Laman

Selasa, 05 Desember 2017

Sejarah Kota Surabaya (14): Inilah Daftar Resident dan Burgemeester Soerabaja; Wali Kota Surabaya Pertama, Radjamin Nasution

*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini.


Pembentukan pemerintahan di Surabaya secara efektif pada dasarnya baru dimulai setelah era pendudukan Inggris (1811-1816). Ini sehubungan dengan berjalannya proses perapihan (wilayah) administrasi pemerintahan di Jawa. Seiring dengan proses mengadministrasikan kembali wilayah-wilayah di Jawa dilakukan pengangkatan Residen, Asisten Residen dan Controleur serta Gouverneur. Reorganisasi pemerintahan Pemerintahn Hindia Belanda tampaknya merujuk pada pembagian wilayah yang telah dilakukan oleh Letnan Gubernur Raffles.

Kantor Residen Surabaya (foto 1865)
Dalam Almanak 1816 wilayah Jawa dibagi ke dalam 17 residentie yang dipimpin oleh Resident: Buitenzorg; Preanger Regencies; Bantam; Chirebon; Tagal; Paccalongan and Cadoe; Samarang; Soeracarta; Djocjacarta; Japara and Joana; Rembang; Soerabaja and Bangcallan; Probolinggi, Besoki and Panaroekan; Grissee; Passoeroeang; Baniowangie; dan Sumanap. Sementara luar Jawa baru terdiri dari: Palembang and Banca; Macassar; Banjermassing. Residen Soerabaja and Bangcallan adalah William Ainslie (yang dibantu oleh dua asisten residen).  

Residen atau asisten Residen adalah pemimpin pertama dan yang bertanggungjawab untuk merencanakan pembangunan wilayah serta memimpin pertumbuhan dan perkembangan kota. Bagaimana kisah para pemimpin di Surabaya ini di dalam mengiringi perencanaan dan pengembangan Kota Surabaya penting untuk diketahui. Sebab, merekalah yang memiliki ide awal dan bertanggungjawab setiap tahapan pembangunan (periode kepemimpinan). Mari kita telusuri berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Beberapa Resident van Soerabaja terdahulu adalah P van de Poel dan kemudian digantikan oleh Mr. BHA Besier (lihat 's Gravenhaagsche courant, 16-07-1824). Selama berlangsungnya perang Jawa, Residen van Soerabaja adalah van Haak. Javasche courant, 20-06-1829 melaporkan Resdien van Haak mengundang tender (outsource) untuk kegiatan (proyek): (1) perbaikan bangunan sipil, (b) perbaikan beberapa 'jembatan, (c) perbaikan selokan dan drainase, (d) perbaikan sungai Kali Maas, (e) perbaikan berat jembatan di Kampong Baroe. Bagi peminat mulai sekarang hadir di kantor insinyur sipil di sini. Surabaya. Residen Surabaga, van Haak.

Residen Militer hingga Residen Sipil

Gouverneur-Generaal mengangkat Generaal-Majoor titulair Carel Jan Riesz [seorang Jerman] menjadi Resident van Soerabaja. Untuk urusan keamanan CJ Riesz dibantu oleh Luitenant-Kolonel AV Michiels (Algemeen Handelsblad, 30-06-1834). Dalam jajaran pemerintahan militer ini terdapat JDG Schaap sebagai komandan untuk urusan pribumi yang merangkap sekretaris. JDG Schaap sebelumnya adalah Direktur Instruktur Pelatih Lokal untuk Bahasa Melayu di Batavia. Tampaknya militer dan ahli bahasa begitu penting dalam proses awal pembentukan pemerintahan di Residentie Soerabaya ini.Yang menjabat sebagai regent (Bupati) saat itu adalah Raden Pandji Tjokro Negoro.

Daftar Residen Soerabaja 1834-1942
Dalam proses awal pembentukan pemerintahan di Soerabaya, situasi dan kondisi adalah pasca Perang Jawa (1825-1830). AV Michiels adalah anak buah terbaik Carel Jan Riesz, salah satu komandan dalam Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Oleh karena situasi dan kondisi keamanan di Jawa semakin kondusif, sementara situasi keamanan di Sumatra’s Westkust (Pantai Barat Sumatra) makin memanas, AV Michiels dipromosikan memimpin perang dalam Padri Oorlog di Sumatra’s Westkust. Perang Padri berakhir setelah perlawanan pasukan Tuanku Imam (di) Bonjol berakhir (1837) dan perlawanan pasukan Tuanku Tambusai di Mandailing dan Angkola berhasil dilumpuhkan (1838). Pada tahun 1838 ini Luitenant-Kolonel AV Michiels dinaikkan pangkanya menjadi Kolonel dan sekaligus menjadi Gubernur Sumatra’s Westkust.

Kolonel AV Michiels telah diangkat menjadi Gubernur Sumatra’s Westkust pada tahun 1838. Sementara Carel Jan Riesz mengakhiri tugasnya sebagai Residen Soerabaya pada tahun 1839 dan pensiun. Carel Jan Riesz sumringah diakhir masa jabatannya sebagai Residen Soerabaya karena anak buah terbaiknya AV Michiels telah menjadi Gubernur.

Ketika Gubernur AV Michiels lagi giat-giatnya merencanakan pembangunan di Sumatra’s Westkust, Alexander van der Hart dipromosikannya sebagai Residen Tapanoeli pada tahun 1845. Alexander van der Hart adalah anak buah terbaik Michiels yang berhasil masuk ke benteng Bonjol. Alexander van der Hart sangat disukai Michiels karena Hart tipe pemberani tetapi berperilaku baik, tidak peminum, tidak penjudi dan sangat hormat kepada wanita. Alexander van der Hart baru menikah setelah menjadi Residen Tapanoeli. Namun sangat tragis, dua prajurit pemberani ini justru tewas di tangan orang biasa. Alexander van der Hart yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi tewas di tempat tidur tertikam oleh seorang penyusup yang diduga motif pencuri (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, edisi 26, 27 dan 28 Agustus 1856). Prajurit profesional jago tembak memang tidak pernah mati tertembak tetapi dapat terbunuh karena seorang amatir. Sedangkan AV Michiels sebelumnya terbunuh mati konyol oleh orang amatir di Bali (Michiels tahun 1849 kembali ke habitat lama sebagai pemimpin ekspedisi militer ketiga di Bali).   

Residen Carel Jan Riesz digantikan oleh seorang sarjana, Mr. DFW Pietermaat, sebagai Resident Soerabaya. Pietermaat  dibantu sejumlah Asisten Residen yang ditempatkan di Afdeeling Greesee, Afdeeling Modjokerto, Afdeeling Madoera, Afdeeling Sumanap dan Pamakassan dan Afdeeling Bawaean.

Residen juga dibantu pemimpin lokal Radin Tommongong Kromo Djoio Dironno, sebagai Regent (Bupati). Dalam jajaran pemimpin lokal adalah Maas Beij Prawiro Dirdjo, hoofd Djaksa dan Ngabei Merto Dipoero sebagai hoofd panghoeloe. Untuk komandan para pendatang: terdiri dari beberapa Luitenant der chinezen: Han Tiaukie, Han Tiauhien, The Boenhie, The Keh, Han Kokping, The Boenkie. Sedangkan Kapitein der Malaijers adalah Achmat Bin Abdul Menem; Hoofd der Arabieren, Abdul Kadir Bin Alie Bin Adjiem dan Sabjan sebagai hoofd der Bengalezen (India).

Residen Mr. DFW Pietermaat kemudian digantikan oleh PJB de Ferez. Sebagai regent (bupati) adalah Radhen Adhipati Kromo Djojo Adhi Negoro (lihat Almanak 1846). Sebagai Djaksa adalah Ngabehi Prawiro Dhirdjo. Para kepada Tionghoa sudah ada yang berpangkat Kapitein yakni The Goansiang. Komposisi para letnan tidak berubah. Demikian juga pada pimpinan dari Melayu, Arab dan Bengalen tidak berubah.

Beberapa Residen dari Risidentie Soerabaja
Residen PJB de Ferez digantikan oleh P Vreede Bik yang posisi bupati masih dijabat Adhi Negoro, Kepala Djaksa masih dijabat Prawiro Dirdjo tetapi ada penambahan dua wakil djaksa (adjuct): Maas Beij Prawiro Winoto (pertama) dan Raden Tjokro Prawiro (kedua), Untuk penghoelo ada penambahan wakil. Kapitein China dibantu oleh kapitei titulair. Ada perubahan komposisi pada level letnan dan juga ditambah dua fungsi letnan titulair. Sebagai kapitein Melayu bernama Oemar Malaka. Sebagai pimpinan Bengalen (kini Bangladesh) tampaknya digantikan oleh anaknya Hassan bin Serang Sabjan (lihat Almanak 1853).

Residen P Vreede Bik digantikan oleh O van Rees. Komposisi pemimpin lokal tidak berubah kecuali wakil djaksa digantikan oleh Prawiro Admodjo dan Tjokro Adhinoto. The Boenhie naik pangkat menjadi Kapitein dengan dibantu dua kapitein titulair, Sebagai pemimpin Melayu yang baru adalah Oesien bin Abdul Manan. Nama pemimpin Bangalen tetap tetapi nama pemimpin Arab berubah (lihat Almanak 1864).

Pada level yang rendah di di Kota Surabaya khusus wilayah unrban dibagi kedalam 22 kelurahan (wijck) yan dipimpin oleh seorang Wijkmeester. Pada tahun 1866 Regentschap Sidaijoe, dan regentschap Lamongan ditingkatkan statusnya dari Controleur menjadi Asisten Residen (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-01-1866).

Perubahan (wilayah) Administrasi Pemerintahan

Residentie Soerabaja dalam perkembangannya mengalami perubahan. Pada tahun 1869 Residentie terdiri dari tujuh afdeeling. Afdeeling Greesee dan Afdeeling Modjokerto tetap seperti semula. Sementara Afdeeling Madoera, Afdeeling Sumanap dan Pamakassan dipisahkan. Sementara dibentuk Afdeeling Soerabaja, Afdeeling Sidho Ardjo dan Afdeeling Sidaijoe serta Afdeeling Lamongan. Afdeeling Bawaean berstus Gewestellijk (daerah) yang dimasukkan ke dalam pemerintahan Afdeeling Soerabaja. Pemimpin tertinggi di Bawean hanya setingkat Penghoeloe (saja).

Handboek voor den Oost-Ind. Ambtenaar, 1876
Di dalam Staatsblad 1874 No.73 tentang Regentschappen en Afdeelingen op Java en Madura disebutkan Afdeeling Soerabaja terdiri dari tiga distrikten, yakni: Kotta, Djabakotta dan Goenoeng Kending (Handboek voor den Oost-Ind. Ambtenaar, 1876) Distrik Kotta terdiri dari 353 desa; Djabakotta 235 desa dan Goenoeng Kending 361 desa (lihat Almanak 1869).

Yang menjadi Residen pada administrasi pemerintahan yang abru ini adalah Residen S van Deventer (menggantikan Residen O van Rees). Namun yang menjadi regent (bupati) adalah adalah Raden Pandji Tjokro Negoro. Bupati yang pernah menjabat di era Residen Carel Jan Riesz (1834-1839). Pengangkatan kembali Tjokro Negoro pada tanggal 20 September 1863 (saat Residen O van Rees). Bupati tetap dibantu oleh seorang patih, yakni Mas Ngabehi Ongo Adhi Poetro yang menjabat sejak 1855 pada era Bupati Adhi Negoro.

Rumah Residen Soerabaja (1906)
Kepala Djaksa dan wakilnya tidak berubah. Ini mengindikasikan bahwa Djaksa Prawiro Dhi Wiro sudah lama menjabat (sejak 9 Oktober 1852). Kepala Penghoeloe Ngabei Merto Dipoero juga terbilang sudah lama bahkan sejak 17 Oktober 1844. Kapiteit China tetap dijabat oleh The Boenhie. Para letnan dan juga para titulair tidak berubah. Pemimpin Arab adalah Said Ibrahim bin Pangeran Said Alolei Al Habassij. Untuk pemimpin Bengalen yang baru adalah Hasan bin Oemar Malaka. Para lurah dari 22 kelurahan adalah orang-orang (bernama) Belanda.

Pada tahun 1870 nama-nama controleur selain terdapat di Soerabaja, Modjokerto, Gresik, Sidho Ardjo, Sidaijoe, Lamongan juga terdapat di Kedoeng, Pramban, Modjosari, Djambang dan Lekir.

Beberapa Residen Sorabaya yang meningkatkan karirnya antara lain adalah Harderman (Residen Soerabaya 1925-1928) diangkat menjadi Gubernur Oost Java yang pertama tahun 1929. Selaian itu adalah MF Winkler, Resident Soerabaja periode 1935-1939 kemudian diangkat menjadi Gubernur Midden Java (Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 18-12-1939). 

Gemeente dan Burgemeester

Afdeeling Soerabaja terdiri dari tiga distrikten, yakni: Kotta, Djabakotta dan Goenoeng Kending. Afdeeling Soerabaja dipimpin oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Kotta Soerabaja. Distrik Kotta Soerabaja terdiri dari 22 kelurahan (wijck) dan 353 desa. Dalam perkembangannya Distrik Kotta Soerabaja dibentuk menjadi Kota Pradja (Kota) yang bersifat otonom. Hal ini karena kota mampu membiayai sendiri pembangunannya.

Kota Soerabaja dibentuk menjadi Kota (Gemeente) pada tahun 1905 bersamaan dengan Kota Buitenzorg Chirebon. Kota (Gemeente) yang pertama dibentuk adalah  Kota Batavia pada tahun 1903. Kota Bandoeng pada tahun 1906 dibentuk bersaman dengan Samarang, Cheribon, Tegal, Pekalongan, Magelang, dan Palembang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1906). Kota Medan dibentuk pada tahun 1909,

Dalam pembentukan Gemeente, tidak otomotis wali kota (burgemeester) diangkat sebagai pemimpin kota. Justru yang lebih dulu diangkat anggota dewan kota (gemeeteraad). Dalam hubungan ini sejumlah individu diangkat sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad) baik dengan cara penunjukan maupun ‘pemilihan’. Anggota dewan (pada nantinya) akan mengawasi kerja walikota dan berlangsungnya pemerintahan. Dewan kota juga akan menetapkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bagi kota.

Selama belum diangkat wali kota (burgemeester), seperti di Soerabaja, peran wali kota dilakukan oleh Asisten Residen. Hal serupa ini juga yang terjadi di kota-kota lain. Kota Bandung menjadi gemeente tahun 1906 sementara wali kota definitif baru diangkat pada tahun 1817. Demikian juga di Kota Medan yang menjadi gemeente tahun 1909 baru memiliki wali kota definitif pada tahun 1918.

Usulan Burgemeester di Gemeente baru muncul pada akhir tahun 1915. Tiga kota bakal diangkat Burgemeester yakni Batavia, Semarang dan Soerabaja. Dalam hubungan ini muncul kandidat J. de Groot, pejabat senior untuk reorganisasi sektor administrasi, A. Mejjroos, wakil penasihat desentralisasi dan LJ Schippers, Asisten Residen polisi di Surabaya (lihat De Preanger-bode, 18-01-1916). Wakil penasihat desentralisasi, A. Meyroos muncul sebagai kandidat Wali Kota Batavia (Algemeen Handelsblad, 07-02-1916). Kandidat yang muncul diantara anggota dewan kota Surabaya adalah Mr. Schriecke (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-02-1916). Juga muncul nama WA van Zijst-6, Wethouder Utrecht (Algemeen Handelsblad, 08-03-1916).

Wali Kota akan mendapat f1.000 per bulan dengan 4 voucher dua tahunan sebesar f 100 sehingga akan menerima gaji maksimum f1400 perbulan. Juga disediakan sebesar sewa rumah paling tinggi f250 per bulan dan uang saku yang sama. Disamping itu juga ada kompensasi lainnya (Algemeen Handelsblad, 08-03-1916).

Daftar Burgemeester (Wali Kota) Kota Soerabaja 1916-1950
Proses pembentukan burgeemeester yang pertama di Hindia Belanda ini ternyata butuh waktu. Namun demikian muncul dari pusat bahwa ada tiga kandidat wali kota untuk tiga kota: Batavia, Semarang dan Soerabaja. Mereka itu adalah burgemeester di Dirksland, Melissant dan Herkingen di Belanda (De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 06-05-1916). Proses penentuan dan pengangkatan Burgemeester di kota tersebut akhirnya berujung. Tiga wali kota pertama Indonesia (baca: Nederlandsch Indie) diputuskan yakni sebagai walikota Batavia Mr. Bisschop, untuk Semarang D. de Jong dan untuk Soerabaja Mr.A. Medjroos (De Sumatra post, 20-07-1916).   

Mr. Medjroos, lahir pada bulan Juni 1874, mahasiswa Utrecht dipromosikan pada tahun 1897. Setelah itu menjadi editor Rotterdamsch Courant, Het Vaderland dan the Neuwe Rotterdamsche Courant. Lalu merantau ke Indonesia pada tahun 1911 dan menjadi ketua komisi di Algemenee Secretaris dan menjadi deputi penasehat desentralisasi pada tahun 1912, yang fungsinya telah dilakukan oleh Tuan Meyroos sampai sekarang. Seorang wali kota pertama Soerabaja adalah seorang jurnalis. M. Bisschop belajar di Leiden dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1895. Setelah berkaris sebagai sekretaris kota Schiedam dan Vlissingen pada bulan Agustus 1906 diangkat sebagai sekretaris jenderal. Lalu kemudian merantau ke Indonesia dan pernah menjadi anggota dewan kota Buitenzorg dan menjadi ketua dewan. Pada tanggal 13 November 1909 diangkat sebagai sekretaris Financien. De Jong lahir pada bulan Juni 1882. Diploma Delflsche diperoleh pada tahun 1904 dan menetap di Semarang pada tahun 1906 (De Sumatra post, 08-08-1916).

Setelah wali kota pertama Kota Soerabaja, A Meijroos tahun 1916 nama-nama wali kota berikutnya adalah GJ Dijkerman, HI Bussemaker, GH ter Poorten, WH van Helsdingen dan yang terakhir WAH. Fuchter yang dipilih dan diangkat tahun1942 menjelang berakhirnmya era kolonial Belanda dan terjadinya pendudukan (militer) Jepang.

Province Oost Java: Hardeman, dari Controleur hingga Guberneur

Beberapa tahun kemudian setelah Soerabaja memeiliki Burgemeester definitif (1916) lalu dibentuk Province Oost Java tahun 1926. Siapa yang akan menjadi Gubernur sudah muncul rumor yang mengarah kepada Resident Soerabaja, Hardeman (lihat De Telegraaf, 05-03-1926). Kabar Hardeman, Residen van Soerabaja menjadi Gubernur Oost Java dan van Gulik, Residen Semarang menjadi Gubernur Midden Java semakin menguat (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-12-1927). Provinsi Oost Java sendiri baru resmi diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1929 (De Indische courant, 17-03-1928). Akhirnya pada bulan Mei 1928 W. Ch. Hardeman diangkat menjadi gubernur terhitung sejak 1 Juli (lihat Provinciale Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 12-05-1928).

Soerabaijasch handelsblad, 03-01-1929
Pengangkatan W. Ch. Hardeman  sebagai Gubernur Oost Java bersamaan dengan pengangkatan gubernur di semua provinsi di Jawa yang terhitung sejak 1 Juli telah diangkat menjadi gubernur Jawa Timur Mr. W. Ch. Hardeman, saat ini Residen van Surabaya, sebagai gubernur Jawa Tengah, Mr. PJ v. Gulik, saat ini Residen van Semarang, sebagai gubernur Surakarta, Mr. MB. v. D. Jagt, saat ini Residen van Soerakarta dan Gubernur Djokjokarta  adalah Mr. JE Jasper, Residen Djokjokarta (lihat Provinciale Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 12-05-1928). Beslit Gubernur Hardeman (berserta gubernur lainnya) diumumkan (Haagsche courant, 18-06-1928). Dengan demikian segala persiapan dalam pembentukan Provinsi Oost Java sudah mulai mengurucut dengan pengangkatan W. Ch. Hardeman  sebagai Gubernur Oost Java. Tentu saja seterhitung sejak 1 Juli 1928 gubernur baru ini sudah mulai bekerja hingga pada akhirnya provinsi Oost Java secara resmi dimulai tanggal 1 Januari 1929. Resepsi dilakukan di Soerabaya pada tanggal 6 Juli (De Indische courant, 07-07-1928). Tugas pertama gubernur adalah melakukan kunjungan pekernalan ke berbagai daerah sebelum tanggal 1 Januari 1929. Pengumuman berdirinya Provimsi Jawa Timur diiklankan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 03-01-1929). Dalam iklan disebutkan kantor sekretariat provinsi berada di sebelah Kantor Residen Kantor Gubernur.

W. Ch. Hardeman (1931)
Willem Charles Hardeman adalah Gubernur pertama Provinsi Oost Java. W Ch Hardeman adalah contoh orang Indo (lahir di Soerabaja) yang memiliki karir di bidang pemerintahan yang sukses yang dimulai dari level yang paling rendah, Controleur. Hardeman mengawali karir sebagai controleur di Soerabaja dan Resident van Soerabaja (yang berkedudukan di Soerabaja).

Pejabat yang mirip dengan karir Hardeman  ini adalah WA Hennij. Memulai sebagai controleur di onderafdeeling Angkola, Residen Tapanoeli berkedudukan di Padang Sidempoean. Kemudian Asisten Residen Afdeeling Mabndailing dan Angkola. Lalu kemudian dipromosikan menjadi Sekretaris Gubernur Province Sumatra’s Westkust. Provinsi Sumatra’s Westkust sendiri telah memiliki gubernur tahun 1837 yakni AV Mischiels. Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Tahun 1907 Province Sumatra Westkust dilikuidasi dan diturunkan menjadi Residenti. Pada tahun 1915 Resdientie Oost Sumatra beribukota di Medan dibentuk sebagai provinsi, Province Oost Sumatra.

Daftar Gubernur Jawa Timur, 1928-1942
Willem Charles Hardeman digantikan oleh CH de Man pada tahun 1931 (Limburgsch dagblad, 17-04-1931). CH de Man kemudian digantikan oleh Ch. O van der Plas (De Sumatra post, 01-07-1936). Ch. O van der Plas digantikan oleh HC Hartevelt (Soerabaijasch handelsblad, 10-07-1941).

MF Winkler, Resident Soerabaja periode 1935-1939 kemudian diangkat menjadi Gubernur Midden Java (Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 18-12-1939).  

Gubernur Province Oost Java yang terakhir adalah HC Hartevelt, Resident Residentie Soerabaja terakhir adalah C Ch J Maassen dan Burgemeester Gemeente Soerabaja yang terakhir adalah WAH. Fuchter. Mereka ini semua harus berakhir pada awal tahun 1942 karena adanya invasi Jepang ke Indonesia.

Sejak terjadinya pendudukan Jepang, dan tidak adanya kepemimpinan di Kota Surabaya, pemerintah militer Jepang mencari pemimpin lokal. Pemimpin lokal yang memiliki portofolio tertinggi adalah Dr. Radjamin Nasution.

Ada perseteruan antara Dr. Radjamin dengan WAH. Fuchter sebelumnya. Dr. Radjamin adalah anggota dewan senior (wethouder) Kota Surabaya sedangkan WAH. Fuchter adalah Wali Kota Surabaya yang baru diangkat. .

Dr. Radjamin Nasution (ft 1941)
Dr. Radjamin Nasution memulai karir di Surabaya pada tahun 1931 sebagai kepala pabean/bea cukai. Dr. Radjamin adalah teman sekelas Dr. Soetomo sewaktu studi di STOVIA di Batavia. Gebrakan pertama Radjamin ketika hari pertama duduk di dewan adalah mengajukan proposal yang pro rakyat. Ini sangat jarang terjadi, ketika di era itu, seseorang yang sudah berkedudukan tinggi dan berkecukupan justru bergelora mengangkat harkat rakyat. Pada masa itu, kekuasaan Belanda penuh ketidakadilan dimana-mana, termasuk di Surabaya. Di Surabaya, Radjamin Nasoetion termasuk diantara pribumi yang berpendidikan. Naluri dan jalan pikirannya bangkit. Apalagi ia menyadari kini, tinggal dan berkeluarga di tempat kelahiran sobatnya, Dr. Soetomo. Radjamin mulai menyingsingkan lengan baju, memulai babak baru bertarung dengan kaum Belanda di parlemen Kota Surabaya. Karir Radjamin di parlemen makin menguat hingga terpilih menjadi wakil Jawa Timur mewakili Kota Surabaya ke parlemen pusat (Volksraad) dari Partai Parindra tahun 1938. Posisi Radjamin menjadi ‘double gardan’, di satu tangan anggota senior (wethouder) dewan kota Surabaya, dan di tangan lain sebagai anggota Volksraad. Pada masa itulah Radjamin memperkenalkan gaya blusukan. Dari kampong ke kampong melihat rakyatnya dan menampung aspirasi rakyatnya. Dalam hal tertentu, Radjamin tidak segan-segan menegor dan menggertak walikota Fuchter yang bangsa Belanda, jika pembangunan yang dijalankan jauh menyimpang dari kebutuhan rakyat. Figur Radjamin galak terhadap Belanda, sebaliknya santun terhadap rakyatnya. Karakter yang lengkap ini juga disukai pasukan Jepang, ketika datang pertamakali ke Surabaya. Militer Jepang lalu mengangkatnya sebagai walikota, menggantikan kedudukan Fuchter yang saat ini sibuk mengurusi soal deportasi bangsa Eropa dari Surabaya.

Burgemeester Soerabaja
Pada awal pendudukan Jepang, pemerintah militer Jepang mengangkat Dr. Radjamin Nasution sebagai Wali Kota Surabaya. Sementara WAH. Fuchter masih tetap aktif untuk mengurusi orang-orang Eropa/Belanda yang berada di Surabaya. Ini seakan ada dua fungsi wali kota di Surabaya namun berbeda nasib. Dr. Radjamin Nasution menjadi wali kota baru, sedangkan WAH. Fuchter menjadi wali kota yang telah dilengserkan tetapi masih bertanggungjawab untuk urusan Eropa dan Belanda.

Pendudukan Jepang dan Kemerdekaan RI: Wali Kota Dr. Radjamin Nasution

Selama pendudukan Jepang, Radjamin Nasution meski menjadi wakil wali kota tetapi gerak-geriknya dibatasi. Namun demikian, Radjamin tidak kurang akal untuk tetap dekat dengan warga di Soerabaja. Radjamin melakukan dengan dalih olah raga. Sebab Radjamin adalah gibol, mantan kapten tim Docter Djawa Club di Batavia dulu.

Radjamin memandang orang asing sangat berbeda dengan pribumi. Radjamin menganggap Belanda dan Jepang sama saja—sama-sama bangsa asing yang ingin mengendalikan rakyat pribumi. Radjamin tidak bisa dikendalikan bangsa asing. Jepang yang lebih agresif dari Belanda, justru membuat rakyat lebih sengsara. Jepang lebih menginginkan komunikasi satu arah dengan rakyat dan tidak suka gaya blusukan ala Radjamin terjadi. Tapi Radjamin mengikuti nalurinya sendiri, di luar area balai kota, Radjamin tetap blusukan mengunjungi rakyatnya. Radjamin konsisten dalam urusan rakyat.

Daftar Burgemeester (Wali Kota) Kota Soerabaja 1916-1950
Ketika Jepang takluk atas sekutu, pimpinan republik di Jakarta mengangkatnya menjadi walikota. Konon, pengangkatan Radjamin yang menjadi walikota incumbent itu atas penilaian Ir. Soekorno sendiri. Soekarno adalah putra daerah Surabaya (lahir dan dibesarkan di Surabaya). Ini berarti, Radjamin tidak memerlukan rekomendasi Amir Sjarifoeddin Harahap dan M. Hatta untuk menunjuk Radjamin, karena Soekarno sendiri telah merekomendasikan. 

Soekarno, Hatta dan Amir adalah tiga founding father negara Republik Indonesia. Amir Sjarifoeddin (Harahap) adalah adik sekampung halaman Radjamin Nasoetion di Afdeeling Mandheling en Ankola (kini Tapanuli Selatan).

Namun tidak lama menjabat sebagai walikota republic di Surabaya, Radjamin sudah menghadapi perang kembali. Radjamin benci Jepang, juga Radjamin benci Belanda yang membonceng ikut ke Surabaya. Saat pertempuran pasukan/laskar republik dengan pihak sekutu/Belanda, Radjamin dan semua pejabat-pejabatnya mengungsi ke luar kota.

Di pengungsian, korps Radjamin mendukung perjuangan anak-anak republik. Radjamin yang setia terhadap pejabat dan karyawannya dan tentu rakyatnya bekerja keras di pengungsian. Radjamin yang seorang dokter mengambil posisi Kepala Dinas Kesehatan Surabaya dan mengkoordinasikan save and rescue terhadap pejuang-pejuang yang terluka dari medan perang. Radjamin juga berinisiatif mengumpulkan pakaian bekas untuk bahan pakaian para pejuang di Surabaya. Radjamin mondar-mandir antara markas pemerintahan Kota Surabaya di pengungsian (Mojokerto dan Tulungagung) dan front pertempuran di Kota Surabaya.

Namun setelah pengakuan kedaulatan RI, Radjamin yang bertindak sebagai walikota di pengungsian dan belum pernah dipecat, tak dinyana haknya diambilalih alias dirampas. Soal ini sempat berlarut-larut dan tidak jelas ujung pangkalnya.

Radjamin tidak mau berpolemik berlama-lama untuk urusan itu. Radjamin lebih memilih berjuang kembali lewat parlemen untuk bisa tetap dekat dengan rakyatnya. Dul Arnowo yang ditunjuk menjadi walikota, Radjamin sendiri menolak diajukan menjadi ketua dewan (DPRD). Radjamin memilih lebih fokus pada proposalnya yang pro rakyat. Kepemimpinan Dul Arnowo sangat lemah, di dewan mendapat kritikan bertubi-tubi sampai menjadi mosi tidak percaya. Dul Arnowo akhirnya lengser sebagai walikota, sedangkan karir Radjamin Nasution semakin melejit hingga menjadi anggota dewan di Perlemen Pusat di Jakarta. Ini untuk kedua kali Radjamin Nasution wakil rakyat di pusat, sebelumnya di era Belanda tahun 1938) .

Sebaran Dewan di Hindia Belanda

Sampai tahun 1921 di seluruh Hindia Belanda hanya terdapat 53 dewan, termasuk gemeenteraad Soerabaja. Uniknya, hanya satu dewan yang berada di level onder-afdeeling (kecamatan), yakni Angkola en Sipirok (kini Padang Sidempuan). Sementara di level afdeeling juga hanya terdapat satu yakni di Minahasa (lihat Tabel-1). Selebihnya terbagi ke dalam sejumlah kota (gemeente) dan sejumlah kabupaten (afdeeling atau regentschap).


Jumlah anggota dewan pribumi/timur asing (non-Eropa) di Hindia Belanda
No
Nama Daerah
Bentuk administrasi
Jumlah anggota dewan pribumi
(non-Eropa)

Angkola en Sipirok
( afd. Padang Sidempoean)
Onder-afdeeling
23

Bandjermasin
Gemeente
12

Bandoeng
Gemeente
13

Bantam (Banten)
Gewest
12

Banjoemas
Gewest
13

Basoeki
Gewest
15

Batavia
Gemeente
17

Batavia
Gewest
22

Bindjei
Gemeente
6

Blitar
Gemeente
9

Buitenzorg (Bogor)
Gemeente
14

Cheribon (Cirebon)
Gemeente
7

Cheribon (Cirebon)
Gewest
16

Fort de Kock (Bukittinggi)
Gemeente
7

Kediri
Gemeente
9

Kediri
Gewest
19

Kedoe
Gewest
26

Komering Ilir
Gewest
17

Lematang Ilir
Gewest
17

Madioen
Gemeente
11

Madioen
Gewest
13

Madura
Gewest
12

Magelang
Gemeente
11

Makasser
Gemeente
12

Malang
Gemeente
12

Medan
Gemeente
10

Menado
Gemeente
9

Minahasa
Afdeeling
37

Mr. Cornelis (Jatinegara)
Gemeente
12

Modjokerto
Gemeente
8

Ogan Ilir
Gewest
23

Oostkust Sumatra
(Sumtra Timur)
Gewest
21

Padang
Gemeente
15

Padang Pandjang
Gewest
20

Palembang
Gemeente
12

Pasoeroean
Gemeente
9

Pasoeroean
Gewest
25

Pekalongan
Gemeente
12

Pekalongan
Gewest
11

Pematang Siantar
Gemeente
8

Preanger Regentschappen
Gewest
28

Probolinggo
Gemeente
12

Rembang
Gewest
16

Salatiga
Gemeente
8

Sawah Loento
Gemeente
5

Semarang
Gemeente
16

Semarang
Gewest
27

Soekaboemi
Gemeente
10

Soerabaja
Gemeente
19

Soerabaja
Gewest
24

Tandjong Balei
Gemeente
6

Tebing Tinggi
Gemeente
9

Tegal
Gemeente
10
Total
767
Catatan:
-Koefisien Pemilu adalah 50
-Gemeente=kota
-Gewest=Terdiri dari beberapa afdeeling
-Afdeeling=Terdiri dari beberapa onder-afdeeling
Sumber: De Preanger-bode, 01-02-1921

Uniknya lagi, di Residentie Tapanoeli dewan hanya terdapat di onder-afdeeling Angkola en Sipirok. Jumlah kursi di dewan di onder-afdeeling Angkola en Sipirok sebanyak 23 kursi. Sementara di Province Sumatra’s Oostkust (Sumatra Timur) terdapat dewan di lima kota (gemeente): Kota Medan (10 kursi), Kota Tandjong Balai (6 kursi), Kota Pematang Siantar (8 kursi), Kota Bindjei (6 kursi), Kota Tebingtinggi (9 kursi). Selain itu masih terdapat satu kabupaten (geweest) yang memiliki dewan dengan jumlah kursi untuk pribumi/timur asing sebanyak 21 orang (lebih sedikit dibandingkan dengan onder-afdeeling Angkola en Sipirok).

Nama-nama anggota dewan di Onder-afdeeling Angkola en Sipirok antara lain dapat dilihat pada Bataviaasch nieuwsblad, 20-08-1926. Mereka ini adalah anggota dewan pengganti: ‘Gewestelijke en Plaatselijke Baden. Pada tanggal 17 Agustus 1926 diangkat menjadi anggota plaatselijken raad di ondcrafdeeling Angkola en Sipirok: golongan Belanda, G.H. van Nie1, adm. der onderneming Simarpinggan dan S. Radersma, adm. der onderneming Sigalagala; golongan penduduk lokal, Ma'moer Al Rasjid (Nasoetion), dokter di Padang Sidempoean, Peter Tamboenan, zendelingleeraar di Sipirok, Mangaradja Goenoeng, pedagang di Padang Sidimpoean, MJ Soetan Naga, pedagang di Batang Toroe; Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe,  Soetan Josia Diapari, pedagang di Padang Sidempoean, Mangaradja Dori, pedagang di Padang Sidimpoean, Dja Oloan, pedagang di Padang Sidempoean dan Hadji Mohamad Thaib, pedagang di Padang Sidcmpoean; golongan timur asing, Kim Hong Boh, pedagang di Padang Sidempoean’.:

Mungkin anda bertanya-tanya, mengapa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok, sebuah kecamatan pula justru terdapat dewan. Jawabnya adalah bahwa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok terdapat ibukota afdeeling Padang Sidempuan yakni Padang Sidempuan. Selain itu, di onder-afdeeling (kecamatan) Angkola en Sipirok terdapat belasan perusahaan perkebunan (maschappij) seperti halnya di Sumatra Timur. Pertimbangan lainnya, Padang Sidempoean adalah kota tua (didirikan tahun 1844) dan sejak 1870 menjadi ibukota afdeeling Mandailing en Angkola (menjadi afdeeling Padang Sidempuan sejak 1905). Kota Padang Sidempuan sendiri sejak tahun 1870 sudah memiliki fasilitas lengkap: sekolah Eropa (ELS), sekolah guru pribumi (kweekschool) dan tiga sekolah dasar negeri (pribumi),

Medan sendiri pada tahun 1870 masih terbilang sebuah kampong. Sedangkan Padang Sidempuan sudah menjadi kota besar. Onder-afdeeling Medan baru dibentuk tahun 1875 dengan menempatkan seorang controleur di Medan. Sedangkan di Padang Sidempuan sejak 1870 sudah menjadi ibukota afdeeling Mandailing en Angkola tempat dimana asisten residen berkedudukan. Sejak dibukanya sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempuan tahun 1879, perkembangan kota berlangsung cepat. Alumni Kweekschool menyebar dan menjadi guru di Tapanoeli en Nias, Sumatra Timur, Riau dan Atjeh. Ketika Kweekschool Padang Sidempuan melakukan wisuda guru pertama tahun 1883, belum ada sekolah dasar di Medan.

Alumni sekolah dasar Padang Sidempuan banyak yang berkiprah sebagai angggota dewan di berbagai tempat di Hindia Belanda, tidak hanya di Dewan Angkola en Sipirok di Padang Sidempoean, tetapi juga di Kota Medan, Kota Tandjong Balai, Kota Pematang Siantar, Kota Bindjei, Kota Tebingtinggi. Juga di Kota Padang dan Kota Soerabaja. Kota Padang Sidempuan tidak pernah naik statusnya menjadi gemeente di era Hindia Belanda tetapi tiga alumninya menjadi walikota pribumi pertama di tiga kota berbeda: Kota Medan (Mr. Loeat Siregar), Kota Padang (Dr. Abdoel Hakim Nasoetion) dan Kota Surabaya (Dr. Radjamin Nasoetion).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar