Laman

Senin, 27 Mei 2019

Sejarah Jakarta (48): Sejarah Istana Negara dan Istana Merdeka di Koningsplein; Istana Gubernur Jenderal di Lapangan Monas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
 

Banyak istana di Indonesia tetapi hanya beberapa buah istana negara (istana kepresidenan) dan hanya satu buah Istana Merdeka. Kembaran Istana Negara yang berada di Lapangan Monas inilah yang disebut Istana Merdeka, tempat Presiden Republik Indonesia bekerja. Apakah karena fungsinya yang berbeda, lalu letak Istana Negara menghadap ke utara di sisi jalan Veteran, sementara Istana Merdeka menghadap ke selatan di sisi Lapangan Monas (dulu disebut Koningsplein). Istana Negara ini dulu di era Pemerintah Hindia Belanda disebut Hotel (istana) Gubernur Jenderal.

Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein (Rijswijk-Noordwijk, 1740)
Bayangkan di masa lampau di era VOC, dibangun dua benteng (fort) di selatan stad (kota) Batavia yakni fort Rijswijk (di sisi timur sungai Kroekoet) dan fort Noordwijk (di sisi barat sungai Tjiliwong). Dalam perkembangannya antara dua benteng ini dibangun kanal dengan menyodet sungai Tjiliwong dan airnya diteruskan menuju sungai Kroekoet. Kanal tersebuat pada masa ini dikenal sebagai kali yang berada diantara jalan Juanda dan jalan Veteran yang sekarang. Di sisi jalan Veteran yang sekarang menghadap ke utara pada masa lampau sebuah bangunan mewah yang disebut Hotel Rijswijk yang menjadi kediaman Gubernur Jenderal. Sementara pekarangan belakang hotel (istana) tersebut dijadikan ruang terbuka yang disebut Koningsplein.

Sejarah awal Istana Negara di Lapangan Monas ini sudah sangat banyak ditulis. Namun bagaimana Istana Gubernur Jenderal (Palace of  Governor General) ini bermula dan bagaimana dinamika yang terjadi di area sekitarnya kurang terperhatikan. Tidak terlalu menarik memang, tetapi justru disitulah menariknya mengapa perlu mendeskripsikannya. Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, lukisan, foto sketsa dan peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini untuk sekadar lebih menekankan saja*

Hotel Rijswijk dan Koningsplein

Hingga berakhirnyaVOC (1799), arah pengembangan kota adalah dari Noordwijk ke Pasar Senen (Weltevreden). Atas dasar itulah pada era Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) membeli semua lahan berserta bangunan di Weltevreden untuk dijadikan ibukota (stad) yang baru.

Hotel Rijswijk, 1870 (renovasi)
Stad (kota) Batavia sudah lama ditinggalkan. Gubernur Jenderal Johannes Siberg (1802-1805) tidak lagi tinggal di stad Batavia tetapi lebih memilih tinggal di Molenvliet. Rumah yang ditempati Sieberg ini adalah rumah peniggalan Gubernur Jenderal  Reinier de Klerk (1777-1780). Stad (kota) Batavia dianggap tidak nyaman dan tidak sehat. Pertumbuhan ekonomi (perdagangan) dan peningkatan keamanan telah memungkinkan para pejabat pemerintah keluar dari Stadhuis di Batavia. Dimana Daendels bertempat tinggal tidak diketahui secara jelas, apakah di Molenvliet, Rijswijk atau Weltevreden. Hotel Rijswijk, 1870 (renovasi)

Rumah Reinier de Klerk di Molenvliet (1760-1780)
Pada saat itu sudah banyak rumah-rumah mewah. Selain rumah Reinier de Klerk juga di Weltevreden terdapat rumah mewah yang dibangun Gubernur Jenderal Jocob Mossel (1750-1751) dan kemudian dibeli dan diperkaya oleh Gubernur Jenderal van der Parra (1761-1775), Tentu saja masih ada rumah Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777) di Antjol. Akan tetapi itu semua rumah-rumah mewah itu jauh dari stad (kota) Batavia. Rumah Reinier de Klerk adalah rumah mewah yang berada di dekat stad (kota) Batavia. Rumah Reinier de Klerk di Molenvliet yang ditempati Gubernur Jenderal Sieberg kini menjadi gedung Arsip Negara.

Di lahan yang baru dibeli ini, sementara bangunan-bangunan eks peninggalan Jacob Mossel dan van der Parra di Weltevreden dipertahankan, Daendels mulai membangun Istana Gubernur Jenderal dengan lapangan yang luas. Lapangan luas ini disebut Waterlooplein (kini Lapangan Banteng). Di kedua sisi lapangan dan istana ini dibangun dua jalan poros, jalan yang kemudian disebut jalan Senenweg dan jalan Hospitalweg. Namun semuanya harus tertunda karena terjadinya pendudukan Inggris tahun 1811.

Rijswijk, 1750
Pada tahun 1811 Pemerintah Hindia Belanda harus menyerahkan kekuasaan kepada Inggris. Oleh karena istana yang dibangun Daendels belum selesai, Letnan Gubernur Jenderal Raffles lebih memilih beribukota di Buitenzorg dan Semarang. Sebelumnya, Daendels yang menganggap stad (kota) Batavia tidak layak lagi, Raffles juga tampaknya sependapat. Meskis demikian, sejumlah fungsi pemerintahan masih tetap dipertahankan di stad Batavia. Ini mengindikasikan, praktis Weltevreden secara teknis belum bisa digunakan sebagai ibukota baru. Namun pendudukan Inggris ini tidak lama, pada tahun 1816 dikembalikan kepada Belanda.

Kembalinya Belanda berkuasa untuk menggantikan Inggris, Gubernur Jenderal van der Capellen (1816-1826) awalnya tinggal di Weltevreden (suatu kota yang dirintis oleh Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811). Namun dalam perkembangannya Capellen lebih memilih menyewa rumah di Rijswijk sebagai tempat tinggal. Boleh jadi karena pembangunan di Weltevreden masih terkendala. Disamping itu memilih tinggal di Rijswijk memungkinkan terhubung dengan baik dengan hotel-hotel yang sudah ada di Molenvliet dan keberadaan Societeit Harmonie di Rijswijk. Rumah Gubernur Jenderal ini disebut Hotel van Zijne Excellentie den Heere Gouverneur Generaal.

Bataviasche courant, 25-11-1820
Rumah yang disewa Pemerintah Hindia Belanda untuk tempat kediamaan Gubernur Jenderal adalah milik  Jacob Andries vab Braam, seorang anggota Raad van Ned. Indie. JA van Braam besar dugaan adalah sisa-sisa pedagang dari era VOC. Selain anggota Raad, JA van Braam juga menjadi ketua kebajikan untuk penanganan kesejahteraan orang Belanda pasca pendudukan Inggris, Hoofd Komissie av Weldadigheid (lihat Bataviasche courant, 22-04-1820). Namun tidak lama setelah berita-berita tentang JA van Braam ini, pada tanggal 12 Mei JA van Braam dikabarkan telah meninggal dunia (lihat Bataviasche courant, 20-05-1820). JA van Braam adalah pemegang medali tertinggi dari Kerajaan Belanda. Dari sumber-sumber terkini diketahui JA van Braam lahir pada tanggal 26 Januari 1771. Itu berarti JA van Braam meninggal pada usia 49 tahun dengan meninggalkan empat orang anak. Sebelum meninggal, pada tahun 1819 putra van Braam menikah di Batavia yang dapat dibaca pada sebuah iklan keluarga. Pada tahun 1833 putri almarhum van Braam menikah dengan Jean Chrétien Baron Baud (Gubernur Jenderal 1833-1836). JA van Braam sendiri mulai membangun rumah di Rijswijk pada tahun 1796 (rumah yang diakuisisi Pemerintah menjadi Hotel Gubernur Jenderal).

Sebuah rumah di Rijswijk, 1770-1785
Pada bulan September keluarga Braam menjual sejumlah properti peninggalan JA van Braam (lihat Bataviasche courant, 14-10-1820). Rincian properti peninggalan JA van Braam yang dijual terlihat pada iklan bulan November (lihat Bataviasche courant, 25-11-1820). Properti yang dijual tersebut adalah dua persil lahan dengan rumah dan perabotannya di Stad Batavia, satu estate di Land Laanhoof (Pedjompongan); dan estate di land Badar Petee di Buitenzorg. Selain itu sebuah lahan dan rumah yang berada di jalan Koningsplein di belakang Hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk.       

Rumah yang dimiliki oleh JA van Braam di Rijswijk kemudian dibeli oleh Pemerintah. Lahan milik JA van Braam yang berada di belakang Hotel Gubernur Jenderal juga dibeli oleh Pemerintah. Hotel dan lahan yang menghadap Koningsplein itu menjadi menarik bagi pemerintah untuk pengembangan lebih luas.

Kota tua Batavia, Kota baru Weltevreden
Bangunan swasta di Rijswijk yang telah diakuisisi Pemerintah letaknya menghadap ke utara di jalan Veteran yang sekarang. Status hotel yang sebelumnya sewa telah menjadi milik Pemerintah. Gedung mewah inilah yang kemudian dikenal kemudian sebagai Istana Negara yang sekarang. Sementara itu, pembangunan Istana Gubernur Jenderal yang digagas Daendels di Weltevreden tetap terkendala. Sebelum pendudukan Inggris, Gubernur Jenderal Daendels sejatinya ingin membangun sebuah kota baru dimana di dalamnya dibangun Istana Gubernur Jenderal yang baru. Namun pendudukan Inggris telah menyebabkan tertundanya pembangunan ibukota baru dan juga bergesernya orientasi dimana pusat pemerintah digeser ke Rijswijk. Pembelian rumah di Rijswijk seakan telah mempertegas orientasi baru pemerintah dalam memilih ibukota baru di Rijswijk.

Rijswijk, 1775
Meski demikian, acara-acara kenegaraan seperti peringatan yang terkait dengan raja tetap dipusatkan di Weltevreden. Hanya saja yang tetap menjadi persoalan adalah jalan dari Stad Batavia atau Rijswijk (hotel Gubernur Jenderal) ke Weltevreden masih kerap banjir di waktu hujan. Dalam perkembangannya diketahui bahwa untuk mengurangi dampak banjir di Weltevreden, kanal di Kwitang (yang airnya disodet dari sungai Tjuiliwing menuju Soenter) diperbesar dan juga dilakukan pembangunan kanal baru di belakang Istana Weltevreden dengan cara menyodet sungai Tjiliwong di barat eks bangunan Jacob Mossel/van der Parras yang airnya diteruskan ke kanal Goenoeng Sahari.

Dalam penetapan Rijswijk sebagai tempat untuk membangun Istana/Hotel Gubernur Jenderal, keberadaan lahan luas di belakang Riswijk yang masih basah (di sana sini terdapat rawa-rawa) memunculkan gagasan untuk merevitalisasi lahan luas Koningsplein yang diintegrasikan dengan keberadaan Hotel Rijswijk. Ini dengan sendiri telah memperkuat positioning Istana/Hotel Rijswijk sebagai ibukota baru. Gubernur Jenderal van der Capellen cukup lama di istana (hotel) Rijswijk ini. Selama era van der Capellen inilah rencana penataan Koningsplein dilakukan. Dalam penataan ini, area kosong yang berada di belakang istana/hotel diproyeksikan sebagai bagian dari pengembangan Istana/Hotel Rijswijk. Sebelum akuisisi hotel Rijswijk, Pemerintah telah memfungsikan eks Fort Rijswijk sebagai markas kaveleri (tidak jauh dari Hotel/Istana Rijswijk yang berada tepat di seberang jalan gedung Societeit Harmonie).

Bataviasche courant, 11-07-1818
Pada tahun 1818 Pemerintah Hindia Belanda mulai menata Koningsplein dengan meminta swasta untuk mengerjakannya sebagaimana diiklankan pada surat kabar Bataviasche courant, 11-07-1818. Disebutkan berdasarkan persetujuan pemerintah, untuk outsourcing dalam peningkatan Koningsplein. Rancang bangun Koningsplein akan diterbitkan dalam waktu dekat ini. Jenis pekerjaan yang ditawarkan adalah pembuatan jalan-jalan di seputar Koningsplein yang menjadi alun-alun kota yang disiapkan dengan nyaman, yang sebagian besar lapangan ditutupi oleh padang rumput. Jalan kuno (sejak era Padjadjaran) di sisi timur lapangan digeser mengikuti tata ruang baru. Kereta dan pedati akan mengikuti jalur yang akan dibangun.

Setelah selesainya penataan Koningsplein, secara perlahan-lahan mulai bermunculan bangunan-bangunan di sisi luar jalan-jalan yang mengitari Koningsplein. Di sisi utara Koningsplein (di belakang Rijswijk) lahan kosong telah diplot dengan blok-blok penggunaan lahan. Di sisi barat sejumlah bangunan telah berdiri sejak era VOC dan semakin banyak setelah penataan Koningsplein. Jalan yang menuju ke barat dari Risjwik adalah jalan utama menuju Pasar Tanah Abang. Di sisi timur, terutama di ruas jalan kuno sudah bermunculan bangunan baru, Jalan kuno ini ke arah selatan  bertemu jalan baru dari Pasar Senen ke Pasar Tanah Abang (persilangan jalan ini disebut Prapatan), demikian juga di sisi selatan Koningsplein yang awalnya land Kebon sirih sudah dplot dengan blok-blok peruntukan yang di sejumlah titik sudah berdiri bangunan baru.

Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein (Peta 1825)
Sementara area di sekitar Koningsplein berkembang pesat, pembangunan juga terjadi secara intens di Weltevreden. Istana Gubernur Jenderal Daendels dan lapangan di depannya (Waterlooplein) menjadi titik pusat pengebangan Weltevreden. Di blok lahan di Weltrebreden yang berada dekat dengan jalan Pasar Baroe sudah terbentuk sejak era VOC. Di sisi samping dan sisi belakang Istana Daendel berdiri bangunan militer. Di sisi jalan yang lebih dekat Pasar Senen, eks bangunan dari era van der Parra telah dijadikan sebagai rumah sakit militer (kini RSPAD).  

Pada Peta 1825 terlihat di sisi utara Koningsplein (di sisi selatan kanal, jalan Veteran yang sekarang), selain lahan kosong yang telah diplot untuk bangunan yang berada dekat jalan sisi utara Koningsplein, terdapat dua buah struktur bangunan utama: Istana Gubernur Jenderal dan gedung societeit Harmonie (yang berada di huk jalan Veteran dan jalan Majapahit yang sekarang). Istana Gubernur Jenderal di Rijswijk ini terlihat menghadap ke arah utara di sisi jalan Veteran yang sekarang.

Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden, 1880
Dengan semakin intensnya pembangunan di sekitar area Koningsplein dan di area Weltevreden, secara spasial telah terintegrasi dan membentuk kawasan ibukota (stad) yang baru yang sangat luas (Rijswijk, Noordwijk, Weltevreden dan Koningsplein). Pusat ibukota tidak di Weltevreden, melainkan di Koningsplein. Stad (ibukota) Batavia yang jauh berada di dekat pantai yang dibangun sejak awal VOC dengan sendirinya telah menjadi kota tua (oud Batavia).

Pembangunan Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden pada akhirnya dapat diselesaikan. Istana Weltevreden ini adakalanya disebut Istana Gubernur Jenderal Daendels (merujuk pada penggagasnya). Dengan demikian Pemerintah Hindia Belanda telah memiliki dua istana yang berdekatan (di Rijswijk dan di Weltevreden). Untuk pengoptimalan penggunaannya, Istana Rijswijk sebagai rumah Gubernur Jenderal dan Istana Weltevreden sebagai kantor pemerintahan. Sejak inilah area Noordwijk dan area Koningsplein sudut timur berkembang pesat.

Javasche courant, 11-04-1829
Untuk memberikan indentitas pada Istana Weltevreden dibangun suatu monumen di lapangan (aloon-aloon) yang berada di depan istana yang baru, yang pondasinya belum lama dilakukan (lihat Javasche courant, 11-04-1829). Di atas bangunan monumen ini diletakkan patung Jan Pieterszoon Coen (pendiri stad Batavia, 1619). Pembangunan monumen ini bersamaan dengan pembangunan jalan dan jembatan baru di atas sungai Tjiliwong yang menghubungkan Weltevreden dengan Koningsplein dan kebun (taman) botani di belakang Istana Weltevreden. Lapangan ini diberikan namanya Waterlooplein; jembatan baru tersebut diberi nama Willembrug, jalan diberi nama Alliance; gedung diberi sebutan dengan Paleis; taman disebut Du Bus. Kelak nama jalan Alliance diubah menjadi jalan Willemweg (yang pada masa ini dikenal sebagai jalan Pejambon).

Koningsplein dan Weltevreden menjadi menyatu. Istaan Weltevreden menjadi simbol kekuatan pemerintah, istana Rijswijk menjadi simbol kehormatan pemerintah. Dua tempat ini tidak terpisahkan lagi. Pemerintah Hindia Belanda seakan berada di atas angin, lebih-lebih ketegangan dalam Perang Jawa yang sudah mulai usai memb uat lebih rileks. Namun itu tidak lama karena energi yang tersisa telah mulai dialihkan ke Sumatra’s Westkut (Pantai Barat Sumatra) dalam menghadapi perang (Perang Bondjol berakhir 1837 dan Perang Tambusai berakhir 1838).

Peta 1897
Istana Rijswijk telah menua. Lebih-lebih Istana Weltevreden tampak sangat besar dan semakin bagus. Untuk menghindari kesalahan persepsi, Istana Rijswijk tetap disebut sebagai Hotel van den Gouverneur General sedangkan Istana Weltevreden tetap disebut Paleis Gouverneur Generaal. Meski area Koningsplein dan Weltevreden sudah ditetapkan sebagai ibukota tetapi di dua area ini masih sering terjadi banjir kiriman yang berasal dari wilayah hulu di sungai Tjiliwong dan sungai Kroekoet. Luapan banjir memasuki dataran yang lebih rendah yang mengakibatkan jalan-jalan tergenang bahkan mencapai rumah-rumah yang dihuni oleh orang Eropa/Belanda. Di sudut barat daya Koningsplein di Gang Scott (kini jalan Budi Kemuliaan) air bahkan dapat mencapai ketinggian tiga hingga empat kaki (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 26-04-1847).

Willemkerk di Koningsplein
Gambaran lain di seputar Koningsplein terdapat satu-satunya situs yang ada di tengah lapangan yakni race balap kuda yang diselenggarakan oleh Societeit Wedloop. Societeit ini didirikan pada tahun 1845 (lihat Javasche courant, 08-03-1845). Sementara di sekitar Waterlooplein di Weltevreden dan di Koningsplein terdapat dua gereja yang telah didirikan. Gereja pertama adalah gereja Katolik Roma yang berada dekat dengan Waterlooplein (kini dikenal sebagai Katedral) dan gereja kedua adalah gereja Protestan yang didirikan di jalan Allianceweg (telah berganti menjadi Willemweg) di dekat Koningsplein (juga disebut gereja Willem, kini berada di jalan Pajambon). Kelak di seberang jalan gereja Katedral didirikan masjid besar Istiqlal.

Pada tahun 1869 seseorang mengomentasi di surat kabar bahwa Hotel Rijswijk tempat dimana Gubernur Jenderal tinggal tidak nyaman (lihat Bataviaasch handelsblad, 31-03-1869). Penulis tersebut menyatakan benyak kecoa dan tempat tidur tidak nyaman. Untuk sekadar dicatat, Hotel Rijswijk selain tempat Gubernur Jenderal juga tempat perjamuan untuk acara besar seperti perayaan atau penyambutan keluarga kerajaan Belanda. Jauh sebelumnya disebutkan tempat Gubernur Jenderal pernah disarakan pada tahun 1849 untuk dipindahkan ke sebuah gedung (yang kemudian menjadi gedung Gymanasium W. III). Alasan mengapa disarankan pindah karena boleh jadi hotel Rijswijk juga rentan terhadap kebakaran.

Banjir di Koningsplein, 1872
Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 21-12-1849: ‘Pada pagi hari tanggal 18 Oktober, jam sembilan pagi, talang di sisi selatan bangunan utama hötel Gubernur Jenderal, di Rijswijk, terbakar akibat dari kompor meleduk yang menyebabkan kanopi yang ditutupi dengan linen dan disatukan dari ranting bambu dari kayu disanmbar api. Ini adalah konsekuensi bahan yang mudah terbakar, sebagai akibat dari kekeringan yang terus-menerus, didorong oleh angin darat, tanpa penundaan ke tirai dan pintu kayu bangunan utama, yang di belakang luar datang ke galeri; serta kayu bangunan utama; sehingga pintu dan jendela bangunan itu hancur, langit-langit di bagian belakang dua galeri, punggungan atap dan genteng kayu terancam untuk terbakar. Beberapa pegawai negeri dan penduduk bergegas ke tempat untuk penyelamatan, untuk menghindari api menjalar, lalu merobohkan atap dan menghancurkan pintu-pintu bangunan sehingga api tidak menemukan makanan lebih lanjut; setibanya tim kebakaran bertanggung jawab; hanya sebagai tindakan pencegahan mereka dibawa ke dalam operasi. Berbagai kerusakan telah terjadi sebagai hasil dari upaya pegawai negeri dan penduduk untuk mencegah lebih lanjut untuk menghancurkan atap, beberapa pintu dan jendela dan perabotan’.  

Komentar di surat kabar itu ternyata telah menggelinding ke mana-mana. Akhirnya Hotel Rijswijk dilakukan renovasi. Untuk sementara, selama masa renovasi, Gubernur Jenderal akan menempati rumah Residen Batavia (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-09-1869). Setelah selesai renovasi Gubernur Jenderal kembali menempati Gotel Rijswijk (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1870).

De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-09-1869
De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-09-1869: ‘Diberitahukan bahwa Residen Batavia telah diinstruksikan untuk membawa pemerintahannya untuk menyediakan tempat tinggal dalam kondisi yang tepat, dan agar bangunan luarnya menjalani perbaikan yang diperlukan, sehingga bangunan itu dapat ditempati oleh Gubernur Jenderal ketika setelah dimulai renovasi untuk beberapa bulan hotel Gouvemements di Rijswijk dan sementara itu tidak ada rumah lain yang cocok untuk Gubernur Jenderal yang mungkin telah ditemukan’.

Pada tahun 1873 Pemerintah menganggarkan kebutuhan tahun 1874 untuk perabotan di hotel-hotel pemerintah di Rijswijk, Buitenzorg dan Tjipanas yang secara keseluruhan sebesar f100,000 yang separuhnya untuk pembangunan hotel baru di Rijswijk (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 31-10-1873. Pada tahun ini juga pembangunan jalur kereta api Batavia-Butenzorg selesai. Hubungan antara istana Butenzorg dan Istana Koningsplein semakin lancar.

Java-bode, 28-04-1877
Hotel baru ini dibangun di belakang Hotel Rijswijk menghadap ke Koningsplein. Hotel ini disebut Het Nieuwe Hotel van Zijne Excellentie den Gouverneur Generaal. Hotel ini ditempati oleh Gubernur Jenderal pada bulan April 1877 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-04-1877). Disebutkan bahwa dengan ini diumumkan bahwa Yang Mulia Gubernur Jenderal, yang berada di Batavia, mulai sekarang akan tinggal di hotel baru di Koningsplein. Acara penempatan hotel baru ini akan dimeriahkan dengan tarian dan musikal di Hotel Koningsplein pada acara-acara khusus, sedangkan makan malam, audiensi bulanan dan resepsi para pemimpin asing dan asli, seperti sebelumnya, akan berlangsung di Hotel Rijswijk.

Hotel Koningsplein (1877)
Dengan demikian pemerintah telah memiliki dua hotel di satu area yang sama yakni Hotel Rijswijik dan Hotel Koningsplein. Mengapa hotel baru dibangun dijelaskan pemerintah karena alasan efektivitas (lihat  De locomotief, 29-11-1877). Disebutkan bahwa melihat pembangunan hotel Gubernur Jenderal di Batavia, pentingnya keuangan negara telah dikompromikan secara memadai. Sulit membayangkan mengapa hotel yang ada di Rijswijk, jika diperlengkapi dan diperbesar dengan baik, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan, dan mengapa karena itu benar-benar diperlukan untuk membangun hotel kedua yang sepenuhnya baru di Koningsplein. Untuk melengkapi hotel baru Hotel Koningsplein ini dibangun rumah jaga di dekat hotel baru. Dalam proses pembangunan rumah jaga ini dilakukan tender dengan nilai maksimum f18.980 (lihat Bataviaasch handelsblad, 22-05-1878). Hotel Koningsplein ini kelak disebut Istana Merdeka dan Hotel Rijswik disebut sebagai Istana Negara atau kini lebih dikenal sebagai Wisma Negara.

Satu pembangunan yang penting pada tahun 1879 yang boleh jadi terkait dengan pembangunan hotel baru pemerintah di Koningsplein adalah pembangunan kanal dengan menyodet sungai Kroekoet di Pedjompongan lalu disalurkan ke barat ke arah Angke. Kanal ini efektif untuk mengurangi dampak banjir dari sisi barat Koningsplein.

Koningsplein, 1908
Dua istana yang berada di persil lahan yang sama tersebut tetap disebut dengan nama Hotels van der Gouverneur Generaal (oleh karea terdapat dua istana disebut hotels), padahal secara teknis sebenarnya terdapat tiga istana yang cukup berdekatan. Istana di Weltevreden tetap disebut dengan nama Peleis Gouverneur Generaal. Sejak itu ketiga istana tersebut relatif tidak berubah. Peta 1908

Pada tahun 1900 pusat pemerintahan mulai dipindahkan dari Weltevreden ke Koningsplein. Nama Istana di Koningsplein yang sebelumnya disebut Hotels van der Gouverneur Generaal diganti menjadi Palace of Governor General. Secara perlahan-lahan Koningsplein semakin terkenal dan Weltevreden sedikit memudar. Pergeseran ini sesuai dengan perubahan politik Pemerintah Hindia Belanda yang sebelumnya lebih represif (sejak era Daendels) beralih dengan politik etik. Gambaran Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden yang sangat militeristik telah berubah dengan gambaran baru Istana Gubernur Jenderal di Koningsplein yang lebih humanis (kemuliaan Raja/Ratu Belanda).

Istana dan Koningsplein, 1880 dan Peta 1915
Area Koningsplein lambat laun semakin ramai. Empat sisi luar jalan yang mengitari Koningsplein semakin padat dengan bertambahnya bangunan-bangunan baru. Koningsplein (Lapangan Raja) secara spasial menjadi pusat kota Batavia yang baru. Meski demikian, nama wilayah yang digunakan mengikuti nomenklatur Weltevreden. Pembagian administrasi di Residentie Batavia sudah lama dibagi ke dalam tiga wilayah yakni Stad (kota) Batavia merujuk kota lama, Weltevreden dan (Regenschappen) Meester Corbnelis. Koningsplein masuk ke dalam wilayah Weltevreden. Peta 1915

Di beberapa titik di dalam Koningsplein muncul sejumlah bangunan dan taman. Yang pertama adalah stasion kereta api sejak 1873. Stasion ini saling dipertukarkan antara nama stasion Koningsplein dan stasion Weltevreden. Koningsplein telah menjadi pusat sosial yang baru. Tidak hanya terdapat bangunan sipil, juga terdapat beberapa taman. Namun persoalan banjir di Koningsplein tetap menjadi persoalan. Pada tahun 1918 sungai Tjiliwong disodet di Manggarai dengan membangun kanal Menteng menuju kanal sungai Kroekoet di Tanah Abang. Sejak adanya kanal di Menteng ini masalah banjir di Weltevreden dan Koningsplein sudah teratasi sepenuhnya.

Suasana rimbun dan sejek di Koningsplein (1910)
Sebelumnya pembangun kanal sungai Kroekoet di Tanah Abang (1879) sedikit banyak telah menolong banjir terutama di area sisi barat Koningsplein dan area Harmonie. Namun dengan dibangunnya kanal Manggarai-Menteng-Tanah Abang (1918), persoalan banjir di Weltevreden dan Koningsplein sudah sepenuhnya dapat diatasi. Istana Gubernur Jenderal di Weltevreden dan hotel-hotel Gubernur Jenderal di Rijswijk dan Koningsplein sudah jarang diberitakan terjadi banjir. Demikian juga di tengah Koningsplein semakin kering. Lebih-lebih setelah dibangunnya sistem drainase di sepanjang sisi jalan yang mengitari Koningsplein. Berbagai bangunan di dalam Koningsplein juga muncul. Taman-taman yang dilengkapi dengan kolom penampungan air di Koningsplein membuat kawasan semakin terjaga dari kemungkinan banjir. Lambat laut aktivitas sosial semakin banyak dilakukan di Koningsplein seperti permainan kriket, sepak bola dan sepeda. Tentu saja lapangan pacuan kuda (race) yang telah ada sejak lampau semakin kondusif untuk penyelenggaraan balapan kuda kapan pun dilaksanakan.

Demikianlah situasi dan kondisi di Koningsplein hingga berakhirnya era kolonial Belanda. Wujud dari hotel Rijswijk setelah renovasinya yang terakhir tidak banyak berubah, juga hotel/istana Koningsplein sejak pembangunannnya juga tidak banyak berubah. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) dua hotel/istana ini digunakan pemerintah militer Jepang sebagai kantor pemerintah. Tidak lama setelah Proklamsi Kemerdekataan Indonesia 17 Agustus 1945 Belanda kembali dengan menjalankan Pemerintahan Hindia Belanda/NICA. Istana/hotel Gubernur Jenderal di Koningsplein ditempati Belanda kembali.

Istana Negara dan Istana Merdeka

Pada tanggal 27 Desember 1949 di istana/hotel Koningsplein diadakan acara penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda yang mana Soletan Hamengkoeboewono mewakili Indonesia dan Mr. Lovink mewakili Belanda. Lalu diadakan penurunan bendara tri-color Belanda yang lalu disusul menaikkan bendera dwi warna merah putih. Saat-saat bendera merah putih sampai dipuncak meledaklah sambuatan masyarakat dengan meneriakkan merdeka, merdeka, merdeka.

Beberapa jam kemudian di Den Haag Perdana Menteri RIS Mohamad Hatta mewakili Indonesia menerima kedaulatan Indonesia dari Kerajaan Belanda. Esok harinya, di Djakarta pada tanggal 28 Desember 1949 Presiden Soekarno tiba di Djakarta dari ibukota RI di Jogjakarta. Presiden Soekarno lalu mendiami istana negara. Akta penyerahan kedaulatan ini dimaklumkan dalam Stadblad No. J 600 yang dibuat dalam dua bahasa yang dapat dibaca pada  Nederlandsche staatscourant, 23-12-1949.

Lantas kapan istana/hotel Koningsplein diubah namanya menjadi Istana Merdeka? Besar dugaan itu terjadi setelah Presiden Soekarno berada di Djakarta dan menempati istana-istana Negara di Djakarta (eks istana/hotel Rijswijk dan Koningsplein). Namun tidak segera penabalannya menjadi Istana Merdeka.

Dalam hal ini istana/hotel Koningsplein disebut menjadi Istana Merdeka dan istana/hotel Rijswijk menjadi Istana Negara. Lapangan Koningsplein diubah namanya menjadi Lapangan Merdeka. Satu taman yang berada diantara Weltevreden dan Koningsplein yang sebelumnya disebut Wilhelmina Park dibongkar dan didirikan masjid Merdeka atau masjid Istiqlal.

Penamaan Istana Merdeka secara resmi terbaca dalam sebuah pengumuman Pemerintah (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-08-1950). Saat ini, Indonesia tidak lagi berbentuk negara federal (RIS) tetapi RIS telah dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan (NKRI).

Java-bode, 14-08-1950
Sebuah pengumuman pada surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-08-1950 yang berisi maklumat untuk semua warga datang berduyun-duyun untuk memperingati Hari Proklamasi RI yang juga disertai amana Presiden yang diadakan pada tanggal 16 Agustus 1950 di Medan Merdeka Utara di depan Istana Merdeka. Berkumpul pukul 7.30 dan upacara dimulai tepat pukul 8.00. Amanat Presiden pada pukul 8.36 yang kemudian disusul sirene, beduk dari masjid-masjid dan loceng gereja selama dua menit yang bersamaan dengan semua lalu lintas di jalan-jalan Djakarta harus dihentikan. Pada pukul 8.38 adalah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Menaikkan bendera pusaka pada pukul 10.02. Selanjutnya pawai rakyat pada pukul 10.25 dengan rute melalui Lapangan Banteng, Djalan Perwira, Merdeka Utara, Istana Merdeka, Merdeka Barat, Merdeka Selatan, Merdeka Timur. Pejambon dan Lapangan Banteng lalu bubar.

Secara resmi penyebutan Istana Merdeka baru muncul jelang peringatan Hari Projlamasi 17 Agustus 1950. Sebelumnya nama Paleis Koningsplein hanya disebut Istana Gambir (lihat Nieuwe courant, 16-01-1950). Sedangkan penyebutana Koningsplein dengan Lapangan Merdeka sudah muncul lebih awal (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-05-1950). Di dalam pers sudah mulai ada yang menulis Istana Gambir ditulis dengan nama Istana Istana Lapangan Merdeka (belum menjadi Istana Merdeka). Istana Gambir dan Istana Lapangan Merdeka saling dipertukarkan.

Namun tidak lama kemudian pers sudah ada yang menulis dengan nama Istana Merdeka (lihat Nieuwe courant, 16-05-1950). Ada korting kata lapangan pada nama sebelumnya Istana Lapangan Merdeka, Sejak tanggal-tanggal ini penulis dengan nama Istana Gambir dan Istana Lapangan Merdeka menghilang dan hanya ditulis dengan nama Istana Merdeka (untuk seterusnya).

Boleh jadi sejak bulan Mei 1950 secara informal nama Istana Merdeka sudah ditabalkan. Namun belum sepenuhnya resmi. Sebab pada bulan Mei ini eskalasi politik meningkat sehubungan dengan sikap pemerintah dalam melihat perkembangan dinamika politik di Sumatra Timur yang mana pihak Republiken menghendaki RIS dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan RI (NKRI). Akhirnya proses politik mencapai puncaknya, RIS dibubarkan dan diproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1950 (sehari setelah hari peringatan Proklamasi RI pada tanggal 17 Agustus 1950).


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar