Laman

Rabu, 26 Agustus 2020

Sejarah Manado (10): Dr Philip Laoh, Orang Minahasa Pertama Studi ke Negeri Belanda; Indische Vereeniging dan Soetan Casajangan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini 

Dalam sejarah (awal) kebangkitan bangsa, tentu saja nama Philip Laoh cukup dikenal. Hal ini karena Philip Laoh adalah salah satu anggota organisasi mahasiswa pribumi di Belanda (Indische Vereeniging). Philip Laoh memulai pendidikan di sekolah kedokteran Batavia (Docter Djawa School).

Ketika jumlah mahasiswa pribumi sudah cukup banyak di Beland, Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi mahasiswa trans-nasional sehubungan dengan bergesernya misi Boedi Oetomo dari organisasi bersifat nasional menjadi organisasi bersifat kedaerahan (hanya terbatas di Jawa, Madura, Bali dan Lombok). Gagasan ini disambut baik semua mahasiswa asal Hindia Belanda di Belanda. Bertempat di tempat kediaman Soetan Casajangan, rapat umum yang dipimpin Soetan Casajangan dan sekretaris Hoesein Djajadinigrat sepakat membentuk organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging. Lalu secara aklamasi rapat mengangkat Soetan Casajangan sebagai ketua (yang kemudian mengangkat Raden Soemitro sebagai sekretaris, orang yang mengirimkan undangan ke semua mahasiswa pribumi). Pada tahun 1921 Dr Soetomo dkk mengubah Indische Vereeniging dengan nama Indonesiasche Vereeniging yang kemudian pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah lagi nama Indische Vereeniging dengan nama Perhimpoenan Indonesia.

Lantas bagaimana kiprah Philip Laoh sebelum dan sesudah bergabung dengan Indische Vereeniging? Yang jelas nama Philip Laoh sangatlah penting dalam kebangkitan bangsa khsusunya dalam bidang pendidikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Philip Laoh dan Indische Vereeniging

Pada tanggal 29 April 1893, dua pemuda belia asal Manado, berangkat dari Ambon dengan kapal Sindoro ke Soerabaja dan Semarang dengan tujuan akhir Batavia (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-05-1893). Kedua pemuda tersebut adalah Philip Laoh dan JR Rompies. Mereka tiba di Batavia tanggal 2 Mei untuk tujuan mengikuti pendidikan di sekolah kedoteran Batavia (Docter Djawa School). Di dalam manifest kapal terdapat nama F Duur yang diduga sebagai pemandu dua pemuda belia ini.

Di Padang Sidempoean, Radjioen Harahap (lahir 1874) setelah lulus sekolah dasar negeri tahun 1887 melanjutkan pendidikan di kota itu di sekolah guru (kweekschool). Setelah lulus tahun 1890 dan mendapat akte guru mengajar di kampong Simapil-apil. Pada tahun 1903 Dr AA Fokker datang ke Hindia mencari sejumlah guru untuk membantunya dalam penerbitan majalah bulanan Bintang Hindia. Dr Fokker menemui Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, pemilik dan pemimpin redaksi surat kabar berbahasa Melayu di Padang Pertja Barat. Dja Endar Moeda merekomendasikan tiga orang: guru Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di Padang Sidempoean (yang juga adik kelasnya di Kweekschool Padang Sidempoean); guru muda yang baru lulus dari Kweekschool Fort de Kock Djamaloedin; dan seorang docter djawa yang kelahiran Bengkoelen yang telah lama di Deli, Dr. Abdoel Rivai. Mereka bertiga berangkat ke Belanda yang dipandu oleh Dja Endar Moeda. Tidak lama setelag kepulangan Dja Endar Moeda ke tanah air di Padang, Soetan Casajangan juga kembali ke kampong halaan di Padang Sidempoean. Soetan Casajangan kembali ke Belanda dan tiba di Amsterda pada bulan Juli 1905 dijemput oleh Abdoel Rivai dan Djamaloedin. Soetan Casajangan kembali ke kampong karena ingin pamit ke keluarga karena ingin kuliah di Belanda untuk mendapatkan akta kepala sekolah. Itulah awal kehadiran Soetan Casajangan di Belanda. Catatan: saat itu di Belanda hanya satu mahasiswa pribumi yang tengah menempuh pendidikan tinggi (Universiteit) yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini).

Lama studi di Docter Djawa School sejak 1875 adalah lima tahun. Ph Laoh dan JR Rompies lulus pada tahun 1898. Beberapa bulan kemudian dua dokter baru asal Manado ni ditempatkan. Ph Laoh dan Radjieman ditempatkan di rumah sakit kota (Stadsverband) Batavia sedangkan JR Rompies ditempatkan di Amboina (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 16-01-1899). Ph Laoh dan Jr Rompies diduga ada dua dokter pertama yang berasal dari Manado. Dr Abdoel Rivai yang disebut di atas lulus tahun 1894.

Sekolah kedokteran Batavia didirikan tahun 1851 di rumah sakit militer di Weltevredna (kini RSPAD). Pada tahun 1854 dua siswa asal Afdeeling Mandailing en Angkola Residentie Tapanoeli Si Asta dan Si Angan diterima. Mereka lulus dan kembali ke kampong halaman masing-masing, Dr Asta ke ke Panjaboengan, onderafdeeeling Mandailing dan Dr Angan ke Padang Sidempoean onderafdeeling Angkola. Dua dokter muda ini adalah dua siswa pertama yang diterima di Docter Djawa School yang berasal dari luar Jawa. Anak Dr Asta bernama Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe alumni Kweekschool Padang Sidempoean adalah editor pribumi kedua di Hindia Belanda sejak 1902 di surat kabar Pertja Timor yang terbit di Medan. Editor pribumi pertama di Hindia Belanda adalah Dja Endar Moeda (sejak 1897) di surat kabar Pertja Barat di Padang (pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar Pertja Barat),.

Beberapa bulan kemudian Dr Ph Laoh dipindahkan dari Batavia ke Bangka untuk enggantikan Dt Mohamad Rabain yang dipindahkan ke Palembang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-03-1899). Bersama dengan Ph Loah di dalam kapal Canperter yang berangkat dari Batavia adalah Oemar Mochtar guru (lihat  De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-03-1899). Oemar Mochtar, guru asal Mandailing kelak diketahui sebagai ayah dari Dr Oemar Mochtar, Ph.D. Dr Ph Loah dipindahkan ke layanan swasta yang dengan demikian diberhentikan dari layanan pemerintah (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1900).

Pada tahun 1902 Docter Djawa School meluluskan sejumlah siswa (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-11-1902). Mereka yang lulus mendapat gelar dokter adalah W Tehupeori dan WK Tehupeori dari Ambon, Haroen Al Rasjid dan Mohamad Hamzah dari Padang Sidempoean. Dalam berita ini juga disebutkan mahasiswa yang naik dari tingkat satu ke tingkat dua medis antara lain J Tumbelaka dari Manado sementara Raden Soedarman dari Djogja dan W Ratulangi dari Manado harus mengalami her. Catatan: Mohamad Hamzah (Harahap) adalah saudara sepupu dari Soetan Casajangan.

Tidak diketahui dengan siapa Ph Laoh berafiliasi. Namun dimana dia berada diketahui pada tahun 1903 berada di Palembang. Disebutkan Dr Ph Laoh telah menulis cara pemberantasan penyakit beri-beri yang diterbitkan oleh penerbit G Koff en Co di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-03-1903). Besar dugaan Ph Laos menjadi anggota tim projek pemberantasan penyakit yang diselenggarakan oleh suatu konsorsium (penelitian).

 

Dokter pribumi pertama yang dizinkan membuka praktek adalah seorang dokter djawa asal Mandailing Dr Madjilis tahun 1907. Dr Madjilis lulus docter djawa school tahun 1886 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-06-1886). Dr, Madjilis adalah dokter pribumi lulusan terbaik di Hindia Belanda. Dr. Madjilis pertama ditempatkan di Oostkust Sumatra. Pada tahun 1896, Dr. Madjilis dipindahkan dari Tandjong Balai ke Moko-Moko di Bengkoelen (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-08-1896). Posisi yang ditinggalkan oleh Dr. Madjilis ditempati oleh Dr. Abdoel Rivai yang lahir di Moko-Moko, Bengcoelen yang lulus Docter Djawa School tahun 1894. Dr. Madjilis setelah beberapa kali pindah dipindahkan kembali ke Tandjong Balai. Dr. Madjilis dari Tandjong Balai terakhir dipindahkan ke Padang Sidempoean (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 21-02-1906). Setelah mengabdi selama dua dasawarsa, Dr. Madjilis akhirnya meminta pensiun dini dikampungnya di Padang Sidempoean terhitung tanggal 6 November 1906 (Bataviaasch nieuwsblad, 06-11-1906). Pada tahun 1907 keluar beslit Dr, Madjilis yang mengizinkan membuka praktik untuk kedokteran, operasi dan farmasi (Bataviaasch nieuwsblad, 06-07-1907). Setelah itu, Dr. Madjiis kerap bolak-balik ke Tandjong Balai. Nama, Dr. Madjilis terdeteksi terakhir sebagai dokter di perusahaan perkebunan yang berkantor di Tandjong Balai (De Sumatra post, 07-08-1917).

Pada tahun 1904 Dr Ph Laoh diketahui dari Palembang ke Batavia dengan kapal Carpenter (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-04-1904). Dalam manifes kapal terdapat nama Dr Otto yang diduga bos dari Dr Ph Laoh. Pada tahun 1907 Ph Laoh diketahui dari Batavia dengan kapl van Goens ke Palembang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-12-1907).

Di Belanda, setelah melihat rekannya Soetan Casajangan, Dr. Abdoel Rivai mengikuti kuliah untuk mendapatkan gelar dokter penuh (setara Eropa), Boleh jadi ini karena Dr WK Tehupelory dan sudaranya yang datang dari tanah air untuk kuliah di Belanda. Sejak kehadiran Soetan Casajangan di Belanda, semakin banyak pemuda pribumi yang datang ke Belanda untuk kuliah. Hal ini karena Soetan Casajangan kerap menghimbau pemuda-pemudi untuk studi ke Belanda di surat kabar bulanan Bintang Hindia yang diterbitkan di Amsterdam.

Setelah beberapa waktu, Dr Ph Laoh diketahui sudah berada di Sumatra’s Oostkust. Dr Ph Laoh dari Sumatra’s Oostkust dikabarkan akan berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi  (lihat De locomotief, 18-12-1908). Dr Ph Laoh berangkat dari Medan pada tanggal 7 Desember 1908 (lihat Het vaderland, 03-01-1909). Boleh jadi ini karena seniornya Dr Abdul Rivai telah melanjutkan studi kedokteran di Belanda.


Dalam perkembangannya diketahui bahwa para dokter-dokter telah menyelesaikan studinya di Belanda yakni Dr. Abdoel Rivai kelahiran Benkoelen lulus tahun 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1908); WK Tehupelory (lulus 1908) dan Dr. Ph. Laoh (lulus 1909). Ketiganya sama-sama mengikuti pendidikan dokter di Universiteit Amsterdam.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Karir Philip Laoh

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar