Sabtu, 21 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (5): Kweekschool Fort de Kock dan Tanobato; JAW van Ophuijsen, Willem Iskander, Charles A van Ophuijsen


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Tumbuh bekermbangnya pendidikan tidak selalu dimulai dari kota besar. Tempo doeloe pertumbuhan dan perkembangan pendidikan justru dimulai dari wilayah-wilayah terpencil di pedalaman. Bukan di Batavia, bukan di Semarang dan juga bukan di Padang, tetapi si Soeracarta, Fort de Kock dan Tanobato (Afdeeling Mandailin en Angkola). Pendidikan menjadi ‘mesin’ dalam memacu kemajuan peradaban penduduk pribumi. Itulah sebab mengapa dari tiga wilayah ini muncul orang-orang yang hebat.

Kweekschool dan Europschool di Fort de Kock
Sekolah tinggi untuk pribumi, sekolah guru (kweekschool) yang pertama didirikan di Hindia Belanda adalah di Soeracarta pada tahun 1851. Sekolah guru ini atas inisiatif Residen Soeracarta. Pada tahun 1856 atas saran seorang pegiat pendidikan Belanda (Buddings) karena kurangnya ketersediaan guru, Asisten Residen yang berkedudkan di Fort de Kock JAW van Ophuijsen mulai mendirikan sekolah guru kweekschool di Fort de Kock. JAW van Ophuijsen memulai karir sebagai Controleur di Natal (Tapenoeli). Setahun setelah Kweekschool Fort de Kock didirikan, seorang lulusan sekolah dasar di Mandailing melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan akte guru. Pada tahun 1860 putra Mandailing yang menamakan dirinya sebagai Willem Iskander (kombinasi Radja Belanda Willem III dan penyair besar Rusia di London Iskander Herzien) lulus di Haarlem. Pada tahun 1861 Willem Iskanden kembali ke tanah air dan pada tahun 1862 menirikan sekolah guru kweekschool tidak jauh dari kampongnya di Tanobato (jalan antara Panjaboengan dan Natal). Kweekschool Tanobato adalah sekolah guru ketiga di Hindia Belanda.

Bagaimana sejarah pendidikan dan sejarah sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock? Apakah sudah ada yang menulisnya? Artikel ini dimaksudkan untuk menambahkan yang belum terinformasi dan juga meluruskan interpretasi (analisi) yang keliru. Satu yang terpenting peran sekolah guru ini pernah meluluskan seorang putri bernama Alimatoe’ Saadiah (jauh sebelum RA Kartini bersekolah). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 20 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (4): Nama Jalan Tempo Dulu di Kota Bukittinggi; Residentweg Fort de Kock, Zuidersingels dan Oostersingels


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Apa nama-nama jalan tempo dulu di Bukittinggi? Pertanyaan ini mungkin sepele dan tidak terlalu penting. Jika semua orang menganggap demikian, maka pertanyaan tersebut menjadi penting dalam artikel ini. Sebab (nama) jalan adalah penanda navigasi ketika siapapun yang berkunjung ke Bukittinggi. Kota Bukittinggi yang tempo doeloe disebut Fort de Kock, sebagai kota wisata, maka pertanyaan tersebut menjadi penting untuk diketahui.

Residentweg te Fort de Kock (Zuid en Ooster)
Bukittinggi tidak hanya Kota Wisata, juga kota bersejarah. Dalam hal ini, sejarah Bukittinggi menjadi elemen penting sebagai Kota Wisata. Sudah jelas bahwa sejarah awal Kota Bukittinggi adalah benteng Fort de Kock. Jalan dari dan ke benteng ini tiga arah: Dari selatan (dari Padang) melalui jalan Sudirman yang sekarang, terus ke jalan Istana dan jalan Yos Sudarso; dari barat (dari Tiku/Loeboekbasoen/Maninjau) melalui jalan Bintang yang sekarang dan jalan Tuanku Nan Renceh (bertemu jalan Yos Sudarso); ke timur (dari jalan Sudirman) melalui jalan Perintis Kemerdekaan dan jalan Soekarno-Hatta terus ke Payakumbuh. Pada era Belanda, jalan dari/ke barat ini (Tiku) disebut Zuidersingels (lingkar selatan) dan jalan dari dan/ke timur ini (Payakumnuh) disebut Oostersingels (lingkar timur). Antara dua jalan lingkar inilah kemudian berkembang jaringan jalan di kota. Jalan yang pertama diberi nama adalah jalan Residentweg (jalan Istana yang sekarang). Jalan lingkar selatan diberi nama sesuai aslinya Zuidersingels Straat dan jalan lingkar timur sebagai Oostersingels Straat. Terusan jalan Residentweg disebut Schoolstraat (sebagai dari jalan Istana dan sebagai dari jalan Yos Sudarso).

Sejarah jaringan jalan di kota adalah sejarah perkembangan kota itu sendiri. Dari perkembangan jalan di dalam kota inilah kemudian nama-nama jalan di Fort de Kock (Bukittinggi) ditabalkan melalui keputusan Asisten Residen/Wali Kota (Burgemeester). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 19 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (3): Nama Kampong Mandailing, Padang Lawas dan Baringin di Batusangkar; Kampong Teleng Sidempuan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Tempo dulu ada nama kampong Jawa, kampong Darek dan kampong Teleng di kota Padang Sidempuan (masih eksis hingga kini). Itu tidak dipertanyakan. Tempo dulu ada kampong Mandailing, kampong Baringin dan kampong Padang Lawas serta kampong Jawa di Batusangkar. Bagaimana bisa? Sedikit membingungkan, tetapi dapat dijelaskan.

Mansailing, Padang Lawas, Baringin di Batusangkar (Peta 1883)
Di Jakarta pada masa ini tidak ada nama kampong Batusangkar (kampong Minangkabau) dan juga tidak ada kampong Padang Sidempuan (kampong Batak). Nama-nama kampong yang ada yang sudah diidentifikasi sejak tempo doeloe (bahkan sejak era VOC/Belanda dan masih eksis hingga ini hari, antara lain: kampong Ambon, kampong Banda, kampong Tambora, kampong Bali, kampong Jawa, kampong Makassar, kampong Bangka, kampong Malaka, kampong Duri, kampong Melayu dan sebagainya. Itulah gambaran Indonesia pada tempo doeloe. Pada masa kini, nama Batusangkar dan nama Minangkabau di Jakarta ditabalkan menjadi nama jalan. Tidak ada nama jalan Padang Sidempuan. Di jalan Batusangkar Jakarta nyaris tidak ada orang Minangkabuu, sementara di jalan Minangkabau banyak ditemukan orang Batak. Itulah gambaran Indonesia pada masa kini di Jakarta. Timbulnya kekeliruan dalam pemahaman geografis masa kini hanyalah karena kurangnya data dan informasi yang tersedia. Tidak bisa suatu analisis (interpretasi) menjelaskan sesuatu hal masa kini jika data yang dibutuhkan tidak tersedia. Analisis yang tidak berdasarkan data hanyalah karangan belaka. Karangan semacam ini bukanlah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data.

Bagaimana penjelasannya bahwa ada nama kampong Mandailing, kampong Baringin dan kampong Padang Lawas serta kampong Jawa di Batusangkar? Paling tidak tiga nama kampong yang berasal dari Tapanoeli ini juga terdapat di dekat benteng Padang Ganting, benteng Soeroaso dan benteng Paijakoemboeh. Seperti kita lihat nanti kampong Jawa dan kampong orang Minangkabau juga terbentuk di Padang Sidempoean. Penjelasannya kurang lebih sama dengan terbentuknya nama-nama kampong di Jakarta pada waktu tempo doeloe. Orang-orang yang membentuk kampong di dekat benteng-benteng di ranah Minangkabau ini adalah pasukan pribumi yang direkrut (militer) Hindia Belanda untuk membenatu militer Belanda menjaga benteng sekaligus ikut aktif menjaga perdamaian pasca Perang Padri. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 18 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (2): Benteng Fort de Kock; Sejarah Benteng Tandjoeng Alam di Agam dan Fort Elout di Panyabungan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Di Agam tidak hanya benteng Fort de Kock di Bukittinggi, juga ada benteng di Tandjoeng Alam. Benteng Tandjoeng Alam adalah benteng penghubung antara benteng Fort van der Capellen di Batusangkar dengan benteng Fort di Kock di Bukittinggi. Tiga benteng ini memiliki peran penting membebaskan Padangsche Bovenlanden (Minangkabau) dari pengaruh Padri.

Benteng Fort de Kock dan Bneteng Tandjoeng Alam (Pet 1835)
Benteng Fort van der Capellen dibangun pada tahun 1822 di bawah komandan militer Raaff. Sedangkan benteng Fort de Kock dibangun pada tahun 1825. Benteng yang dibangun di dekat Pagaroejoeng disebut benteng van der Capellen sesuai nama Guebernur Jenderal Hindia Belanda, GAGPh van der Capellen (1816-1826). Jenderal Hendrik Merkus de Kock adalah pimpinan militer Hindia Belanda yang mengirim Raaff ke pantai barat Sumatra. Pengiriman Raaff ini untuk membantu Asisten Residen yang berkedudukan di Tapanoeli yang saat itu Majoor GLC Rochmaler bermarkas di Natal dan Kapitein C Bauer bermarkas di Padangsche Bovenlanden (Simawang).  

Benteng Tandjoeng Alam tidak hanya berperan dalam membebaskan Padri dari district Tanah Datar dan district Agam, benteng Tandjoeng Alam (bersama benteng Fort de Kock) juga berperan penting dalam mengepung pusat Padri di Bondjol. Namun hanya sejarah benteng Fort de Kock yang kerap ditulis, sementara benteng Tandjoeng Alam di selatan dan benteng Elout di utara (Panjaboengan) kurang terinformasikan dengan baik. Benteng Fort Elout di Panjaboengan berperan dalam membebaskan pengaruh Padri di Mandailing en Angkola. Untuk menambah pengetahuan tentang benteng,  mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 17 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (1): Asal Usul Nama Bukittingi dan Agam; Ingat Aku Ibu Kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Nama Bukittinggi tidak berdiri sendiri. Nama Bukittinggi terkait dengan nama Agam. Kini nama Bukittinggi dikenal sebagai Kota, dan nama Agam sebagai Kabupaten di Provinsi Sumatra Barat. Lantas apalah arti suatu nama? Tentu saja nama sangat berarti, lebih-lebih ketika kita ingin mengingat Ibu Kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (1948-1949). Bukittinggi dalam hal ini jelas kota kenangan: Kota Bersejarah.

Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam
Serial artikel Sejarah Bukittinggi adalah bagian dari serial artikel Sejarah Menjadi Indonesia. Paralel dengan penulisan serial artikel Sejarah Bukittinggi ini adalah penulisan serial Sejarah Air Bangis. Sejatinya di masa lampau kota Air Bangis dan kota Bukittinggi adalah kota kembar (namun kini beda nasib). Sebagai bagian dari Sejarah Menjadi Indonesia, Sejarah Bukittinggi dan Sejarah Air Bangis dapat disejajarkan dengan sejarah kota-kota lainnya di Indonesia. Dalam blog ini, sejarah kota-kota di Indonesia yang sudah diupload antara lain adalah Sejarah Jakarta, Sejarah Padang, Sejarah Bogor, Sejarah Surabaya, Sejarah Yogyakarta, Sejarah Semarang, Sejarah Medan, Sejarah Palembang, Sejarah Sibolga dan Sejarah Padang Sidempuan.

Sebagai bagian dari narasai sejarah, kapan nama Bukittinggi dicatat dan kapan pula nama Agam dikenal? Sejauh ini tidak ada keterangan yang memuaskan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Nama Bukittinggi di Agam yang pernah menjadi Ibu Kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia haruslah tetap dicari. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber tempo-tempo doeloe.

Senin, 16 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (1): Kota Air Bangis, Kota Tua Terlupakan Perlu Dingat; Air Bangis, Ajer Bangis, Aijer Bangis, ....


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Air Bangis adalah suatu kota pelabuhan di pantai barat Sumatra. Sejarah kota Air Bangis sejauh ini kurang terinformasikan dengan baik. Padahal kota Air Bangis terbilang kota tua di pantai barat Sumatra. Selain itu, kota Air Bangis pernah menjadi ibu kota Residentie (sebelum terbentuk Residentie Tapanoeli).

(Kota) Air Bangis (Peta 1835)
Pada era Republik Indonesia, Provinsi Sumatra Tengah terdiri dari tiga Residentie: Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Sehubungan dengan munculnya PRRI, pemerintah RI memecah Provinsi Sumatra Tengah menjadi tiga provinsi: Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi. Pada tahun 1958 pasca PRRI, ibu kota Provinsi Sumatra Barat dipindahkan dari Bukittinggi ke Padang. Salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Barat adalah kabupaten Pasaman. Kabupaten ini sangat luas dengan ibu kota di Lubuk Sikaping. Pada tahun 2003 dibentuk kabupaten Pasaman Barat dengan ibu kota Simpang Ampek. Kota Air Bangis berada di kabupaten Pasaman Barat.

Perubahan dan pergeseran administrasi wilayah di Pantai Barat Sumatra pada era kolonial Belanda menyebabkan sejarah Air Bangis redup. Pada era kemerdekaan Indonesia nama kota Air Bangis seakan terlupakan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Kota Air Bangis memiliki sejarahnya sendiri. Lantas bagaimana sejarah Air Bangis? Satu hal yang terpenting kota Air Bangis memiliki ciri penduduk melting pot. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 15 Maret 2020

Sejarah Jakarta (116): Sejarah Duren Sawit, Pondok Bambu, Pondok Kelapa, Pondok Kopi; Kleinder Orang Malaka, Duren Sawit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama kampong tempo doeloe, kini menjadi nama kelurahan dan kecamatan di Jakarta Timur: Duren Sawit. Kecamatan yang dibentuk tahun 1993 ini terdiri dari tujuh kelurahan, yakni: Pondok Bambu, Pondok Kelapa, Pondok Kopi, Malaka (Jaya dan Sari), Klender dan Duren Sawit. Keluruhan-kelurahan ini sebelumnya ada yang masuk kecamatan Jatinegara, kecamatan Bekasi Barat dan kecamatan Pondok Gede.

Jembatan Toll Kleinder (Peta 1775 dan Peta 1824)
Semua nama kelurahan di Kecamatan Duren Sawit adalah nama-nama kampong lama. Sebagai kampong lama akan berbeda dengan persepsi umum pada masa sekarang. Kampong Duren Sawit bukanlah berasal dari nama tanaman duren dan sawit. Sebelum tanaman sawit diimpor dari Amerika Selatan sudah ada nama kampong Duren Sawit. Nama kampong Duren Sawit merujuk pada perkampongan orang Jawa berasal dari Doeren Sawit. Demikian juga nama kampong Malaka merujuk pada perkmapongan orang yang berasal dari Malaka. Namun untuk tiga nama kmapong Pondok Bambu, Pondiok Kopi dan Pondo Kelapa sesuai namanya untuk mengidentifikasi nama kampong: terdapat pondok di kebun kopi, pondok di kebun kelapa dan pondok di hutan bambu. Lantas bagaimana dengan nama kampong Klender? Nama kampong Klender tidak mengacu pada kalender (penanggalan) tetapi lahan yang kecil (Kleinder Land).

Sebagai nama kampong lama, sejarah tujuh kelurahan di Kecamatan Duren Sawit ini memiliki sejarah sendiri-sendiri yang dapat ditelusuri ke masa lampau. Oleh karena itu, masing-masing nama kampong/kelurahan dibuat terpisah dalam artikel ini. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.