Laman

Minggu, 23 Juni 2019

Sejarah Bekasi (3): Rencana Pembangunan Jalur Kereta Api, Pertama di Bekasi (1864), Realisasinya Justru yang Terakhir (1887)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Rencana pertama tidak selalu disegerakan, juga yang pertama tidak salalu duluan sampai ke tujuan, tetapi yang pertama justru ditempatkan terakhir. Itulah kisah awal pembangunan jalur kereta api di Bekasi. Penduduk Bekasi harus menunggu 23 tahun impian itu baru terwujud. Realisasi pembangunan jalur kereta api yang pertama  adalah ruas Semarang-Ambarawa.

Jalur rel kereta api Bekasi (Peta 1898); jembatan Tjikarang, 1900
Kota Bekasi pernah mengalami suatu masa dimana transportasi air sebagai moda transportasi utama. Itu sangat intens pada akhir era VOC, tetapi mulai berkurang di awal Pemerintah Hindia Belanda. Gubenur Jenderal Daendels (1808-1811) sangat serius soal pembangunan. Dua hal pertama programnmya yang terpenting adalah membangun jalan dan mendirikan kota-kota milik pemerintah. Pembangunan jalan yang utama adalah membanguna jalan trans-Java antara Batavia dan Anjer dan antara Batavia-Panaroekan via Buitenzorg. Dua kota utama yang harus dibangun adalah kota Batavia dan kota Buitenzorg. Untuk itu pemerintah membeli lahan-lahan partikelir (land) di Batavia dan di Buitenzorg. Urutan di bawahnya adalah membangun jalan arteri, salah satu diantaranya ruas jalan Meester Cornelis via Tjakoeng ke Bekasi terus ke Krawang. Tidak hanya itu, pemerintah membeli lahan partikelir (land) di Bekasi untuk membangun kota. Namun dalam perkembangannya ruas jalan Meester Cornelis ke Bekasi tidak terawat dengan baik. Pemilik land ogah merawat agar pejabat pemerintah menjadi sulit ke Bekasi. Mafia opium mengambil keuntungan lewat jalan sungai.

Jalan yang buruk adalah keseharian penduduk Bekasi jika harus ke Meester Cornelis. Ketika muncul rencana konsesi eksploitasi kereta api tahun 1864 penduduk Bekasi sumringah. Namun rencana-tetap rencana, impian penduduk Bekasi terbebas dari masalah transportasi tidak pernah terwujud. Berbeda dengan di jalur sungai Tjiliwong, penduduk Bekasi terus terisolasi dan kota Bekasi tenggelam. Lalu kapan impian kereta api penduduk Bekasi terwujud? Itu yang mau kita cari. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jembatan kereta api di Tjikarang (1900)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sejarah Awal Kereta Api di Bekasi

Sejatinya, rencana pembangunan jalur kereta apai di (pulau) Jawa dimulai di Batavia menuju Butenzorg melalui Bekasi. Rencana ini muncul di ’sGravenhage (kini Den Haag) pada tahun 1864. Yang mendapat hak konsesi ini adalah JE Banck Cs. Rencana ini sudah dituangkan dalam proposal dan sudah dipetakan. Jalur kereta api yang dilalui adalah Batawia, Buitenzorg, Bekasi, Tjibidong, Tjilengsi dan Tjitrap (Citeureup). 

Rencana konsesi pembangunan kereta api Bekasi 1864 dan 1865
Konsesi eksploitasi kereta api di Jawa ternyata menarik perhatian pengusaha lainnya. Stieltjies Cs menyusul memasukkan proposal untuk membuka jalur lain. Pada ruas Batawia-Buitenzorg, Stieltjies Cs akan membuka jalur Batavia-Buitenzorg melalui Tjilengsi (tidak melalui Bekasi seperti Banck Cs). Dengan masuknya proposal Stieltjies Cs maka rencana final tahun 1865 untuk pembangunan ruas Batavia-Buitenzorg akan dioperasikan oleh dua operator: Banck Cs dan Stieltjies Cs. Banck Cs tetap merencanakan jalur semula (tanpa perubahan). Stieltjies Cs akan membuat jalur baru antara Batavia-Buitenzorg langsung ke Tjilengsi.

Namun dalam perkembangannya pembangunan jalur kereta api ruas Batavia-Buitenzorg tidak segera dimulai. Sementara jalur kereta api di wilayah Semarang berlangsung sesuai rencana dan sudah mulai beroperasi pada tahun 1867. Apa yang menyebabkan kelambatan untuk pengoperasian kereta api jalur Batavia-Buitenzorg diduga karena alasan-alasan teknis (berdasarkan studi kelayakan lebih lanjut).

Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873
Tampaknya jalur kereta api ruas Batavia-Buitenzorg tidak efisien melalui Bekasi dan juga tidak efisien melalui sisi timur sungai Tjiliwong. Pembangunan yang efisien adalah melalui sisi barat sungai Tjiliwong (sebagaimana yang kita lihat sekarang): Batavia- Depok-Buitenzorg. Pembangunan kereta api ruas Batavia-Buitenzorg direalisasikan pada tahun 1869.  Pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini ditandai dengan pencangkulan pertama yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal pada tanggal 25 October 1869. Tahap pertama selesai tahun 1870 antara Batavia-Meester Cornelis (kini Bukit Duri). Setelah itu, segera dikerjakan tahap kedua antara Meester Cornelis-Buitenzorg via Depok. Secara keseluruhan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg mulai beroperasi pada tanggal 31 Januari 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873).

Pada tahun 1882 kembali muncul soal pembanguna jalur kereta api ke Bekasi. Ini terkait dengan terbitnya beslit tanggal 9 Januari 1882 nomor 4 yang menyatakan konsesi pengoperasian kereta api di Batavia (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-01-1882). Disebutkan konsesi tersebut diberikan kepada HJ Meertens dan Firma Tiedeman en van Kerchen untuk pembangunan dan pengoperasian kereta api mulai pusat kota Batavia melalui Gedoeng Roeboeh, Soenter Poeloe dan Poeloe Gadoeng ke Bekasi dan dari Poeloe Gadoeng ke Klender di Meester Cornelis dan dari Gedoeng Roeboe ke Passar Senin (Weltevreden).

Namun tetap tidak segera terealisasi. Pasang surut kembali terjadi. HJ Meertens dan Firma Tiedeman en van Kerchen boleh jadi akhirnya menolak karena berbagai pertimbangan. Boleh jadi karena jalur yang diproyeksikan pemerintah adalah wilayah yang kurang mendukung ke tujuan bisnis pengoperasian seperti biaya pembangunan yang lebih besar dan potensi angkutan barang dan penumpang kecil. Atau boleh jadi karena pemilik land tidak bersedia dalam pembebasan lahan.

Lalu kemudian terbit kembali beslit tanggal 19 Februari 1884 yang merupakan modifikasi konsesi yang diberikan berdasarkan beslit 9 Januari 1882 nomor 4 (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-02-1884). Disebutkan konsesi diberikan kepada Factorij der Nederlandsche Handelmaatschappij di Batavia oleh Pemerintah untuk pembangunan dan pengoperasian kereta api dari Batavia, Pasar Senen dan Meester Cornelis hingga ke Bekasi.

Java-bode. 09-05-1885
Jalur yang ditetapkan pemerintah Batavia, Pasar Senen, Meester Cornelis hingga ke Bekasi lebih masuk akal. Biaya pembangunannya lebih murah dan potensi pasarnya lebih besar. Namun masih ada keraguan pembebasan lahan dari Batavia, Senen, Meester Cornelis hingga Bekasi (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-03-1885). Kepastian realisasi mulai terlihat ketika Gubernur Jenderal menerbitkan berslit pembebasan lahan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-05-1885). Disebutkan Gubernur Jenderal telah memerintahkan pengambilalihan lahan partikelir untuk kepentingan Perusahaan Kereta Api Timur Bataviasche, milik pribadi, yang diperlukan untuk pembangunan kereta api mulai dari pusat kota Batavia, Pasar Senen dan Meester Cornelis hingga ke Bekasi. Boleh jadi selama ini realisasi tidak pernah terwujud karena hambatan soal pembebasan lahan. Apakah pembebasan lahan di sisi barat sungai Tjiliwong lebih mudah? Dalam satu dasawarsa terakhir ada rumor bahwa hambatan itu muncul dari pemilik lahan. Dalam hal ini tidak hanya untuk mendukung pembangunan kereta api, untuk melakukan perawatan jalan oleh pemilik sangat minim. Itu diduga karena unsur kesengajaan agar pejabat pemerintah enggan ke arah timur Batavia termasuk Bekasi. Sebab selama ini ada rumor bahwa mafia opium sangat merajalela melalui jalan-jalan tikus melalui sungai.

Akhirnya rencana pembangunan jalur kereta api Batavia-Bekasi selesai dan mulai dioperasikan untuk publik. Keputusan pembukaan pengoperasian ini tertuang dalam keputusan tanggal 11 September 1887 (lihat Bataviaasch handelsblad, 14-09-1887). Ini dengan sendirinya sejak September 1887 babak baru moda transportasi di Bekasi dimulai. Jika dibandingkan dengan rencana awal sebelumnya tahun 1864, itu berarti penduduk Bekasi harus bersabar selama 23 tahun untuk menikmati moda transportasi modern.

De locomotief, 11-02-1890
Realisasi pembangunan kereta api di Bekasi tidak hanya tertinggal jauh dengan jalur kereta api sisi barat sungai Tjiliwong (Batavia-Buitenzorg) yang mulai dioperasikan pada tahun 1873. Jalur Bekasi juga telat jika dibandingkan ruas baru antara Buitenzorg ke Bandoeng via Soekaboemi yang mulai dioperasikan pada tahun 1883. Tapi tentu saja bagi penduduk Bekasi tidak ingin hanya terbatas ruas Batavia-Meester Cornelis, juga menginginkan terhubung antara Bekasi dengan Krawang.

Bagaimana hasil pengoperasikan jalur kereta api ruas Batavia-Bekasi mulai dilaporkan pada awal tahun 1890 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-02-1890). Disebutkan hasil dari pengangkutan di jalur kereta api Batavia-Bekasi untuk bulan November 1889 berjumlah f9.633,38 atau f11,89 per hari kilometer dan untuk bulan Desember sebesar f8.827,49 atau f10,54 per hari kilometer. Angka ini tampaknya relatif kecil jika dibandingkan dengan jalur Batavia-Buitenzorg pada awal pengoperasiannya. Lantas apakah potensi pendapatan ini yang menjadi faktor utama mengapa terhambat pembangunan jalur kereta api ke Bekasi? Lalu ke depan, apakah perluasan jalur kereta api hingga Tjikarang atau Krawang akan lebih memberikan keuntugan yang lebih besar?  Kita lihat nanti.

Bataviaasch nieuwsblad, 05-07-1890
Satu hal yang perlui dicatat jalur kereta api modern ini telah menenggelamkan jalur kereta kuda dan kerbau (pedati). Jalur kereta api ini garis lurus dari Meester Cornelis-Bekasi. Jalur kereta api tidak hanya lebih cepat juga jaraknya lebih pendek. Sementara jalur moda transportasi darat (kereta kuda dan kerbau) dari Meester Cornelis ke Bekasi tetap melalui Poelo Gadoeng dan Oedjoeng Menteng lalu ke Krandji dan Bekasi. Apakah masih ada hambatan lainnya dari pemilik land untuk membangun jalan darat melalui land? Mungkin tidak. Membangun jalan baru juga membutuhkan biaya besar, toh juga masih ada akses melalui Poelo Gadoeng dan sudah ada jalur kereta api, Okelah. Sejauh ini penduduk Bekasi tetap bersyukur.

Setelah beroperasinya jalur kereta api ruas Batavia-Mester Cornelis ke Bekasi, tidak lama kemudian jalur kereta mulai diperluas hingga ke Tjikarang dan Krawang. Pembangunan jalur kereta api dilaporkan sudah berjalan dan tengah berlangsung di Tamboen dan Tjikarang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-03-1890). Pada bulan Juli jalur kereta api sudah selesai hingga Tjikarang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-07-1890). Disebutkan jalur kereta api Batavia-Krawang selesai sampai Tjikarang dan dibuka untuk umum. Pos terdekat adalah Tandjong Poora; Krawang akan segera mengikuti. Karena itu penyelesaian keseluruhan dapat diharapkan segera tercapai.

Jalur kereta api Batavia-Krawang (Peta 1898)
Seperti yang diduga dengan selesainya jalur kereta api ke Tjikarang pendapatan akan meningkat. Surat kabar De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-11-1890 melaporkan hasil dari transportasi kereta api Batavia-Tjikarang selama bulan September 1890 adalah f 15.618,86 yang mana per hari-kilometer sebesar f11 83. Hasil pada bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar f9.066,58 per hari-kilometer f11,19. Total hasil yang diperoleh sejak 1 Januari f93.410, 71 atau per hari-kilometer f11.40. Angka rata-rata mengindikasikan adanya kenaikan.

Pelan tapi pasti, perluasan jalur rel kereta api ke arah timur terus dilakukan. Dalam laporan rpat pemegang sahan tercatat bahwa ruas Tjikarang-Kedong Gede tengah dikerjakan (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 13-03-1891). Disebutkan bahwa pengerjaan bagian pertama 17 Km sudah dikerjakan sejak bulan Agustus (1890) dan bagian sisa sepanjang 13 Km sudah dikerjakan sejak Januari 1891. Pembangunan bagian terakhir ini sedikit tertunda karena hujan lebat pada bulan November dan Desember yang telah merusak tanggul kereta api. Pendapatan usaha sangat memuaskan setelah perluasan ke Tjikarang. Setelah Kedong Gede akan dilanjutkan ke Krawang.

Setelah beberapa tahun, Residen Batavia mengeluarkan peraturan pembatasan kecepatan kereta api (ligat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-12-1895). Disebutkan untuk mengemudikan kereta api dari gigi tiga pada jalan pos besar dari Batavia ke Buitenzorg dan jalan ke Bekasi dengan kecepatan 25 kilometer per jam harus dianggap berbahaya untuk lalu lintas umum. Batasan ini sesuai Staatsblad 1895 No 190. Jalan pos besar dari Batavia ke Buitenzorg dan jalan ke Bekasi ke titik akhir di Kampung Melaijoe tidak dapat dikendarai dengan kecepatan lebih cepat daripada 15 kilometer per jam. Boleh jadi itu karena banyak ternak berkeliaran.

Singkat cerita: sehubungan dengan telah terhubungnya jalur kereta api Batavia-Tjikampek (Krawang) dengan Chirebon dan dengan Bandoeng, pada tahun 1918 rel antara Batavia hingga Tjikampek dengan panjang 72 Km digandakan (lihat De Preanger-bode, 04-06-1918). Dalam hubungan pembangunan rel ganda ini pekerjaan besar dilakukan di beberapa titik, yakni: kali Malaka, kali Tjakoeng, kali Bekasi, kali Djambe, kali Srengseng, kali Djeroek, kali Tjikarang dan kali Tjitaroem serta jurang di Gedong Gedeh. Demikian juga terjadi pekerjaan besar di area rawa Doekoeh dekat Bekasi, rawa Tjibitoeng dekat Tamboen dan rawa Plawas dekat Gedong Gedeh.

Satu hal yang perlu dicatat bahwa rencana awal pembangunan kereta api antara Bekasi dan Buitenzorg tahun 1864 pada kenyataan telah dibangkitkan kembali. Konsesi diberikan kepada van der Parra Breton Vincent (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 10-06-1910). Disebutkan izin konsesi telah diperpanjang satu tahun dan akan berakhir hari iini, Tuan van der Parra sebagai pemegang izin konsesi telah mengajukan permintaan untuk mentransfer ke orang lain. Namun menurut opini dari editor bahwa siapa yang mengajukan diri sulit muncul karena pertimbangan pendapatan melalui jalur itu tidak menguntungkan. Jalur Buitenzorg-Bekasi ini melewati Tjiteureup dan Tjileungsi dengan dengan perpnajangan jalur melintasi Tjibaroesa ke Lemahabang.

Demikianlah sejarah singkat perihal kereta api di Bekasi. Perencanaan jalur kereta api dari Bekasi ke Buitenzorg meski yang pertama tetapi kenyataannya tidak pernah terwujud hingga ini hari.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar