Laman

Selasa, 05 Desember 2017

Sejarah Kota Surabaya (13): Planologi Kota Surabaya Tempo Doeloe; Kanalisasi dan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak

*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini.


Pada masa lampau (era VOC), pelabuhan Surabaya awalnya berada di sisi sungai Soerabaya yang kini posisi GPS berada di tengah kota Kota Surabaya yang sekarang. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, pelabuhan Surabaya yang berlokasi dekat benteng (casteel) Soerabaya direlokasi ke kanal (sungai buatan) yang baru yang disebut Kali Mas. Sejak dibukanya terusan Suez (1869) pelabuhan-pelabuhan di Nederlandsch Indie (baca: Indonesia) mengalami perubahan drastis dari pelabuhan sungai relokasi menjadi pelabuhan kanal dan pelabuhan kanal bergeser menjadi pelabuhan laut.

Kantor Residen Kota Surabaya, 1830
Pelabuhan Kalimas kategorinya kini dianggap pelabuhan tradisional di Kota Surabaya, namun sesungguhnya pelabuhan tersebut adalah pelabuhan kanal modern Jawa bagian timur pada masa awal Pemerintahan Hindia Belanda. Dalam perkebangannya kemudian Pelabuhan Kalimas bergeser ke Pelabuhan Tanjung Perak. Hal ini juga terjadi di Semarang dari pelabuhan (kanal) Moeara Baroe bergeser ke pelabuhan Tanjung Emas. Pola pergeseran pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mirip dengan pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Ini berbeda dengan di Batavia: pelabuhan mengalami relokasi dari pelabuhan Kalibesar ke pelabuhan Tanjung Priok. Pola relokasi pelabuhan Tanjung Priok lebih mirip dengan pelabuhan Teluk Bayur di Padang (namun tetap ada perbedaan: Batavia memanfaatkan tanjung, Padang memanfaatkan teluk). Pelabuhan yang khas adalah kombinasi (pergeseran dan relokasi): dari pelabuhan Deli ke pelabuhan Belawan.
 
Bagaimana proses perubahan (pergeseran dan atau relokasi posisi lokasi) pelabuhan di Kota Surabaya terjadi? Satu hal bahwa perubahan pelabuhan di Surabaya adalah bagian tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan Kota Surabaya sendiri. Namun disayangkan sejauh ini sulit menemukan informasi (tulisan) masa kini yang mendeskripsikan kronologis pembangunan dan pengembangan pelabuhan di Kota Surabaya. Hal lain adalah bahwa pelabuhan Tanjung Perak yang sekarang adalah akhir dari proses tersebut. Oleh karenanya sudah barang tentu kronologis tersebut menjadi penting untuk diketahui, sebab pelabuhan adalah faktor penting dalam perjalanan Kota Surabaya—yang berawal dari sebuah kampung di sisi sungai Soerabaya menjadi kota metropolitan yang sekarang. Mari kita telusuri berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Soerabaja: Pelabuhan Sungai Sejak Zaman Kuno

Sudah sejak jaman kuno, Soerabaja adalah tempat perdagangan. Sebagai pusat perdagangan, pelabuhan Soerabaja berfungsi sebagai pelabuhan penghubung dengan pelabuhan-pelabuhan sungai di pedalaman (terutama hingga ke Modjokerto) dan pelabuhan-pelabuhan laut di pesisir pantai utara Jawa. Pelabuhan Soerabaya ini terus eksis hingga kedatangan orang-orang Eropa/Belanda.

Peta Soerabaja, 1719
Peta 1719 menunjukkan pelabuhan Soerabaja berada di sisi barat sungai Soerabaja, tempat dimana rumah (kraton) Bupati berada. Sementara perkampungan orang-orang Tionghoa berada di seberang sungai Soerabaya agak ke hilir. Berdasarkan Peta 1695 pos VOC berada di hilir perkampungan Tionghoa. Namun dalam perkembangannya (sesuai Peta 1719), pos VOC telah berubah menjadi benteng (casteel) tetapi letaknya tidak lagi di hilir perkampungan Tionghoa tetapi relokasi ke seberang sungai (di hilir perkampungan penduduk asli/kraton Bupati). Benteng Soerabaya ini selesai  dibangun tahun 1708 (sebagaimana benteng Semerang juga selesai dibangun 1708). Sejak adanya benteng tahun 1708 hingga situasi kondisi tahun 1719 (Peta 1719) pemukiman orang-orang Eropa/Belanda telah meluas ke arah hulu benteng dan semakin menyatu dengan perkampungan penduduk asli/kraton Bupati. Tiga perkampungan ini (penduduk asli, Tionghoa dan Eropa/Belanda) pada masa ini kira-kira berada di sekitar Roode Brug (Jembatan Merah). Catatan: posisi Masjid Ampel berada di hilir perkampungan Tionghoa yang diduga beberapa ratus tahun sebelumnya menjadi pusat penyebaran agama Islam di sekitar.    

Pelabuhan Kanal Soerabaja

Jarak pelabuhan (sungai) Soerabaja ke muara sungai (laut) cukup jauh dan membutuhkan waktu pelayaran yang lama karena (biasanya) sungai di hilir mendekati pantai berbelok-belok. Pada Peta 1719 sungai Soerabaja masih tampak berbelok-belok di hilir benteng (casteel) Soerabaja. Namun dalam Peta 1787 tampak antara benteng (casteel)Soerabaja dengan moera sungai (laut) sudah mengindikasikan sungai yang berbentuk lurus. Artinya sungai (alam) telah menjadi kanal (buatan). Proses kanalisasi ini diduga terjadi antara 1719 hingga 1787. Itu berarti dalam interval waktu sekitar 70 tahun (suatu waktu yang cukup lama).

Di Batavia, kanalisasi sungai untuk fungsi pelabuhan sudah dilakukan sejak awal, paling tidak sudah terlihat pada Peta 1629. Peta kanal ini makin banyak terlihat pada Peta 1657. Sedangkan di Semarang, pembangunan kanal sudah tampak ada rintisan pada tahun 1741 sebagaimana tampak pada Peta 1741. Namun rintisan ini tidak kunjung direalisasikan, karena pada peta terbaru (Peta Semarang 1787) kanal Semarang ini belum terwujud (sepenuhnya). Sementara di Soerabaja pada tahun 1787 (Peta Soerabaja 1787) sudah terwujud kanal. Dengan demikian pelabuhan kanal Soerabaja adalah pelabuhan kedua setelah pelabuhan kanal Batavia.  

Pelabuhan kanal Soerabaja ini kemudian disebut pelabuhan Kali Maas. Penyebutan nama ini mengindikasikan nama sungai Soerabaja telah berganti nama menjadi Kali Maas setelah selesainya kanalisiasi sungai Soerabaja.

Mengapa disebut Kali Maas? Hal yang terdekat dengan penamaan rivier (sungai) menjadi kali diduga kuat mengikuti penamaan pelabuhan kanal Kali Besar di Batavia. Kata ‘kali’ diduga berasal dari terminologi umum di Betawi (Batavia) tentang sungai. Sedangkan nama Maas, buka terminilogi yang mengindikasikan emas (goud), tetapi nama marga Eropa/Belanda yang diduga seseorang yang menjadi arsitek dari pembangunan kanal Soerabaja tersebut. Dengan demikian, Kali Maas yang kemudian mengalami reduksi menjadi Kali Mas harus dibedakan sebagai arti nama doeloe dengan arti nama yang dipahami umum pada masa kini.

Rumah Residen Soerabaja 1830
Satu situs penting yang dibangun kemudian setelah selesainya (pelabuhan) kanal Soerabaja adalah pembangunan rumah Resident van Soerabaja. Rumah residen ini dibangun diduga setelah berakhirnya era VOC, apakah di era Inggris (1811-1816) atau era Pemerintahan Hindia Belanda (sejak 1817). Sebuah sketsa rumah Residen di Soerabaja bertahun 1830 mengindikasikan rumah residen ini dibangun antara tahun 1811 hingga 1830. Rumah Residen ini berada di sisi barat kanal.

Rumah Residen Soerabaja 1865
Kelak di arah hulu rumah Residen ini dibangun jembatan yang pertama: Roode Brug atau Jembatan Merah. Sejak adanya jembatan ini, kapal-kapal bertiang tinggi hanya sampai pada batas jembatan. Rumah Residen ini kemudian diperbarui sebagaimana tampak pada Foto 1865. Dalam foto ini terlihat ada jembatan di sekitar Rumah Residen. Namun jembatan masih terkesan terbuat dari kayu, belum bentuk beton sebagaimana nanti dikenal sebagai Roode Brug (sejarah Rooede Brug/Jembatan Merah akan dibuat artikel sendiri).

Pembangunan jembatan di depan rumah Residen Soerabaja diduga sebagai implikasi sudah ada (dibentuknya) pelabuhan yang representatif di muara kanal (Kali Maas). Pelabuhan muara kanal ini kemudian disebut Pelabuhan Kali Maas. Pertanyaannya: Kapan pelabuhan muara kanal Kali Maas dibanguun atau difungsikan? Pertanyaan ini cukup penting karena pelabuhan baru di muara adalah cikal bakal pelabuhan laut (pertama) di Soerabaja. Dengan kata lain, pengoperasian pelabuhan nmoera kanal ini adalah penanda kali pertama Soerabaja memiliki pelabuhan laut.

Peta Soerabaja, 1867
Pada Peta Soerabaja 1867 di ujung kanal Soerbaja belum ada pelabuhan. Yang ada adalah lokasi gudang peluru (arsenal). Kapan pelabuhan muara kanal (Pelabuhan Kali Maas) dibangun diduga setelah tahun 1869. Hal ini merujuk pada upaya pengusaha di Semarang untuk mendatangkan dua kapal keruk dari Eropa untuk mengeruk endapan di pelabuhan kanal Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-02-1869). Pengerukan ini menyebabkan munculnya di Semarang pelabuhan (di ujung kanal) yang disebut Pelabuhan Moeara Baroe. Besar dugaan setelah dua kapal keruk di Semarang ini lalu difungsikan untuk pengerukan pelabuhan kanal Soerabaja dan membangun Pelabuhan Kali Maas (di ujung kanal), yang tidak lain adalah lokasi gudang peluru. Ini mengindikasikan tahun pembangunan pelabuhan Moeara Baroe dan pelabuhan Kali Maas relatif bersamaan. Pembangunan pelabuhan baru ini penting mengingat Pelabuhan Tandjong Priok sudah terbentuk di sebuah tandjong di timur Batavia. Percepatan pembangunan dua pelabuhan di Semarang dan di Soerabaja boleh jadi merupakan implikasi dari dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869 (tonase kapal makin tinggi dan frekuensi bongkar muat juga makin tinggi)

Pelabuhan Maritim dan Pelabuhan Tanjung Perak

Pelabuhan ujung kanal Kali Mas akhirnya direalisasikan dengan mengubah gudang peluru menjadi dermaga. Pelabuhan di ujung kanal, eks gudang peluru ini kemudian disebut Pelabuhan Kali Mas. Pelabuhan Kali Mas ini tepat berada di sisi timur muara Kali Mas. Pelabuhan Kali Mas ini semakin intens dengan diintegrasikannya pembangunan moda transportasi kereta api. Meski demikian, pelabuhan kanal Kali Mas hingga ke Jembatan Merah masih berfungsi untuk kapal-kapal kecil atau perahu.

Pelabuhan Kali Mas (Peta 1880)
Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun pelabuhan maritim. Untuk wilayah barat di Batavia dan untuk wilayah timur di Surabaya. Rencana pelabuhan maritim ini sudah ada sejak 1837 namun tidak kunjung terealisasikan. Akhirnya pelabuhan maritim ini ditetapkan tahun 1880 dan salah satu lokasi di Surabaya. Lokasi pelabuhan maritim (angkatan laut) ini dipilih di selatan Pelabuhan Kali Mas.

Isu pengembangan pelabuhan Kali Mas mulai muncul tahun 1880an. Suatu stud kelayakan dilakukan. Ingenieur W. de Jongh mulai memimpin studi kelayakan dan perencanaan pelabuhan. Data yang digunakan berdasarkan data tahun 1898 dan 1899 (Bataviaasch nieuwsblad, 04-12-1901). Data-data tersebut meliputi data teknis lahan di sekitar, data bongkar muat di Soerabaya, data pasar batu bara dan bahan bakar minyak dan sebagainya. Disebutkan rencana pelabuhan Surabaya ini mengikuti model pelabuhan Texel di Belanda dan akan menyaingi pelabuhan Singapoera. Tim de Jongh ini melakukan presentasi 1898 dan pada bulan Mei 1899 tim dinyatakan selesai tugasnya. Keputusan realisasi ada di tangan Gubernur Jenderal di Batavia.

Rancangan Pelabuhan Tanjung Perak, Soerabaja, 1926
Namun rencana pelabuhan Soerabaya ini tidak mudah direalisasikan, apakah karena anggaran pemerintah terbatas, atau karena konsesi pelabuhan untuk dilakukan swasta tidak menguntungkan? Tidak begitu jelas.

Pada awal tahun 1900an realisasi pengembangan pelabuhan kembali menguat. Suatu rancangan teknis pada tahun 1926 dipublikasikan. Rancangan pelabuhan Surabaya yang disebut Pelabuhan Tandjong Perak diintegrasikan dengan pengembangan wilayah elit di sisi barat Kali Mas. Blue print Pelabuhan Soerabaya (Tandjong Perak) ini sudah menggambarkan pelabuhan Tanjong Perak yang dapat dilihat sekarang.
Pengembangan Tandjong Perak dan Perluasan Pemukiman Elit

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

1 komentar: