Laman

Kamis, 16 April 2020

Sejarah Air Bangis (19): Sejarah Gunung Ophir, Diukur Tahun 1838; Berita Gunung Talamau Pasaman Meletus 1869 dan 1892


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Nama Ophir sudah lama dikenal di Eropa. Namun penduduk lokal menyebutnya dengan nama gunung Pasaman. Orang Belanda di era VOC menyebut gunung Pasaman adalah gunung Ophir. Untuk menghindari sebutan lokal, orang Belanda mengidentifikasi puncak tertinggi gunung Pasaman sebagai gunung Ophir. Puncak tertinggi gunung Pasaman (yang disebut Ophir) ini diukur kali pertama tahun 1838 oleh dua orang Jerman. Gunung Ophir-Pasaman adalah gunung pertama yang ada di Indonesia yang diukur ketinggiannya.

Gunung Ophir, Pasaman (lukisan 1876)
Gunung Pasaman dan gunung Ophir terpisah dari rantai bukit barisan. Soal terpisah ini juga ditemukan di kota Padang dimana gunung, sejatinya bukit Pangilun yang terpisah dari pegunungan (bukit) Barisan. Gunung Ophir termasuk gunung tinggi yang cukup dekat ke pantai. Tidak ada yang aneh dengan posisi GPS gunung ini, hanya kejadian alam yang normal. Dari puncak gunung Pasaman-Ophir terlihat jelas dua gunung api: di utara gunung Sorik Marapi, di selatan gunung Merapi.

Lantas apakah gunung Ophir-Pasaman berapi? Kapan gunung Ophir-Pasaman meletus? Keterangan gunung Ophir-Pasaman kurang terinformasikan. Namun demikian gunung Pasaman atau gunung Ophir atau gunung Talamau haruslah tetap diwaspadai. Seab bisa sewaktu-waktu meletus atau menimbulkan gempa yang merugikan. Namun tidak perlu khawatur, tingkat kewaspadaan yang diperlukan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Lembah Ophir di Taloe, 1890
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Gunung Ophir, Pasaman dan Talamau

Mengapa gunung Ophir terkenal? Menurut persepsi orang Eropa paling tinggi di Hindia. Ini dapat dibaca pada pandangan seorang penulis yang dimuat pada Letterkundig magazijn van wetenschap, kunst en smaak, 1818 No 14: ‘Di Sumatra, tepat di bawah garis khatulistiwa, gunung Ophir terkenal yang tinggi sekitar 12,000 kaki, tinggi, hampir setinggi gunung-gunung Eropa yang tinggi’. Mengapa gambaran seperti ini yang muncul?

Pada era VOC bahkan hingga era pendudukan Inggris, tidak seorang pun yang pernah mengukur ketinggian gunung-gunung di Hindia. Saat itu pelayaran dari Eropa ke Hindia masih melalui Afrika Selatan. Rute dari dan ke Batavia yang digunakan masih dari pantai barat Sumatra (jarak terpendek). Saat-saat pelayaran ini di sekitar khatulistiwa orang Eropa terkesan dengan gunung yang begitu anggun dekat ke pantai yang disebut gunung Ophir.

Nama gunung Ophir kadung sudah terkenal di Eropa dan bahkan ada anggapan bahwa gunung Ophir adalah tertinggi di Hindia. Informasi ini tampaknya memancing minat dua orang Jerman untuk mengukur (lihat Leydse courant, 19-11-1838).

Beberapa tahun sebelumnya pendakian gunung sudah dilakukan di Jawa yakni gunung Salak (lihat Dr. F. W. Jung Huhn dalam Tijdschrift voor Neerland's Indië jrg 5, 1843). Disebutkan pada tahun 1831, tangga 22 Juli, gunung Salak didaki oleh Machlot, Korthals, Muller dan van Oort. Ini saya ketahui secara kebetulan, pada tahun 1838, di bulan Oktober, saat aku di top Gagak dan untungnya menyadari bahwa puncak gunung ini sudah dikunjungi oleh para pelancong sebelumnya. Sangat disayangkan bahwa orang-orang yang pantas ini tidak memiliki memorial kunjungan mereka yang lebih tahan lama yang hanya mereka menulis nama di batang pohon diukir.

Disebutkan Mr. Horner dan Krusenstern mengukur ketinggian gunung Pasaman (Ophir) dan puncak tertinggi 2.927 M yang disebut Talamau. Kisah Horner ini juga dapat dibaca pada Tijdschrift voor Neerland's Indie jrg 2, 1839:

De beklimming van den berg Ophir, door L. Horner, medegedeeld uit eetien brief aan H. L. Ostiioff. Setelah tinggal di Parit Batoe pada tanggal 9 Mei, saya yakin bahwa saya dapat mendaki Ophir yaitu, atau puncaksebelah timur, yang disebut Gooenoeng Telamau disini. Puncak sebelah barat, setidaknya setengah lebih rendah, disebut Goenoeng Passaman. Tidak ada seorang pun, baik Melayu atau Eropa, yang memanjatnya. Dikatakan seorang Malim (guru agama) yang mencoba mengirim doanya kepada Tuhan disana, tetapi harus menahan diri darinya. bahwa ada di atas danau kecil {Telaga}, penuh ikan, bahwa ikan ini sangat mudah ditangkap dan bahkan dapat direbus dan dimakan, tetapi begitu seseorang ingin memakannya, mereka meloncat kembali ke danau. Kepala daerah yang paling setuju bahwa gunung di sisi utara harus didaki, kebetulan di Parit Batoe seorang pria yang memiliki ladang (sawah kering) di kaki gunung, dekat kampung Sawa lima jam di timur laut, dari Parit Batoe. Jalur ini dulunya untuk menjerat kambing liar (antelope suraatrensis) yang memanjat gunung dengan baik, dan berpikir lebih baik naik lebih tinggi lagi. Letnan Donleben, komandan distrik Ophir, yang ingin sekali mendaki gunung yang terkenal ini, segera memerintahkan para kepala kampung di pagi hari di kampung Sawa berkumpul....dst.

Pada intinya Horner ditemani oleh dua orang Eropa dan enam laki-laki. Lalu bermalam di suatu rumah penduduk. Esoknya pukul setengah delapan (tanggal 31 Mei) berangkat lagi yang diikuti oleh hampir 100 pria yang ikut serta. Lalu bermalam di hutan. Pada pagi hari mulai melakukan perjalan pada tanggal 32 Mei. Bermalam lagi di ketinggian yang berlumut dan dingin. Hari berikutnya tanggal 33 Mei, Bermalam lagi. Kemudian dilanjutkan pada pagi tanggal 34 Mei. Kami bisa melihat lembah Bondjol dan Rao. Pukul 4 sore kami telah mencapai puncak tertinggi, Termometer menunjukkan 708 R. Ketinggi 2.927 meter. Sejauh ini Ophir telah dianggap jauh lebih tinggi dari yang sebenarnya. Esoknya kami tetap di atas sampai tengah hari, berharap sinar matahari akan mengusir awan. Ada beberap kawaha yang yang sudah berisi air. Bekas aliran lava dimana-mana, tidak ditemukan baru apung. Saya menemukan kerangka Siamang, Tampaknya dia mendahului saya, tetapi tidak jelas apa yang menjadi tujuannya naik hingga ke puncak gunung ini. Melihat kerangkanya yang tidak rusak, kecil kemungkinan dibawah burung pemangsa. Kemungkinan dia melakukan pengasingan kesini, karena Siamang hanya kami dengar suaranya pada ketinggian 5000 kaki di bawah sana.

Setelah saya meninggalkan botol kosong dengan kertas di dalamnya dengan tanggal dan semua nama pendaki Ophirs yang sampai di puncak tertinggi, saya memerintahkan semua untuk turun kembali. Kami bermalam. Keesekan harinya tanggal 35 Mei kami melajutkan penurunan dan pukul tiga sore kami tiba di kampong Sawa lagi. Pada pagi hari tanggal 36 Mei pukul delapan saya sudah menuju Parit Batoe dan tiba bukul 11 di Parit Batoe.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Letusan dan Gempa Gunung Talamau di Pasaman

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

8 komentar:

  1. izin membenarkan sedikit,bulan Mei cuman sampai tanggal 31 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, memang bulan Mei yang kita tahu (sekarang) hanya sampai tanggal 31. Namun dalam catatan Horner disebutnya tanggal 1 Juni sebagai tanggal 32 Mei (dan seterusnya). Saya juga tidak mengerti mengapa begitu cara Horner menulisnya. Apakah memang begitu prosedur dan kode etik para pendaki gunung saat itu? Saya belum menemukan jawaban. Tapi bagaimana Horner mencatat waktu, kita tetap mengetahui maksudnya. Untuk menjaga otentik sebagai sumber, saya juga pertahankan cara pencatatan sesuai Horner.
      Demikian.

      Hapus
  2. izin bertanya, sumber yang dipakai di dapatkan dari mana Pak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sumbernya sudah disebutkan di dalam tulisan (surat kabar dan majalah sejaman berbahasa Belanda).

      Hapus
    2. bisa disebutkan, nama-nama surat kabarnya Pak?

      Hapus
    3. untuk yang mengenai letusan gunung talamau bisa dilihat dimana ya Pak?

      Hapus
    4. Seperti disebut di dalam artikel di atas, antara lain (1)Letterkundig magazijn van wetenschap, kunst en smaak, 1818 No 14 (2) Leydse courant, 19-11-1838 (3) Tijdschrift voor Neerland's Indie jrg 2, 1839 (4) dst

      Hapus
    5. Kejadian meletus diberitakan Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 20-11-1869 dan gempa besar dilaporakan Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1892. Jika ingin mendapatkan guntungan koran/majalah silahkan korespondensi pada alamat email di atas. Tks

      Hapus