawa BElong dalam hal ini juga selamat dari nama aslinya Rawa Balong (nama kolam ikan).

Perubahan nama Rawa Bangke menjadi Rawa Bunga adalah satu hal. Pertanyaannya mengapa Rawa Bening atau Rawa Bunga? Bukankah lebih tepat disebut Rawa Bangke menjadi Rawa Bangka? Satu hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Rawa Bangke sendiri. Tentu saja sejarah Rawa Bangke belum pernah ditulis. Lantas sepenting apa sejarah Rawa Bangke harus ditulis? Itulah pertanyaan yang ingin kita jawab dalam menyusun Sejarah Jakarta. Semoga kita menemukan nama Rawa Bangka telah bergeser menjadi Rawa Bangke. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 19 Februari 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (41): Sejarah Pelayaran di Indonesia 1595-1950; Dispach di Tambora 1815, Loudon di Krakatau 1883


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah pelayaran di Indonesia sesungguhnya gambaran sejarah pelayaran di era kolonial 1595-1945. Selama 350 tahun kapal-kapal Belanda lalu lalang di Hindia Timur (baca: Indonesia) untuk mengangkut barang dan orang. Kapal-kapal Belanda kali pertama datang di bawah komandan laut Cornelis de Houtman. Kapal yang berangkat dari Texel tahun 1595 tiba di Atjeh tahun 1596. Inilah awal kolonisasi Belanda di Indonesia. Kapal-kapal Belanda harus pula berakhir pada tahun 1950 dan harus kembali ke Belanda di bawah Direktur Penataran Angkatan Laut di Indonesi C. van der Linden dan Komandan Angkatan Laut Belanda di Indonsia K van Dongen.

Serah terima angkatan laut dari Belanda ke Indonesia, 1950
Di antara kapal-kapal yang lalu lalang di Indonesia (1595-1950) ada dua kapal yang sangat berani yakni Kapal Dispach dan Kapal Loudon. Dua kapal ini tidak menghadapi perang, tetapi sedang berada di lokasi dimana dua gunung meletus. Kapal Dispach sedang patroli di Indonesia Timur ketika gunung Tambora meletus 1815; sedangkan Kapal Loedon tengah berlayar di pantaii barat Sumatra ketika gunung Krakatau meletus 1883. Kapal Dispach yang memastikan bahwa gunung Tambora telah meletus; dan kapal Loudon yang memastikan gunung Krakatau telah meletus.

Sayangnya sejarah kapal era kolonial tersebut kurang terinformasikan dalam sejarah pelayaran di Indonesia. Boleh jadi informasi ini tidak penting-penting amat, tetapi kenyataannya sejarah pelayaran Indonesia sendiri sejatinya adalah kelanjutan sejarah pelayaran era kolonial. Dalam hal ini, memahami sejarah pelayaran era kolonial di Indoneia sebenarnya adalah suatu pendekatan (proksi) untuk memahami sejarah pelayaran Indonesia itu sendiri. Dengan demikian, sejarah pelayaran di Indonesia sesungguhnya adalah sejarah yang panjang, yakni suatu aktivitas pelayaran yang dalam hal ini dibatasi sejak kehadiran Belanda di laut Indonesia tahun 1696. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 18 Februari 2020

Sejarah Jakarta (89): Kelapa Gading, Tidak Hanya Sekadar Nama Tempat; Geografis Berada Antara Poelo Ketjil - Poelo Gadong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah Kelapa Gading? Yang jelas area Kelapa Gading masa kini cukup terkenal. Bagaimana pun, sejarah Kelapa Gading tentu saja perlu didokumentasikan, bukan karena ia kini terkenal tetapi karena nama Kelapa Gading mengambil nama kelapa berwarna gading. Tentu saja bukan pula karena warnanya gading tetapi karena jenis kelapa gading sudah sangat dikenal sejak tempo doeloe. Penggunaan kalapa dalam penamaan suatu tempat paling tidak sudah dikenal sejak era Pakwan-Padjadjaran: Coenda Calapa (Soenda Kalapa), nama pelabuhan terkenal di muara sungai Tjiliwong.

Peta 1903 dan Now
Penggunaan nama kelapa dalam menamai suatu tempat diduga karena alasan navigasi pada tempo doeloe, bukan karena alasan geografis. Pohon kelapa, tidak hanya banyak manfaatnya mulai dari batang, daun, buah dan airnya, tetapi juga vigour pohon kelapa dapat menjulang tinggi di antara pohon-pohon besar. Pohon kelapa secara fisiologis tidak tumbuh di rawa, tetapi di tanah yang kuat karena akarnya yang pendek (monokotil). Pohon kelapa diduga salah satu jenis pohon purba yang tersisa (daunnya yang tahan panas dan tahan angin badai). Selain itu, pohon kelapa bisa tumbuh terpisah dari daratan seperti di Poeloe Kalapa. Pohon kelapa juga kerap digunakan sebagai menara pengintai. Satu batang pohon kelapa tentu saja tidak ekonomis, karena itu tanaman kelapa harus ditanam banyak dalam suatu budidaya (untuk menghasilkan minyak goreng). Karena itu muncul nama-nama Kebon Kalapa (dekat Istana Presiden yang sekarang), Pondok Kalapa (di Jakarta timur yang sekarang) dan Kalapa Dua di wilayah selatan dan wilayah barat Jakarta. Itulah kisah heroik tanaman kalapa, Rayuan Pulau Kelapa membuat kita tergoda untuk menulis sejarah Kalapa Gading. Seperti halanya nama Kelapa, nama Rawa juga banyak ditemukan nama tempat di Jakarta.

Kalapa Gading [kini, Kelapa Gading] suatu nama kampong tempo doeloe pada masa ini menjadi suatu area yang ditabalkan menjadi nama sebuah kecamatan di wilayah Jakarta Utara. Kecamatan ini terdiri dari tiga kelurahan: Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading Timur dan kelurahan Pegangsaan Dalam hubungan ini ada pertanyaan kecil keluruhan mana yang lebih dulu ada (barat atau timur?), Pertanyaan lainnya adalah apakah ada nama kelurahan Pegangsaan Satu? Pertanyaan-pertanyaan kecil ini memnjadi password kita untuk menjawab pertanyaan besar tentang sejarah Kelapa Gading. Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 17 Februari 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (40): Sejarah Awal Penerbangan di Indonesia 1913-1954; Hilgers, Hussni, van der Hoop, Adisoetjipto


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah penerbangan di Indonesia tentu saja sudah banyak ditulis. Namun isinya tentu saja masih jauh dari lengkap. Penggalian data dan analisis akan terus berlangsung sepanjang data yang selama ini tersimpan di laci dan rak dapat diakses diinternet. Selama ini hanya menyebutkan nama-nama van der Hoop dan Adisoetjipto, tetapi fakta kini tidak hanya itu saja. Nama-nama yang lebih awal seperti Jan Hilgers dan D. Hussni kurang terinformasikan.

De Preanger-bode, 17-02-1913/ De Telegraaf, 23-12-1924
Sejarah Indonesia adalah sejarah yang panjang. Demikian juga sejarah penerbangan di Indonesia. Sepanjang apa sejarah Indonesia dan sepanjang apa sejarah penerbangan di Indonesia tergantung si penulis sejarah. Seperti biasanya dalam penulisan sejarah Indonesia selalu ada pilih kasih, membesarkan yang mana dan mengerdilkan yang mana. Cara-cara serupa itu bukan sejarah Indonesia, tetapi sejarah para penulis sejarah Indonesia. Sejarah Menjadi Indonesia adalah penulisan sejarah yang ditulis secara proporsional, apakah sejak VOC atau sejak era Portugis, yang penting sejauh data dan fakta yang dapat diperoleh. Ibarat manusia, sejarahnya harus dimulai dari kelahirannya, bila perlu sejak masih dalam kandungan. Dalam hal ini, sejarah penerbangan Indonesia tidak hanya dibatasi ketika kali pertama terselenggaran penerbangan jarak jauh dari Amsterdam ke Batavia pada tahun 1924.  

Siapa Jan Hilgers dan D. Hussni mungkin sepintas tidak penting, tetapi kenyataannya pada tempo doeloe merekalah yang memulainya sebelum yang lain mengikutinya. Pada masa ini Haerul dari Pinrang boleh jadi tidak dianggap penting, tetapi kenyataannya Haerul telah memulainya. Sejarah di satu sisi memang bermula tetapi di sisi yang lain sejarah tidak pernah berakhir. Untuk menambah pengetahuan sejarah awal penerbangan di Indonesia (1913-1954), mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 15 Februari 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (39): Indorock, Sejarah Musik Pop Indonesia; Perpaduan Musik Keroncong dan Musik Rock Amerika


Musik Dangdut pada masa ini, musik Indorock pada tempo doeloe. Musik dangdut adalah musik yang bisa dibedakan dengan musik gambus dari Arab dan musik ‘Bollywood’ dari India. Demikian juga musik Indorock, musik yang bisa dibedakan dengan musik rock dari Amerika. Musik keroncong yang telah populer di Indonesia sejak tahun 1920an kemudian pada tahun 1940an mendapat nuansa baru dengan masuknya unsur musik Hawaiaan dan musik rock dari Amerika. Tentu saja belum ada televisi, para musisi Indonesia mengadopsinya melalui majalah Amerika dan musik Amerika melalui saluran radio Singapura dan Filipina. Ibarat sayur asem atau sayur lodeh, muncul pecal atau gado-gado yang khas rasanya.

Transformasi musik Indorock
Artikel ini merupakan kelanjutan dari empat artikel sebelum ini. Tentu saja sejarah musik Indonesia sejak era 1970an banyak ahlinya dan sudah ditulis di berbagai majalah dan surat kabar, meski belum terkompilasi hingga saat ini, namun sejak musik Indonesia sebelum tahun 1970an belum tersentuh sama sekali. Oleh karena itu, sejak musik Indonesia terdahulu menjadi penting untuk melandasi sejarah musik kontemporer masa kini (sejaka 1970an). Serial artikel sejarah musik Indonesia ini adalah salah satu wujud pengayaan eksistensi musik Indonesia sejak era musi tradisi (gamelan dan gondang). Artikel-artikel sebelumnya adalah: Sejarah Menjadi Indonesia (37): Ahli Musik Dunia Mau Ajari, Justru Berbalik Belajar Musik Indonesia; Keroncong dan Dangdut; Sejarah Menjadi Indonesia (35): Pemusik Indonesia, Dari Follower Menjadi Leader; Alip Ba Ta Buka Jalan Musik Dunia Maya; Sejarah Menjadi Indonesia (27): From Javaansche Rhapsody (1909) to Bohemian Rhapsody (1975); Fenomena Alip Ba Ta; Sejarah Menjadi Indonesia (24): Alip Ba Ta Gitaris Fingerstyle Mendunia; Ambassador dalam Penyusunan Sejarah Musik Indonesia.

Musik ‘asli’ Indorock adalah sebuah pergumulan para musisi Indonesia. Musik Indorock dibawa ke Belanda, dan kemudian berkembang di Jerman sebagai musik rock’n roll (Indorock). Musik Indorock kemudian diadopsi oleh The Beatles dan Rolling Stones dan Elvis Presley di Amerika Serikat. Musik rock’n roll yang juga berakar dari musik rock Amerika dengan mudah diterima di Amerika. Bagaimana proses transformasi itu berlangsung tentu masih menarik untuk diktehaui. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-simber tempo doeloe.

Jumat, 14 Februari 2020

Sejarah Jakarta (88): Sejarah Pulo Gadung, Perkampungan Orang Melayu di Pulo Besar; Pasar Besar dan Pembangunan Kanal Besar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pulo Gadung memiliki sejarah yang panjang. Namun seberapa tua sejarahnya kurang terinformasikan. Poeloe Gadong (kini Pulo Gadung) dibuka dan awalnya didiami oleh orang-orang Melayu. Sebagai pusat perdagangan yang penting di timur Batavia, pemerintah VOC/Belanda kemudian membangun jalan tol air (kanal air) dari Batavia ke Poeloe Gadong. Pasar Poeloe Gadong masih eksis hingga ini hari.

Pasar Pulo Gadung (Peta 1824)
Nama Pulo Gadung disalahartikan sebagai pulau yang banyak ditanam gadung (sejenis umbi-umbian). Entah dari mana sumbernya tidak jelas. Yang jelas Pulo berasal dari poeloe (pulau), namun gadung (gadong, gadoeng) sangat naif diterima hanya karena semata-mata kebetulan mirip dengan nama tanaman (yang juga masih dikenal pada masa ini). Lantas mengapa tidak disebut, misalnya berasal dari kata gedong, gedoeng? Pertanyaan berikutnya mengapa ada pulau di daratan? Dalam hubungan ini, (ilmu) toponimi bukanlah ilmu sejarah. Ilmu sejarah geografis harus bisa menjelaskan asal-usul suatu tempat, tetapi tidak harus selalu menjadi kewajiban untuk membuktikan dan menjelaskannya.

Asal-usul nama Pulo Gadung adalah satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Pulo Gadung. Sejarah Pulo Gadung adalah bagian yang membentuk Sejarah Jakarta. Oleh karena itu dalam sejarah Jakarta, sejarah Pulo Gadung tidak bisa diabaikan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 13 Februari 2020

Sejarah Jakarta (87): Sejarah Rawamangun, Antara Rawasari - Rawabangke; Lapangan Golf Pertama di Indonesia, RS Persahabatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Rawamangun tempoe doeloe tidaklah seluas Rawamangun yang sekarang. Wilayah Rawamangun tempo doeloe bahkan berbatasan dengan wilayah Rawasari di sebelah utara dan wilayah Rawabangke di sebelah selatan. Jauh sebelumnya wilayah ini dikenal, terdapat tiga rawa dimana kemudian terbentuk kampong Rawasari, kampong Rawabangke dan kampong Rawamangoen.

Bataviaasch nieuwsblad, 01-03-1937
Kelurahan Rawamangun termasuk wilayah kecamatan Pulo Gadung, wilayah Jakarta Timur. Kecamatan Pulo Gadung sendiri terdiri dari: Cipinang, Jati, Jatinegara Kaum, Kayu Putih, Pisangan Timur, Pulo Gadung dan Rawamangun. Rawamangun terkenal terkenal karena di Rawamangun terdapat lapangan golf lama dan rumah sakit lama. Lapangan golf Rawamangun dibangun dan diresmikan tahun 1937 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-03-1937), sementara rumah sakit Persahabatan di Rawamangun di bangun dan diresmikan tahun 1963. Tentu saja di Rawamangun juga terdapat pusat perbelanjaan modern yang terbilang pertama yang disebut Arion. Secara geografis, kelurahan Rawamangun berbatasan dengan kelurahan Kayu Putih di sebelah utara, kelurahan Jati dan kelurahan Cipinang di sebelah timur, kelurahan Pisangan Lama di sebelah selatan dan kelurahan Utan Kayu di sebelah barat.

Lantas apa pentingnya sejarah Rawamangun? Nah, itu dia. Sepintas terkesan tidak penting, tetapi paling tidak Rawamangun masih meninggal situs lama yang masih eksis hingga ini hari, yakni lapangan golf pertama di Indonesia yang dibangun dan diresmikan tahun 1937. Yang lebih penting dari itu, mengenal sejarah Rawamangun akan lebih mengenal sejarah Jakarta keseluruhan. Sejaraj Jakarta tidak hanya seputar Monas. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Selasa, 11 Februari 2020

Sejarah Jakarta (86): Mendengarkan Cerita Bung Ridwan Saidi Mengenai Bang MH Thamrin; Sejarah Adalah Narasi Fakta-Data


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Bung Ridwan Saidi dan Bang MH Thamrin adalah tokoh beda generasi yang saya suka. Namun yang menjadi masalahnya adalah ketika Bung Ridwan Saidi bercerita tentang Bang MH Thamrin lebih banyak salahnya daripada benarnya. Padahal siapa yang seharusnya mewakili untuk menceritakan tentang Bang MH Thamrin, sosok yang paling tepat adalah Bung Ridwan Saidi. Sebab, Bung Ridwan Saidi dan Bang MH Thamrin sama-sama pernah tinggal di Sawah Besar.

Ini bermula ketika seorang teman, asli Betawi menunjukkan saya video tentang suatu wawancara kepada Bung Ridwan Saidi tentang Bang MH Thamrin yang diupload di You Tube. Saya coba melihat, memang enak mendengar bagaimana Bung Ridwan Saidi bercerita tentang Bang MH Thamrin. Seperti saya, tampaknya Bung Ridwan Saidi juga pengagum Bang MH Thamrin. Yang membuat saya kaget, ekspektasi saya keliru, ingin mendapatkan pengetahuan tambahan tentang Bang MH Thamrin dari Bung Ridwan Saidi, justru banyak kekeliruan yang harus saya catat. Catatan tersebut menjadi pertanyaan dalam menulis artikel ini.

Lantas seperti apa sejarah MH Thamrin? Tentu saja sudah banyak ditulis dan tak perlu diulang di sini, cukup baca saja di internet. Saya juga pernah menulis bagian-bagian tertentu dari sejarah MH Thamrin. Namun soal kekeliruan yang terdapat dalam narasi cerita Bung Ridwan Saidi tentang Bang MH Thamrin kiranya perlu ditambahkan dan juga dikurangi agar kontennya berisi penuh. Dengan demikian narasi sejarah MH Thamrin akan menjadi baik dan benar. Untuk meluruskan sejarah MH Thamrin mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 09 Februari 2020

Sejarah Jakarta (85): Juara Bulu Tangkis Jakarta Kali Pertama Then Giok Soei, 1934; Juara Badminton Surabaya S. Loebis, 1935


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Ferry Sonneville dan Rudi Hartono jago bulu tangkis Indonesia? Jangan geer dulu. Permainan olahraga bulu tangkis (badminton) belumlah lama. Itu baru muncul pada tahun 1908. Pertandingan bulu tangkis kali pertama diadakan di Jakarta (Batavia) ketika diadakan Kejuaraan badminton seluruh West Java (Jawa Barat) pada tahun 1934. Juaranya adalah Then Giok Soei. Untuk junior jagonya di Batavia adalah Indra Loebis. Setahun kemudian dilakukan kejuaraan bulu tangkis pertama di Oost Java (Jawa Timur) di Soerabaja pada tahun 1935. Juaranya adalah S. Loebis. Mereka ini adalah jago-jago bulu tangkis terawal di Indonesia (ketika Ferry Sonneville masih bayi dan Rudi Hartono belum lahir).

Bataviaasch nieuwsblad, 08-10-1934
Marga Loebis tidak hanya Mochtar Loebis. Sangat banyak, tersebar di seluruh Hindia (baca: Indonesia). Marga Loebis juga tidak hanya pemain sepak bola terkenal seperti Taufik Lubis dan Ansyari Lubis. Ternyata marga Loebis juga pernah menjadi juara bulu tangkis di Soerabaja pada tahun 1935 yakni S. Loebis, asal Medan. Tidak hanya itu, sejaman dengan Then Giok Soei, pemain bulu tangkis terkuat di Batavia untuk kategori junior (2-klasse) adalah Indra Loebis. 

Lantas bagaimana sejarah permainan olah raga bola tepok ini bermula di Jakarta? Itu harus dimulai ketika kali pertama diadakan kejuaraan badminton seluruh West Java yang diadakan di Batavia (baca: Jakarta) pada tahun 1934. Sejak itulah permainan olah raga bulu tangkis ini populer dan terus berkembang hingga muncul nama-nama seperti Rudi Hartono dan Liem Swie King. Untuk menambah pengetahuan kita mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.