Laman

Sabtu, 10 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (17): Sejarah Tanjung Datu; Batas Pemisah Belanda (Indonesia) dan Inggris (Malaysia) di Paloh, Sambas

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini  

Nama Tandjoeng Datoe (Kaap Datoe) tempo doeloe sudah dianggap penting karena ditetapkan sebagai batas pemisah antara wilayah Inggris (Serawak) dan wilayah Hindia Belanda (Sambas). Namun batas pemisah itu menimbulkan masalah ketika tahun 2014 Pemerintah Malaysia membangun menara mercusiar di lokasi yang tidak tepat. Padahal sudah sejak 1885 di Tnadjoeng Datoe dibangun menara oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Tanjung dan teluk adalah dua bentuk topografi wilayah yang berbeda. Teluk menjadi wilayah yang cenderung luas dan aman terbentuknya pelabuhan (kota). Sedangkan tanjung justru sebaliknya, sempit dan tajam dan kerap menimbulkan masalah dala navigasi. Meski demikian, tanjung adakalanya dijadikan sebagai penanda batas wilayah (semacam di dinding di garis pantai). Dalam konteks inilah tempo doeloe Tandjoeng Datoe dijadikan pembatas wilayah. Untuk mengamankan navigasi pelayaran dibangun menara pemandu (mercusuar). Menara mercusuar ini begitu penting bagi penduduk kepulauan Natoena (Kepulauan Riau).

Lantas apa pentingnya sejarah Tandjoeng Datoe ditulis? Nah, itu tadi. Tandjoeng Datoe sebagai batas pemisah (wilayah) dan mercusuar yang dibangun menjadi penanda navigasi pelayaran. Lalu, apakah ada sejarah Tandjoeng Datoe? Nah, itu tadi. Pernah dibicarakan dan disepkati antara pihak Inggris dan pihak Pemerintah Hindia Belanda. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Tandjoeng Datoe

Nama Tandjoeng Datoe adalah nama kuno. Suatu nama yang dianggap penting sebagai penanda navigasi seperti nama-nama tempat atau nama sungai. Nama Tandjoeng Datoe paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1657. Tanjung ini tidak jauh dari kota (kerajaan) Sambas. Peta ini dibuat pada era VOC (Belanda).

Dalam sistem navigasi kuno, selain nama pulau, tiga hal yang utama yang diidentifikasi dalam peta adalah nama tempat (kota atau kerajaan), nama sungai dan nama tanjung. Meski penting nama teluk namun peta sebagai rujukan pelayaran tidak selalu diidentifikasi. Hal itulah mengapa nama tanjung penting dan sejak awal sudah dicatat. Dari namanya, nama tanjung adalah penamaan lokal. Dala Peta 1657 ini di pulau Borneo (Kalimantan) hanya tiga nama tempat yang diidenrifikasi sebagai kerajaan besar: Bandjarmasin, Soecadana dan Sambas. Besar dugaan penamaan nama tanjung ini merujuk penanda navigasi dari kerajaan Sambas. Biasanya bila nama tanjung belum ada orang Eropa (Portugis atau lainnya) memberi nama sendiri. Pembuatan peta-peta sendiri bersifat akummulatif oleh para ahli. Para pelaut terutama dari Eropa hanya menambahkan rincian yang sudah ada pada peta lama atau mengoreksi jika terdapat kesalahan. Peta adalah bersifat publik (pengetahuan umum). Dengan saling bertukar peta dimungkinkan muncul peta terbaru yang tujuannya berguna dan aman dalam naviagasi pelayaran.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Menara Mercusuar Tanjung Datu

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar