Laman

Rabu, 05 Februari 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (37): Ahli Musik Dunia Mau Ajari, Justru Berbalik Belajar Musik Indonesia; Keroncong dan Dangdut


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
 

Kontribusi Indonesia dalam musik dunia (world music) adalah musik keroncong, musik rock’n roll dan musik dangdut. Musik keroncong adalah gabungan dari musik Eropa (Portugis) dengan musik tradisi (gamelan dan gondang); musik rock’n roll adalah gabungan musik keroncong dengan musik rock (Amerika); dan musik dangdut adalah gabungan musik tradisi India, musik tradisi Arab (gambus) dan musik tradisi Indonesia (khususnya gamelan Soenda: degung).

Gitaris Indonesia masa kini
Musik keroncong, musik rock’n roll dan musik dangdut bertumpu pada permainan gitar (rhythm) dari alat gitar yang digunakan. Meski alat musik gitar bukan asli Indonesia, namun para musisi Indonesia sejak tempo doeloe (sejak era Belanda) kemampuan bermain gitarnya tidak kalah. Para pemain gitar asal Indonesia inilah yang memberi musik inti (core music) pada musik keroncong, musik rock’n roll dan musik dangdut. Musisi musik keroncong terkenal antara lain WR Supratman dan Gesang; musik ronck’n roll tentu saja harus disebut paling tidak nama Eddy Chatelin kelahiran Bandung (di Belanda); para musisi musik dangdut tentu saja rajanya adalah Rhoma Irama. Dua nama yang terakhir sangat piawai dalam bermain gitar (yang menjadi dua genre musik tersebut). Pada masa ini jago-jago gitar Indonesia bermunculan di You Tube, antara lain: mulai dari yang senior seperti Ian Antono (God Bless), Pay Siburian (Slank) dan Dewa Budjana (Gigi). Untuk kategori fingerstyle melejit nama Alip Ba Ta dan Fay Ehsan. Pada kategori remaja dan anak-anak yang mendapat perhatian dari musisi dunia antara lain Meliani Siti Sumartini, Abim dan Ayu Gusfanz. Enam nama yang disebut terakhir menjadi perhatian di dunia You Tube. Bagi yang muda-muda ini tentu masih banyak waktu untuk meningkatkan keahlian yang pada waktunya dapat mendominasi dalam daftar musisi dunia.

Bagaimana lahirnya musik-musik ala Indonesia ini menarik untuk dipelajari kembali. Jauh sebelum sekarang satu abad yang lalu ahli musik Eropa (Paul Seelig dan Karl Halusa) telah mengagumi musik tradisi Indonesia. Mereka sangat apresiasi kepada musisi-musisi pribumi bagaimana memainkan alat-alat musik. Boleh jadi itulah mengapa musisi-musisi asal Indonesia telah mendominasi di Belanda pada tahun 50-60an. Di era internet (You Tube) sekarang penduduk dunia mulai menoleh pada musik Indonesia dan tanpa segan-segan untuk mempelajari dan belajar dari musisi-musisi Indonesia. Bagaimana itu semua bertransformasi? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Dari Musik Keroncong Hingga Musik Rock’n Roll

Musik dan lagu keroncong pada masa ini tentu saja tidak persis sama dengan musik dan lagu keroncong pada masa lampau. Untuk membandingkan masa kini dengan masa lampau tidak perlu jauh ke era VOC, dengan mendengarkan lagu/musik keroncong antara masa ini dengan tahun 1950an dan antara tahun 1950an dengan 1920an dengan mudah diidentifikasi perbedaannya: tidak hanya lagu dan alat musik yang digunakan juga antar tiga titik waktu berbeda dalam nada dan temponya. Namun demikian persamaannya masih jelas terasa. Persamaan itulah esensi musik keroncong itu (suatu musik dan lagu yang berbeda dengan musik tradisi (misalnya gamelan dan gondang atau musik Eropa (misalnya musik klasik).

Pada musik tradisi dalam periode yang sama ternyata tidak banyak mengalami perubahan. Jika kita mendengar musik gamelan dari Jawa dan musik gondang khususnya dari Tapanuli bagian selatan, alat-alat musik yang digunakan kurang lebih sama antara kini dengan tempo doeloe. Musik tradisi inilah yang mempengaruhi musik pop daerah masa ini.

Pada tahun 1920an musik keroncong sebagai musik yang dikategorikan musik timur sudah direkam. Misalnya lagu Indonesia Raja ciptaan WR Soepratman sudah direkam oleh Electric Recording Yokintjam, Pasar Baroe. Seperti yang terbaca pada label gramplaat (piringan hitam) disebut lagu keroncong memang lagu karya WR Soepratman tersebut bernuansa (genre) keroncong ketika didengar. Lagu-lagu keroncong pada tahun 1920an terkesan memiliki kesamaan dengan musik fado asal Portugis. Namun lagu keroncong pada masa kini sangat berbeda dengan musik fado (seakan genre musik yang berbeda). Apakah musik fado telah berubah? Yang jelas bahwa musik keroncong tahun 1920an masih sangat terasa mirip dengan musik keroncong pada masa ini.

Secara teoritis dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa musik keroncong pada tahun 1920an merupakan adopsi musik fado (Portugis); dan musik keroncong masa kini (Indonesia) adalah kelanjutan musik keroncong pada tahun 1920an. Musik fado sendiri meski sulit ditracing, namun musik fado umum ditemukan pada tahun 1820an di Lisbon (ibu kota Portugal). Memperhatikan istrumen (nada) utama musik fado yang bertumpu pada sound gitar Portugis, diduga musik fado terbentuk dari musik Arabian melalui orang-orang Moor (kini Marokko). Musik fado berbeda dengan musik klasik (yang secara historis terbentuk di Eropa). Secara teoritis musik fado dapat dikatakan musik yang berbeda dengan musik Eropa. Musik fado dalam hal ini dapat dikatakan sebagai musik rakyat sebagaimana musik rakyat ditemukan di Scotlandia. Menurut TJ Wiler (1846) orkest musik Batak dan tarian (tortor) di Mandailing en Angkola mirip dengan musik dan tarian lama (kuno) di Scotlandia.   

Musik keroncong sudah sejak lama berkembang di Batavia. Jozep Benjamin de Buda seorang pemusik dan guru musik di Kemajoran, Batavia mengklaim bahwa musik dilestarikannya (musik keroncong) merupakan musik warisan dari nenek moyang mereka (lihat (lihat Bataviaasch handelsblad, 20-04-1890). Disebutkan Jozep mengaku leluhurnya keturunan Portugis yang menjadi awal marga mereka de Buda di Batavia yang telah mewarisi rumah dan lahan dari tuannya.

Leluhur Jozep Benjamin de Buda adalah seorang pekerja yang bekerja untuk tuannya. Mantan tuannya (Majoor Saint Martin) itu memberikan sebuah rumah yang sebelumnya indah dan dengan sejumlah uang semuanya sebagai rasa terima kasih atas pelayanannya yang setia dan kepatuhan kepada tuannya. Majoor Saint Martin adalah seorang Prancis yang bekerja untuk VOC (meninggal 1686). Jozep Benjamin de Buda diduga datang di Batavia sebagai tawanan perang ketika VOC pada tahun 1641 berhasil mengalahkan Portugis di Malaka. Tentu saja tidak hanya Jozep Benjamin de Buda yang ditawan di Batavia. Masih ada keturunan Portugis lainnya. Mereka yang dibawa dari Malaka ini telah menikah dengan penduduk setempat (di Batavia) dan telah memiliki keturunan yang banyak seperti Jozep Benjamin de Buda. Dari sinilah (Kemajooran) pertalian musik keroncong yang dikembangkan di Kemajooran berasal dari Portugis (musik fado). Sebagaimana musik fado di Portugal sebagai musik rakyat maka di Batavia musuk keroncong terbentuk sebagai musik rakyat (Volkmuziek).

Bagaimana musik keroncong menyebar ke Jawa mudah ditelusuri. Satu bukti yang masih dapat ditelusuri adalah upaya Muziek Vereeniging Jong Java memesan musik keroncong dengan judul Kerontjong Kemajoran sekitar tahun 1927-1929. Musik ini diproduksi oleh Delima Orchest di Batavia dengan penyanyi Miss Netty. Pada periode waktu yang sama juga diproduksi lagu karya WR Soepratman berjudul Indonesia raya dengan genre musik keroncong yang diaransemen oleh Populair Orchest di bawah label Electrict Recording Yokintjan di Pasar Baroe, Batavia.

Musik tradisi (gamelan dan gondang) sudah sejak lama diidentifikasi oleh orang-orang Belanda. Banyak perbedaan antara musik gamelan (Jawa, Bali dan Soenda) dengan musik gondang dalam hal alat-alat musik yang digunakan. Persamaan utama sama-sama menggunaan alat musik gong. Perbedaan utama adalah musik gondang menggunakan salah satu istrumen gitar yang tidak terdapat dalam musik gamelan. Istrumen gitar pada gondang ini bersenar dua (lihat TJ Willer, 1846) yang memberi melodi. Satu keunikan musik gondang menurut TJ Willer di Mandailing dan Angkola terdiri dari tujuh atau sembilan drum (gondang) yang berbeda-beda ukuran yang memberikan bunyi yang berbeda (semacam rhythm drum).  

Pada tahun 1934 asosiasi pendengar radio pribui di Batavia melakukan protes kepada manajemen Radio NIROM. Hal ini karena sejak didirikannya radio NIROM, para pendengar pribumi yang juga membayar pajak radio merasa tidak diuntungkan karena tidak pernah diperdengarkan musik-musik timur (hanya melulu musik Barat dan Amerika). Sejak protes ini, beberapa bulan kemudian mulai muncul program musik dengan genre musik baru yakni musik keroncong dan musik gambus. Kehadiran dua genre musik ini di radio seakan ingin menjelaskan bahwa pada saat itu musik yang cukup merakyat (populer) adalah musik keoncong dan musik gambus. Musik tradisi (gamelan dan gondang) yang nmerupakan musik asli Indonesia belum mendapat tempat.

Tunggu deskripsi lengkanya

Musik Tradisi: Kotak Pandora Sisa Musik Dunia

Tunggu deskripsi lengkanya

Musik Dangdut dan Musik Rock’n Roll: Musik Ala Indonesia

Tunggu deskripsi lengkanya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar