Laman

Minggu, 07 Januari 2018

Sejarah Barus, Tapanuli (2) Benteng Baroes, Awal Mula Kolonisasi Belanda di Tapanoeli; Kekuasaan Kesultanan Atjeh Drastis Redup

*Semua artikel Sejarah Barus, Tapanuli dalam blog ini Klik Disini.


Barus adalah kota tua, jika tidak disebut sebaga kota tertua di Pnatai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Sebagai kota tua, keberadaan Kota Barus kita sangat tergantung pada informasi sekunder yang ditemukan di dalam buku dan jurnal. Catatan primer tentang Kota Barus secara eksplist baru ditemukan dalam laporan-laporan Portugis. Selanjutnya keberadaan Kota Barus kemudian diperkaya oleh catatan-catatan primer dari orang-orang Belanda, yang menganggap Barus sebagai pelabuhan penting di Pantai Barat Sumatra.

Benteng Barus (Peta Barus 1695)
Dalam peta kuno, terbitan berbahasa Portugis tahun 1619 kota-kota pelabuhan penting di pantai barat Sumatra adalah Baros, Batahan dan Pariaman. Tiga kota pelabuhan ini besar kemungkinan sebagai simpul perdagangan dari pedalaman di Angkola (Baros), di Mandailing (Batahan) dan di Minangkabau (Pariaman). Di era perdagangan Eropa pelabuhan-pelabuhan untuk pedalaman ini bergeser ke pelabuhan yang lebih besar yang terbentuk kemudian di Sibolga (penggati Baros), Natal (pengganti Batahan) dan Padang (pengganti Pariaman).

Peta kuno ini tidak berbeda jauh dengan sketsa pulau Sumatra hasil ekspedisi Cornelis de Houtman (1595-1597) yang diterbitkan dalam jurnal ‘Journael vande reyse der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt aengeteeckent,...’. Jurnal ini sepenuhnya berisi catatan hari demi hari tentang ekspedisi yang dilakukan oleh Cornelis de Houtman yang dimulai pada tanggal 2 April 1595.

Catatan terawal tetang pemerintahan di Pantai Barat Sumatra adalah pembentukan pemerintahan di Padang pada tahun 1621 oleh Kesultanan Atjeh dengan pemimpin di Padang. Padang yang terletak di muara sungai Batang Araoe diduga wilayah kekuasaan Atjeh terjauh di Pantai Barat Sumatra. Kekuasaan lainnya diduga telah terbentuk di Singkel, Baros, Batahan, Tikoe dan Pariaman.  

VOC yang sudah berkoloni di Batavia (sejak 1619) lalu memulai ekspansi ke Pantai Barat Sumatra di Salido, Poelaoe Chinko. Pada tahun 1666 pemimpin lokal di Padang bekerjasama dengan VOC untuk mengusir kekuasaan Atjeh di Padang (lihat Groninger courant, 14-12-1824). Tahun inilah diduga awal pendudukan Belanda di  Sumatra’s Westkust. Selanjutnya pada tahun 1668 VOC melanjutkan ekspansi ke Baros dan Singkel. Kebijakan VOC bergeser dari kebijakan ‘bersekutu’ menjadi kebijakan ‘menguasai’.

Aktivitas perdagangan Belanda (VOC) di Pantai Barat Sumatra dibagi ke dalam empat periode (lihat De Westkust en Minangkabau 1665-1668 door Hendrik Kroeskamp, 1931): 1. Periode dimana VOC hanya melakukan perdagangan secara longgar dan terbatas hubungan dengan komunitas di sekitar pantai, sampai sekitar 1615; 2. Periode dimana Pantai Barat Sumatra diperluas menjadi bagian perdagangan VOC, sampai sekitar 1663; 3. Penduduk Pantai Barat Sumatra sebagai sekutu VOC, sampai dengan 1666; dan 4. Penduduk Pantai Barat Sumatra sebagai subyek VOC.

Lalu post VOC di Baros ditarik. Di Singkel tahun 1672 VOC membuka pos perdagangan. Pada tahun 1679 kembali VOC (Cooper) ke pantai barat Sumatra dengan fokus eksplorasi tambang batubara di Solok dan tahun 1681 memulai pertambangan emas (di Passaman?).

Sejak VOC melakukan ekspansi ke Pantai Barat Sumatra, wilayah kekuasaan Atjeh telah berkurang drastis. Sebelumnya Pantai Timur Sumatra telah dikuasai oleh Belanda yang berpusat di Malaka (sejak 1641). Praktis sumber-sumber perdagangan Atjeh satu per satu berpindah ke Belanda dan volume perdagangan Atjeh merosot tajam. Kekuasaan Kesultanan Atjeh mulai melemah karena sumber perdagangannya hanya menyisakan Deli.

Deli sempat diklaim Siak sebagai wilayah kekuasaannya. Namun Atjeh berhasil menguasainya (kelak dianeksasi Belanda melalui perjanjian dengan Siak). Jauh sebelumnya Singkel, Baros, dan Padang sudah berada di bawah kekuasaan Belanda. Dalam perkembangannya, Inggris mengirim seorang utusan ke Atjeh dan mendapat persetujuan untuk mendirikan maskapai di Pariaman tahun 1684 untuk perdagangan lada (Oprechte Haerlemsche courant, 11-04-1686). Pada tahun 1685 terjadi pertempuran berdarah antara Inggris dan Belanda, lalu Inggris pindah ke Bengkulu 1686. Pada tahun 1693 Belanda membuat kontrak dengan Raja Baros, untuk berbagai kebutuhan pokok.

Peta Barus, 1695
Di Baros, VOC membangun benteng. Informasi keberadaan benteng ini diketahui dari sketsa yang dibuat (landmeter/kaartenmaker) Isaac de Graaff p-ada tahun 1695. Tidak diketahui kapan benteng ini dibangun. Namun demikian, benteng Baros dibangun relatif bersamaan dengan pembangunan benteng Fort Padjadjaran di Bogor, benteng Samarang, benteng Soerabaja, benteng Rotterdam di Makassar dan benteng Padang. Dalam sketsa 1695 benteng Baros berada di dekat pantai (muara sungai Baros). Sedangkan lokasi negeri (kampong) Radja Baros berada di sebelah timur. Disebutkan Raja adalah Radja Settia Moeda turunan Radja van Bolon, radja yang pertama Baros.

Benteng Baroes

Tidak diketahui secara jelas mengapa penduduk di kota-kota di pantai timur dan di pantai barat Sumatra tidak menginginkan kehadiran (kesultanan) Atjeh. Apakah soal ‘penjajahan’ atau apakah soal ‘kesadaran berbangsa’? Penduduk di Padang telah meminta bantuan VOC untuk mengusir Atjeh (1666). Jelas tidak keduanya. Besar kemungkinan soal ‘kekuasaan’ yakni membangun kekuasaan sendiri. Kekuasaan sendiri yang berhak menentukan sendiri dengan siapa bekerjasama.

Di Baros, kekuasaan Kesultanan Atjeh berakhir tahun 1663. Sebagai imbalan atas bantuan dalam perlawanan terhadap Sultan Atjeh, VOC diizinkan mendirikan kantor perdagangan di Baros. Baros menawarkan pasokan produk dari pedalaman [Tanah Batak] melalui banyak [muara] sungai. Produk tersebut adalah kamper dan harpuis. Harpuis adalah campuran resin dan minyak yang digunakan untuk mengoleskan bagian bawah kapal untuk melindungi dari kotoran dan cacing.

Benteng Baros, 1695
Baros bekerjasama dengan VOC. Untuk mengekalkan kerjasama, VOC mulai membangun benteng sendiri. Fungsi benteng ini adalah tempat para pemimpin dagang VOC, gudang/lojim barak tenaga kerja dan militer dan sebagainya. Lokasi dimana benteng dibangun, berdasarkan sketsa 1695 berada di hilir (muara) sungai Baros.

Nama-nama benteng VOC di berbagai tempat seperti di Baros, Banda Aceh, Rohingnya, China, Arab, Persia, Jepang, India, Afrika dan Ameruka Serikat sebagai berikut: Aden, Ahmadabad, Demak, Gresik, Matara, Nagasaki, Palembang, Surabaya, Tegal, Tuticorin, Haruku, Banjarmasin, Patna, Buru, Hila, Saparua eiland, Kanton/Guangzhou, Larike, Ayutthaya, Khum Peam Lvek, Agra, Vengurla, Maputo, Trincomalee, Mannar, Surakarta, Banda Lontar, Kalpitya, Laoutang, Wajer, Lampong Toulang Bauang, Baleshwar, Cossimbazar, Dhaka, Hougly, Cape Comorin, Nagercoil, Cuddalore, Bimlipatam, Conjemere, Draksharam, Golkonda, Kakinada, Palakollu, Parangipettai, Sadras, Rembang, Pekalongan, Sumenep, Al Mukha, Jambi, Al Basrah, Esfahan, Pontianak, Nakhon Si Thammarat, Bharuch, Kets Mandui, Barus, Airbangis, Natal, Indrapura, Hanoi, Kupang, Loji, Dodinga, Gorontalo, Pattani, Tatta, Anomabu, Goeree Island, Sekondi, Fuzhou, Arakan, Banda Aceh, Baghdad, Band-e Kong, Sukadana, Banyuwangi, Syriam, Ava, Martaban, Indragiri, Abaqua, Grand Popo, Ouidah, Jaquim, Aneho, Offra, Save, Allada, Badagri, Portudal, Rufisque, Joal-Fadiout, Mount, Cape, Agathon, Benguela, Loango, Soyo, Cabinda, Malembo, Corisco Island, New Castle, Philadelphia, Epe, Arebo, Appa dan lainnya.

Kapan benteng dibangun tidak diketahui, diperkirakan antara tahun 1663 dan 1695. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang marjinal, area kosong sebagaimana sebelumnya penetapan pendirian benteng Casteel Batavia (1619). Lokasi benteng Baros juga mirip lokasi benteng Semarang dan benteng Soerabaja.

Dalam catatan Peta 1695 disebutkan Radja Baros adalah Radja Settia Moeda yang menggantikan Radja Na Bolon, Radja Baros yang pertama. Gelar Radja Na Bolon mengindikasikan raja dari (penduduk) Batak. Radja Settia Moeda, anak Radja Na Bolon mengindikasikan raja muda yang tetap setia (kepada VOC?). Dari catatan ini memunculkan pertanyaan: Mengapa penduduk Batak diradjakan? Apakah ada ke(Radja)an sebelumnya di Baros?

Pantai Barat Sumatra tetap menarik bagi perusahaan perdagangan Eropa. Setelah Baros bekerjasama dengan VOC, Inggris melihat Baros bukan lagi pelabuhan internasional (sejak jaman kuno). Inggris yang tetap berseteru dengan Belanda, perusahaan dagang Inggris yang berpusat di Calcutta merasakan pelabuhan Baros sebagai pelabuhan perusahaan dagang Belanda (VOC). Lalu kemudian Inggris memprovokasi Kesultanan Atjeh agar Baros tetap independen.

Tidak diketahui hasilnya apa. Yang jelas, lambat laun Belanda mundur ke Air Bangies dengan pusat di Padang. Belanda juga memperluas ke Indrapoera dan pantai selatan Palembang. Di pihak Inggris ingin Padang dan Bengkulu disatukan. Untuk memperkuat pertahanan Inggris di Pantai Barat Sumatra, pada tahun 1714 benteng Malborough dibangun di Bengkulu. Penetrasi Inggis di Bengkulu memunculkan pemberontakan penduduk pada tahun 1719 (lihat Groninger courant, 14-12-1824).

Kesultanan Atjeh Drastis Redup, Muncul Kembali Kerajaan Batak Islam di Barus

Awal perselisihan Belanda dengan Kesultanan Atjeh bermula ketika ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman melakukan pelayaran ke Nusantara (Oost Indie) pada tahun 1595. Pada pelayaran ekspedisi kedua (1599), Cornelis de Houtman menempatkan seorang pedagang di Kotta Radja (kini Banda Aceh) sebagai perwakilan. Pedagang tersebut adalah orang Belanda yang telah belajar bahasa Melayu di Madagaskar bernama Frederik de Houtman, yang tak lain adalah saudara kandung Cornelis de Houtman yang juga turut di dalam ekspedisi Cornelis de Hotman pertama (1596-1597). Tidak diketahui sebab musababnya, Frederik de Houtman ditahan di Kotta Radja.

Frederik de Houtman di dalam penahanan di Kotta Radja selama dua tahun tidak bebas bergerak, tetapi kesempatan ini tampaknya dimaksimalkan Frederik de Houtman untuk memperdalam bahasa Melayu. Pada tahun 1603 Frederik de Houtman menerbitkan kamus bahasa Melayu di Amsterdam yang diselesaikannya di Goede Hoop sepulang dari Atjeh. Kamus Frederik de Houtman adalah kamus pertama Belanda-Melayu (yang menjadi rujukan kamus-kamus selanjutnya). Pada tahun 1605 Frederik de Houtman ditempatkan di Amboina [Ambon].

Sejak penahanan Frederik de Houtman tidak pernah ada orang Belanda di Atjeh. Akan tetapi Atjeh terus berseteru dengan Portugis di Malaka. Dua kekuatan di selat Malaka selama hampir satu abad, akhirnya berubah yang mana Belanda (VOC) berhasil menaklukkan Malaka tahun 1641. Dengan modal pendudukan Malaka, Belanda tampaknya ingin melemahkan dengan menyingkirkan Atjeh dari ‘wilayah-wilayah kekuasaan’ tradisional baik di pantai timur maupun pantai barat Sumatra. Dalam fase ini Belanda tidak mudah karena selalu dibayang-bayangi oleh pesaingnya terutama Inggris dan Prancis. Belanda berhasil melakukan kerjasama di beberapa titik penting: Barus, Padang dan Singkel.

Kerjasama Belanda/VOC dengan (pemimpin) penduduk lokal di pantai barat Sumatra sangat merugikan Kesultanan Atjeh karena pantai barat Sumatra adalah sumber utama perdagangannya. Posisi Tanah Batak dan Minangkabau yang tidak tergantikan karena kekayaan alamnya yang tidak ditemukan di Atjeh. Tinggal satu-satunya Deli setelah Singkel dapat dikuasai oleh pedagang-pedagang VOC. Deli sendiri juga dalam dilema: diantara Atjeh dan Siak muncul Inggris di Penang. Kelak posisi Belanda semakin menguat terhadap Atjeh (paling tidak untuk urusan perdagangan) ketika Deli berhasil dianeksasi Belanda tahun 1863. Jalan pembuka aneksasi ke Deli didahului dengan terjadinya kesepakatan Belanda-Inggris (Traktat London 1824) yang mana terjadi tukar guling Malaka dan Bengkulu. Dengan berakhirnya Inggris di Pantai Barat Sumatra posisi Atjeh semakin melemah, lebih-lebih setelah Singkel dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Residentie Tapanoeli (1845).

Secara historis, Kesultanan Atjeh semakin menguat setelah melakukan kerjasama dengan Turki. Hubungan kerjasama ini diimplementasikan dalam perang Atjeh-Portugis. Setelah Belanda menaklukkan Portugis di Malaka hubungan kerjasama (bilateral) Atjeh-Portugis terus dibina. Saat-saat hubungan mesra Atjeh-Turki inilah boleh jadi kekuasaan Atjeh terhadap kota-kota di pantai barat maupun pantai timur terkesan powerfull yang membuat )pemimpin) penduduk lokal tidak bisa berbuat apa-apa atau tidak berdaya. Sementara itu, boleh jadi di mata orang Belanda, soal Atjeh adalah soal penanaman pengaruh dan perebutan kekuasan antara asing (Belanda) dengan asing (Turki).

Jika mundur jauh ke belakang, kerajaan-kerajaan di pantai barat maupun pantai timur Sumatra hidup berdampingan satu sama lain: kerajaan Baros, kerajaan Pasai, Daya dan Peureulak, Indrapoera, Indragiri dan sebagainya. Ketika kerajaan-kerajaan di Atjeh mengalami metamorfosis karena orang-orang Moor yang kemudian terbentuknya kesultanan, maka dalam perjalanannya hanya satu kesultanan yang terus eksis yakni Kesultanan Atjeh. Kesultanan Atjeh inilah yang kemudian menjadi momok bagi kerajaan-kerajaan kecil di pantai barat dan pantai timur Sumatra. Sempat muncul kompetitor Kesultanan Siak tetapi tetap tidak berdaya terhadap Kesultanan Atjeh. Kesultanan Siak baru berdaya ketika bekerjasama dengan VOC/Belanda. Jika mundur lagi ke belakang, kesultanan pertama (kerajaan Islam pertama) adalah Daroe (d’aroe) di sungai Baroemoen yang merupakan teritori (penduduk) Batak. Saat itu nama Daroe dan Baroes sering saling tertukar, yang boleh jadi mengindikasikan Baros juga termasuk wilayah Kesultanan Daroe. Kesultanan Daroe ini adalah suksesi Kerajaan Aroe (Battak Kingdom) yang masih Hindu beralih menjadi penganut agama Islam (menjadi Kesultanan Aroe). Kerajaan Aroe muncul setelah berakhirnya imperium (Radja) Cola di Padang Lawas. Jejak imperium Cola ini adalah percandian (candi-candi) di Padang Lawas (abad ke-10) dan nama sungai Angkola (daerah Angkola). Kesultanan Samudara Pasai semakin menguat (yang juga dibidani oleh orang-orang Moor) sebaliknya Kesultanan Aroe kian melemah.

Ketika VOC semakin meluas pengaruhnya di Nusantara (Oost Indie) dan telah memulai ekspansi ke pantai barat Sumatra di Indrapoera, (pemimpin) penduduk Batak di Baros melihat kesempatan ini untuk bekerjasama dengan VOC yang boleh jadi dimaksudkan (yang utama) untuk menyingkirkan Atjeh dari Baros. Upaya ini berhasil tahun 1663 dan sebagai imbalannya Baros menginzinkan pos perdagangan VOC di Barus. Dari Baros, VOC meluaskan perdagangannya ke Singkel, yang secara teritori masuk wilayah (penduduk) Batak.

Dalam perkembangannya, penguasaan wilayah perdagangan oleh VOC yang berada di wilayah teritori (penduduk) Batak secara defacto Kesultanan Atjeh telah tamat. Sebab jiwa Kesultanan Atjeh berada di bidang perdagangan regional. Wilayah Kesultanan Atjeh sendiri secara alamiah tidak memiliki kekayaan sumber daya alam yang hebat. Kekayaan Kesultanan Atjeh didapat dari kekayaan sumberdaya alam di Tanah Batak dan Minangkabau dengan jalan menguasaai pelabuhan-pelabuhan di Baros, Batahan, Indrapoera, Tiku, Pariaman Indragiri, lalu kemudian pelabuhan-pelabuhan Singkel, Sorkam, Natal, Air Bangis dan Padang.    

Kerajaan Batak yang dulu eksis di Baroes seakan dikembalikan lagi yang mana pemimpin (penduduk) Batak di Baroes memulai kerjasama dengan VOC. Gelar yang diberikan kepada radja yang baru di Baroes tidak tanggung-tanggung yakni Radja Na Bolon (Raja yang sangat besar) yang boleh jadi setara dengan gelar radja Kerajaan Aroe (Battak Kingdom) di masa lampau.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar