Laman

Kamis, 30 April 2020

Sejarah Bogor (39): Ekspedisi Pieter Scipio ke Selatan Jawa dari Batavia melalui Hulu Sungai Tjiliwong; Siapa Luitenant Patingi?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Sejatinya Luitenant Patingi adalah orang pertama yang membuka ruang (wilayah) di hulu sungai Tjiliwong. Luitenant Patingi adalah pemimpin pasukan pribumi pendukung militer VOC yang ditugaskan oleh Gubernur Jenderal VOC untuk melakukan eksplorasi wilayah. Ekspedisi pendahulu ini kemudian disusul ekspedisi yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio. Dua ekspedisi ini berlangsung pada tahun 1687. Tim ekspedisi Luitenant Patingi berangkat dari Batavia tanggal 21 Juli 1687.

Pemerintah VOC sudah sejak lama merekrut orang pribumi dari berbagai daerah untuk dijadikan sebagai pasukan pendukung militer VOC. Dua nama penting dalam gugus pasukan pribumi ini adalah Capitein Jonker dan Aroe Palakka. Pasukan Aroe Palakka berpartisipasi aktif dengan pasukan Admiral Cornelis Spelman dalam menaklukkan Kerajaan Gowa (1669). Sebelumnya pasukan Aroe Palakka telah membantu Majoor Poolman dalam pengusiran Atjeh dari Padang (1666). Sementara pasukan Capitein Jonker telah berpartisipasi aktif dalam mengatasi kemelut di Kesultanan Banten (1682) dan dalam perang dengan Mataram. Pasukan-pasukan pribumi pendukung militer VOC ini juga yang kemudian mengawal Batavia (termasuk menjaga benteng-benteng) dari kemungkinan ancaman dari Mataram dan Banten. Para pemimpin pasukan diberi hak untuk menguasahakan lahan (semacam konsesi).

Bagaimana eskpedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin Pieter Scipio ke hulu sungai Tjiliwong hingga selatan Jawa dan siapa Luitenant Patingi kurang terinformasikan dengan baik. Padahal dua orang ini adalah orang yang berjasa bagi Pemerintah VOC ketika tanah dan penduduk akan dijadikan subjek di daerah hulu sungai Tjiliwong. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Sersan Pieter Scipio dan Luitenant Patingi: Kampong Baroe

Sebelum ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong dimulai, terlebih dahulu dilakukan perjanjian dalam bentuk plakat yang dikenal sebagai Placaat 20 Juli 1687 (lihat Geschiedenis van Buitenzorg, 1902). Plakat ini ditandatangani pada tanggal 20 Juli 1687. Plakat ini bukan perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Sersan Pieter Scipio dan Luitenant Patingi, tetapi perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Luitenant Tanoe Djiwa yang akan ditempatkan di hulu sungai Tjiliwong sebagai orang yang ditinggikan posisinya sebagai pemimpin wilayah.

Sejak 1666 kebijakan Pemerintah VOC dimulai dengan kebijakan baru dimana penduduk dijadikan sebagai subjek. Perjanjian Placaat 20 Juli 1687 dibuat merujuk pada perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Mataram (Tractaat van 1677) dan perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Bupati Soemedang. Dengan demikian, ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong tidak sekadar eksplorasi wilayah (yang belum pernah dimasuki oleh orang Eropa-Belanda) tetapi juga untuk okupasi, penempatan pemimpin lokal yang akan menjadi partner Pemerintah VOC. Sebagaimana biasanya, kehadiran Pemerintah VOC di suatu wilayah selalu dimulai dengan dasar hukum tetap (placaat) yang menjadi dasar legitimasi kehadiran para pedagang-pedagang VOC.

Tim ekspedisi pendahulu di bawah pimpinan Luitenant Patingi sudah berada di pedalaman di hulu sungai Tjiliwong. Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs menugaskan tim ekspedisi kedua di bawah pimpinan sersan Belanda Pieter Scipio yang dibantu dua tentara Eropa/Belanda (plus pemandu dan pembantunya). Dalam awal laporan Pieter Scipio ditulis sebagai berikut:

Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van NI, 1878
1687. Kamis 29 Juli. Sekitar pukul tujuh pagi kami berangkat lagi dan berjalan ke selatan dan tenggara di sepanjang tepi sungai; kami melewati tiga sungai kecil Karet, Djawarj dan Kali Menting dan kemudian menuju ke timur sampai kami melewati sungai Tsiliwong di sisi selatan, 2.5 mil dari Parang Angsana. Kami berjalan menurun lagi ke selatan dan dari selatan ke barat melewati dua pohon dengan pohon buah dan tiga kuburan tua. Penduduk asli memberi tahu kami bahwa Raja Padjajaran telah membuatnya. Kami melewati dua sungai kecil Kaliloe [Sungai Loe] dan Tsipako [Tjipakoe] tempat kami mendirikan pondok untuk bermalam. Jalan dari Parang Angsana ke sungai Tsipako adalah tanah yang bersih dan penuh pohon buah-buahan dimana-mana.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Luitenant Tanoejiwa dan Luitenant Patingi

Patingi dinaikkan pangkatnya menjadi Luitenant (lihat Daghregister 19 November 1686). Tugas Luitenant Patinggi adalah untuk pengawasan (patroli). Luitenant berada di bawah komando Majoor Saint Martin (komandan militer VOC). Kenaikan pangkat ini diduga kuat karena Patingi telah berpartisipasi aktif dalam perang Banten (1682-1684) di Tangerang.

Awalnya Capitein Jonker yang dikirim ke Banten. Namun hasilnya sangat buruk dan sejumlah tentara Eropa-Belanda ditangkap dan ditahan. Untuk mengatasi situasi di Banten dan untuk membebaskan para tahanan kemudian dikirim Majoor Saint Martin. Hasil dibuat suatu perjanjian dan para tahanan dibebaskan pada tahun 1682. Prestasi Majoor Saint Martin ini kemudian diberikan hadiah oleh Pemerintah VOC berupa lahan subur di Tjinere dan Pondok Terong (Tjitajam) pada tahun 1684. Dalam hal ini, ketika dilakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dan menjadikan penduduk sebagai subjek, Majoor Martin sudah membuka lahan di sisi barat sungai Tjiliwong (Pondok Terong). Majoor Saint Martin adalah tentara profesional yag terpelajar dan memiliki minat yang kuat adalam botani. Majoor Saint Martin menguasai bahasa pribumi (paling tidak bahasa Melayu). Nanti pada berikutnya, pada tahun 1695 Cornelis Chastelein membuka lahan di antara land Tjinere dan land Pondok Terong di Seringsing (Serengseng).

Dalam ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong tiga pasukan yang dikerahkan mewakili fungsi yang berbeda-bedan. Pasukan Luitenant Patinggi untuk membuka ruang, pasukan Luitenan Tanoedjiwa untuk tugas keamanan wilayah. Sedangkan Sersan Pieter Scipio sebagai perpanjangan tangan Pemerintah VOC.

Luitenant Patinggi sebagai fungsi patroli adalah komandan pasukan pribumi yang bersifat mobile (semacam Kostrad pada masa kini). Sedangkan Luitenant Tanoedjiwa sebagai komandan pasukan pribumi untuk fungsi teritorial (semacam Pangdam masa ini). Dalam tugas ini hanya pasukan Luitenant Tanoedjiwa yang akan menetapa. Pasukan Luitenant Patinggi selesai bertugas pada tanggal 3 September 1687. Total hari bertugas Luitenan Patinggi dan pasukannya di hulu sungai Tjiliwong selama 43 hari (sejak 21 Juli 1687).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar