Kamis, 12 Maret 2020

Sejarah Jakarta (113): Sejarah Pondok Ranggon, Kampong Setua Pondok Gede di Timur Sungai Sunter; Bumi Perkemahan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
 

Pondok Ranggon (kini masuk Jakarta Selatan) bukanlah nama kampong baru, tetapi kampong yang setua Pondok Gede (kini masuk Kota Bekasi). Kampong Pondok Ranggon sudah ada sejak era VOC/Belanda. Kampong Pondok Ranggon sangatlah luas. Kampong Pondok Ranggon diakses dari Pondok Gede via Pondok Melati. Jalan akses ini kini dikenal sebagai jalan Hankam/Kranggan. Sedangkan Cibubur adalah kampong baru. Di kelurahan Pondok Ranggon kini dikenal sebagai area bumi perkemahan, juga area TPU. Dimana posisi GPS origin kampong Pondok Ranggon?

Pondok Ranggon dari masa ke masa
Pada era Republik Indonesia, kampong Pondok Ranggon menjadi terpencil. Kampong Pondok Ranggon dimasukkan ke wilayah desa Cibubur. Pada tahun 1973 diadakan pertemuan pramuka penegak-pandega Raimuna di desa Cibubur. Area yang dipilih berada di kampong Pondok Ranggon. Ketika jalan tol Jagorawi dibangun (1973-1978) desa Cibubur terbelah dimana kampong Pondok Ranggon yang menjadi area bumi perkemahan terpisah di sisi timur jalan tol. Kampong Pondok Ranggo yang sejak lama sepi sendiri, dengan pembangunan jalan tol mengubah nasib kampong Pondok Ranggon menjadi terkenal kembali seperti dempo doeloe. Akhirnya kampong Pondok Ranggon mendapat martabatnya kembali ketika statusnya ditingkatkan menjadi desa yang terpisah dari desa/kelurahan Cibubur. Dalam perkembangannya desa Pondok Ranggon dengan membentuk desa Munjul.
.
Lantas seperti apa sejarah Pondok Ranggon? Nah, itu dia. Belum pernah ditulis. Sebagai bagian dari penulisan Sejarah Jakarta, nama Pondok Ranggon haruslah mendapat tempat terhormat karena Pondok Ranggon juga termasuk kampong tua. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 09 Maret 2020

Sejarah Jakarta (112): Sejarah Condet dan Perkebunan Salak; Posisi Kampong Tengah, Antara Kampong Makassar-Kampong Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Salak Condet sangat terkenal, dikenal sejak tempo doeloe karena banyak kebun salak. Condet tidak jauh dari gunung Salak. Namun tidak diketahui secara pasti apakah salak Condet berasal dari gunung Salak. Yang jelas nama Condet sudah dikenal sebelum munculnya perkebunan salak. Orang yang pertama menguasai wilayah Condet adalah Kapitein Makassar berdasarkan Hooge Regeering tahun 1656 (lihat De opkomst van het Nederlandsch gezag over Java, 1878).

Kawasan Condet (Peta 1724)
Nama Condet tidak pernah dicatat sebagai nama kampong, tetapi dicatat sebagai suatu kawasan (area) yang berada diantara sungai Tjiliwong dan sungai Tjililitan. Nama Condet diduga berasal dari nama sungai kecil Tji Ondet. Tidak seperti Tjiliwong, Tjililitan, Tjipinang dan Tjidjantoeng, nama Tji Ondet mereduksi menjadi Tjondet. Nama-nama kampong terawal di sekitar kawasan Tjondet adalah kampong Makassar dan kampong Djawa. Kampong Makassar berada di timur di sungai Tjipinang dan kampong Djawa di barat di sungai Tjiliwong. Lalu dalam perkembangannya di kawasan Tjondet muncul nama kampong yang ketiga yang disebut kampong Tengah (kampong antara kampong Makassar dan kampong Djawa). Di kawasan Tjondet kemudian terbentuk dua pemukiman baru yang disebut Tjondet Bale Kambang dan Tjondet Batoe Ampar. Pada masa ini wilayah Condet meliputi Kampung Tengah, Balekambang dan Batu Ampar. Nama Tjondet tidak ditabalkan sebagai nama kesatuan wilayah administratif apakah nama kelurahan atau nama kecamatan. Mengapa?
.
Sebagai kawasan terkenal (bahkan sejak tempo doeloe), sejarah Condet sudah barang tentu telah banyak ditulis. Namun artikel ini tidak bermaksud untuk menulis ulang yang sudah ada, tetapi lebih pada upaya menambahkan yang belum ada dan meluruskan yang keliru. Sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (111): Sejarah Makassar dan Landhuis Villa Nova di Kampong Makassar; Mengapa Asrama Haji di Pondok Gede?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama Makassar di Batavia tidak hanya di dekat Rawamangun. Nama Makassar juga terdapat di dekat Pondok Gede. Pada masa ini di Makassar terdapat asrama haji, namun kerap disebut Asrama Haji Pondok Gede. Tentu saja itu membingungkan. Sejatinya posisi GPS asrama haji tersebut berada jalan (ke arah) Pondok Gede di kampong Makassar.

Kampong Makassar (Peta 1901)
Kampong Makassar adalah kampong lama, kampong yang lebih tua dari kampong Pondok Gede. Ketika kampong Makassar sudah menjadi kampong besar, Pondok Gede masih berupa kebun yang memiliki pondok yang gede. Kebun ini kemudian disebut kampong Pondok Gede. Akses menuju kampong Pondok Gede dari kampong Makassar. Dalam perkembangannya di era VOC/Belanda nama kampong Makassar dijadikan nama land yakni Land Makassar dan nama (kampong) Pondok Gede dijadikan nama land yakni land Pondok Gede. Pada era Pemerintah Hindia Belanda land Makassar dan land Pondok Gede masuk wilayah Afdeeling Buitenzorg, namun dalam perkembangannya land Makassar masuk wilah district Meester Cornelis, land Pondok Gede masuk district Bekasi. Afdeeling Meester Cornelis terdiri dari tiga district: Meester Cornelis, Bekasi dan Kebajoran. Sebelum nama Makassar menjadi nama kecamatan seperti pada masa ini, kelurahan Makassar termasuk wilayah Kecamatan Kramat Jati, Pada tahun 1990 lima kelurahan, yakni Cipinang Melayu, Halim Perdana Kusuma, Kebon Pala, Makasar dan Pinang Ranti dipisahkan dari kecamatan Kramat Jati dan kemudian dibentuk satu kecamatan yang diberi nama Kecamatan Makassar.      

Mengapa Asrama Haji tidak disebut di Kampong Makassar? Itu satu hal. Hal yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Makassar sendiri. Sejauh ini, nama kampong Makassar yang telah bertransformasi menjadi nama kecamatan di wilayah Jakarta Timur kurang terinformasikan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Jumat, 06 Maret 2020

Sejarah Jakarta (110): Sejarah Cililitan, Dari Pelabuhan hingga Bandara; Landhuis Land Tjililitan dan Hutan Jati (asal Kramat Jati)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah masa lalu adakalanya tidak lagi menggambarkan kondisi masa kini. Misalnya ketika ditanyakan mana yang lebih duluan ada (terbentuk) Cililitan atau Kramat Jati. Warga Cililitan akan menjawab Cililitan; sebaliknya warga Kramat Jati menjawab Kramat Jati. Demikian juga jika ditanyakan mana lebih tua Cililitan atau Cawang? Warga Cawang akan menjawab Cawang. Hal ini boleh jadi karena warga masa kini merujuk pada pembagian wilayah administratif yang sekarang.

Cililitan (Peta 1695 dan Peta 1775)
Pada masa kini, nama Kramat Jati ditabalkan sebagai nama kecamatan di wilayah Jakarta Timur. Kecamatan Kramat Jati terdiri dari tujuh kelurahan, yakni: Kramat Jati, Batuampar, Balekambang, Kampung Tengah, Dukuh, Cawang dan Cililitan. Kelurahan Cililitan sendiri merupakan pemekaran dari kelurahan Cawang pada tahun 1986.

Namun sejatinya, di masa lampau nama Cililitan adalah nama yang pertama muncul dari tujuh nama yang menjadi nama-nama kelurahan di kecamatan Kramat Jati. Sebelum nama yang lain lahir, nama Cililitan sudah eksis sejak lama. Cililitan adalah area tertua di kecamatan Kramat Jati. Cililitan awalnya adalah pelabuhan dan nama Cililitan kelak digunakan sebagai nama bandara. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 04 Maret 2020

Sejarah Jakarta (109): Pasar Pisang, Dari Pasar Buah Menjadi Pusat Perdagangan (Bisnis) Penting di Batavia; G Koff en Co


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Tempo doloe di Batavia terdapat nama suatu pasar yang disebut Pasar Pisang. Lokasi area pasar ini pada masa kini berada di jalan Kali Besar Timur III. Apa yang menarik dari Pasar Pisang adalah usianya yang sudah sangat tua. Pasar Pisang sudah terbentuk sejak era VOC/Belanda. Pasar Pisang pada era Pemerintah Hindia Belanda juga dianggap sebagai pusat perdagangan yang penting.

Toko buku G Koff en Co di Pasar Pisang (1872)
Gubernur Jenderal Coen pada tahun 1619 merancang kota (stad) Batavia, lalu pengembangannya dilanjutkan oleh penerusnya. Satu yang terpenting dari Gubernur Jenderal (Jenderal) Specx (1629-1632) adalah membangun kanal sungai Tjiliwong yang kemudian dikenal sebagai kanal Kali Besar. Kanal ini menjadi pelabuhan air sepanjang kanal. Untuk mendukung ketinggian air kanal Kali Besar pada tahun 1648 dibangun kanal Molenvliet dan dua tahun berikutnya (1650) dibangun kanal Antjol.

Kapan pasar Pasar Pisang terbentuk sulit diketahui. Pasar ini diduga terbentuk karena semakin berkembangnya perpasaran di stad Batavia. Pasar Pisang diduga muncul setelah adanya Pasar Ikan dan Pasar Borong. Lantas bagaimana sejarah area Pasar Pisang? Tentu saja belum pernah ditulisn. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 03 Maret 2020

Sejarah Jakarta (108): Pasar Ikan dan Pasar Borong Sejak Era VOC/Belanda; Riwayat Pasar Ikan di Luar Batang, Kini Masih Eksis


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sebelum ada pasar, Pasar Ikan sudah uda. Pasar Ikan (Vis Passer) adalah pasar pertama di Batavia. Pasar kedua adalah Pasar Borong (Citzen Passer). Dua pasar ini lokasinya berdekatan, berada di Luar Batang. Pasar Borong kemudian namanya diganti menjadi Pasar LuarBatang. Batang (Boom) adalah batas/batang (pintu toll) masuk kota (stad) Batavia. Di luar pintu tol inilah Pasar Ikan dan Pasar Borong di Pelabuhan Soenda Kalapa.

Pasar Ikan (Peta 1890) dan Pasar Borong (Peta 1826)
Gubernur Jenderal Coen membangun kota (stad) Batavia sejak 1619. Tidak lama setelah stad Batavia dibangun, Pasar Ikan  mulai terbentuk. Terbentuknya pasar ikan diduga meningkatnya kebutuhan ikan dalam pembentukan warga urban di kota Batavia. Warga urban ini terutama orang-orang Eropa/Belanda yang telah menetapkan Batavia sebagai pusat atau kantor cabang perdagangan. Pasar ikan ini juga menjadi transaksi perdagangan untuk penduduk di pedalaman. Pasar ikan yang dibangun di pelabuhan Soenda Kalapa juga menjadi sumber ikan bagi pelaut-pelaut atau kapal-kapal dagang yang keluar masuk pelabuhan Soenda Kalapa. Sementara itu kapal-kapal dagang dari berbagai pulau di Hindia transaksi perdagangannya terjadi di dalam kota (setelah membayar biaya toll di boom/batang). Sedangkan untuk keperluan transaksi perdagangan umum, terbentuk pasar penduduk tidak jauh dari Pasar Ikan. Pasar ini kemudian dikenal sebagai Pasar Borong.  

Bagaimana dua pasar awal ini (Pasar Ikan dan Pasar Borong) tumbuh dan berkembang tidak terinformasikan dengan baik. Padahal kedua pasar ini dapat dikatakan sebagai dua pasar pertama yang pernah ada di Hindia. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 02 Maret 2020

Sejarah Jakarta (107): Sejarah Jembatan Besi Berada di Dekat Jembatan Kereta Api Batavia-Tangerang; Landhuis Jembatan Besi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama Jembatan Besi berasal dari suatu nama kapong yang disebut kampong Djambatan Besi. Namun nama kampong ini disebut Jembatan Besi bukan merujuk pada jembatan-jembatan yang menghubungkan antar kampong yang semuanya terbuat dari besi. Yang benar adalah bahwa nama kampong Jembatan Besi merujuk pada jembatan untuk rel kereta api ruas Batavia-Tangerang. Tentu saja jembatan rel kereta api ini terbuat dari besi. Pembangunan rel kereta api ruas Batavia-Tangerang belum lama dan beroperasi mulai tahun 1889. Oleh karenanya kampong Jembatan Besi terbilang kampong baru (tidak setua kampong Jembatan Lima dan kampong Tambora).

Landhuis Djambatan Besi (Peta 1897); Kelurahan Jembatan Besi
Bacaan mengenai sejarah asal-usul nama kampong di Jakarta ternyata disajikan di dalam situs milik Pemda DKI Jakarta (lihat http:// encyclopedia. jakarta- tourism. go.id). Anehnya penjelasan asal-usul hampir semua nama kampong di DKI Jakarta di dalam situs tersebut keliru. Sangat naif dan terkesan hanya dikarang-karang. Bagaimana bisa? Simak asal-usul kampong Jembatan Besi di dalam situs tersebut: ‘Dahulu kawasan tersebut berupa rawa-rawa dan persawahan, yang masing-masing dihubungkan dengan jembatan dan semuanya terbuat dari besi. Jembatannya kokoh dan tahan puluhan tahan lamanya, sehingga, masyarakat pada masa itu mengagumi jembatan yang merupakan buatan Belanda. Mereka biasa melewati jembatan tersebut hingga kemudian populer daerah itu disebut Jembatan Besi. Hingga sekarang pun kawasan itu tetap bernama Jembatan Besi’.

Sejarah bukanlah dongeng, bukan ilusi tetapi sejarah adalah narasi fakta dan data. Setali tiga uang, tidak hanya Pemda DKI Jakarta yang latah menulis sejarah kotanya tetapi juga ditemukan di kota-kota besar lainnya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (106): Sejarah Jembatan Lima, Asal-Usul Jembatan di Fort Vijfhoek (5 Sudut) Jadi Kampong Jembatan Lima


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Asal-usul nama (kelurahan) Jembatan Lima bukan dari lima jembatan yang berjejer sebagaimana ditulis yang dapat dibaca di internet. Itu sangat naif (ngarang). Nama Jembatan Lima bermula dari kebaradaan benteng (fort) Vijfhoek yang jumlah sudut (hoek) sebanyak lima buah. Benteng ini berada di sisi barat sungai Grogol. Dalam perkembangannya ruas sungai Grogol di sekitar benteng Vijfhoek dirapihkan menjadi kanal. Di atas kanal ini di dekat Fort Vijfhoek dibangun jembatan menuju benteng baru (fort Angke). Area di sekitar jembatan Fort Vijfhoek inilah kemudian disebut kampong Djambatan Lima. Jembatan benteng lima sudut (hoek) mereduksi menjadi Jembatan Benteng Lima dan kemudian Jembatan Lima.

Jembatan sungai Grogol di Benteng (Fort) Vijfhoek (1772-1775)
Pasca serangan Mataram ke Batavia (1628), Pemerintah VOC/Belanda mulai memperkuat pertahanan untuk mendukung Kasteel Batavia. Empat benteng pertama dibangun di pulau Onrust (utara/teluk), di muara sungai Antjol (timur), di sisi timur sungai Tjiliwong di Jacatra (kini sekitar Mangga Dua) dan di sisi barat sungai Grogol (Fort Vijfhoek). Benteng ini satu-satunya diantara benteng pendukung ini yang memiliki sudut (hoek) lima buah. Oleh karena itulah diduga menjadi unik benteng ini sehingga diidentifikasi sebagai benteng lima bastion (Fort Vijfhoek). Dalam perkembangan lebih lanjut dalam rangka untuk pengembangan pertanian dibangun benteng-benteng baru Fort Maroenda, Fort Noordwijk (area masjid Istiqlal sekarang), Fort Rijswijk (sekitar Harmoni sekarang) dan Fort Angke (perluasan/pengganti benteng Fort Vijfhoek). Fort Angke dibangun di sisi barat sungai Angke.     

Lantas bagaimana sejarah lengkap Jembatan Lima? Tentu saja itu harus dimulai dari benteng Fort Vijfhoek. Satu pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang pernah bertugas di benteng ini adalah pasukan dari Tambora. Orang-orang Tambora ini membangun kampong di sekitar benteng (kampong Tambora dan kini kelurahan Tambora). Dalam perkembangan selanjutnya banyak peristiwa penting yang terjadi di sekitar Jembatan Lima. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.