Laman

Sabtu, 19 September 2020

Sejarah Manado (35): Pulau Miangas di Talaud dan WA Sarapil dari Sangihe; Batas Filipina hingga Batas Kedaulatan Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini  

Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh (kerajaan) Belanda pada tanggal 27 Juli 1949 adalah secara dejure sudah terpisah, tetapi secara defacto kenyataannya belum. Kerajaan Belanda berpikir dalam konteks RIS (Republik Indonesia Serikat) sedangkan Indonesia dalam konteks negara kesatuan Republik Indonesia NK(RI). Bentuk federal (RIS) ini menyebabkan orang Belanda masih terdapat dimana-mana di wilayah Indonesia (khususnya di Papua). Dalam fase inilah posisi WA Sarapil di Sangihe-Talaud begitu penting.

Jauh di masa lampau, ayahnya, David Jonathan Sarapil, raja dari kerajaan Tabukan, Sangihe memiliki peran penting. Namun dalam berbagai tulisan masa ini, disebutkan DJ Sarapil seolah-olah sangat berperan dalam menentukan batas antara Filipina (Amerika Serikat) dengan Residentie Manado (Hindia Belanda). Apa iya?. Juga disebutkan DJ Sarapil berhasil membebaskan pulau Miangas yang diduki oleh Amerika Serikat yang menganggap pulau itu adalah pulau terluar dari (wilayah) Filipina. Juga, apa iya?. Okelah. Itu satu hal. Hal lain yang penting adalah peran penting apa yang telah dilakukan DJ Sarapil?

Lantas bagaimana sejarah ayah-anak dari Sangihe ini? Yang jelas DJ Sarapil telah meneyekolahkan sang anak WA Sarapil jauh ke negeri Belanda. Sementara tentang soal pulau (Miangas) pada dasarnya adalah masalah bilateral Hindia Belanda di satu pihak dan Amerika Aserikat (Spanyol) di pihak lain. Okelah, tentu semua itu tetap menarik untuk diketahui. Namun perlu disadari bahwa sejarah adalah narasi fakta dan data. Lalu bagaimana dua kisah ayah dan anak itu bermula? Tentu sangat menarik juga. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Radja Taboekan DJ Sarapil dan WA Sarapil Studi ke Belanda

Radja Taboekan,Sangihe, David Jonathan Papoekoele Sarapil adalah seorang yang berpikiran maju. Salah satu anaknya WA Sarapil disekolahkan di Belanda tahun 1905. Disebut di Gymnasium lulus ujian masuk diantaranya WA Sarapil (lihat Arnhemsche courant, 12-07-1905). Sekolah Gymnasieu adalah sekolah berasrama seringkat sekolah menengah (lulus sekolah dasar).

Pemuda bernama Sarapil berangkat dari Batavia dengan kapal Koning Willem pada tanggal 4 Agustus 1904 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-08-1904). Tidak diketahui pemuda belia ini berangkat dengan siapa, semua penumpang orang Belanda, kecuali Sarapil. Pada tahun ini di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang bekerja di surat kabar bulanan berbahasa Melayu, Bintang Hindia dalam perjalanan pulang ke tanah air untuk mengurus persiapatan untuk studi di Belanda. Soetan Casajangan kembali ke Belanda pada tahun 1905 untuk melanjutkan studi untuk mendapatkan akte guru kepala (MO). Soetan Casajangan sebelum ke Belanda adalah guru di Padang Sidempoean, alumni Kweekschool Padang Sidempoean 1887. Sebelum Soetan Casajangan kuliah di Belanda, baru satu pribumi yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Kapal yang membawa Sarapil tiba tanggal 29 Agustus (lihat  Algemeen Handelsblad, 31-08-1904).

WA Sarapil memulai dari tingkat persiapan. Pada bulan Juli 1906 WA Sarapil lulus ujian untuk mengikuti pendidikan tingkat pertama (lihat WA Sarapil (lihat De Graafschap-bode, 14-07-1906). Sementara WA Sarapil mengikuti pendidikan sekolah menengah, jumlah mahasiswa pribui yang datang ke Belanda semakin banyak.

Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sudah mencapai sekitar 20 orang. Soetan Casajangan menggagas didirikannya organisasi mahasiswa di Belanda yang diadakan di tempat tinggal Soetan Casajangan di Leiden pada tanggal 25 Oktober 1908. Organisasi ini disebut Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Sebagai ketua adalah Soetan Casajangan dan sekretaris Raden Simotro. Organisasi ini kelak pada tahun 1925 oleh Mohamad Hatta dkk diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesi (PI).

etelah selesai studi di Gymnasieum, WA Sarapil kembali ke tanah air. WA Sarapil menumpang kapal sss Grotius dari Amsterdam tanggal 14 Mei 1910 (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 13-05-1910). Dalam manifes kapal ini hanya WA Sarapil yang bernama pribumi. Setelah tiba di Batavia pada tanggal 10 Juni, WA Sarapil kembali ke kampongnya di Taboekan, Sangir eilanden. Dalam perkembangannya, WA Sarapil diangkat pemerintah sebagai kapiteinlaut di Sangir (semacam pegawai yang berurusan dengan pelayaran dan bea dan cukai). Sedangkan ayahnya, Radja Taboekan D Sarapil diangkat sebagai anggota dewan Landraad di afdeeling Manado,

Soetan Casajangan lulus studi dan mendapat akte guru sekolah dasar (LO) pada tahun 1909. Soetan Casajangan tidak pulang, tetapi melanjutkan studi yang lebih tinggi. Soetan Casajanga berhasil mendapat gelar akte guru kepala (MO) pada tahun 1911. Soetan Casajangan adalah pribumi pertama yang berhasil mendapat akta MO (guru dan guru kepala setara Eropa-Belanda). Foto: W Sarapil.

Willem A Sarapil diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda menjadi pemimpin Sangir eilanden (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 22-02-1923). Disebutkan sesuai keputusan pemerintah disetujui dan diratifikasi pengangkatan Willem Sarapil sebagai pemimpin pemerintahan di lanskap Taboekan (onderafdeeling Sangier eilanden, afdeeeling Menado) sehubungan dengan hubungannya dengan pemerintah Hindia Belanda dan Willem Sarapil diakui dan dikukuhkan sebagai penyelenggara pemerintah di lanskap tersebut.

Pengangkatan Willem A Sarapil ini diduga terkait dengan lengser keprabon sang ayah Radja Taboekan yang pensiun dari tugas-tugas pemerintahan. Sebagaimana disebutkan setahun sebelumnya diberitakan De Preanger-bode, 27-07-1922 bahwa dipensiunkan atas permintaan, David Sarapil yang terhormat atas martabatnya sebagai pengelola lanskap Taboekan, dianugerahi sebagai tanda penghargaan atas layanannya yang terpuji, setia, dan tahan lama dengan bintang emas kecil atas kesetiaan dan pengabdian. Foto: D Sarapil.

Sementara itu saudara-saudara perempuan W Sarapil sudah ada yang bersekolah di Batavia yakni S Sarapil dan C Saripil di sekolah keputrian. Ini mengindikasikan bahwa Radja Taboekan tidak hanya visioner dengan menyekolahkan W Saripil ke Belanda tetapi juga menyekolah putri-putrinya ke Batavia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Miangas: Dari Hindia Belanda hingga Republik Indonesia

Sebuah kapal perang besar melintas di sekitar pulau Miangas, tanpa berhenti, dan kapal ini tidak dapat diidentifikasi berbendera apa. Itulah laporan penduduk yang diteruskan ke Manado yang kemudian dilansir berbagai surat kabar di Hindia Belanda. Soerabaijasch handelsblad, 28-01-1899: ‘Pada tanggal 12 September (1898) kepulauan kepulauan Sangir dan Talaud dikunjungi (oleh pemerintah). Dari penduduk diketahui bahwa dari kejauhan, terlihat dua kapal uap, salah satunya menurut penduduk pulau Miangas adalah sebuah kapal perang besar telah berlayar di sekitar pulau tetapi tanpa tetap disana; tidak ada tanda yang diperhatikan sebagai sebuah bendera’.

Pada bulan April 1898 terjadi perselisihan antara Spanyol dan Amerika Serikat lalu dibawa ke perundingan. Pada tanggal 10 Desember 1898 sebuah perjanjian ditandatangani kedua belah pihak yang mana Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat. Pada fase transisi di Filipina inilah pada bulan September diketahui dari penduduk bahwa sebuah kapal perang melintas di sekitar pulau Miangas.

Pada bulan Maret 1899 kapal (kapal angkatan laut) Hindia Belanda, HM Edi melakukan kunjungan (semacam patroli di sekitar Residentie Manado) termasuk mengunjungi pulau Miangas (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-08-1899). Dalam kunjungan ini, komandan kapal turun ke darat dan bertemu dengan kepala kampong Miangas dan kemudian kapal Hindia Belanda kembali melakukan perjalanan ke pulau-pulau lainnya. Dalam pelayaran ke pulau Miangas ini, kapten kapal tidak mendapat keterangan dari penduduk tentang pengungsi Spanyol. Dalam hal ini, bahwa kapal-kapal yang berlayar di sekitar perairan Miangas (bulan September 1898) diduga merupakan dua kapal pengungsi (Spanyol) sedangkan kapal perang yang melintas lebih dekat ke pulau Miangas diduga adalah kapal perang Amerika Serikat.

Kepemilikan pulau ini sudah ada jauh sebelumnya perjanjian antara Spanyol dan Hindia Belanda. Namun muncul perselisihan (sengketa). Yang menjadi pangkal perkara adalah komandan militer Mindanao (Filipina) Jenderal Vood pada bulan Januari 1906 berkunjung ke pulau Palmas. Dia menemukan di pulau Palmas dikibarkan bendera tricolor (Hindia Belanda). Sang jenderal meminta bendera tricolor diturunkan dan diganti bendera Amerika Serikat. Mengapa?

Jenderal Wood tidak salah. Sebab yang menjadi pedomannya adalah peta yang dibawanya dimana di dalam peta disebut pulau Palmas adalah bagian yang diserahkan Spanyol kepada Amerika Serikat. Lalu berita itu mencuat dan menjadi viral. Sebab Pemerintah Hindia Belanda pulau Palmas (dalam peta Spanyol-Amerika Serikat) adalah pulau Miangas. Dalam hal ini pulau yang sama dikenal dua versi (Palmas vs Miangas). Hal inilah yang diduga sebab mengapa terjadi pada bulan September 1898 pengungsi Spanyol ingin ke pulau Palmas yang kemudian lalu dihalangi oleh kapal perang Amerika Serikat. Dalam hal ini dapat disimpulkan dalam peta-peta yang dimiliki Amerika Serikat, pada peta itu Spanyol mengidentifikasi Palmas sebagai bagian dari Filipina. Bagi Pemerintah Hindia Belanda sudah begitu jelas di masa lapau (sebelum kehadiran Amerika Serikat). Lalu masalah ini masuk dalam nota diplomatik,

Pada bulan Oktober 1909 surat kabar Manila Times memberitakan permasalahan pulau Palmas-Miangas ini (lihat Algemeen Handelsblad, 18-11-1909). Disebutkan bahwa Departemen Luar Negeri Amerika menanggapinya secara dingin, yang berpendapat bahwa Miangas dan Palmas mungkin adalah dua pulau yang berbeda.

Adanya klaim Hindia Belanda atas pulau Miangas setelah kasus Jenderal Wood pada tahun 1906, pejabat Amerika Serikat, McDeeling segera merespon dengan segera meminta klarifikasi yang diperlukan di Madrid (ibu kota Spanyol), sementara instruksi dikirim ke Manila agar setiap tindakan kedaulatan dan untuk membatalkan kunjungan jenderal (Wood) ditunda ke pulau itu selama masalah itu sedang diselidiki. Pihak Pemerintah Hindia Belanda bagaimana kelanjutannya, tidak diketahui apakah Spanyol telah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Amerika Serikat hingga muncul permasalahan baru pada tahun 1909 ketika kepala kampong Miangas kembali diminta memakai lencana dan bendera Amerika Serikat (dan menyimpan bendera tricolor) ketika pada bulan itu datang kapal Amerika ke pulau.

 

Berdasarkan catatan pers (Hindia) Belanda, bahwa secara tradisional dan secara historis (menurut buku yang ditulis Francois Valentijn, 1724) pulau ini masuk di bawah (kerajaan( Ternate yang merupkan gugu pulau-pulau Talaud. Pembangunan kanipong Miangas dimulai pada tahun 1892 atas perintah penjaga pos di Liroeug kepada Djogoegoe dari Kepulauan Nanoesa  (Talaud), dimana pulau itu berada. Lalu seorang kapten laut (semacam sjahbandar) telah ditunjuk yang kemudian berinisiatif agar di kanipong tersebut rumah-rumah yang terpencar-pencar disatukan dala perkampongan (Miangas). Setelah 1895, otoritas Belanda semakin intens ke pulau ini yakni melakukan vaksinasi penduduk hingga tahun 1900. Pada bencana gempa tahun 1904 pemerintah telah memberikan bantuan kepada penduduk Miangas. Menurut gambaran tahun 1905 di pulau ini terdapat sebanyak 40 rumah di sepanjang kanan-kiri jalan kampong. Di kapong ini bendera tricolor dikibarkan. Lalu pada tahun 1906 muncul kasus Jenderal Wood. Pada akhir tahun 1906 asisten residen Sangir en Talaud mengunjungi pulau ini. Sampai bulan April 1909 tidak ada permasalahan di pulau Miangas hingga kemudian muncul permasalahan yang kedua ketika kapal Amerika Serikat datang dan lencana dan bendera Amerika Serikat menggantikan Hindia Belanda.

Tampaknya klaim dua pihak atas pulau (Palas atau Miangas) belum tuntas dan terus mengambang. Seorang ahli bahasa Dr. N. Adriani mengomentarasi bahwa pulau itu dianggap milik Residentie Manado (lihat Algemeen Handelsblad, 14-03-1910). Dr. N. Adriani yang tinggal di Poso (Midden Celebes) yang pernah meneliti bahasa-bahasa Sangir-Talaud menunjukkan bahwa penduduk pulau Miangas berbahasa murni bahasa Talaud, Lantas bagaimana kelanjutan kasus pulau Miangas. Surat kabar di Belanda mengutip kantor berita Reuter di Manila.

De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 27-04-1911: ‘Reuter dari Manila: Menurut laporan dari Djolo, Belanda akan mengambilalih pulau Palmas atau Miangas, menurunkan bendera Amerika Serikat dan mengganti tricolor Belanda. Dalam hal ini Amerika Serikat diyakini tidak akan memprotes, karena pulau itu dianggap tidak berharga. Dari Washington dikomunikasikan oleh Reuter: Pemerintah Amerika Serikat tidak menerima laporan tentang pulau Palmas, tetapi dicatat dari sisi resmi bahwa selain dari pertanyaan sentimen, tidak ada bedanya bendera apa yang berkibar disana. Sejak 1906, perselisihan telah tertunda antara Amerika Serikat dan Belanda atas kepemilikan pulau Palmas atau Miangas, yang terletak di timur ujung selatan pulau Mindanao. Jenderal Wood, sebagai gubernur militer Mindanao pada tahun 1908 menemukan dalam kunjungannya ke Palmas bahwa bendera Belanda sedang dikibarkan disana. Belakangan karena yakin bahwa pulau itu adalah salah satu aset di Laut Selatan yang diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Spanyol, dia telah mengeluarkan lencana dan bendera Amerika Serikat untuk mengulangi kunjungan ini setelah Agustus 1906 kepada kepala kampung di Palmas. Untuk ini dia menambahkan jika sebuah kapal datang untuk mengibarkan bendera tersebut. Akibat kejadian ini, Pemerintah Belanda menyampaikan wacana kepada pihak Amerika Serikat. Selama ini, adsisteut resideden kepulauan Sangir en Talaud rutin mengunjungi pulau Palmas. Sampai April 1909 tidak ada yang istimewa untuk disebutkan, ketika kepala kampong Miangas muncul lagi dengan bendera Amerika, yang telah dikibarkannya sekali. Ini diambil darinya seperti sebelumnya dan diserahkan kepada pemerintah. Menanggapi pertanyaan itu, Manila Times kemudian sudah mengumumkan bahwa dalam perselisihan tersebut keputusan dari sebuah komite bersama akan menguntungkan kami (Hindia Belanda), namun tampaknya perselisihan tersebut belum juga diselesaikan, memberitahu pejabat Amerika Serikat untuk klarifikasi telah diminta di Madrid tentang masalah ini. Memang ada pertukaran pandangan diplomatik dengan pemerintah Amerika Serikat tentang kedaulatan atas pulau Palmas. Tidak ada informasi lebih lanjut yang dapat diberikan untuk saat ini. Mengingat apa yang telah dicatat dalam masalah ini, tampaknya tidak mustahil bagi kita (Belanda) bahwa beberapa pegawai-pejabat Amerika Serikat akan mengulangi seperti yang pernah dilakukan Jenderal Wood dan atas kemauannya sendiri mengibarkan bendera Amerika Serikat di pulau yang masih disengketakan itu. Seperti pada tahun 1906 dan 1909, permainan ini akan mengakibatkan bendera Amerika Serikat disusul hingga menunggu keputusan akhir, mengenai kepemilikan Samudra Pasifik kecil ini sebagai pulau terpencil dengan penduduk kurang dari 500 jiwa. Jika keputusan tentang masalah tersebut telah ditunda begitu lama, mungkin disarankan untuk mengajukan pertanyaan tersebut kepada keputusan Pengadilan Aibitiage’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

7 komentar:

  1. Mohon ijin pak,
    saya senang sekali membaca tulisan bapak, skedar menjelaskana nama2 Anak Dari DJ Sarapil yang sekolah Di Batavia Adalah: Wihelmina Adinda Sarapil, Catrina Sophia Engsongnanging Sarapil dan Kembarnya Sophia catrina Arienensong Sarapil, Juga Hellena Margartha Saupanggolung Uhentinendeng Sarapil,

    Juga yang sekolah Di Makasar Yaitu Frida Clain Rolongtimbang Sarapil, juga Costan Alfred kakendage Sarapil yang bersekolah disekolah Raja Di Manado

    Salam Hormat
    Costantein Sarapil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Bung Sarapil Saudara telah turut memperkaya sejarah Indonesia dan memperjelasnya.

      Hapus
    2. Ada yg kelupaan juga pak.WA SARAPIL juga peenah menjabat sebagai Bupati kepulauan Sangihe dan Talaud yg pertama tahun 1948-1950. Juga peenah menjabat Sebagai ketua Senat Indonesia Timur. Makasih

      Hapus
    3. Betul Bung. Untuk sekadar menambahkan saja, WA Sarapil menjadi Ketua, terhitung sejak 8 Juni 1949.
      NB: Saya berharap Bung Constantein sendiri menulis bukunya. Saya bisa bantu kirim datanya, sejauh data saya miliki jika diperlukan
      Selamat belajar sejarah, selamat menulis. Semoga sukses

      Hapus
    4. Luar biasa History nya sangat Akurat saya sangat tertarik untuk lebih mengetahui Keluarga besar Sarapil

      Hapus
  2. Yth bapak Harahap.

    Sekiranya tidak keberatan, boleka saya meminta informasih tentang sekolah anak-anak perempuan dari DJP Sarapil waktu di Batavua.? Pendidikan dimana dan kajian ilmu apa. Makasih

    Salam Hormat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dua anak Sarapil bersekolah di Batavia yakni C Sarapin dan S Sarapul. Keduanya sekolah di Bataviasche Industrieschool voor Meisjes 'Insulinde' pada tahun 1923/1924 suatu sekolah keputrian di bidang industri dengan vak kostum (bidang desain pakaian). Sekolah ini semacam SMK pada masa ini. Siswa-siswanya campuran Belanda, pribumi dan Tionghoa.
      Demikian Bung Sarapil

      Hapus